ZAKAT
1. Pengertian Zakat
Zakat adalah kewajiban bedasarkan syariat. Islam mewajibkannya atas setiap muslim yang
sampai padanya nisab (batas minimal dari harta mulai wajib dikeluarkan) zakat. Zakat
adalah salah satu rukun Islam, bahkan merupakan rukun kemasyarakatan yang paling tampak
di antara semua rukun-rukun Islam sebab di dalam zakat terdapat hak orang banyak yang
Dinamakan zakat, karena ia menyucikan jiwa dan masyarakat. Firman Allah SWTdalam surat
At-Taubah 103,artinya : "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
Zakat membersihkan atau menyucikan jika dari sifat kikir dan bakhil, Ketika mengeluarkan
zakat dengan merelakan hartanya, tatkala itulah seseorang memenangkan nafsunya, menang
atas kikir dan bakhilnya sehingga menyucikan dan membersihkan jiwanya. Zakat juga
membersihkan dan menyucikan masyarakat dari saling mendendam dan mendengki, dari
kegoncangan dan fitnah. Pada saat masyarakat saling membantu menutupi mereka yang
sangat berkebutuhan, ketika itulah mereka mengikis habis merajalelanya huru-hara dan
kegoncangan yang terwujud dari rasa dendam kaum melarat terhadap mereka yang hidup
berlebihan.
Didin Hafifudin (2002) menguraikan pengertian zakat secara lebih lebih luas. Ditinjau dari
segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu "keberkahan", al-namma
Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak
berbeda antara satu dan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat itu
adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada
pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu
pula.
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan pengertian menurut istilah,
sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi
berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan beres (baik). Hal ini sebagaimana
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
Di dalam Al-Qur'an terdapat beberapa kata, yang walaupun mempunyai arti yang berbeda
dengan zakat, tetapi kadangkala dipergunakan untuk menunjukkan makna zakat, yaitu infak,
sedekah den hak1). Sebagaimana dinyatakan dalam surat At-Taubah :34, 60 dan 103 serta
“…. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapatkan) siksa
yang pedih”.
1
) Infak adalah menyerahkan harta untuk kebijakan yang diperintahhn Allah SWT. Sedekah adalah sesuatu
ymg diberikan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hak salah satu artinya adalah
ketetapan yang bersifat pasti.
Surat At-Taubah : 60, artinya :
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang ditunjuk hatinya, untuk (memerdekakan budak),
orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui
memiliki kaitan yang sangat kuat dengan zakat. Zakat disebut infak (At-Taubah : 34) karena
hakikatnya zakat itu adalah penyerahan harta untuk kebajikan-kebajikan yang diperintahkan
Allah SWT. Disebut sedekah (At-Taubah : 60 dan 103) karena memang salah satu tujuan
utama zakat adalah untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Zakat disebut hak,
oleh karena memang zakat itu merupakan ketetapan yang bersifat pasti dari Allah SWT yang
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang
sedemikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki),
penerimanya .
menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat
kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan
mengembangkan harta yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat
At-Taubah : 103 dan Ar-Ruum : 39. Dengan bersyukur, harta dan nikmat yang dimiliki akan
“ Dan (Ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan : Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku,
Kedua, karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong,
membentu dan membina mereka, terutama fakir miskin, kearah kehidupan yang lebih baik
dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak,
dapat beribadah kepada Allah swt, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan
sifat iri, dengki dan hasud yang mungkin timbul dari kalangan mereka, ketika mereka melihat
orang kaya yang memiliki harta yang cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar
memenuhi kebutuhan para mustahik, terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif dalam
waktu yang sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka,
Kebakhilan dan ketidakmauan berzakat, disamping akan menimbulkan sifat hasud dan
dengki dari orang-orang yang miskin dan menderita, juga akan mengundang azab ALLAH
“ (Yaitu) orang-orang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyempurnakan
karunia-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan orang-orang kafir siksa yang
sangat menghinakan”.
Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang
berkecukupan hidupnya dengan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk
berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan
kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
“ (Berinfaklah ) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka
tidak dapat berusaha di muka bumi; orang yang tidak tahu menyanga merea orang kaya
karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-
sifatnya mereka tidak meminta – minta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta
yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui”.
Disamping sebagai pilar bersama, zakat juga merupakan salah satu bentuk konkret
dari jaminan social yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melaui syariat zakat, kehdupan
orang-orang menderita lainnya, akan terperhatikan dengan baik. Zakat merupakan salah satu
dalam kebaikan dan takwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maa’idah : 2,
artinya :
Juga hadist Rasulullah saw riwayat Imam Bukhari dari Anas, bahwa Rasululah
bersabda, artinya :
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan,
sosial maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan falitas sumber daya manusia
muslim. Hampir semua ulama sepakat hahwa orang yang menuntut ilmu berhak-menerima
Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat. Itu bukanlah
memhersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari
harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT
yang terdapat dalam surat Al-Baqarah : 267, dan hadits Rasulullah saw. Yang diriwayatkan
oleh lmam Muslim dalam hadits tersebut Rasulullah saw hersabda, artinya :
"AllahSWT tidak akan menerima sedekah (zakat) dari harta yang didapat secara tidak sah".
Dalam hadits lain riwayat Bukhari dari Abu Hurairah, Rasullulah saw bersabda :
“ Barangsiapa yang bersedekah dengan senilai biji kurma dari hasil usaha yang halal,
dan Allah tidak akan akan menerima kecuali dari yang baik (halal). Dan Allah akan menerima
sedekah yang baik dengan tangan kanan-Nya, lalu mengembangkannya buat miliknya, seperti
halnya seseorang di antara kamu mengembangkan anak ternaknya, sehingga hartanya itu
Hadist tersebut sejalan dengan firman Allah swt dalam surat Al-Baqarah : 276 – 277,
artinya:
“ Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang
yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat, mereka
mendapatkan pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
Keenam, dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu
instrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan
Monzer Kahf menyatakan zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada kepada
distribusi harta yang egaliter dan bahwa sebagai manfaat dari zakat, harta akan selalu beredar.
Zakat, menurut Mustaq Ahmad, adalah sumber utama kas negara dan sekaligus merupakan
sokoguru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Al-Qur’an. Zakat akan mencegah
terjadinya akumulasi harta pada satu tangan dan pada saat yang sama mendorong manusia
untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi. Zakat juga merupakan instistusi
yang komprehensif untuk distribusi harta karena hal ini menyangkut harta setiap muslim
secara praktis, saat hartanya telah sampai melewati nishab. Akumulasi harta di tangan
seseorang atau sekelompok orang kaya saja, secara tegas dilarang Allah swt, sebagaimana
“… supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu... ”
Ketujuh, dorongan ajaran islamyang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman
untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umat-
Nya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping
dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi
muzakki atau munfik. Zakat yang dikelola dengan baik, akan mampu membuka lapangan
kerja dan usaha yang luas, sekaligus penguasaan aset-aset oleh umat Islam. Dengan
demikian, zakat menurut Yusuf Al-Qardhawi adalah ibadah maaliyyah Al-ijtima’iyyah, yaitu
ibadah di bidang harta yang memiliki fungsi strategis, penting, dan menentukan dalam
termasuk yang dapat diharapkan perkembangannya, bukan harta yang digunakan untuk
menutupi kebutuhan.
Kalau harta itu termasuk yang dapat diharapkan perkembangannya, ia wajib dizakati
meskipun pemilik uang tersebut hanya menyimpan uangnya dan dia belum
Adapun kalau itu termasuk yang tidak dikembangkan, dan hanya dimanfaatkan oleh diri
sendiri, seperti peralatan rumah tangga, peralatan bekerja dan rumah yang disediakan untuk
Disamping itu, juga ditetapkan bahwa harta itu dapat menggolongkan pemiliknya ke
dalam golongan orang-orang kaya menurut pegertian zakat. Harta itu dapat menggolongkan
pemiliknya ke dalam golongan orang-orang kaya menurut pengertian zakat bila memenihi
duau syarat :
Pertama, harta itu telah sampai kepada batas minimal yang diistilahkan dengan nisab.
Batas minimal ini diperkirakan untuk barang-barang komoditi seharga 20 dinar emas. Adapun
untuk hasil-hasil pertanian, jumhurul fuqaha (kebanyakan ahli hukum islam) berpendapat
bahwa setiap tetumbuhan bumi yang wajib zakat tidak ada nisab tertentu.
Kedua, Harta tetap mencapai nisab dalam masa satu tahun penuh, setelah digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti tempat tingggal, makanan dan pakaian.
Harta yang memenuhi sifat pertumbuhan di masa Nabi SAW ada emapt bagian, yaitu berikut
ini:
a. Binatang ternak
Yang dimaksud binatang ternak disini, yaitu unta, sapi, dan kambing, apabila
dan dalam setahun itu lebih banyak digembalakan di padang rumput yang
Zakat diwajibkan pada emas dan perak yang merupakan mata unag yang dapat
digunakan sebagai alat tukar-menukar. Oleh karena itu, zakat emas dan perak
Nash ini menunjukkan bahwa nisab perak adalah 200 dirham, dan ukuran
Adapun tentang emas tidak ada nash yang tegas dari Rasulullah SAW. Akan
Dewasa ini tukar-menukar dengan uang kertas telah menggantikan emas dan
perak. Tukar-menukar dengan emas dan perak praktis terhenti atau hampir
Berdasarkan apa yang tertera diatas uang kertas, bahwa uang kertas ini
merupakan mata uang yang mengganti fungsi emas, maka kalau tidak wajib
dizakati, itu artinya meniadakan zakat emas dan perak Adapun nisab uang
kertas ini adalah 20 dinar emas. Hal ini karena emas menjadi standar segala
sesuatu.
“ Perdagangkanlah harta anak yatim itu, sehingga tidak habis termakan zakat
”.
c. Barang Dagangan
Maksudnya adalah hara perniagaan. Nisabnya sama dengan nisab barang dagangan
(komoditi, yaitu seharga 20 dirham emas “77,56 gram emas). Ukuran zakatnya ialah 1/40-
Namun, Imam Malik berpendapat bahwa syaratnya cukup kalau pedagang itu
memiliki senisab itu pada awal dan akhir tahun sebab dalam berdagang ada kemungkina
untung dan rugi. Kerugian pada awal tahun bukan berarti tidak memberi kemungkinan
baginya menjadi orang kaya yang memiliki senisab pada awal dan akhir tahun itu. Kami
menganggap kuat pendapat ini karena kalau kita berpegang dengan syarat memiliki senisab
sepanjang tahun, tentu akibatnya banyak niagawan yang dibebaskan dari zakat padahal
Ketiga, bagian (binatang ternak, mata uang dan barang dagangan) yang telah kami
sajikan ini, semua adalah transportable, dan nisabnya juga terhitung kecil, jika dibandingkan
Hikmahnya adalah pemerataan jaminan sosial dan agar hak orang fakir semakin
SAW, artinya :
Jumhur ahli fiqih berpendapat bahwa apa yang dihasilkan oleh bumi dan apa yang dibuahkan
oleh pepohonan tidak mempunyai nisab tertentu, dan juga tidak disyaratkan melewati setahun
tetapi diwajibkan zakat ketika panen, dengan firman Allah SWT, artinya :
“ Dan makanlah olehmu sekalian buah (dari tetumbuhan) bumi apabila berbuah dan
Ukuran zakatnya yang wajib ialah 1/ 10-nya kalau tanah itu dari diairi tanpa alat dan 1/20-
Itulah harta yang dapat dieksploitasi pada masa Rasul SAW yang wajib dizakati.
Kesanalah orang harus mengkiaskan hal-hal baru dari segala macam hasil industri dan
perdagangan.
Allah SWT secara tersendiri menerangkan lembaga-lembaga penerima zakat ini dan tidak
menyerahkan begitu saja kepada itjtihad seseorang ataupun kepada Rasulullah SAW sendiri.
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui
Ada perbedaan pendapat dalam ilmu fiqih tentang perbedaan antara fakir dan miskin.
Sebagian ulama berpendapat bahwa fakir adalah orang yang lebih membutuhkan
daripada miskin. Sebab fakir berarti tidak memiliki apa-apa. Adapun miskin boleh jadi ia
masih memiliki sedikit harta. Hanya saja apa yang dimiliki tidak mencukupi untuk dirinya
dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Pendapat ini berdasarkan dalil atau firman
“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut”.
Mereka dikatakan miskin, padahal mereka masih memiliki bahtera. Ini menunjukkan
bahwa miskin boleh jadi ialah orang yang masih memiliki sedikit harta.
Sementara yang lain berpendapat bahwa miskin adalah orang yang masih menahan
diri, tidak meminta kepada orang lain. Adapun fakir adalah orang yang meminta-minta.
“Bukanlah miskin orang yang memiliki sebutir atau dua butir kurma dan sesuap atau dua
suap makanan. Tetapi miskin ialah orang yang masih menahan dirinya (tidak meminta-minta
kepada manusia).
membutuhkan, tetapi tidak mampu lagi bekerja atau tidak mendapatkan pekerjaan. Sedang
miskin ialah orang yang sakit lagi pula fakir. Jadi, pada miskin ada dua sifat dari sifat-sifat
kebutuhan : Satu diantaranya ialah kefakiran dan yang lain adalah sakit.
Yang perlu kami ingatkan disini perbedaan ini tidak terlalu penting dalam
Pengurus-pengurus Zakat
Mereka adalah para petugas yang mengumpulkan zakat dari para wajib zakat dan
Mereka boleh menerima zakat meskipun kaya sebab apa yang mereka terima merupak
dipatuhi oleh para petugas pelaksana zakat ini, yang dianggap merupakan undang-undang
Mereka boleh jadi adalah kaum yang sangat membutuhkan Islam atau kaum dibutuhkan oleh
Islam.
Golongan pertama, ialah seperti mereka yang baru masuk islam, dan sebab islamnya
ini mereka terputus dari familinya. Mereka perlu menerima zakat, agar tidak mengalami
Golongan kedua, adalah mereka yang berpengaruh pada kaumnya. Mereka masuk
Islam sementara kumnya masih musyrik. Mereka perlu diberi harta yang memungkinkan
Ada lagi golongan ketiga, yang diberi agar baik Islamnya. Rasulullah SAW pernah
memberi zakat kepada segolongan orang dari laskar dan para bangsawan Tulaqa (mereka
yang telah ditaklukkan dan mendapat kebebasan). Akan tetapi, karena Umar r.a. pernah
mencegah orang-orang muallaf ini pada masanya, maka sebagian ulama berpendapat bahwa
bagian orang-orang muallaf ini terputus, atau bahwa Umar r.a. menganggap bagian ini tidak
orang dengan identitas tertentu, yaitu muallafu qulubuhum (perlu dijinakkan hatinya). Jadi,
sebab pemberian adalah mereka tergolong yang perlu dijinakkan hatinya. Apabila ada
identitas tersebut, mereka berhak mendapat zakat. Kalau tidak ada , mereka tidak berhak
mendapatkannya. Dan tidak dikatakan bahwa bagian mereka terputus atau dianggap tidak
terpakai, melainkan karena identitas muallafu qulubuhum tidak ada pada nereka. Dengan kata
lain, syarat-syarat yang terdapat dalam nash ini tidak terpeuhi. Itulah apa yang dilakukan
Umar r.a. Islam pada masanya benar-benar mulia dan tidak perlu usaha penjinakkan hati.
Jadi, seolah-olah identitas yang disebutkan dalam nash ini tidak diperuntukkan lagi. Itulah
sebabnya mengapa Umar r.a. , tidak menerapkan nash ini, tetapi bukan berarti ia
menganggapnya tidak terpakai lagi, juga bukan berarti memutuskan bagi para muallaf karena
Umar r.a. tidak berhak melakukan itu. Buktinya kalau identitas dari orang yag berhak
menerima benar-benar ada, saat kapan pun saja, dan Islam kembali menjadi lemah sehingga
memerlukan usaha penjinakkan hati, maka Waliyatul Amri wajib memberikan bagian ini
kepada mereka.
Pengarang, kisah As-Syarhu Kabir mengatakan, “Kita memiliki dalil firman Allah
Ta’ala (dan para muallaf yang dibujuk hatinya) dan Nabi SAW pun pernah memberi kepada
mereka yang dijinakkan hatinya baik dari kaum musyrikin maupun kaum muslimin”. Abu
Bakar sendiri pernah juga memberi kepada Adi Bin Hatim. Selain itu, tidak diperbolehkan
menyalahi kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, serta membuang keduanya tanpa alasan. Juga
Demikianlah sikap Islam terhadap mereka yang berutang, yang belum Pernah diterapkan
dalam sistem politik lain. Salah satu contohnya adalah undang-undang Romawi Pernah
membolehkan pihak piutang menjadikan pihak yang berutang sebagai budak dan menjualnya
seharga utangnya. Sementara itu Islam, seperti yang kita lihat, mewajibkan kepada baitul mal
kaum muslimin untuk menutupi utang-utang yang tidak mampu tertutup oleh para
penanggungnya.
Jumhur ahli fiqih berpendapat, maksud sabilillah (jalan Allah) ialah para pahlawan
sukarelawan. Mereka diberi zakat, meskipun mereka kaya, untuk mendorong keberanian
orang yang menunaikan ibadah haji, tetapi terputus karena kehabisan biaya.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa sabilillah maksudnya semua bentuk qurbah (usaha
mendekatkan diri kepada Allah). Jadi, termasuk dalam sabilillah adalah setiap usaha untuk
Prof. Syekh Ahdul Wahab Khallaf rahimahullah memperkuat. pendapat Imam Abu hanifah.
la berkata, "Saya tidak melihat adanya indikasi yang mengharuskan kita mesti mengartikan
sabilillah khusus hanya perjuangan (perang) dan haji semata. Zakat yang dikeluarkan untuk
kepentingan-kepentingan umum dan untuk hal-hal yang merupakan kebutuhan umat, itulah
Yaitu orang yang sedang dalam bepergian jauh, yang tidak dapat pulang dari negerinya