Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


RESIKO BUNUH DIRI

A. MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri
B. PROSES TERJADINYA
MASALAH
1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000),
bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
 Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
 Bunuh diri dilakukan dengan intensi
 Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
 Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan
kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
Tanda dan gejala :
 Sedih
 Marah
 Putus asa
 Tidak berdaya
 Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal
2. Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan masalah.
Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang menjadi
kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan mood/depresi/
yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
 Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.
Faktor Biologis lain:
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
 Stroke
 Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
 DiabetesPenyakit arteri koronaria
 Kanker
 HIV / AIDS
Faktor Psikososial & Lingkungan:
 Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif
thd diri, dan terakhir depresi.
 Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri
 Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya
sistem pendukung sosial
3. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
 Keputusasaan
 Menyalahkan diri sendiri
 Perasaan gagal dan tidak berharga
 Perasaan tertekan
 Insomnia yang menetap
 Penurunan berat badan
 Berbicara lamban, keletihan
 Menarik diri dari lingkungan social
 Pikiran dan rencana bunuh diri
 Percobaan atau ancaman verbal
4. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin
mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi
atau mengomunikasikan secara non verbal.
 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu
yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak
ditemukan tepat pada waktunya.

Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:
 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor lingkungan
yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk bunuh diri.
 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
 Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
5. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang memalukan, seperti
masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman
pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untuk melakukan
perilaku bunuh diri.
6. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh karena itu, perawat
harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien.

7. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara sadar memilih untuk bunuh diri.
8. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan
perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi.
9. Gambaran klinis dan diagnosis
Dalam mengenali pasien yang cenderung bunuh diri merupakan satu tugas yang
penting namun sulit dilaksanakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa resiko bunuh diri
yang berhasil akan meningkat pada jenis pria, berkulit putih, umur lanjut, dan isolasi sosial.
Pasien dengan riwayat keluarga percobaan bunuh diri atau bunuh diri yang berhasil membuat
resiko makin tinggi juga, demikian pula pasien dengan nyeri kronik, pembedahan yang baru
terjadi, atau mengidap penyakit fisik kronik. Demikian pula pasien yang tidak mempunyai
pekerjaan, tinggal sendiri, yang mengatur masalah– masalahnya secara teratur, dan hari ulang
tahun dari kematian anggota keluarga.
Delapan puluh persen pasien yang melaksanakan bunuh diri dan berhasil, biasanya
mengidap gangguan afetif dan 25% biasanya bergantung pada alkohol. Bunuh diri merupakan
15% sebab kematian pada kedua kelompok orang diatas. Sedangkan resiko tinggi untuk
peminum alkohol dalam kurun waktu 6 bulan setelah suatu kehilangan anggota keluarga.
Skizofrenia merupakan gangguan yang jarang, oleh sebab itu menjadi faktor pengurangan
angka bunuh diri pada kasus ini, namun 10% dari para pasien skizofrenik meninggal akibat
bunuh diri.
Harapan yang terbaik bagi upaya pencegahan bunuh diri terletak pada penemuan dan
terapi sedini mungkin dari gangguan psikiatri yang menyebabkannya.
Peran dari upaya bunuh diri yang terdahulu dalam menilai resiko bunuh diri saat
mendatang amat kompleks, kebanyakan dari para korban bunuh diri yang berhasil tidak pernah
mencoba pada masa sebelumnya, biasanya mereka akan berhasil pada percobaan pertama.
Walaupun para pelaku yang mencoba bunuh diri masa lampau menunjukkan perilaku yang
mampu merusak diri, hanya 10% para pelaku percobaan bunuh diri yang berhasil dalam 10
tahun.
Sejumlah cukup besar orang yang secara sengaja melakukan tindak merusak diri seperti
memotong nadi atau membakar diri dengan cara yang jelas tidak mematikan tanpa keinginan
sungguh untuk membunuh diri. Berbagai motif mungkin berada dibelakang ini, termasuk
manipulasi secara sengaja dan amarah yang tak sadar terhadap orang lain yang berarti dalam
hidupnya. Secara diagnostik, pasien dapat memenuhi kriteria untuk gangguan anti sosial atau
ambang, atau perilaku itu dapat berada bersama dengan gagasan aneh yang lain dan perilaku
skizofrenik.
Yang paling merisaukan dan menantang secara medikolegal ialah peristiwa parasuisida
(usaha percobaan bunuh diri) berulang, dan biasanya berperilaku bunuh diri yang mendekati
letal sedangkaan ia menyangkal adanya gagasan bunuh diri itu. Varian yang paling sering
dijumpai ialah pasien yang minum obat overdosis secara berulang dan tidak bertujuan. Pasien
macam ini biasanya mempunyai gangguan kepribadian tanpa gejala psikiatrik gawat. Mereka
sering meminta dipulangkan dari rumah sakit secepatnya setelah pulih dari intosikasi akutnya,
kadang lebih cepat lebih senang, dan ternyata sulit untuk menentukan perawatan dengan agak
paksa. Namun demikian, lebih bijaksana untuk menahan orang semacam ini secara paksa atau
involunter bila frekuensi perilaku parasuisidanya meningkat.

C. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Resiko Bunuh Diri

Harga Diri Rendah

1. Peran Perawat dalam Perilaku Mencederai Diri


Pengkajian
1. Lingkungan dan upaya bunuh diri : perawat perlu mengkaji peristiwa yang menghina atau
menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan benda
yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
2. Gejala : perawat mencatat adanya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan
gagal dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi gelisah, insomnia menetap, berat
badan menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.
3. Penyakit psikiatrik : uoaya bunuh diri sebelumnya, kelainan, afektif, zat adiktif, depresi
remaja, gangguan mental lansia
4. Riwayat psikososial: bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress multiple
(pindah, kehilangan,putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin), penyakit kronik.
5. Faktor kepribadian: impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan kaku, putus asa,
harga diri rendah, antisocial
6. Riwayat keluarga : riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme.
D. MASALAH KEPERAWATAN
DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
4. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
 Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
 Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
 Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri merupakan
masalah.
 Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh diri
/ penyalahgunaan zat.
 Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang dicintai,
pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
 Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri.
 Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri.
2. Masalah keperawatan
 Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
 Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
2. Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
3. Tujuan khusus :
 Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
 Perkenalkan diri dengan klien
 Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
 Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
 Bersifat hangat dan bersahabat.
 Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
 Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
 Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
 Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
 Awasi klien secara ketat setiap saat.
 Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
 Dengarkan keluhan yang dirasakan.
 Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
 Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
 Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
 Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
 Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
 Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
 Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
 Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,
menulis surat dll.)
 Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
 Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif

1. Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


2. Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan
3. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan


dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang
dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang
bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung
yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

1. Diagnosa : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan
2. Tujuan umum :
- Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Tujuan khusus :
- Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
4. Tindakan :
- Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
- Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
o Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
o Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
o Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
o Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
o Merencanakan yang dapat pasien lakukan
- Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
o Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara penyelesian
masalah
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik

F. RENCANA TINDAKAN
KPERAWATAN
a. Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien
a) Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.
b) Tindakan keperawatan
Melindungi pasien dengan cara:
 Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat dipindahkan ke
tempat yang aman
 Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, silet, gelas, dan
tali pinggang)
 Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya jika pasien
mendapatkan obatnya.
 Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

Lampiran
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN
POTEKKES KEMENKES GORONTALO

STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI


A. Kondisi Klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal maupun non verbal
B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
C. Tujuan
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik

D. Tindakan Keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing
cara penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalah yang lebih baik

E. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
 Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Agung Nugroho, biasa di pangil Agung, saya
mahasiswa Keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang bertugas di
ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2 siang .”
”Bagaimana perasaan A hari ini? ”
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan selama ini.
Dimana dan berapa lama kita bicara?”
 Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A paling merasa
menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan kepercayaan diri? Apakah A
merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain? Apakah A merasa
bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri atau
berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana
caranya? Apa yang A rasakan?”
”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan
tidak ada benda – benda yang membahayakan A)”
”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A,
saya tidak akan membiarkan A sendiri”
”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung minta
bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang
besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan kepada teman perawat, keluarga atau teman
jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan.”
”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”

 Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
” Coba A sebutkan lagi cara tersebut!”
”Saya akan menemani A terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.” (jangan
meninggalkan pasien).
Daftar Pustaka

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai