Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap
akhir. CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626). Gagal ginjal kronis atau
penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448). Gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung
beberapa tahun. (Price, 1992; 812).
B. Etiologi
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price dan Wilson
(2006) diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit
vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan
herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa
contoh dari golongan penyakit tersebut adalah :
1) Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
nefropati.
2) Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis.
4) Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan
asidosis tubulus ginjal.
6) Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan
hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
7) Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8) Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari
batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah
yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali congenital
leher vesika urinaria dan uretra.
Sedangkan penyebab PGK menurut National Kidney Foundation / NKF
(2010) adalah
1) Diabetes militus dan Hipertensi
Dua penyebab utama penyakit ginjal kronis diabetes dan tekanan
darah tinggi. Diabetes militus terjadi ketika gula darah terlalu tinggi,
menyebabkan kerusakan pada banyak organ dan otot dalam tubuh,
termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh darah, saraf, dan mata.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah
meningkat pada dinding pembuluh darah. Jika tidak dikontrol dengan
baik, tekanan darah tinggi bisa menjadi penyebab serangan jantung,
stroke dan PGK.
2) Glomerulonefritis
Glomerulonefritis menyebabkan peradangan dan kerusakan unit
penyaringan ginjal, merupakan penyebab ketiga yang paling sering
terjadi pada penyakit ginjal kronis.
3) Polikistik Ginjal
Polikistik ginjal merupakan penyakit ginjal bawaan sejak lahir.
Keadaan ini mengakibatkan kista pada ginjal yang akan merusak jaringan
disekitarnya.
4) Lupus.
Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus
Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh
tubuh atau sistem internal manusia.
5) Adanya sumbatan karena tumor, batu ginjal atau sumbatan karena ada
pembesaran kelenjar prostat pada pria
C. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1) Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik.
2) Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
3) Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan CKD
dapat ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :
a) Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat >
90 ml/menit/1,73 m2.
b) Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60-
89 ml/menit/1,73 m2.
c) Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu
30-59 ml/menit/1,73 m2.
d) Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15-
29 ml/menit/1,73 m2.
e) Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus:
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini seru
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
D. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Ginjal
Sistem perkemihan merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri
dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra. Ginjal yang terus menerus
menghasilkan urine, dan berbagai saluran dan reservoir yang dibutuhkan
untuk membawa urine keluar tubuh. (Wilson,2006)
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di
kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya
terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal terletak dibagian belakang abdomen
atas, di belakang peritoneum, didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-
transversus abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor
(Wilson,2006).
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian :
1) Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari
pyramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai
basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus
renalis.
2) Bagian luar (eksternal) korteks. Substansia kortekalis berwarna coklat
merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah
tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan
dengan sinus renalis, dan bagian dalam diantara piramid dinamakan
kolumna renalis.
3) Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
4) Procesus renalis, yaitu bagian pyramid/yang menonjol kea rah
korteks
5) Hilus renalis, yaitu suatu bagian atau area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki atau meninggalkan ginjal
6) Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor
7) Calix minor, yaitu percabangan dari calix major
8) Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis
9) Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter
10) Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Ginjal dibungkus oleh suatu massa jaringan lemak yang disebut
kapsula adipose atau peritoneal feet. Bagian yang paling tebal terdapat
pada tepi ginjal memanjang melalui hilus renalis.
Satuan fungsional ginjal dinamakan nefron, mempunyai lebih
kurang 1.3 juta nefron, selama 24 jam dapat menyaring 170 liter
darah, Nefron terdiri dari bagian:
a) Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang
terletak di dalam kapsula bowman dan menerima darah dari
arteriol aferen dan meneruskan darah ke sistem vena melalui
arteriol eferen.Filtrasi glomerulus adalah proses dimana sekitar
20% plasma yang masuk ke kapiler glomerulus menembus kapiler
untuk masuk ke ruang interstisium, kemudian ke dalam kapsula
bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merahatau protein
plasma hamper tidak ada yang mengalami filtrasi.Proses filtrasi
menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada proses
filtrasi diseluruh kapiler lain. Hal yang berbeda pada ginjal adalah
bahwa kapiler glomerulus sangat permeable terhadap air dan zat-
zat terlarut yang berukuran kecil ( Muttaqin& Sari, 2011).
b) Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula
bowman dengan panjang 15mm dan diameter 55um. Bentuknya
berkelok-kelok menjalar dari korteks ke bagian medula dan
kembali ke kortkes sekitar 2/3 dari natrium yang terfiltrasi
diabsorpsi secara isotonis bersama klorida.
c) Gelung henle
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya
ke segmen tebal penjangnya 12mm, total panjang ansa henle 2-14
mm. klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asendens
mempertahankan kenetralan listrik.
d) Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan
letaknya jauh dari kapsula bowman, panjagnya 55mm. tubulus
distal dari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens
yang oanjangnya 20mm.
e) Duktus koligen medula ini saluran yang secara metabolic tidak
aktif. Pengaturan secara halus dari eksresi natrium urine terjadi
disini dengan aldosteron yang paling berperan terhadap reabsorpsi
natrium (Syaifuddin,2002)
2. Fisiologi Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah untuk regulasi volume, osmolalitas,
elektrolit, dan konsentrasi asam basa cairan tubuh dengan
mengeksresikan air dan elektrolit dalam jumlah yang cukup untuk
mencapai keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh total dan untuk
mempertahankan konsentrasi normalnya dalam cairan ekstraselular
(ECF). (Wilson&Price,2006)
Menurut Sylvia A Price, ginjal terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:
a. Fungsi Eksresi
1) Mempertahankan osmolalitas plasma dengan mengubah-ubah
eksresi air.
2) Mempertahankan volume dan tekanan darah dengan mengubah-
ubah eksresi Na+
3) Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit
individu dalam rentang normal.
4) Mempertahankan PH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembal HCO2.
b. Fungsi Noneksresi
Mensintesis dan mengaktifkan hormone :
1) Renin : Penting dalam pengaturan tekanan darah
2) Eritropetin : Merangsang produksi sel-sel darah merah
oleh sumsum tulang belakang.
3) Prostaglandin : Sebagian besar adalah vasodilatasi bekerja
secara local.
E. Manifestasi Kinis
Manifestasi klinik menurut Long (1996) antara lain:
1) Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
2) Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1) Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effuse
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema.
2) Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
3) Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia
4) Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
5) Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6) Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
7) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
8) System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
F. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long,
1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448). Perjalanan
umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
1) Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen
(BUN) normal dan penderita asimtomatik.
2) Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3) Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration
rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang.
Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat
sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)
G. Pathway

Gangguan pada ginjal


Kerusakan parenkim, kerusakan
nefron
Penurunan perfusi jaringan 
penurunan darah, O2, dan nutrisi

Peningkatan rennin  angiotensin I


kemudian diubah mjd angiotensin II di
paru

Peningkatan aldosteron Vasokonstriksi arteriol

me↑kan reabs. Na+ pe↑tan tek. glomerulus

Retensi cairan di ekstravaskuler Reabs. Cairan menurun


banyak yang dibuang Ureum
termasuk protein, terutama meningkat
Hipervolemia albuminhipoalbumin
Mempengaruhi tekanan di Mempengaruhi kerja
alveoli  peningkatan tek.onkotik dan hidrostatik
tekanan cairan di alveoli vaskuler  tek di vaskuler
menurun
Kelebihan cairan di
Cairan yang ter retensi
alveoli pertukaran O2
masuk secara bebas ke
tidak maksimal
interstisiil  edema
perifer
Gangguan Pertukaran Penurunan suplai darah ke jar. perifer
Gas

Sisa metabolisme ikut Perfusi Perifer Tidak Efektif


peredaran darah  Penurunan pembuangan Perparahan penurunan
masuk ke air, garam dan sisa GFRakibat kerusakan
lambungmual muntah metabolisme sindrom bertambah parah
uremia
Penurunan intake
pe↓nan nafsu makan Kulit kering dan pruritus Masuk kulit

Ketidakseimbangan antara
kebutuhan tubuh dengan intake Gangguan Integritas
Kulit

Defisit Nutrisi
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
1) Urin
a. Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine
tidak ada (anuria).
b. Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
c. Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
2) Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
3) Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
4) Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga ada
5) Darah :
a. Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
b. Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia.
Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
c. SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi
eritropoetin seperti pada azotemia.
d. GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolic
(kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengeksekresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme
protein. Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
e. Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium atau
normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
f. Kalium: Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi
sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Magnesium terjadi
peningkatan fosfat, kalsium menurun. Protein (khuusnya albumin),
kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau
penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial. Osmolalitas
serum lebih besar dari 285 mosm/kg, sering sama dengan urine.
I. Pemeriksaan Radologi
a) Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
c) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa
e) KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung
kemih dan adanya obtruksi (batu).
f) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan megidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
g) Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
h) Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung
kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi.
i) Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat dengan
diit tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan pembatasan
yang sangat ketat pula pada asupan cairan yaitu antara 500-800 ml/hari.
j) Pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat anti
hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai pengontol
pada penyakit DM, sampai selanjutnya nanti akan dilakukan dialisis dan
transplantasi.
J. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
3. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
4. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual
tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal
disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
6) Hipertensi, pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular, tindakan yang diberikan tergantung
dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006
dalam Alamang 2012).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit
sistem kardiovaskular, pasienpasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih
70-80% faal ginjal alamiah
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
K. Asuhan Keperawatan Secara Teori

1. Pengkajian
a. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara
wawancara atau interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini
dan masa yang lalu. Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan
utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan
dan tempat tinggal.
b. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
c. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah
secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di
anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region,
radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan
pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn
apa.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic
hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi system prkemihan yang berulang, penyakit
diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat kemudian dokumentasikan.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami
penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan
dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan
yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit
menular pada keluarga.
g. Riwayat Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan
dialysis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan
konsep diri ( gambaran diri ) dan gangguan peran pada keluarga.
h. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan
lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.
i. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi
dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan
tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan
persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk
tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,
oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut,
intake minum yang kurang.dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien. Peningkatan
berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi)
anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia),
Penggunaan diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine
kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing.Penurunan frekuensi
urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,
diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah,
coklat, berawan) oliguria atau anuria.
4) Pola tidur dan Istirahat, Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan
klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak.
6) Pola hubungan dan peran
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).

7) Pola sensori dan kognitif


Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami
neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap
adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan
baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di
organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi
seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak
pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido, amenorea,
infertilitas.
10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak
ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak
ada kekuatan.Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam
melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien
j. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan TTV
a) Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat
b) Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat
c) TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat,
tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai
berat
2) Sistem Pernafasan
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon
uremia didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat
dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi
3) Sistem Hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif,
TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada
dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia.
Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan
mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
4) System Neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi
serebral, seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien
sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer,
burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri
otot.
5) Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron.
Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial,
penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini,
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
6) Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun
pada laki-laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis
yang menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic
tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan
ovulasi sampaiamenorea.
Angguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens
kreatinin < 15 ml/menit) terjadi penuruna klirens metabolic
insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang.
Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan
glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan
gangguan metabolism vitamin D.
7) Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat
8) Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare
sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan
ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan.
9) Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/
berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie,
area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium
pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder
dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
2. Diagnosa Keperawawatan
1) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin
4) Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
3. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN RENCANA KEPERAWATAN
NO. KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN
1. Hipervolemia Setelah dilakukan Keseimbangan Cairan Manajemen Hipervolemia
berhubungan tindakan keperawatan Meningkat: a. Observesi
dengan gangguan selama 7 jam 1) Asupan cairan meningkat 1) Periksa tanda dan gejala hipervolemia
mekanisme regulasi diharapkan 2) Haluaran urin meningkat (mis. onopnea, dispnea. edema,
keseimbangan cairan 3) Kelembapan membran JVP/CVP meningkat. ref.eks
meningkat mukosa meningkat hepatojugular positif, suara napas
4) Edema menurun tambahan)
5) Turgor kulit membaik 2) IdentIfikasI penyebab hipervolemia
3) Monitor status hemodinam§k (mis.
frekuensn Jantung, tekanan darah.
MAP. CVP. PAP, PCWP. CO. CI).
jika tersedia
4) Monitor Intake dan output calran
5) Monitor tanda hemokonsentrasl (mis.
kadar natrium. BUN. hematokdt,
beArag jenis urine)
6) Monitor tanda peningkatan tekanan
onkotik plasma (mis. kadar protein
dan albumin meningkat)
7) Monitor kecepatan Infus secara ketat
8) Monitor efek samping diuretik (mis.
hipotensi ortortostatik, hipovolemia.
hipokaeml hiponatremia)
b. Terapeutik
1) Timbang berat badan setiap hari pada
waktu yang sama
2) Batasi asupan cairan dan garam
3) Tinggikan kepala tempat tidur 30-40“
c. Edukasi
1) Anjurkan melapor jika haluaran urin
<0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
2) Anjurkan melapor jika BB bertambah
>1 kg daiam sehari
3) Ajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan
4) Ajarkan cara membatasi cairan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian diuretik
2) Kolaborasi penggantian kehi|angan
kalium akibat diuretik
3) Kolaborasi pemberian continuous
renal replacement therapy (CRRT),
jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi


pertukaran gas tindakan keperawatan 1) Dispneu menurun a. Observasi
berhubungan selama 7 jam 2) Bunyi napas tambahan 1) Monitor frekuensi. irama, kedalaman
dengan diharapkan pertukarn menurun dan upaya napas
ketidakseimbangan gas meningkat 3) Pusing menurun 2) Monitor pola napas (seperti
ventilasi-perfusi 4) Takikardia menurun bradipnea, taki nea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-stokes, Biot,
ataksik)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jaian napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray toraks
b. Terapeutik
1) Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
2) Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
3. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perifer Meningkat: Pemantauan Tanda Vital:
efektif berhubungan tindakan keperawatan 1) Penyembuhan luka a. Observasi
dengan penurunan selama 7 jam meningkat 1) Monitor tekanan darah
konsentrasi diharapkan perfusi 2) Akral membaik 2) Monitor nadi (frekuensi, kekuatan,
hemoglobin perifer meningkat 3) Turgor kulit membaik irama)
4) Tekanan darah sistolik 3) Monitor pernapasan (frekuensi,
membaik kedalaman)
5) Tekanan darah diastolik 4) Monitor suhu tubuh
membaik 5) Identifikasi penyebab perubahan
tanda vital
b. Terapeutik
1) Atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
1) Informasikan hasil pemantauan.
4. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Status Nutrisi: Manajemen Nutrisi
berhubungan tindakan keperawatan 1) Nyeri abdomen menurun a. Observasi
dengan peningkatan selama 7 jam 2) Bising usus membaik 1) Identifikasi status nutrisi
kebutuhan diharapkan status 3) Membran mukosa 2) Identifikasi alergi dan intoleransi
metabolisme nutrisi membaik membaik makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrien
5) Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
b. Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet
(misal, piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
6) Berikan suplemen makana, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogatrik jika asupan oral
dapt di toleransi.
c. Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang dprogramkan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (misal, perda nyeri,
antiemetik), jika pelu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu.
5. Gangguan integritas Setelah dilakukan Integritas Kulit Perawaatan Integritas Kulit
kulit berhubungan tindakan keperawatan 1) Kerusakan lapisan kulit a. Observasi
dengan perubahan diharapkan setelah 7 menurun 1) Identifikasi penyebab gangguan
sirkulasi jam diharapkan 2) Nyeri menurun integritas kuiit (mis. perubahan
integritas kulit dapat 3) Suhu kulit membaik sirkulasi, perubahan atau nutnsi.
meningkat penurunan kelembapan. suhu
lingkungan ekstrem, penurunan
mobilitas)
b. Terapeutik
1) Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering
2) Gunakan produk berbahan ringan
alami dan Hipoalergik pada kulit
sensitif
3) Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
c. Edukasi
1) Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. lotion, serum)
2) Anjurkan minum air yang cukup
3) Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
5) Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
6) Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada di luar
rumah Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2018) Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018) Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018) Standart Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN KASUS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG 24 A

RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh :

M. Taufiqur R. : 14401.16.17027

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan berikut dibuat oleh :

Nama : M. Taufiqur R.

NIM : 14401.16.17027

Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang 24 A RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada :

Hari :

Tanggal :

Malang,.……………2020

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Anda mungkin juga menyukai