Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi dari dalam rahim
melalui jalan lahir. Proses persalinan diawali dengan adanya kontraksi rahim yang
menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta iskemia rahim, sehingga
menimbulkan respon nyeri (Bobak, Lowdermilk, &Jensen, 2004).
Nyeri persalinan mulai timbul pada kala I fase laten, yaitu proses pembukaan
serviks sampai 3 cm dan fase aktif, yaitu proses pembukaan serviks dari 4 cm
sampai 10 cm. Pada fase aktif menuju puncak pembukaan terjadi peningkatan
intensitas dan frekuensi kontraksi, sehingga respon puncak nyeri berada pada fase
ini (Reeder, Martin, & Koniak-Griffin, 2012).
Manajemen pengelolaan nyeri merupakan hal yang sangat penting dan pilihan
tepat dalam pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Pasien memiliki hak untuk
diberikan pelayanan sesuai dengan tingkatan nyeri yang dialami dan petugas
kesehatan memainkan peran penting dalam mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan untuk mengkaji dan memberikan pengelolaan nyeri yang tepat pada
pasien. Manajemen nyeri mempunyai berbagai tindakan atau prosedur baik secara
farmakologis maupun non farmakologis. Penatalaksanaan nyeri dengan
farmakologis yaitu dengan menggunakan obat-obat analgesic, narkotik baik secara
intravena maupun intramuskuler. Sedangkan untuk penatalaksanaan nyeri secara
non farmakologis yang digunakan antara lain relaksasi, hipnosis, pergerakan dan
perubahan posisi, masase kutaneus, hidroterapi, terapi panas/dingin, musik,
akupresur, aromaterapi, teknik imajinasi, dan distraksi (Potter dan Perry, 2006)
Dalam hasil penelitian Solehati, dkk (2018) didapatkan hasil bahwa dalam
upaya mengurangi nyeri persalinan ada berbagai metode yang dapat digunakan,
antara lain terapi massage, musik, aromaterapi, kompres hangat, latihan nafas
(breath exercise), dan latihan birthball.

Berdasarkan pengkajian awal yang dilakukan di RSUD Koja ruang perawatan


intranatal atau ruang bersalin, upaya penatalaksanaan nyeri yang diberikan secara

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


nonfarmakologi bagi pasien kala I persalinan belum optimal. Kelompok
menyimpulkan bahwa petugas kesehatan khususnya di Ruang Bersalin RSUD Koja
perlu diberikan stimulus baru yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan
psikomotor mereka untuk memberikan manajemen nyeri non-farmakologi
berdasarkan Evidence Based terkini pada pasien yang membutuhkan.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Mengembangkan dan memajukan pelayanan kesehatan berbasis evidence
Based dan patient centered care di Ruang Bersalin RSUD Koja Jakarta Utara
2. Tujuan Khusus
a. Peserta memahami konsep nyeri, mekanisme nyeri dan pengukuran nyeri,
b. Peserta memahami manajemen nyeri non farmakologi berdasarkan Evidence
Based terkini
c. Peserta dapat mengaplikasikan manajemen nyeri pada pasien berdasarkan
Evidence Based terkini

BAB II
TINJAUAN TEORI

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


A. KONSEP DASAR NYERI
1. Definisi Nyeri
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP),
nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan. Sedangkan menurut (Smeltzer & Bare, 2001), nyeri adalah
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, disamping itu nyeri adalah apapun
yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada
kapanpun individu mengatakannya potensial. Kozier (2004), menambahkan
nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak
dapat di ungkapkan kepada orang lain.
2. Fisiologi Nyeri
Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam
proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut
konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel
syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri
dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat
khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh.
Reseptor- reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.
Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat- zat
kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi
p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan
menyampaikan impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997).

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat
dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan
serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara
sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada
otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks
serebri.
Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak
dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis
yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang
menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area ini
disebut “gerbang”. Kecenderungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua
input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan jaras asenden dan
mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa
perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari
neuron inhibitor sistem assenden menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah
transmisi sensasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi
antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi
tidak nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat.
Sel-sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung enkafalin yang
menghambat transmisi nyeri (Wall, 1978 dikutip dari Smeltzer & Bare, 2002).
3. Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana
nosiseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori
yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang
kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007).
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa
impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang
sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah
pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya
menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta- A dan C melepaskan
substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme
pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal,
yang lebih cepat melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.
Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok
punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi
mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan
serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan
sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek
yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan
opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Neuromodulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi P. Tehnik distraksi, konseling dan pemberian
plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005).
4. Klasifikasi Nyeri
a. Berdasarkan Lokasi / Letak
1) Cutaneus / superfisial
Yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya terasa
sebagai sensasi yang tajam.
Contoh: Terkena ujung pisau atau gunting, jarum suntik.
2) Deep somatic / nyeri dalam
Yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon dan syaraf,
nyeri menyebar & lebih lama daripada cutaneus.
Contoh: Sensasi pukul, sensasi terbakar misalnya ulkus lambung.
3) Nyeri Alih
Merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena banyak organ tidak
memiliki reseptor, biasanya nyeri terasa di bagian tubuh yang terpisah dari
sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik.
Contoh : Infark miokard yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan
kiri, dan bahu kiri, batu empedu yang dapat mengalihkan nyeri ke
selangkangan.
4) Radiasi

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


Sensasi nyeri meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain.
Biasanya nyeri terasa seakan menyebatr ke bagian tubuh bawah atau
sepanjang bagian tubuh. Nyeri dapat menjadi intermitten atau konstan.
Contoh : Nyeri punggung bagian bawah akibat diskus intravetebral yang
ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf
skiatik
b. Berdasarkan penyebabnya
1) Fisik : Bisa terjadi karena stimulus fisik (contoh: fraktur).
2) Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari
emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (contoh: orang yang marah-marah,
tiba- tiba merasa nyeri pada dadanya), Biasanya nyeri terjadi karena
perpaduan 2 sebab tersebut.
c. Berdasarkan lama/durasinya
Menurut Smeltzer (2001), nyeri diklasifikasikan berdasarkan durasinya yaitu:
1) Nyeri akut
Nyeri akut merupakan kumpulan pengalaman yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan sensori, persepsi dan emosi serta
berkaitan dengan respon autonomi psikologi dan perilaku. Nyeri akut
merupakan peristiwa yang baru, tiba-tiba dan durasinya singkat. Disamping
itu nyeri ini dapat di identifikasi, rasa nyerinya dapat berkurang atau hilang,
sifatnya jelas dan mungkin sekali untuk berakhir atau hilang dalam batas
nyeri sedang sampai berat , dan durasinya kurang dari 6 bulan. Contoh aktual
nyeri akut adalah nyeri pasca bedah, nyeri akibat prosedur pengobatan atau
trauma dan nyeri oleh karena adanya penyakit yang bersifat aktual.
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah situasi atau keadaan pengalaman nyeri yag
menetap atau kontinyu selama beberapa bulan atau tahun setelah fase
penyembuhan dari suatu penyakit atau injuri. Karakteristiknya adalah nyeri
dalam skala berat, dan intensitas nyeri sukar diturunkan.

5. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri


a. Usia

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan diantara
kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi
terhadap nyeri. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri
jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung
memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal
alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
atau meninggal jika nyeri diperiksakan (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (contoh:
tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri, sedangkan wanita boleh mengeluh
nyeri dalam situasi yang sama) (Smeltzer & Bare, 2002)
c. Kultur
Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu
untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai
budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai
pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam
mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam
menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 200).
d. Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan
nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga
tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif
menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan
secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif
untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri
ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


e. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau
tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar benar
bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek positif.
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan
medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima
pasien tentang keefektifan intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya.
Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan
nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang
diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun.
Hubungan pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang amat
penting dalam meningkatkan efek plasebo (Smeltzer & Bare, 2002)
f. Pengalaman masa lalu
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang
dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang
akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri,
akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih
parah. Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan
dapat meningkatkan nyeri dan pengobatan yang tidak adekuat. Efek yang tidak
diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman sebelumnya menunjukkan
pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu pasien dengan
nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan tepat dan adekuat, individu mungkin lebih
sedikit ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi
nyeri dengan baik (Smeltzer & Bare, 2002).
g. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
h. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang di cintai akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan (Smeltzer & Bare, 2002)

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


B. NYERI PERSALINAN
1. Definisi
Nyeri adalah bagian integral dari persalinan dan melahirkan (Melzack,
1984) di kutip oleh mander (2003). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin dan uri), yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina
ke dunia luar (Wiknjosastro, 2005).
Sedangkan menurut (Varney, 2002), Persalinan adalah rangkaian proses
fisiologis yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses yang
fisiologis pada umumnya dimulai dengan adanya kontraksi yang ditandai dengan
perubahan progresif pada servik, dan diakhiri dengan kelahiran plasenta.
Nyeri persalinan disebabkan adanya regangan segmen bawah rahim, Farer
(2001). Intensitas nyeri sebanding dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang
terjadi, nyeri bertambah ketika mulut rahim dalam dilatasi penuh akibat tekanan
bayi terhadap struktur panggul diikuti regangan dan perobekan jalan lahir. Nyeri
persalinan unik dan berbeda pada setiap individu karena nyeri tidak hanya
dikaitkan dengan kondisi fisik semata, tetapi berkaitan juga dengan kondisi
psikologis ibu pada saat persalinan
2. Tanda-tanda Persalinan
Tanda-tanda inpartu menurut Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut:
a. Rasa sakit oleh adanya His yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
b. Keluar lendir dan bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-
robekan kecil pada serviks.
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan pembukan telah ada.
3. Proses Persalinan
Persalinan dapat dibagi menjadi 4 kala menurut (Wiknjosastro, 2005).
a. Kala I
Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu
darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka
atau mendatar. Sedangkan darah berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang
berada disekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


ketika seevikas membuka.
Proses membukanya serviks sebagai akibar his dibagi dalam 2 fase:
1) Fase Laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
2) Fase Aktif : dibagi dalam 3 fase lagi, yakni:
a) Fase akselerasi :
Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm
b) Fase dilatasi maksimal.
Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari
4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselarasi pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam
waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
b. Kala II
Kala II adalah kala pengeluaran. Dimulai dari pembukaan lengkap
sampai lahirnya bayi. His menjadi lebih kuat dan lebih cepat, yaitu 2-3 menit
sekali karena kepala janin sudah masuk keruang panggul, maka pada his
dirasakan tekanan pada otot - otot dasar panggul, yang secara refleksoris
menimbulkan rasa mengejan.
Perawatan selama kala II :
Pada saat ini, ibu dibantu agar berada dalam posisi yang nyaman
baginya, denyut nadi diperiksa setiap 15 menit. Denyut jantung janin diperiksa
antara tiap kontraksi atau his. Wajah dan leher ibu diusap dengan handuk
basah, kandung kemih dikosongkan dan kemajuan persalinan diamati.
c. Kala III atau Kala Uri
Dimulai dari lahirnya bayi sampai lahirnya placenta. Placenta biasanya
lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran placenta disertai
pengeluaran darah.
d. Kala IV
Dimulai dari keluarnya placenta sampai 1-4 jam atau sampai tanda-
tanda vital ibu stabil.
4. Penyebab Nyeri Persalinan
Rasa nyeri saat persalinan merupakan hal yang normal terjadi. Penyebabnya
meliputi fisiologis dan psikologis (Hartanti, 2005).

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


a. Fisiologis
Faktor psikologis yang dimaksud adalah kontraksi. Gerakan otot ini
menimbulkanrasa nyeri karena saat itu otot-otot rahim memanjang dan
kemudian memendek. Serviks juga akan melunak, menipis dan mendatar,
kemudian tertarik. Saat itulah kepala janin menekan mulut rahim dan
membukannya. Jadi, kontraksi merupakan bagian dari upaya membuka jalan
lahir.
Intensitas rasa nyeri dari pembukaan satu sampai pembukaan sepuluh
akan bertambah tinggi an semakin sering sebanding dengan kekuatan
kontraksi dan tekanan bayi terhadap struktur panggul, diikuti regangan
bahkan perobekan jalan lahir bagian bawah. dari tak ada pembukaan sampai
pada pembukaan 2 bisa berlangsung sekitar 8 jam. Rasa sakit pada pembukaan
3 cm sampai selanjutnya pembukaan rata-rata 0,5-1cm perjam makin lama
dan frekuensi nyeri makin sering dan makin bertambah kuat sampai
mendekati proses persalinan.
b. Psikologis
Rasa takut dan cemas yang berlebihan akan mempengaruhi rasa nyeri.
Setiap ibu mempunyai versi sendiri-sendiri tentang nyeri persalinan, karena
ambang batas rangsang nyeri setiap orang berlainan dan subyektif sekali. Ada
yang merasa tidak sakit hanya perutnya yang terasa kencang. Adapula yang
merasa tidak tahan mengalami rasa nyeri. Beragam respon itu merupakan
suatu mekanisme proteksi diri dari rasa nyeri yang dirasakan.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan
a. Faktor Internal
1) Pengalaman dan pengetahuan tentang nyeri
Pengalaman sebelumnya seperti persalinan terdahulu akan membantu ibu
dalam mengatasi nyeri, karena ibu telah memiliki koping terhadap nyeri.
Ibu multipara dan primipara kemungkinan akan berespon terhadap nyeri
berbeda-beda walaupun menghadapi kondisi yang sama yaitu suatu
persalinan. Hal ini dikarenakan ibu multipara telah memiliki pengalaman
pada persalinan sebelumnya.
2) Usia
Usia muda cenderung dikaitkan dengan kondisi psikologis yang masih

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


labil, yang memicu terjadinya kecemasan sehingga nyeri yang dirasakan
menjadi lebih berat. Usia juga dipakai sebagai salah satu faktor dalam
menentukan toleransi terhadap nyeri. Toleransi akan meningkat seiring
bertambahnya usia dan pemahaman terhadap nyeri.
3) Aktifitas Fisik
Aktifitas ringan bermanfaat mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa
sakit menjelang persalinan, selama itu tidak melakukan latihan-latihan
yang tidak terlalu keras dan berat, serta menimbulkan keletihan pada
wanita karena hal ini justru akan memicu nyeri yang lebih berat
4) Kondisi psikologis
Situasi dan kondisi psikologis yang labil memegang peranan penting
dalam memunculkan nyeri persalinan yang lebih berat. Salah satu
mekanisme pertahanan jiwa terhadap stres adalah konversi yaitu
memunculkan gangguan secara psikis menjadi gangguan fisik.
b. Faktor Eksternal
1) Agama
Semakin kuat kualitas keimanan seseorang maka mekanisme pertahanan
tubuh terhadap nyeri semakin baik karena berkaitan dengan kondisi
psikologis yang relatif stabil.
2) Lingkungan Fisik
Lingkungan yag terlalu ekstrim seperti perubahan cuaca, panas, dingin,
ramai, bising memberikan stimulus terhadap tubuh yang memicu
terjadinya nyeri.
3) Budaya
Budaya tertentu akan mempengaruhi respon seseorang terhadap nyeri, ada
budaya yang mengekspresikan nyeri secara bebas, tapi ada pula yang tidak
perlu di ekspresikan secara berlebihan.
4) Support System
Tersedianya sarana dan support system yang baik dari lingkungan dalam
mengatasi nyeri, dukungan keluarga dan orang terdekat sangat membantu
mengurangi rangsang nyeri yang dialami oleh seseorang saat menghadapi
persalinan.
5) Sosial Ekonomi

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


Tersedianya sarana dan lingkungan yang baik dapat membantu mengatasi
rangsang nyeri yang dialami. Seringkali status ekonomi mengikuti
keadaan nyeri persalinan. Keadaan ekonomi yang kurang, pendidikan
yang rendah, informasi yang minimal dan kurang sarana kesehatan yang
memadai akan menimbulkan ibu kurang mengetahui bagaimana
mengatasi nyeri yang dialami dan masalah ekonomi berkaitan dengan
biaya dan persiapan persalinan sering menimbulkan kecemasan tersendiri
dalam menghadapi persalinan.
6. Jenis Nyeri Persalinan
Persalinan berhubungan dengan dua jenis nyeri yang berbeda. Pertama nyeri
berasal dari otot rahim, pada saat otot rahim berkontraksi nyeri yang timbul disebut
nyeri viseral. Nyeri ini tidak dapat ditentukan dengan tepat lokasinya (Pain-
Pointed). Nyeri viseral juga dapat dirasakan pada organ lain yang bukan merupakan
asalnya disebut nyeri alih (Reffered pain).
Pada persalinan nyeri alih dapat dirasakan pada organ lain yaitu punggung
bagian bawah dan sacrum. Sedangkan nyeri yang kedua timbul pada saat mendekati
kelahiran. Tidak seperti nyeri viseral, nyeri ini terlokalisir didaerah vagina, rectum
dan perinium sekitar anus. Nyeri jenis ini disebut nyeri somatik dan disebabkan
peregangan stuktur jalan lahir bagian bawah akibat penurunan bagian terbawah
janin (Ratnaningsih, 2010).
7. Fisiologi Nyeri Persalinan
Sensasi nyeri dihasilkan oleh jaringan serat saraf kompleks yang
menghasilkan sistem saraf perifer dan sentral. Dalam nyeri persalinan, sistem saraf
otonom dan terutama komponen simpatis berperan dalam sensasi.
a. Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom mengontrol aktivitas otot polos dan viseral, uterus
yang dikenal sebagai sistem saraf involunter karena organ ini berfungsi tanpa
kontrol kesadaran. Terdapat dua komponen yaitu sistem simpatis dan
parasimpatis. Saraf simpatis mensuplay uterus dan membentuk bagian yang
sangat penting dari neuroanatomi nyeri persalinan.
Neuron aferen menstransmisikan informasi dari rangsang nyeri dari
sistem saraf otonom menuju sistem saraf pusat dari visera terutama melalui serat
saraf simpatis. Neuron aferen somatik dan otonom bersinaps dalam region kornu

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


dorsalis dan saling mempengaruhi, menyebabkan fenomena yang disebut nyeri
alih. Nyeri ini adalah nyeri yang paling dominan dirasakan selama bersalin
terutama selama kala 1 (Mander, 2003).
Neuron aferen otonom berjalan keatas melalui medulla spinalis dan
batang otak berdampingan dengan neuron aferen somatik, tetapi walaupun
sebagian besar saraf aferen otonom berjalan menuju hipothalamus sebelum
menyebar ke thalamus dan kemudian terakhir pada korteks serebri.
Gambaran yang berada lebih lanjut dari sistem saraf otonom adalah fakta
bahwa neuron aferen yang keluar dari sistem saraf pusat hanya melalui tiga
region:
a) Dalam otak (Nervus kranialis III, VII, IX, dan X)
b) Dalam region torasika (T1 sampai T12, L1 dan L3)
c) Segmen sakralis kedua dan ketiga medulla spinalis.
Region torasika membentuk aliran keluar sistem saraf simpatis yang
menyuplai organ viseral, misalnya uterus.
b. Jaras Perifer Nyeri Persalinan
Karya eksperimental pada sistem saraf otonom menunjukkan bahwa baik
komponen simpatis dan parasimpatis menyuplai sebagian besar organ abdomen
dan pelvis, termasuk uterus. Secara anatomis, otot polos uterus disuplai sebagian
besar oleh serat – C yang tidak bermielin dan sebagian oleh serat – A delta kecil
yang bermielin.
Selama kala I persalinan, nyeri diakibatkan oleh dilatasi serviks dan
segmen bawah uterus dan distensi korpus uteri. Nyeri selama kala ini
diakibatkan oleh kekuatan kontraksi dan tekanan yang dibangkitkan. Hasil
temuan bahwa tekanan cairan amnion lebih dari 15 mmHg diatas tonus yang
dibutuhkan untuk meregangkan segmen bawah uterus dan serviks dan dengan
demikian menghasilkan nyeri, (Mander ; 2003). Dengan demikian logis untuk
mengharapkan bahwa makin tinggi tekanan cairan amnion, makin besar distensi
sehingga menyebabkan nyeri yang lebih.. nyeri ini dilanjutkan ke dermatom
yang disuplai oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan segmen yang
menerima input nosiseptif dari uterus dan serviks. Nyeri persalinan selama kala
1 disebabkan oleh kontraksi rahim yang dihantarkan oleh serabut saraf simpatis
dan serabut saraf thorakal 11 dan 12. nyeri yang disebabkan peregangan mulut

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


rahim. Nyeri disebarkan melalui saraf medulla spinalis thorakal 11 dan 12 serta
lumbal 1. Rasa nyeri yang timbul dirasakan sebagai nyeri punggung 10%, nyeri
pinggang 20% dan sebagian besar nyeri pada bagian bawah perut 70%
(Ratnaningsih, 2010).
Pada kala II persalinan, nyeri tambahan disebabkan oleh regangan dan
robekan jaringan misalnya pada perineum dan tekanan pada otot skelet
perinium. Nyeri diakibatkan oleh rangsangan struktur somatik superfisial dan
digambarkan sebagai nyeri yang tajam dan terlokalisasi, terutama pada daerah
yang disuplai oleh syaraf pudendus. Nyeri pada kala II disebabkan karena
peregangan perineum, tarikan peritonium, kekuatan yang mendorong
pengeluaran janin serta tekanan dari traktus urinarius bagian bawah dan pelvis.
Rangsangan nyeri disebarkan melalui saraf parasimpatis dari jaringan perinium.
Nyeri yang timbul dirasakan pada daerah dasar panggul dan selangkangan
maupun paha.
8. Lama Nyeri Persalinan
Nyeri selama persalinan dirasakan selama kala pembukaan dan makin
hebat dalam kala pengeluaran. Pada ibu yang baru pertama kali bersalin, kala
pembukaan berlangsung kira-kira 13 jam dan kala pengeluaran kira-kira 1 ½
jam. Pada wanita yang pernah melahirkan kala pembukaan berlangsung lebih
singkat yaitu sekitar 7 jam dan kala pengeluaran sekitar 1/2 jam (Maya, 2010).
9. Penyebaran Nyeri persalinan
Rangsangan nyeri persalinan pada kala I di transmisikan dari serat
aferen melalui fleksus hipogastrik superior, inferior, dan tengah, rantai somatik
torakal bawah dan lumbal, ke ganglia akar saraf posterior pada T10 sampai L1.
Nyeri dapat disebar dari area pelvis ke umbilicus, paha atas, dan area midsakral.
Pada penurunan janin, biasanya pada kala II rangsangan ditransmisikan melalui
saraf pudental melalui pleksus sacral ke ganglia akar saraf posterior pada S2
sampai S4. selama persalinan kala II, ketika tidak ada lagi tahanan dari serviks,
nyeri masih dialami karena distensi lanjut segmen uterus bawah. Ketika janin
turun ke pelvis, nyeri yang disebabkan oleh distensi sepertiga anterior vagina
dan perinium menggantikan nyeri viseral profunda. Tekanan dan trauma pada
fascia, jaringan subkutan,dan otot skelet merangsang nosiseptor dan menggeser
lokasi nyeri secara eksternal. Tekanan pada akar fleksus lumbo sakral

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


menimbulkan nyeri pada paha, kaki, vagina, perinium, dan rectum (Walsh,
2007).
10. Penilaian dan Pengukuran Nyeri
Kualitas nyeri dapat dinilai secara sederhana dengan meminta pasien
menjelaskan nyeri dengan kata-kata mereka sendiri (misalnya tumpul,
berdenyut, seperti terbakar). Evaluasi ini juga dapat didekati dengan
menggunakan penelitian yang lebih formal, seperti kuesioner nyeri MC Gill,
yang merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menilai nyeri. Kuesioner
ini mengukur dimensi fisiologik dan psikologik nyeri yang dibagi menjadi
empat bagian. Bagian pertama klien menandai lokasi nyeri disebuah gambar
tubuh manusia. Pada bagian kedua klien memilih 20 kata yang menjelaskan
kualitas sensorik, afektif, evaluatif, dan kualitas lain dari nyeri. Pada bagian
ketiga klien memilih kata seperti singkat, berirama atau menetap untuk menetap
untuk menjalaskan pola nyeri. Pada bagian keempat klien menentukan tingkatan
nyeri pada suatu skala 0 sampai 5 (Price, 2005).
Alat bantu lain yang digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan
nyeri klien:
a. Face Pain Rating Scale

b. Skala intensitas nyeri deskritif

c. Skala identitas nyeri numerik

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


d. Skala analog visual

e. Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau
intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri
sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini
berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga
sulit untuk dipastikan.
Menurut Wong dan Baker (1998), pengukuran skala nyeri menggunakan
Face Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah yang
tersenyum untuk “tidak ada nyeri” hingga wajah yang menangis untuk “nyeri
berat”.
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018
yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi
yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini
diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.
Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih
intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh
nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori
untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating
scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam
hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka
direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi.
VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat
merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata
atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan
dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila
klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih
akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat
keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat
dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau
menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan.

11. Akibat Tidak Mengatasi Nyeri


Menurut Mander (2004), nyeri persalinan yang berat dan lama dapat
mempengaruhi ventilasi, sirkulasi metabolisme dan aktivitas uterus. Nyeri saat
persalinan bisa menyebabkan tekanan darah meningkat dan konsentrasi ibu

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


selama persalinan menjadi terganggu, tidak jarang kehamilan membawa
“stress” atau rasa khawatir / cemas yang membawa dampak dan pengaruh
terhadap fisik dan psikis, baik pada ibu maupun pada janin yang dikandungnya.
Misalnya mengakibatkan kecacatan jasmani dan kemunduran kepandaian serta
mental emosional. Nyeri dan rasa sakit yang berlebihan akan menimbulkan rasa
cemas. Rasa cemas yang berlebihan juga menambah nyeri.
12. Managemen Nyeri Nonfarmakologi
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi nyeri saat
persalinan, yaitu salah satunya dengan memberikan terapi nonfarmakologis.
Terapi nonfarmakologis yaitu terapi yang digunakan yakni dengan tanpa
menggunakan obat-obatan, tetapi dengan Fmemberikan berbagai teknik yang
setidaknya dapat sedikit mengurangi rasa nyeri saat persalinan tiba. Beberapa
hal yang dapat dilakukan ialah pijatan merupakan salah satu metode penurunan
nyeri persalinan secara nonfarmakologis.
Pijatan ini menggunakan teori gate control dengan stimulasi kutan,
pijatan dilakukan pada ibu bersalin saat kontraksi uterus terjadi, yang ditujukan
untuk mengurangi rasa nyeri pada daerah perut dan punggung bawah (Martin,
1997). Metode pijatan ini sangat efektif membantu ibu bersalin dalam
menurunkan rasa nyeri selama proses persalinan sebesar 90% (Chamberlain &
Findley, 1999).
Menurut May & Mahlmeister (1998), menyatakan sentuhan merupakan
strategi yang penting dalam keperawatan maternitas berupa kekuatan untuk
memberi dan menerima pesan penggunaan sentuhan ini dapat dipelajari oleh
perawat, yang termasuk sentuhan terapeutik adalah effleurage, penekanan,
pelukan dan pengusapan.
Teknik nonfarmakologik untuk menguragi nyeri dengan pijatan
(massage) yang termasuk didalamnya adalah effleurage, rubbing, dan back
pressure

a. Effleurage
Effleurage merupakan usapan lembut atau mengurut perut perlahan-
lahan sesuai dengan irama nafas dari arah dalam keluar selama kontraksi uterus
(Bobak, 2005). Sherwen (1999) mengatakan effleurage sangat baik dilakukan

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018


pada persalinan dengan usapan berirama dan pemijatan perut selama kontraksi
bisa dilakukan sendiri atau penolong persalinan dan tidak ada komplikasi.
Cara effleurage bisa dilakukan sendiri oleh klien dengan kedua telapak
tangan dan jari tangan menempel pada perut sebelah kanan dan kiri, kemudian
mengusap lembut perut dari dalam keluar dilakukan selama kontraksi uterus
berlangsung dan ulangi kembali bila ada kontraksi uterus.
Effleurage dapat dilakukan oleh keluarga klien atau penolong persalinan
dengan menggunakan telapak tangan dan jari tangan sebelah kanan menempel
ditengah perut klien lalu diusapkan secara lembut dari dalam keluar. Dilakukan
selama kontraksi uterus berlangsung dan ulangi kembali bila ada kontraksi.
(Gambar 2.1).

Sumber: Sherwen, 1999


Gambar 2.1. A. Effleurage sendiri
B. Effleurage dengan bantuan
Dengan usapan lembut pada perut selama persalinan diharapkan dapat
menutup sensasi nyeri yang dirasakan ibu saat proses persalinan. Teori yang
digunakan gate control dimana selama persalinan impuls nyeri berjalan dari
uterus sepanjang serat syaraf besar kearah atau ke substansi gelatinosa didalam
spinal colum. Kemudian sel-sel transmisi memproyeksikan pesan nyeri ke
otak. Adanya stimulasi effleurage mengakibatkan pesan yang berlawanan
lebih kuat, cepat, dan berjalan sepanjang serat syaraf kecil. Pesan ini menutup
gate di substansia gelatinosa dan membloking pesan nyeri.
b. Rubbing
Rubbing adalah pemijatan atau usapan lembut pada bagian bawah
punggung, dengan rubbing dapat meningkatkan relaksasi juga menurunkan
nyeri saat uterus berkontraksi dengan menutup pintu gerbang teori gate
control. Rubbing juga meningkatkan endorphin. Di dalam tubuh manusia
Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018
terdapat suatu zat yang fungsinya sama dengan opiate yang disebut endorphin,
cara kerjanya mempengaruhi transmisi impuls nyeri sebagai neurotansmitter
dan neuromodulator untuk menghambat transmisi impuls nyeri ke otak.
Endorphin terdapat pada sinaps yang fungsinya menghambat atau mengurangi
sensasi nyeri (Reeder, Martin, & Koniak, 1997).
Cara rubbing bisa dilakukan dengan bantuan penolong persalinan atau
keluarga yang mendampingi, dengan cara pemijatan dengan gerakan melingkar
pada punggung sekitar torakal 10,11,12, lumbal 1 dan sakral 2,3,4 selama
kontraksi uterus, dan ulangi kembali bila ada kontraksi.
c. Back pressure
Back pressure adalah penekanan pada sacrum untuk mengurangi
ketegangan pada sendi sacroiliakus dari posisi oksiput posterior janin (Simkin,
1995). Brenda (2006) mengatakan back pressure merupakan tekanan lembut
di daerah sacrum dengan punggung tangan selama kontraksi dapat menurunkan
nyeri dan membloking sinyal nyeri ke otak. Penekanan dilakukan dengan
tangan dikepalkan seperti bola tenis pada sacrum 2,3,4 dengan memblok saraf
pudendal, penekanan selama kontraksi sama dengan metode penurunan nyeri
dengan menggunakan obat 50-100 mg meperidine. Dengan penekanan
menstimulasi kutaneous sehingga dapat menghambat impuls nyeri tidak
sampai ke thalamus. Back pressure efektif dilakukan pada ibu primipara kala I
pembukaan serviks 4-7cm (Reeder, Martin & Konick, 1997).
Menurut Brenda (2006), massage merupakan usapan atau pijatan
lembut pada punggung, perut untuk membuat ibu merasa nyaman diantara
kontraksi uterus membuat nyeri berkurang. Pijatan lembut didaerah punggung,
diperut akan membuat ibu bersalin lebih nyaman diantara kontraksi uterus
dengan melibatkan suami, keluarga, atau perawat (Norfolk & Norwich, 2006).
Silvia Et.al (2001) mengatakan dari 10 metode nonfarmakologik yaitu
relaksasi, teknik pernafasan, posisi/ gerakan, pijatan, terapi panas/ dingin,
musik, imagery, accupresure, aromaterapi, hidroterapi, yang diterapkan untuk
membantu ibu bersalin dalam menurunkan nyeri yang paling efektif secara
berurutan yaitu teknik pernafasan, relaksasi, accupressure, dan pijatan.

Aplikasi II Keperawatan Maternitas FIK UMJ Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai