Anda di halaman 1dari 13

Mumutaro Official

Page
just make some notes before I die...

Jumat, 22 April 2016

PERDAGANGAN LIMBAH BAHAN


BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
SEBAGAI ANCAMAN TERHADAP
KEAMANAN LINGKUNGAN HIDUP
Studi keamanan tradisional pada awalnya lebih berfokus
pada usaha negara dalam memperkuat pertahanan dan
keamanannya agar mampu menghadapi serangan militer
atau mengimbangi kekuatan negara lain sehingga tercipta
suatu perasaan aman dalam negara tersebut. Seiring
perkembangan zaman, ancaman keamanan nasional
bukan hanya dari adanya serangan militer tapi juga
ancaman yang berasal dari dalam negara itu sendiri,
sehingga saat ini muncul studi keamanan non tradisional
yang membahas ancaman keamanan yang tidak berasal
dari serangan militer.
Jika pada awalnya keamanan tradisional lebih
berpusat pada keamanan negara, keamanan non-
tradisional saat ini lebih berpusat pada keamanan individu
sehingga disebut sebagai human security. Beberapa
unsur yang terdapat dalam bahasan human
security adalah keamanan dalam bidang ekonomi,
pangan, kesehatan, lingkungan hidup, personal atau
individu, politik, dan komunitas.
Salah satu unsur dalam human security yang saat
ini telah menjadi isu penting dalam perpolitikan
internasional adalah mengenaienvironment security atau
keamanan lingkungan hidup. Kasus yang akan dibahas
dalam tulisan ini adalah adanya masalah limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) yang banyak dihasilkan oleh
negara yang memiliki industri maju, seperti di Eropa,
Amerika Serikat, atau Jepang.
Limbah B3 adalah jenis limbah yang mengandung
bahan berbahaya atau beracun dalam sifat dan
konsentrasinya sehingga baik langsung maupun tidak
langsung dapat merusak atau mencemarkan lingkungan
atau membahayakan kesehatan manusia. Limbah yang
termasuk dalam B3 antara lain adalah bahan baku yang
berbahaya yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa
kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal
yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus.
Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 memiliki karakteristik
seperti mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,
beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan bila
diuji dengan toksikologi dapat digolongkan pada limbah
B3.[1]
Agar limbah B3 tidak mencemari lingkungan,
limbah B3 harus didaur ulang dengan cara tertentu,
namun biaya pengelolaan limbah B3 sangat mahal
sehingga beberapa perusahaan di negara-negara maju
enggan untuk mengelola limbah yang dihasilkan. Tarif
pengolahan limbah bisa mencapai US$ 5.000-US$ 10.000
per ton. Hal ini berbeda jauh jika membuangnya ke
negara lain karena hanya butuh dana sekitar US$ 50-US$
100 per ton.[2] Akibatnya perusahaan tersebut memilih
untuk membuang limbah B3 di negara miskin dan
berkembang di Asia ataupun Afrika karena lebih murah.
Salah satu contoh negara yang sering menjadi negara
tujuan pembuangan limbah secara ilegal adalah
Indonesia.
Kasus terakhir yang pernah terungkap adalah
pada tahun 2012, pihak bea cukai Indonesia menahan
113 kontainer asal Inggris dan Belanda yang berisi
potongan-potongan besi yang telah terkontaminasi oleh
zat kimia yang tergolong dalam B3. Potongan besi
tersebut tampak kotor dan terlumuri sisa-sisa tanah, zat
kimia berupa serbuk warna putih, dan cairan pekat
kehitaman seperti aspal.
Berdasarkan dokumen impor, pemilik kontainer
yang berisi limbah B3 itu adalah PT Hwang Hook Steel
(HHS) yang bergerak di bidang impor logam-logam bekas
di Indonesia. Perusahaan tersebut sebenarnya
mengimpor limbah metal untuk diolah kembali namun
tidak diizinkan untuk mengimpor limbah metal berbahaya.
Limbah besi itu dipasok dari perusahaan W.R Fibers Inc.
yang beralamat di Amerika Serikat. Diduga W.R Fibers
Inc. adalah perusahaan fiktif dan kerap mengirim limbah
B3 ke negara-negara berkembang. Aksi pembuangan
limbah ini sebenarnya bukanlah hal baru karena telah
berlangsung sejak lama. Aksi ini telah berkembang
menjadi bisnis perdagangan limbah dengan nilai
perdagangan di kawasan Asia diperkirakan mencapai
jutaan dolar Amerika setiap bulan.[3]
Perdagangan limbah B3 ilegal yang masuk ke
Indonesia tersebut merupakan sebuah ancaman bagi
lingkungan hidup. Jika limbah yang mengandung logam
berat ini dibakar maka akan terjadi polusi udara yang
berbahaya jika dihirup karena adanya kandungan timbal.
Selain itu tumpukan sampah yang berasal dari limbah B3
yang mengalami dekomposisi, tercampur dengan air, dan
masuk ke tanah dapat menyebabkan pencemaran air
tanah. Bagi manusia, pencemaran akibat limbah B3 ini
dapat merusak sistem saraf, mengganggu sistem
peredaran darah, ginjal, perkembangan otak anak, cacat
bawaan, efek racun, alergi, sampai kerusakan DNA.[4]
Adanya ancaman lingkungan dari perdagangan
limbah B3 ini kemudian memunculkan sikap protes dari
kalangan masyarakat dan aktivis lingkungan
misalnya Indonesia Toxics-Free Network, Basel Action
Network, Ban Toxics, dan Bali Fokus yang menentang
perdagangan limbah dan juga giat berkampanye tentang
dampak negatif dari pencemaran limbah. Adanya desakan
dari masyarakat dan organisasi lingkungan hidup tersebut
akhirnya menuntut peran pemerintah Indonesia untuk
berusaha mengatasi masalah ini. Tak hanya dalam
lingkup Indonesia saja, tapi dalam skala internasional isu
tentang perdagangan limbah B3 yang merusak lingkungan
negara berkembang dan miskin di kawasan Asia dan
Afrika ini juga semakin berkembang dan mendesak untuk
segera diselesaikan.
Atas dasar tersebut, kemudian muncul beberapa
konvensi dan kesepakatan internasional dalam rangka
mencegah adanya praktek perdagangan limbah B3 ke
negara miskin. Konvensi pertama yang diadakan adalah
konvensi Basel yang diadakan di Swiss pada 22 Maret
1989. Konvensi Basel merupakan sebuah konvensi
prakarsa PBB. Untuk menindaklanjuti kemudian dibentuk
COP (The Conference of the Parties) sebagai badan
pelaksananya yang terdiri atasCompetent Authorities dan
sekretariat tetap berkedudukan di
Jenewa, Swiss.[5] Dalam konvensi Basel disepakati
bahwa kegiatan ekspor impor limbah B3 secara
internasional merupakan kegiatan yang terlarang
sehingga diberlakukan Ban Amandment terhadap aksi
tersebut. Ban Amandment tersebut berisi tentang
Pengaturan Perpindahan Lintas Batas dan Pembuangan
Limbah Berbahaya (Basel Convention on The Control of
Transboundary Movements of Hazardous Wastes and
their Disposal). Kesepakatan tersebut berlaku sejak 5 Mei
1992.
Indonesia dan juga 170 negara anggota lainnya
telah ikut meratifikasi Amandemen Konvensi Basel melalui
Keppres No.61/1993 Tentang Pengesahan Amendment
To The Basel Convention On The Control Of
Transboundary Movements Of Hazardous Wastes And
Their Disposal (Amendemen Atas Konvensi Basel tentang
Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah
Berbahaya dan Pembuangannya). Dengan meratifikasi
Ban Amandemen Konvensi Basel maka Indonesia berhak
untuk menolak kiriman barang yang berbahaya dan
beracun serta juga tidak bisa mengirim barang berbahaya
dan beracun dari negara anggota maupun non-anggota.[6]
Sebagai lanjutan konvensi tersebut lalu diadakan
Konferensi tentang pengelolaan limbah ke-9 (COP-9)
yang diselenggarakan di Nusa Dua Bali pada tahun
2008. Diharapkan dengan adanya Konferensi COP-9
ini akan muncul kesepakatan baru untuk membentuk
sebuah badan arbitrase yang membantu penyelesaian
konflik antara dua negara yang bersengketa akibat
pelanggaran perpindahan limbah beracun dan berbahaya
(B3). Selain itu konferensi ini juga akan membahas
mengenai pengelolaan limbah produk elektronik seperti
telepon selular dan komputer yang mulai marak.[7]
Selain itu di Afrika sendiri juga terdapat beberapa
deklarasi internasional untuk menentang perdagangan
limbah B3 seperti pada tahun 2006 terdapat Deklarasi
Nairobi tentang limbah elektronik danDeklarasi
Durban pada tahun 2008 mengenai pengolahan limbah
elektronik di Afrika yang menyatakan respon dan
memformulasikan aksi yang berkaitan dengan masalah
limbah industri elektronik yang berkembang.
Pada tahun 2013 di Swiss juga diselenggarakan
Tiga Konvensi B3 yakni Konvensi Basel yang mengatur
tentang ekspor dan impor limbah B3, Konvensi Rotterdam
yang mengatur tentang informasi ekspor dan impor bahan
kimia berbahaya dan beracun dan Konvensi Stockholm
yang mengatur tentang Persistant Organic Polutant yang
dilarang atau terbatas penggunaannya.[8]
Namun adanya kerjasama dan konvensi mengenai
perdagangan limbah B3 ini masih belum efektif karena
Konvensi Basel belum memuat sanksi bagi pelakunya.
Selain itu juga karena belum disahkannya amandemen
yang memuat larangan total perdagangan semua jenis
limbah B3 lintas batas negara termasuk limbah elektronik.
Selama ini negara-negara tertentu masih dapat mencari
celah dari aturan yang telah ditetapkan di Konvensi Basel
sehingga dapat membuat alasan untuk tetap melakukan
perdagangan limbah. Masalah lainnya adalah sebagian
besar negara maju ternyata masih menentang
pengesahan aturan ini dengan tidak mau meratifikasi.
Selama ini hukum yang berlaku untuk menindak
pelaku adalah hukum nasional saja. Indonesia sudah
meratifikasi Konvesi Basel dan dapat menjerat pihak-
pihak yang terkait impor limbah B3 dengan beberapa
pasal antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, dan Pasal 53 ayat 4 jo Pasal 102 huruf h jo
Pasal 103 huruf a UU Kepabeanan. Jika terbukti bersalah,
pihak importir bisa terkena hukuman penjara maksimal 15
tahun dan denda maksimal Rp 15 milyar dan izin
perusahaan juga terancam tidak diperpanjang.[9] Namun
Indonesia tidak bisa memberikan sanksi bagi pihak
eksportir. Indonesia hanya bisa mengirimkan kembali
limbah B3 tersebut ke negara pengirim.
Dengan demikian penegakan hukum untuk
mencegah perdagangan limbah akan lebih efektif jika
tidak hanya negara penerima saja yang melakukan
pengawasan tapi juga dari pihak negara maju untuk turut
mengawasi dan menindak tegas oknum di negaranya
yang terlibat dalam kasus ini demi
menciptakanenvironment security secara global.
Adanya kerjasama internasional dalam mencegah
perdagangan limbah B3 ilegal ini dapat dianalisa
menggunakan pendekatan konstruktivis. Pendekatan
konstruktivis adalah sebuah pendekatan
yang menitikberatkan asumsinya pada
upaya membangunkonstruksi sosial. Jadi pada intinya
kaum konstruktivis menganggap tidak ada kenyataan
sosial yang objektif dan hubungan internasional sendiri
adalah hasil konstruksi manusia.[10] Jadi dalam dunia
sosial terdapat pengetahuan yang kemudian dijadikan
suatu pemahaman bersama.
Berdasarkan teori tersebut dapat dianalisa bahwa
dalam dunia sosial saat ini telah terdapat suatu
pemahaman atau keyakinan bersama mengenai perlunya
melindungi lingkungan hidup. Isu lingkungan sendiri telah
menjadi isu global karena hal ini didorong oleh
meningkatnya kesadaran masyarakat internasional
tentang dampak kerusakan lingkungan dan gencarnya
kampanye tentang masalah lingkungan hidup yang
dilakukan oleh aktivis dan organisasi terkait. Bahaya
pencemaran dari limbah B3 juga telah gencar di
kampanyekan oleh para aktivis lingkungan hidup sehingga
terciptalah public opinionsehingga muncul desakan dari
masyarakat ataupun organisasi tertentu pada pemerintah
untuk melindungi Indonesia agar tidak menjadi sasaran
tempat pembuangan limbah B3.
Selain itu adanya pemahaman bersama tentang
isu lingkungan hidup ini juga mendorong
munculnya komitmen dari berbagai negara di dunia untuk
bersama-sama menanggulanginya. Saat ini hampir semua
negara, termasuk negara miskin dan berkembang yang
sering menjadi korban telah mempunyai pemahaman
yang sama tentang bahaya limbah B3 bagi lingkungan
dan kesehatan manusia sehingga turut berkomitmen dan
bekerja sama dalam Konvesi Basel. Negara-negara yang
terlibat dalam Konvensi Basel meyakini bahwa adanya
perdagangan limbah B3 merupakan ancaman
bagi environment security dan diperlukannya kerjasama
internasional untuk mencegah hal tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa isu
mengenai bahaya pencemaran limbah B3 bagi lingkungan
hidup telah menjadi suatu pemahaman bersama dalam
dunia internasional sehingga mendorong adanya
komitmen negara-negara di dunia untuk bertindak tegas
untuk melarang adanya praktek perdagangan limbah B3
meski hingga saat ini upaya tersebut belum begitu efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Jackson, Robert. Sorensen, Georg. 2009. Pengantar Studi
Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Asante, D Kofi. Nagry, Imre V. 2002. International Trade in
Hazardous Waste. London: Routledge
Internet
Antara News. 2013. “Konvensi Basel COP ke-9 Diharapkan
Hasilkan Deklarasi Pengelolaan Limbah”.
Dari http://www.antaranews.com/print/106599/ (diakses 10 November
2013)

Hadi Sutjahjo, Surjono. 2012. “Indonesia Negeri Sampah”.


Darihttp://www.metrotvnews.com/front/kolom/2012/02/06/245/Indonesia-Negeri-
Sampah/kolom (diakses 10 November 2013)

Intisari Online. 2012. “Mencegah bertumpulanya Sampah


Elektronik”. Dari http://intisari-online.com/read/mencegah-bertumpuknya-
sampah-elektronik (diakses 10 November 2013)

Iran Indonesian Radio. 2012.”Indonesia Negeri Surga Limbah


Beracun Dunia”. Dari http://indonesian.irib.ir/hidden-2/-
/asset_publisher/yzR7/content/indonesia-negeri-surga-limbah-beracun-
dunia/pop_up (Diakses 10 November 2013 jam 19:35)
Ir. Sugita, MM. “Green Tasbara Pergerakan Limbah B3 Lintas
Batas Negara”. Dari http://www.tasbara-
bnpp.com/index.php/kolumnist/item/529-green-tasbara-pergerakan-limbah-b3-lintas-
batas-negara (diakses 10 November 2013)

Wikipedia.2013. “Limbah”.
Dari http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah(diakses 10 November 2013)
[1] Wikipedia.2013. “Limbah”.
Dari http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah(diakses 10 November 2013)
[2] Iran Indonesian Radio. 2012.”Indonesia Negeri Surga
Limbah Beracun Dunia”. Dari http://indonesian.irib.ir/hidden-2/-
/asset_publisher/yzR7/content/indonesia-negeri-surga-limbah-beracun-
dunia/pop_up (Diakses 10 November 2013 )
[3] Ibid,.
[4] Intisari Online. 2012. “Mencegah bertumpulanya
Sampah Elektronik”. Dari http://intisari-online.com/read/mencegah-
bertumpuknya-sampah-elektronik (diakses 10 November 2013)
[5] Ir. Sugita, MM. “Green Tasbara Pergerakan Limbah B3
Lintas Batas Negara”. Dari http://www.tasbara-
bnpp.com/index.php/kolumnist/item/529-green-tasbara-pergerakan-limbah-b3-lintas-
batas-negaradiakses 10 November 2013
[6] Surjono Hadi Sutjahjo. 2012. “Indonesia Negeri
Sampah”.
Darihttp://www.metrotvnews.com/front/kolom/2012/02/06/245/Indonesia-Negeri-
Sampah/kolom
[7] Antara News. 2013. “Konvensi Basel COP ke-9
Diharapkan Hasilkan Deklarasi Pengelolaan Limbah”.
Dari http://www.antaranews.com/print/106599/
[8] Ibid.
[9] Iran Indonesian Radio. 2012.”Indonesia Negeri Surga
Limbah Beracun Dunia”. Dari http://indonesian.irib.ir/hidden-2/-
/asset_publisher/yzR7/content/indonesia-negeri-surga-limbah-beracun-
dunia/pop_up (Diakses 10 November 2013 )
[10] Robert Jackson dan Georg Sorensen.
2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional.. Halaman
307-308
Diposting oleh mumutaro di 20.32
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

1 komentar:
1.

PAK RUSDI DI SEMARANG9 November 2017 06.23

Assalamualaikum wr.wb mohon maaf kepada teman teman jika postingan saya
mengganggu anda namun apa yang saya tulis ini adalah kisah nyata dari saya dan kini
saya sangat berterimah kasih banyak kepada Mbah Rawa Gumpala atas bantuan
pesugihan putihnya tampa tumbal yang sebesar 15m kini kehidupa saya bersama keluarga
sudah sangat jauh lebih baik dari sebelumnya,,saya sekaran bisa menjalanka usaha saya
lagi seperti dahulu dan mudah mudahan usaha saya ini bisa sukses kembali dan
bermanfaat juga bagi orang lain,,ini semua berkat bantuan Mbah Rawa Gumpala dan
ucapa beliau tidak bisa diragukan lagi,bagi teman teman yang ingin dibantuh seperti saya
dengan pesugihan putih bisa anda hubungi di no 085 316 106 111 jangan anda ragu untuk
menghubuni beliau karna saya sud ah membuktikannya sendiri,karna Mbah tidak sama
seperti dukun yang lain yang menghabiskan uang saja dan tidak ada bukti sedankan kalau
beliau semuanya terbukti nyata dan sangat dipercay,,ini unkapan kisah nyata dari saya pak
Rudi di semarang.Untuk lebih lenkapnya silahkan buka blok Mbah di 🐣PESUGIHAN PUTIH
TANPA TUMBAL🐣
Balas

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)
my secret
Total Tayangan Halaman

237,556
Mengenai Saya

mumutaro
i don't know who I am
Lihat profil lengkapku

page
 Beranda

Arsip Blog
 ▼ 2016 (5)
o ► Mei (3)
o ▼ April (2)
 PERDAGANGAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3...
 Job Seeker Experience (Part1)
 ► 2014 (1)
 ► 2013 (16)
 ► 2012 (36)

Pengikut
Google+ Followers
Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.
Share on :

Anda mungkin juga menyukai