Anda di halaman 1dari 43

HAND OUT

A. IDENTITAS
MATA PELAJARAN : KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
MATERI : SPESIFIKASI DRAINASE
KELAS /SEMESTER : XI / GANJIL
WAKTU : 350 JP / 8 JP PER MINGGU

B. KOMPETENSI INTI

KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,


prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,
bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai
kaidah keilmuan

C. KOMPETENSI DASAR
3.6 Memahami Spesifikasi Drainase
4.6 Menyajikan Spesifikasi Drainase

D. IPK PENGETAHUAN
3.6.1 Mengelompokkan spesifikasi drainase
3.6.2 Menghitung spesifikasi drainase

E. IPK KETRAMPILAN
4.6.1 Mempresentasikan spesifikasi drainase

F. TUJUAN PEMBELAJARAN

Melalui kegiatan pembelajaran menggunakan model Discovery Learning yang dipadukan


dengan metode mind mapping, teknik ATM, dan pendekatan saintifik yang menuntun
peserta didik untuk mengamati (membaca) permasalahan, menuliskan penyelesaian dan
mempresentasikan hasilnya di depan kelas, Selama dan setelah mengikuti proses
pembelajaran ini peserta didik diharapkan dapat:
 Mengelompokkan spesifikas drainase
 Menghitung spesifikasi drainase
dengan rasa rasa ingin tahu, tanggung jawab, displin selama proses pembelajaran,
bersikap jujur, santun, percaya diri dan pantang menyerah, serta memiliki sikap responsif
(berpikir kritis) dan pro-aktif (kreatif), serta mampu berkomukasi dan bekerjasama
dengan baik.
G. BAHAN AJAR

a. Sistem Jaringan Drainase

Manusia atau makhluk hidup lainnya dan tumbuh-tumbuhan, membutuhkan air dalam jumlah
secukupnya. Selain tumbuhan air, tumbuhan lain akan terganggu pertumbuhannya (bahkan
busuk lalu mati) bila air tergenang cukup lama. Air dalam tanah juga menimbulkan
masalah pada kegiatan konstruksi apabila muka airnya tinggi. Pekerjaan drainase
mencakup pekerjaan pengendalian air permukaan yang berlebih (banjir, genangan) dan
pengaturan muka air di sungai serta pengendalian air tanah.

Pekerjaan drainase di suatu wilayah dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:

o Drainase basin (basin drainage)

o Drainase perkotaan/permukiman (Urban drainage).

a. Drainase basin (Basin drainage)

Pekerjaan drainase basin menyangkut pengaturan aliran sungai meliputi pengendalian debit dan
muka air sungai dalam suatu daerah pengaliran sungai atau sub daerah pengaliran sungai. Aliran
sungai meluap dari alurnya karena kapasitas sungai tidak mampu melewatkan debit banjir saat
itu.
Dalam skala DPS, sungai-sungai yaitu sungai utama (sungai induk, main stream) dan anak-
anak sungai (tributaries) merupakan drainase alam yang berfungsi mengalirkan air dari
DPS-nya ke laut. Banjir ditimbulkan oleh sungai-sungai yang pada hujan tertentu alurnya tidak
mampu melewatkan debit banjir. Banjir suatu sungai disebabkan oleh:
 Pengendapan di alur sungai mengurangi kapasitas alir sungai.
 Pengaruh air balik dari sungai utama masuk ke anak-anak sungai atau dari laut masuk
ke sungai utama/induk, sehingga muka air naik melampaui tebing sungai.
 Hambatan di alur sungai, misalnya penyempitan penampang sungai (alami atau karena
adanya bangunan, belokan dlsb.)

Bencana banjir yang ditimbulkan oleh sungai dapat mencakup ratusan hektar lahan dan
kerusakan yang ditimbulkan meliputi kerusakan lahan produktif, permukiman,
bangunan-bangunan di darat dan di sungai, prasarana transportasi, kerugian harta benda,
hewan ternak dsb termasuk adanya korban jiwa.
.
Penanggulangan banjir yang disebabkan oleh sungai banyak ragamnya, termasuk dalam
pekerjaan teknik sungai antara lain pembuatan tanggul, normalisasi sungai, pembuatan
waduk pengendali banjir dsb. yang tidak dibahas dalam matakuliah Drainase ini.
Pekerjaan penanggulangan banjir dalam hal ini disebut basin drainage.

Banjir yang terjadi dapat masuk dalam wilayah kota/permukiman karena sungai ybs.
mengalir dekat atau melalui kota tersebut., disebut sebagai banjir makro. Dalam
penanganannya, harus dipastikan kapasitas alur sungai tersebut harus dapat menampung
debit banjir dengan periode ulang tertentu.

b. Drainase perkotaan/permukiman

Pekerjaan drainase yang menyangkut pengaturan pembuangan air hujan dan/atau air
limbah dalam wilayah suatu kota/permukiman, disebut juga sebagai urban drainage.
Drainase lapangan terbang, daerah industri, pelabuhan dalam lingkungan perkotaan termasuk
dalam kategori ini, dengan cara penanggulangan yang tidak jauh berbeda.
Dalam lingkup perkotaan atau permukiman, air bersih (hasil olahan air sungai di instalasi
pengolahan air, water treatment plant) kita peroleh dari PAM untuk rumah tangga, ± 30%
yang habis terpakai, sedangkan sisanya terbuang sebagai limbah cair rumah tangga antara
lain buangan dari kamar mandi, sisa cucian dan dari dapur serta sisa lainnya. Air buangan
rumah tangga dapat mengandung deterjen/sabun, sisa-sisa minyak dari dapur dsb. Air
untuk industri, sebagian air digunakan untuk proses, sebagian untuk pendingin. Sisa proses
berupa limbah, dapat berupa limbah organik (contoh: limbah pabrik tahu, pabrik tapioka,
dsb.) atau limbah yang mengandung zat- zat kimia sisa proses tersebut (limbah pabrik tekstil
dsb). Air sisa irigasi terbuang ke sungai-sungai dalam keadaan berbeda dengan air yang
disuplai, karena telah mengandung sisa-sisa pupuk dan pestisida. Air buangan yang
berasal dari rumah- tangga / permukiman, dari pabrik dan dari daerah pertanian / sawah
bila mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, tidak kita harapkan berada di
sekitar kita.
Dengan demikian ada beberapa macam air yang perlu dikendalikan di wilayah
perkotaan/permukiman,yaitu:

 Air limbah (buangan) dari rumah tangga, fasilitas umum, industri dsb yang disebut
juga sebagai limbah perkotaan atau limbah domestik. Air sisa irigasi termasuk juga
sebagai air limbah.

 Air limpasan hujan atau disebut air berlebih (excess water)

 Air tanah.
Pekerjaan yang berurusan dengan pembuangan air limbah dan air berlebih di suatu tempat
disebut drainase perkotaan/permukiman atau urban drainage. Jaringan saluran drainase
dalam suatu kota atau suatu wilayah kota belum tentu dalam kondisi tertata baik yang
menjamin kelancaran pengaliran air. Air hujan yang tidak dapat mengalir dengan baik,
akan meluap dari saluran dan menggenangi lahan di sekitarnya

Telah disampaikan di atas, bahwa ada dua macam air yang perlu dikendalikan pengaliran
dan pembuangannya, yaitu air limbah dan air berlebih. Air berlebih dapat berupa air hujan
yang tidak meresap ke dalam tanah dan tak tertampung di sungai atau saluran sehingga
menimbulkan banjir/genangan. Air tanah yang ke luar ke permukaan menggenangi dan
merusak bangunan (misalnya menggenangi jalan raya), atau air tanah dangkal yang
permukaannya relatif tinggi, sehingga mengganggu lingkungan (sanitasi terganggu,
pertumbuhan tanaman terganggu) dan menghambat pekerjaan konstruksi bangunan.

Dampak pada lingkungan yang ditimbulkan oleh sistem drainase yang buruk:

1. Air limbah yang tertahan di saluran atau di tempat-tempat yang rendah


menimbulkan bau busuk, warna yang tidak sedap dipandang, mengandung bibit
penyakit dan zat-zat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
2. Genangan, selain menjadi sarang nyamuk, merusak estetika lingkungan,
sarana penyebaran penyakit (karena sanitasi terganggu), mengganggu
pertumbuhan tanaman, merangsang tumbuhnya tanaman pengganggu di saluran
atau di rawa- rawa. Genangan menimbulkan kerugian materiil, menghambat
kegiatan ekonomi dan sosial, menghambat kelancaran lalu lintas dan merusak
sarana dan prasarana perkotaan (bangunan, jalan dan sebagainya).
3. Air berlebih yang tertahan dalam badan jalan, yaitu dalam konstruksi
perkerasan jalan atau lapangan terbang dapat menurunkan stabilitas jalan.

Berkaitan dengan hal-hal di atas, maka maksud dan tujuan pembuangan air limbah dan air
berlebih (selanjutnya disebut pekerjaan drainase) adalah :
1. Mengalirkan air limbah dan/atau air berlebih secara cepat dan aman ke tempat
pengolahan air limbah (bagi air limbah) dan pembuangan akhir atau badan air penerima
bagi air berlebih (limpasan hujan) untuk menghindarkan terjadinya:
 banjir
 genangan air pada permukiman atau lahan produktif
 erosi lapisan tanah dan endapan-endapan
 kerusakan dan gangguan fisik, kimiawi dan biologi terhadap lahan atau lingkungan
aktif dan produktif, agar kesehatan lingkungan tetap terjaga, estetika terpelihara baik,
komunikasi dan lalu lintas ekonomi dan sosial tidak terhambat
2. mengeringkan lahan yang tergenang atau yang jenuh air dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya agar sanitasi dapat berjalan dengan baik, dan tanaman dapat tumbuh
tak terganggu.
3. mengusahakan agar air tidak tertahan di dalam badan jalan/perkerasan agar
kestabilan konstruksi jalan tetap terjaga.

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN


Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya
adalah :
a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan.
b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat oleh adanya jalan raya ke alur-alur
alam,sungai atau badan air lainnya.
c. Mengalirkan air irigasi atau air buangan melintasi jalan raya, sehingga fungsinya tidak
terganggu.
Genangan di atas permukaan jalan mengganggu kelancaran transportasi. Bila
tinggi genangan mencapai knalpot mobil atau motor, bisa menyebabkan kendaraan
mogok, yang berarti si pengendara atau pengguna jalan dirugikan dan terganggu
kepentingannya. Genangan mengurangi kekuatan jalan, sehingga mudah rusak pada beban
kendaraan yang berat. Apabila tidak segera ditangani, kerusakan akan semakin parah.
Pada drainase permukaan, saluran ditempatkan di kiri dan kanan jalan, disebut
saluran samping (side ditch). Permukaan jalan dibuat miring ke arah saluran agar air
limpasan hujan di permukaan jalan cepat mengalir ke saluran samping. Kemiringan jalan
tergantung pada material lapisan perkerasan jalan. Makin kasar permukaannya, kemiringan
dibuat lebih besar untuk mendapatkan kecepatan alir di atas permukaan lebih cepat.

SISTEM DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

Air limpasan masuk ke dalam lapisan perkerasan melalui retakan-retakan di


permukaan jalan. Retakan disebabkan karena penyusutan lapisan permukaan pada
temperatur tinggi. Penyusutan dicoba diatasi dengan membuat joint yang ditutup dengan
lapisan penyambung (joint sealing), namun pengalaman menunjukkan hal tersebut belum
sepenuhnya memuaskan. Pada bahan lapisan yang dibuat menurut standar-standar
campuran AC (Asphalt Concrete).
b. Persyaratan jaringan Drainase

Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air
yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk
menghindari kenaikan air permukaan. Membuang kelebihan air di lahan memiliki dua
manfaat yaitu (1) mencegah terjadinya genangan air pada lahan (2) membuang air dari
zona akar, sehingga garam- garam yang dibawa oleh irigasi tidak dapat mencapai
konsentrasi yang akan berbahaya bagi tanaman. Untuk menentukan besarnya laju drainase
beberapa faktor perlu dipertimbangkan, antara lain: (1) kondisi alam yang beragam,
dan (2) jumlah air yang akan dibuang. Oleh karena itu, pekerjaan lapangan harus dilakukan
untuk mencari tahu bagaimana kondisi tanah, kondisi air, kadar garam dan jumlah
air yang harus dipertahankan. Untuk menghitung kebutuhan drainase, harus dilakukan
analisis keseimbangan air secara keseluruhan daerah yang akan di drainase seperti terlihat
pada Gambar berikut:

Gambar 9. Konsep Keseimbangan Air di Lahan


Keseimbangan air biasanya diperhitungkan dalam jangka waktu rata-rata satu
tahun. Masalah penggenangan dan salinitas juga harus dipertimbangkan dalam
memper- hitungkan keseimbangan air. Terutama untuk tahun-tahun tertentu, misalnya
tahun yang sangat kering atau satu tahun dengan curah hujan ekstrim, atau bahkan untuk
jangka waktu tertentu misalnya musim tanam atau musim hujan.
Drainase lapang (field drainage) adalah suatu sistem yang menerima air lebih
langsung dari lahan pertanian dan menyalurkannya ke sistem drainase
utama yang membuang air dari areal lahan pertanian. Sistem drainase utama harus
memberikan suatu outlet yang bebas dan dapat diandalkan untuk pengeluaran air dari
drainase lapang. Dalam suatu sistem drainase bawah tanah dapat dibedakan 3 kategori
drainase yakni lateral, kolektor, dan drainase utama. Lateral biasa disebut juga drainase
lapang atau farm drains atau suction drains yang berfungsi untuk mengendalikan
fluktuasi kedalaman air tanah di lahan pertanian, juga berfungsi sebagai pengumpul aliran
permukaan. Dari lateral air mengalir ke kolektor yang mengangkutnya ke saluran
drainase utama. Sistem drainase lapang dapat terdiri dari (a) drainase terbuka dengan parit,
(b) drainase mole, yakni berupa lubang bawah tanah, (c) drainase pipa, baik yang
terbuat dari tanah liat, beton, atau pipa plastik yang ditanam di bawah tanah. Jika pipa-
pipa lateral berakhir pada saluran kolektor, maka sistem tersebut disebut sebagai sistem
drainase pipa singular. Jika pipa kolektor juga terbuat dari pipa, maka sistem tersebut
disebut sistem drainase pipa komposit.
Dibandingkan dengan sistem drainase pipa, drainase parit mempunyai beberapa
keuntungan dan kerugian. Beberapa keuntungannya adalah (1) membuang air tanah, (2)
membuang air permukaan, (3) kemiringan saluran untuk mengalirkan air biasanya
lebih kecil daripada kemiringan yang diperlukan pada drainase pipa. Umumnya untuk parit
kemiringannya adalah sekitar 0,01%, sedangkan untuk pipa sekitar 0,1%, (4)
memudahkan pengawasan dan pemeliharaan. Beberapa kerugian sistem drainase parit
adalah (1) pengurangan luas lahan yang diusahakan untuk pertanian karena adanya
parit, (2) pertumbuhan gulma dan pengendapan menyebabkan mahalnya biaya
pemeliharaan, (3) lahan yang terpisah dengan adanya parit-parit akan menyebabkan
sukarnya pengoperasian alat-alat mekanis.

Umumnya di daerah datar, sistem drainase menggunakan pipa sebagai lateral


dan parit sebagai kolektor. Sedangkan di daerah berlereng seluruh sistem drainase lapang
baik lateral maupun kolektor terbuat dari pipa yang dikenal dengan istilah sistem drainase
pipa komposit. Akan tetapi dalam situasi berikut ini biasanya parit lebih sesuai untuk
digunakan sebagai lateral,yaitu:

1. Jika muka air tanah dapat dikendalikan dengan jarak lateral yang cukup lebar,
sehingga petakan lahan yang terbentuk cukup luas tidak mengurangi efisiensi
pemakaian alat mekanis.Situasi ini kemungkinan dapat terjadi pada tanah dengan daya
infiltrasi tinggi.
2. Jika sistem drainase harus juga mampu mengangkut air permukaan, misalnya
pada tanah dengan laju infiltrasi rendah atau di daerah dengan intensitas hujan
yang tinggi. Apabila diinginkan percepatan proses pematangan pada tanah alluvial
yang baru direklamasi.
3. Jika hanya diinginkan muka air tanah yang dangkal, misalnya untuk padang
rumput atau tanah gambut.

Jika sistem drainase yang digunakan adalah parit lateral, maka perhitungan jarak dan
kedalaman harus dipertimbangkan. Untuk kolektor, jarak parit ditentukan oleh ukuran
lahan atau panjang maksimum pipa drainase. Pada lahan datar dengan sistem pipa
drainase singular, jarak parit biasanya antara 200-500 m. Elevasi muka air di parit
kolektor harus dipertahankan pada suatu kedalaman di bawah lubang pengeluaran dari pipa
drainase (lateral). Perhitungan dimensi parit mengikuti rancangan saluran tidak berlapis
dengan mengetahui parameter seperti, (1) elevasi muka air yang diinginkan, (2) kapasitas
debit, dan (3) jenis tanah. Kadang-kadang perhitungan dimensi parit menghasilkan suatu
dimensi yang terlalu kecil sehingga dari segi konstruksi dan pemeliharaan sulit dikerjakan.

c. Fungsi dan tipe drainase

Berkaitan dengan tujuannya dan obyeknya dalam mengatasi air limbah dan atau air
berlebih, pekerjaan drainase meliputi beberapa macam yaitu:

1. Drainase permukiman/perkotaan.

Lingkup pekerjaannya adalah mengatur pembuangan air limbah dan air hujan di
daerah permukiman/perkotaan
Berkenaan dengan macam air yang perlu dibuang, ada dua alternatif sistem yang dapat
dipilih, yaitu:

 Sistem terpisah, di mana air limbah (domestik, industri) dialirkan dalam suatu
jaringan saluran menuju tempat pengolahan air limbah sebelum dibuang ke
perairan umum (sungai, danau, laut), sedang air hujan dialirkan dalam jaringan saluran
lain yang terpisah dan dapat dibuang secara langsung ke perairan umum.
 Sistem tercampur, di mana air limbah dan air hujan dialirkan bersama-sama
dalam suatu jaringan saluran drainase, dan langsung dibuang ke perairan umum.

2. Drainase lahan

Drainase lahan, mengatur pembuangan air berlebih pada suatu lahan, baik
yang berada di atas permukaan lahan, maupun yang berada di dalam tanah, termasuk
mengatur kedalaman muka air tanah. Drainase lahan pertanian termasuk dalam
kelompok ini, namun tidak dibahas dalam materi kuliah drainase ini. Penjelasan
mengenai drainase lahan pertanian dapat diperoleh di matakuliah Irigasi.
Dalam materi perkuliahan Drainase, lahan yang didrain/dipatus berupa lahan di
mana tidak dikehendaki adanya saluran-saluran terbuka di permukaan tanah karena
dapat mengganggu aktivitas di atasnya, seperti lapangan sepak bola, lapangan golf dan
sebagainya.
3. Drainase jalan raya

Lingkup pekerjaannya adalah mengupayakan agar air hujan atau air tanah tidak
menggenang di atas permukaan jalan dan tidak bertahan dalam lapisan perkerasan
jalankarena dapat menurunkan kestabilan konstruksi jalan.

4. Drainase lapangan terbang

Maksud dan tujuannya serupa dengan drainase jalan raya. Ada dua cara untuk mematus
lahan lapngan terbang; yang pertama dengan membuat saluran-saluran dan
pembuangan seperti drainase permukiman, yang kedua dalam hal pembuangan tidak
dapat dilakukan secara langsung, air hujan ditampung sementara dalam kolam
penampung, untuk selanjutnya dibuang apabila kondisi muka air di saluran
pembuangan akhir sudah cukup rendah.

Menurut cara pengalirannya sistem drainase dapat dibedakan atas:


a. Sistem gravitasi, aliran mengandalkan perbedaan tinggi muka air di hulu dan di hilir.
Hal ini terkait dengan kemiringan medan yang menentukan kemiringan saluran serta
ketinggian muka air di pembuangan akhir.
b. Sistem pompa, dilakukan apabila pengaliran secara gravitasi tidak dapat dilakukan
sehubungan muka air di hilir (di pembuangan) lebih tinggi daripada muka air di
hulu (disaluran).
Pada tanah yang memiliki cekungan, terdapat genangan air yang
berdampak buruk terhadap tanaman. Genangan air tersebut harus di buang melalui saluran
pembuangan.
Ada beberapa jenis saluran drainase pembuangan yaitu (1) Saluran/parit terbuka yang disebut
sebagai saluran acak yang dangkal (shallow random field drains), (2) saluran pembuangan
utama (main outlet ditch)

5. Drainase acak (Random Field Drains)

Di bawah ini merupakan gambar yang menunjukan pengelolaan untuk mengatasi


masalah cekungan dan lubang – lubang tempat berkumpulnya air. Lokasi dan arah
dari saluran drainase disesuaikan dengan kondisi tofografi lahan. Kemiringan lahan
biasanya diusahakan sedatar mungkin.
6. Drainase Paralel (Parallel Field Drains)

Drainase ini digunakan pada tanah yang relative datar dengan kemiringan kurang
dari 1%–2 %, sistem saluran drainase parallel bisa digunakan. Sistem drainase ini
dikenal sebagai sistem bedengan. Saluran drainase dibuat secara parallel, jika jarak
antara saluran tidak sama. Hal ini tergantung dari panjang dari barisan saluran
drainase untuk jenis tanah pada lahan tersebut, jarak dan jumlah dari tanah yang
harus dipindahkan dalam pembuatan barisan saluran drainase, dan panjang
maksimum kemiringan lahan terhadap saluran 200 meter. Keuntungan dari
system saluran drainase parallel, pada lahan terdapat cukup banyak saluran
drainase. Tanaman dilahan dalam alur, tegak lurus terhadap saluran drainase paralel.
Jumlah populasi tanaman pada lahan akan berkurang dikarenakan adanya saluran
paralel.

Gambar 1. Sistem Drainase Paralel

7. Drainase Mole

Drainase mole biasa disebut dengan lubang tikus berupa saluran bulat yang
konstruksinya tanpa dilindungi sama sekali, pembuatannya tanpa harus
menggali tanah, cukup dengan menarik dengan traktor bentukan baja bulat yang
disebut mole yang dipasang pada alat seperti bajak di lapisan tanah subsoil
pada kedalaman dangkal. Pada bagian belakang alat mole biasanya disertakan alat
expander yang gunanya untuk memperbesar dan memperkuat bentuk lubang.
Berdasarkan Penampungannya drainase dalam dibagi menjadi 2, yaitu singular dan
komposit.

8. Singular
Terdiri dari jajaran pipa–lateral yang ditanam di bawah permukaan tanah dengan
jarak tertentu, air yang keluar dari seluruh pipa lateral ditampung pada saluran
terbuka,selanjutnya disalurkan ke saluran drainase utama.
9. Komposit

Terdiri dari jajaran pipa–pipa lateral yang ditanam di bawah permukaan tanah
dengan jarak tertentu, air dari seluruh pipa lateral ditampung pada pipa penampung
yang juga ditanam di tanah, antara pipa lateral dengan pipa penampung
dihubungkan dengan sambuangan, selanjutnya disalurkan ke saluran drainase utama.

10. Random sistem


Sistem ini digunakan pada lahan yang berombak atau pada lahan dimana kondisi
tanahnya terdiri dari beragam jenis tanah dan pada lahan yang terdapat area
tergenang. Sistem drainase random, daerah cekungan dihubungkan dengan saluran
pengumpul air dan air di keluarkan dari lahan melalui saluran pembuang. Sistem ini
sering diterapkan di lahan yang tidak memerlukan operasi pertanian intensif, seperti
padang rumput, atau di mana peralatan mekanisasi pertanian terutama peralatan kecil
dan sederhana dapat diterapkan.

Gambar 4. Sistem Drainase Random

11. Herringbone sistem

Terdiri dari pipa saluran drainase lateral yang diletakan secara parallel dan terhubung
dengan pipa utama dengan membuat sudut tertentu, biasanya dari kedua sisi.
Pipa utama atau sub utama diletakkan pada bagian lahan yang rendah atau lahan
yang pada kemiringan lahan yang besar atau lembah.
Gambar 6. Sistem Drainase
Herringbone

12.Sistem Gridiron

Sistem drainase gridiron terdiri dari pipa–pipa saluran drainase lateral yang
diletakkan secara paralel dan terhubung dengan pipa utama secara tegak lurus,
biasanya dari satu sisi. Sistem ini sesuai untuk lahan di daerah rendah yang datar
dengan ukuran lahan yang sama.

Gambar 7. Sistem Drainase Gridion

13. Sistem Drainase Intersepsi

Sistem drainase intersepsi dapat menampung rembesan air yang mengalir ke lahan yang
terletak lebih rendah atau di bagian bawah. Pipa intersepsi biasanya diletakkan pada
bagian atas dan daerah yang basah yang ditentukan dari hasil pengamatan drainase
awal.
Gambar 8. Sistem Drainase Intersepsi

d. Struktur bangunan drainase


Saluran drainase pada umumnya terbuka atau tertutup. Tetapi seharusnya pada
saluran terbuka hanya untuk mengalirkan air buangan yang relatif tidak berbau,
seperti air hujan maupun air permukaan (rembesan sistem irigasi, mata air, dan
lain-lain). Sedangkan saluran tertutup digunakan untuk mengalirkan air buangan dari
kamar mandi, WC, dapur, cucian maupun buangan hasil proses industri.
Ada berbagai macam penampang saluran yang digunakan, tetapi pada saluran
terbuka banyak digunakan saluran berpenampang segi empat maupun trapesium.
Untuk penampang saluran tertutup, banyak digunakan pipa saluran berpenampang
bulat.
1) Bentuk-bentuk Penampang Saluran Terbuka
2) Ada beberapa jenis bentuk penampang saluran terbuka yang biasanya

a. Saluran Segi Empat

Gambar 10. Saluran Segi Empat


b. Saluran Segi Empat dengan Saluran Kecil

Gambar 11. Saluran Segi Empat dengan Saluran Kecil

c. Saluran Trapesium

Gambar 12. Saluran Trapesium

d. Saluran Trapesium Dengan Saluran Kecil

Gambar 13. Saluran Trapesium dengan Saluran Kecil

Perencanaan hidraulika pada drainase lahan pertanian adalah untuk


menentukan kondisi aliran dan mendisain saluran sebagai output perencanaan
drainase lahan pertanian. Saluran secara umum dibagi menjadi 2 macam yaitu,
(1) saluran terbuka (open channels) yaitu saluran yang ada salah satu bagiannya
terbuka, seperti sungai, saluran irigasi dan selokan, (2) saluran tertutup yaitu
saluran yang tertutup bagian atasnya, seperti terowongan, pipa dan gorong-
gorong. Kecepatan aliran pada saluran drainase dapat dibedakan menjadi 2
golongan, yaitu aliran permanen dan aliran tidak permanen dengan ketentuan:

Jika kecepatan aliran pada suatu titik berubah terhadap waktu, maka
alirannya disebut sebagai aliran permanen atau tunak (steady flow),
Jika kecepatan pada suatu lokasi berubah terhadap waktu, maka alirannya
disebut sebagai aliran tidak permanen atau tidak tunak (unsteady flow).
Pada dasarnya prinsip drainase mengikuti pola drainase alam, yaitu sungai.
Saluran-saluran kecil yang menerima air hujan dari luasan kecil, bersama-sama
dengan saluran kecil lainnya bergabung dalam saluran yang lebih besar, demikian
seterusnya, dan selanjutnya dibuang ke pembuangan akhir (outfall). Pembuangan
akhir dapat berupa saluran drainase dari sistem yang lebih besar, sungai, danau,
rawa, atau laut. Perbedaan dengan sungai alam, saluran drainase buatan tidak
memiliki sifat yang kompleks seperti halnya dengan sungai. Pola yang umum
jaringan saluran drainase adalah sebagai berikut:

e. Perancangan Sistem Drainase

Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya


pelak-sanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruas-ruas saluran harus stabil
terhadap erosi dan sedimentasi harus minimal pada setiap potongan melintang
dan harus seimbang. Dengan adanya pembuang, air dari persawahan menjadi
lebih bersih dari sedimen. Erosi di saluran pembuang merupakan kriteria yang
menentukan.
Kecepatan aliran rencana hendaknya tidak melebihi kecepatan maksimum yang
diijinkan. Kecepatan maksimum yang diijinkan tergantung pada jenis tanah serta
kondisinya. Saluran pembuang dirancang di tempat terrendah dan melalui daerah
depresi Kemiringan alamiah lahan menentukan kemiringan memanjang saluran
pembuang tersebut. Apabila kemiringan dasar terlalu curam dan kecepatan
maksimum akan terlampaui, maka harus dibuat bangunan terjun.

Kecepatan rencana sebaiknya diambil sama atau mendekati kecepatan maksimum


yang diijinkan, karena debit rencana atau debit puncak tidak sering terjadi maka
debit dan kecepatan aliran air di saluran pembuang akan lebih rendah di
bawah kondisi rata-rata.

Jika debit alirannya rendah, aliran akan cenderung berkelok-kelok bila dasar
salurannya lebar. Oleh karena itu, biasanya saluran pembuang dirancang relatif
sempit dan dalam dibandingkan dengan saluran irigasi. Variasi tinggi air dengan
debit yang berubah-ubah, biasanya tidak mempunyai arti penting pada saluran
pembuang lain. Potongan melintang yang dalam akan memberikan pemecahan
yang lebih ekonomis. Dalam merencanakan sistem drainase lahan, ada beberapa
data yang harus disediakan, yaitu, (1) deskripsi lingkungan fisik sistem
drainase, (2) tata guna lahan, (3) prasarana lain, (4) topografi, (5) pola aliran
alam.
Peletakan dan jumlah kerapatan fasilitas sangat mempengaruhi debit limpasan
yang terjadi di suatu kawasan. Dalam kaitan ini, seorang perencana dituntut untuk
selalu peka dalam menginterpretasikan data yang tersedia baik berupa data
sekunder yang berupa peta dasar dan fenomena banjir yang pernah terjadi,
maupun pola aliran alam yang ada. Dimana informasi tentang pola aliran alam
ini juga bisa diperoleh dari observasi langsung di lapangan saat terjadi hujan
(banjir).
Tata guna lahan merupakan peta yang dapat menggambarkan tentang pola
penggunaan lahan di daerah rencana drainase. Pola penggunaan lahan yang
dimaksud harus mencakup tentang kondisi eksisting maupun rencana
pengembangan di masa mendatang. Informasi tersebut diperlukan untuk
menentukan lingkup sistem drainase yang diperlukan dan untuk merencakan
drainase yang tingkatnya sesuai dengan kategori tata guna tanah dari daerah
yang bersangkutan.
Informasi tentang prasarana lain yang dimaksud meliputi jaringan jalan dan
jaringan lain yang diperkirakan dapat menyebabkan gangguan pada sistem
drainase. Ini dimaksudkan sebagai pertimbangan dalam menentukan tinggi saluran
drainase dan untuk mengindentifikasi jenis bangunan penunjang yang diperlukan.
Informasi yang diperlukan untuk menentukan arah saluran drainase dan batas
wilayah penanmpungnya. Pemetaan kontur di suatu daerah pertanian
perlu dilakukan pada skala 1:5000 atau 1:10.000 dengan beda kontur 0.5
meter di daerah datar, dan beda kontur 1.0 meter pada daerah curam. Pemetaan
tersebut perlu mengacu pada suatu bench mark di lapangan yang dikenal. Maka
dikenal beberapa pola aliran yaitu :

1. Pola Aliran Alam

Informasi tentang pola aliran alam diperlukan untuk mendapatkan gambaran


tentang kecenderungan pola letak dan arah aliran alam yang terjadi sesuai
dengan kondisi lahan daerah rencana.
2. Pola Alamiah

Letak saluran pembuang harus berada di bagian terendah atau lembah dari
suatu daerah akan sangat efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang
saluran pengumpul drianase, dimana saluran pengumpul dan pembuang merupakan
saluran alamiah

Gambar 15. Pola Aliran Alamiah


a = Saluran pengumpul (colector)
b = Saluran pembuang (conveyor)
3. Pola Siku

Saluran pembuang terletak di lembah dan merupakan saluran alamiah, sedangkan


saluran pembuang dibuat tegak lurus terhadap saluran pengumpul drainase.

Gambar 15. Pola Aliran Siku

a = Saluran pengumpul (colector)


b = saluran pembuang (conveyor)

4. Pola Paralel

Saluran pengumpul drainase yang menampung debit dari sungai-sungai yang


lebih kecil, dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk ke dalam
saluran pembuang drainase.

Gambar 16. Pola Aliran Paralel

5. Pola Gridiron

Beberapa interceptor drain dibuat satu dan lainnya sejajar, kemudian ditampung
di saluran pengumpul (collector drain) untuk selanjutnya masuk ke dalam
saluran pembuang (conveyor drain).
Gambar 17. Pola Aliran Gridion

6. Pola Radial

Suatu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa saluran pengumpul dari


satu titik menyebar ke segala arah sesuai dengan kondisi topografi daerah.

7. Pola Jaring-jaring

Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah


terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa saluran pengumpul
tambahan (a) yang kemudian ditampung ke dalam saluran pembuang (b) dan
selanjutnya dialirkan menuju saluran pembuang utama.
Gambar 18. Pola Aliran Jaring-jaring

F. Orde Saluran pada Sistem Drainase

Dalam pengertian jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem kerjanya, jenis
saluran dapat dibedakan menjadi:

1. Saluran Interseptor (Interceptor Drain)

interceptor drain adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya


pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya.
Saluran ini biasa dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif sejajar
dengan garis kontur. Outlet dari saluran ini biasanya terdapat di saluran
kolektor, konveyor atau langsung di saluran drainase alam.

2. Saluran Pengumpul (Collector Drain)

Saluran kolektor adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit dari
saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran konveyor
(pembawa).

3. Saluran Pembawa (Conveyor Drain)

Saluran konveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari
suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.
Lelak saluran conveyor di bagian terendah lembah dari daerah.
Dengan melihat peta topografi, dapat ditentukan arah aliran yang merupakan
sistem drainase alam yang terbentuk secara alamiah, dan dapat mengetahui
toleransi lamanya genangan dari daerah rencana. Informasi situasi dan kondisi
fisik lahan, baik kondisi saat ini, maupun yang direncanakan perlu diketahui,
antara lain:
Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, listrik, dan lain lain).
Bottleneck yang mungkin ada.
Batas-batas daerah pemilikan.
Letak dan jumlah prasarana yang ada.
Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan.
Gambaran prioritas daerah secara garis besar.

G. Perhitungan Kapasitas Saluran Drainase


1. Jenis dan Material Saluran

Saluran tepi dan saluran median dapat dibuat dari tanah asli, tanah asli
dengan plengsengan, saluran prefabricated atau lainnya. Bentuk penampang saluran
dipilih berdasarkan jenis tanah dasar, kedalaman saluran, kecepatan aliran dan lahan
yang tersedia, dapat dilihat pada tabel 1. Dimensi saluran dihitung menggunakan rumus
Manning atau Chezy. Kriteria perencanaan saluran drainase untuk jalan raya tidak
berbeda dengan saluran drainase kota di mana kecepatan di saluran tidak boleh
menyebabkan gerusan pada saluran atau menyebabkan pengendapan sedimen.

Tabel 1: Jenis saluran dan bahan material yang dipakai


No Tipe Selokan Samping Potongan Melintang Bahan yang dipakai
1 Bentuk Trapesium Tanah asli

2 Bentuk Segi Tiga Pasangan batu kali atau


tanah asli

3 Bentuk Trapesium Pasangan batu kali

4 Bentuk segi empat Pasangan batu kali


5 Bentuk segi empat Beton bertulang pada
bagian dasar diberi
lapisan pasir + 10 cm
pada bagian atas ditutup
dengan plat beton

6 Bentuk segi empat Beton bertulang pada


bagian dasar diberi
lapisan pasir + 10 cm
pada bagian atas ditutup
dengan plat beton

7 Bentuk segi empat Pasangan batu kali pada


bagian dasar diberi
lapisan pasir + 10 cm
pada bagian atas ditutup
dengan plat beton
bertulang.
8 Bentuk setengah Pasangan batu kali atau
lingkaran beton bertulang.

Rumus untuk mencari Luas penampang, Keliling basah dan Jari-jari hidrolis (berbagai
macam penampang saluran adalah sebagai berikut:
2. KAPASITAS SALURAN:

Kapasitas saluran dihitung dengan rumus kontinuitas yang berlaku pada saluran yaitu :
Q = V. A , dimana :
Q = Debit aliran (m3/s)
V = Kecepatan aliran (m/s)
A = luas penampang saluran
Dengan melihat perumusan diatas maka Debit saluran (Q) dipengaruhi oleh
kecepatan dan luas penampang. Untuk itu akan dibahas masing-masing pengaruhnya

3. Kecepatan (V):

Perhitungan dari kecepatan dipengaruhi oleh kekasaran dari material saluran


yang dipakai. Koefisien kekasaran ditentukan oleh bahan/material saluran, jenis
sambungan, material padat yang terangkut dan yang terendap dalam saluran, akar
tumbuhan, alinyemen, lapisan penutup (pipa), umur saluran dan aliran lateral yang
menganggu aliran. Koefisien kekasaran pada kenyataannya bervariasi dengan
kedalaman. Untuk saluran yang terlalu besar kedalamannya umumnya diasumsikan
harga koefisien kekasarannya tetap. Harga angka kekasaran dapat dilihat pada tabel
berikut

Tabel. 1 Harga angka kekasaran manning


Manning
Saluran tanpa pasangan
Tanah 0.020-0.025
Pasir dan kerikil 0.025-0.040
Dasar saluran batuan 0.025-0.035
Saluran dengan pasangan 0.015-0.017
Semen mortar 0.011-0.015
Beton
Pasangan batu adukan basah 0.022-0.026
Pasangan batu adukan kering 0.018-0.022
Saluran pipa 0.011-0.015
Pipa beton sentrifugal 0.011-0.015
Pipa beton
Pipa beton bergelombang 0.011-0.015
Liner plates 0.013-0.017
Saluran terbuka
Material saluran Manning
Saluran dengan plengsengan
a. Aspal 0.013-0.017
b. Pasangan bata 0.012-0.018
0.011-0.020
c. Beton 0.020-0.035
d. Riprap 0.030-0.40*
e. Tumbuhan
Saluran galian 0.020-0.030
Earth, straight and uniform 0.025-0.010
Tanah, lurus dan seragam 0.030-0.015
Tanah cadas 0.050-0.14
Saluran tak terpelihara
Saluran alam (sungai kecil, 0.03-0.070
lebar atas saat banjir < 3 m)

Penampang agak teratur 0.010-0.100


Penampang tak teratur dengan
palung sungai

Sedangkan besarnya kecepatan pada suatu saluran dibatasi antara batas


minimum dan maksimum.
 Kecepatan minimum yang dizinkan
Kecepatan aliran dalam saluran hendaknya tidak menyebabkan terjadinya
pengendapan dan tumbuhnya tanaman pengganggu. Kecepatan minimum yang
disarankan:
- saluran tanah kecil : 0.45 m/dt
- saluran tanah sedang s/d besar : 0.60 – 0.90 m/dt
- pipa : 0.60 – 0.75 m/dt
untuk saluran drainase rumah tangga (sanitary sewer) pembatasan kecepatan
minimum selain dimaksudkan untuk mencegah pengendapan, juga untuk
memperlambat pembentukan sulfida dalam saluran.
 Kecepatan maksimum yang dizinkan.
Kecepatan maksimum dalam pipa ditentukan berkaitan dengan material
saluran. Kecepatan aliran hendaknya tidak menyebabkan erosi pada dinding
dan dasar saluran, disamping pertimbangan keamanan. Untuk saluran dari
beton kecepatan maksimum 4 m/dt. Pada Tabel 2. Fortier dan Scoby
memberikan batasan kecepatan menurut jenis material saluran, pada
saluran lurus dan kedalaman kurang dari 0.9 m
Tabel. 2 Harga kecepatan maksimum yang diijinkan
Kecepatan maksimum (m/dt)
Material Saluran Air bersih Air Air dengan pasir,
. Mengandung kerikil, atau
Silt pecahan Cadas
Find sand (non-colloidal) 0.45 0.75 0.45
Sandy loam (non colloidal) 0.50 0.75 0.60
Silt loam (non-collodial) 0.60 0.90 0.60
Alluvial silt (non-collodial) 0.60 1.00 0.60
Firm loam 0.75 1.00 0.65
Volcanic ash 0.75 1.00 0.60
Fine gravel 0.75 1.50 1.10
Stiff clay (very colloidal) 1.10 1.50 0.90
Graded, loam to cobble
(non-colloidal) 1.10 1.50 1.50

Alluvial silt (colloidal)


Graded, silt to cobbles
(colloidal) 1.10 1.50 0.90

Coarse gravel (non-


collodial) 1.20 1.65 1.50
Cobbles and shingles 1.20 1.80 1.90
Shales and hardpans 1.52 1.68 1.90

Dalam perhitungan kecepatan biasa digunakan Rumus Manning, sebagai


1 2 / 3 1/ 2
berikut: V  .R .S
n

Dimana:
V = kecepatan aliran (m/s)
n = angka kekasaran
R = jari-jari hidrolis (m) = Luas penampang saluran/keliling penampang saluran
S = elevasi saluran (m)

Sehingga penulisan rumus kapasitas saluran menjadi:

Q = V. A
1
Q  .R 2 / 3 .S 1 / 2 .A
n

Dimana:
Q = debit aliran (m3/s)
V = kecepatan aliran (m/s)
n = angka kekasaran
R = jari-jari hidrolis (m) = Luas penampang saluran/keliling penampang saluran
S = I = elevasi saluran (m)
A = luas penampang saluran (m2)
Rumus-rumus lain yang biasa digunakan untuk menghitung kecepatan aliran adalah:

1. Rumus Chezy
V = C √𝑅. 𝐼 dimana :

C = koefisien chezy
I = Slope = Kemiringan dasar saluran
R = jari-jari hidrolis

2. Rumus Stickler
V = K.R2/3.S1/2 dimana :

K = koefisien Stickler
R = jari-jari hidrolis saluran,
S = I = kemiringan dasar saluran

Contoh soal:

Dik: I = 0,001, Saluran berbentuk trapesium dari tanah . Hitunglah debit saluran.

Pembahasan:

Luas:
A = (b+xy)y
= 0,383 m2

Keliling basah:
P = b+2y(1+ X2)1/2
= 1,673 m

Kecepatan dengan rumus manning :


V = 1/n. (A/P)2/3 I1/2
=1/0,020.(0,383/1,673)2/3(0,001)1/2
= 0,59 m/dt

maka:

Q = A. V = 0,226 m3/dt
H. TUGAS MANDIRI
Soal Tes Uraian

1. Apa yang kamu ketahui tentang kapasitas saluran drainase? Jelaskan


2. Jelaskan yang kamu ketahui tentang drainase basin.
3. Apa yang kamu ketahui tentang kecepatan aliran air dalam saluran. Jelaskan.
4. Drainase yang buruk akan menimbulkan dampak lingkungan, jelaskan.
5. Jelaskan apa yang kamu ketahui tentang drainase perkotaan.
6. Apa yang kamu ketahui tentang orde saluran pada saluran drainase.
7. Gambarkan bentuk-bentuk tampang saluran drainase.
8. Gambarkan potongan melintang jalan, ceritakan yang kamu ketahui tentang
drainase jalan raya.
9. Saluran drainase pada umumnya terbuka dan tertutup, mengapa demikian? Jelaskan
dengan kata-katamu sendiri
10. Apa fungsi peta Topografi dalam perancangan drainase? Jelaskan.
11. Apa yang kamu ketahui tentang drainase Mole? Jelaskan.
12. Apa beda saluran pengumpul dengan saluran pembawa? Jelaskan.
13. Dibandingkan dengan sistem drainase pipa, drainase parit mempunyai beberapa
keuntungan dan kerugian. Jelaskan.

14. Kecepatan aliran pada saluran drainase dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu
aliran permanen dan aliran tidak permanen. Jelaskan.
15. Diketahui saluran berbentuk trapesium terbuat dari beton, lebar saluran bawah 0,4 m,
lebar atas saluran 0,8 m, tinggi air dalam saluran 0,5 m. Kemiringan dasar saluran (I)=
0,001. Jika koefisien manning (n) = 0,020, hitunglah debit air dalam saluran.
16. Diketahui saluran berbentuk segi empat, melewatkan debit (Q) sebesar 0,5 m3/s. Luas
penampang saluran 0,2 m2. Hitunglah Kecepatan air dalam saluran.
17. Diketahui saluran drainase berbentuk segi empat, melewatkan debit sebesar 0,06 m3/s
dengan kecepatan aliran air sebesar 0,3 m/s. hitunglah tinggi air dalam saluran bila
diketahui b = 60 cm.
18. Diketahui saluran drainase berbentuk segi empat, melewatkan debit sebesar 0,07 m3/s
dengan kecepatan aliran air sebesar 0,5 m/s. hitunglah luas penampang saluran.
19. Diketahui saluran drainase berbentuk segi empat dengan lebar dasar saluran 40 cm,
tinggi air dalam saluran 30 cm dan kemiringan dasar saluran I = 0,001, melewatkan
debit sebesar 0,05 m3/s. Hitunglah koefisien chezy (C) berdasarkan karakteristik
tersebut.
20. Diketahui saluran drainase berbentuk trapesium dari beton dengan lebar dasar saluran
40 cm, lebar atas saluran 80 cm, tinggi air dalam saluran 30 cm , melewatkan debit
sebesar 0,05 m3/s. Hitunglah kemiringan dasar saluran (I) berdasarkan karakteristik
tersebut.

I. DAFTAR PUSTAKA

Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada Press.

Benami, A. dan A. Olfen, 1984. Irrigation Engineering. Penerbit Irrigation


EngineeringScientific Publication (IESP) Haifa, Israil.

Brouwer, C., K. Prins, M.Kay, and M. Heibloem. 2007. Irrigation Water Management:
Irrigation Methods. FAO Irrigation Training Manual Number 5 (on -line)
http://www.fao.org Comprehensive manual Internet, Maret, 2008)

Chow, V. T. 1992. Hidrolika saluran Terbuka. Jakarta, Erlangga, Jakarta. Graf, W.H, 1997,
Fluvial Hydraulic, John Wiley & Sons, NewYork.

Calculation for Nursery Crops (internet, www.irrigation.org. Juni 2007).


Jansen, Bendegon, Berg, Vries dan Zanen. 1979. Principle of River Engineering The Non-
Tidal Aluvial River, Delft Uitgevers Maatsschappij.

Linsley, Ray K, Franzini, Joseph B. 1991. Teknik Sumber Daya Air Jilid II, CV.
CitraMedia, Surabaya

Erman, (2010). Desain Hidraulik Bangunan Irigasi. Penerbit Alfabeta, Bandung.


Mawardi

Papadopol, C. S., 1990. Irrigation Rate

Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan . Penerbit
Erlangga Jakarta.
1
2
3
4
5

Anda mungkin juga menyukai