A. IDENTITAS
MATA PELAJARAN : KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
MATERI : SPESIFIKASI DRAINASE
KELAS /SEMESTER : XI / GANJIL
WAKTU : 350 JP / 8 JP PER MINGGU
B. KOMPETENSI INTI
C. KOMPETENSI DASAR
3.6 Memahami Spesifikasi Drainase
4.6 Menyajikan Spesifikasi Drainase
D. IPK PENGETAHUAN
3.6.1 Mengelompokkan spesifikasi drainase
3.6.2 Menghitung spesifikasi drainase
E. IPK KETRAMPILAN
4.6.1 Mempresentasikan spesifikasi drainase
F. TUJUAN PEMBELAJARAN
Manusia atau makhluk hidup lainnya dan tumbuh-tumbuhan, membutuhkan air dalam jumlah
secukupnya. Selain tumbuhan air, tumbuhan lain akan terganggu pertumbuhannya (bahkan
busuk lalu mati) bila air tergenang cukup lama. Air dalam tanah juga menimbulkan
masalah pada kegiatan konstruksi apabila muka airnya tinggi. Pekerjaan drainase
mencakup pekerjaan pengendalian air permukaan yang berlebih (banjir, genangan) dan
pengaturan muka air di sungai serta pengendalian air tanah.
Pekerjaan drainase di suatu wilayah dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:
Pekerjaan drainase basin menyangkut pengaturan aliran sungai meliputi pengendalian debit dan
muka air sungai dalam suatu daerah pengaliran sungai atau sub daerah pengaliran sungai. Aliran
sungai meluap dari alurnya karena kapasitas sungai tidak mampu melewatkan debit banjir saat
itu.
Dalam skala DPS, sungai-sungai yaitu sungai utama (sungai induk, main stream) dan anak-
anak sungai (tributaries) merupakan drainase alam yang berfungsi mengalirkan air dari
DPS-nya ke laut. Banjir ditimbulkan oleh sungai-sungai yang pada hujan tertentu alurnya tidak
mampu melewatkan debit banjir. Banjir suatu sungai disebabkan oleh:
Pengendapan di alur sungai mengurangi kapasitas alir sungai.
Pengaruh air balik dari sungai utama masuk ke anak-anak sungai atau dari laut masuk
ke sungai utama/induk, sehingga muka air naik melampaui tebing sungai.
Hambatan di alur sungai, misalnya penyempitan penampang sungai (alami atau karena
adanya bangunan, belokan dlsb.)
Bencana banjir yang ditimbulkan oleh sungai dapat mencakup ratusan hektar lahan dan
kerusakan yang ditimbulkan meliputi kerusakan lahan produktif, permukiman,
bangunan-bangunan di darat dan di sungai, prasarana transportasi, kerugian harta benda,
hewan ternak dsb termasuk adanya korban jiwa.
.
Penanggulangan banjir yang disebabkan oleh sungai banyak ragamnya, termasuk dalam
pekerjaan teknik sungai antara lain pembuatan tanggul, normalisasi sungai, pembuatan
waduk pengendali banjir dsb. yang tidak dibahas dalam matakuliah Drainase ini.
Pekerjaan penanggulangan banjir dalam hal ini disebut basin drainage.
Banjir yang terjadi dapat masuk dalam wilayah kota/permukiman karena sungai ybs.
mengalir dekat atau melalui kota tersebut., disebut sebagai banjir makro. Dalam
penanganannya, harus dipastikan kapasitas alur sungai tersebut harus dapat menampung
debit banjir dengan periode ulang tertentu.
b. Drainase perkotaan/permukiman
Pekerjaan drainase yang menyangkut pengaturan pembuangan air hujan dan/atau air
limbah dalam wilayah suatu kota/permukiman, disebut juga sebagai urban drainage.
Drainase lapangan terbang, daerah industri, pelabuhan dalam lingkungan perkotaan termasuk
dalam kategori ini, dengan cara penanggulangan yang tidak jauh berbeda.
Dalam lingkup perkotaan atau permukiman, air bersih (hasil olahan air sungai di instalasi
pengolahan air, water treatment plant) kita peroleh dari PAM untuk rumah tangga, ± 30%
yang habis terpakai, sedangkan sisanya terbuang sebagai limbah cair rumah tangga antara
lain buangan dari kamar mandi, sisa cucian dan dari dapur serta sisa lainnya. Air buangan
rumah tangga dapat mengandung deterjen/sabun, sisa-sisa minyak dari dapur dsb. Air
untuk industri, sebagian air digunakan untuk proses, sebagian untuk pendingin. Sisa proses
berupa limbah, dapat berupa limbah organik (contoh: limbah pabrik tahu, pabrik tapioka,
dsb.) atau limbah yang mengandung zat- zat kimia sisa proses tersebut (limbah pabrik tekstil
dsb). Air sisa irigasi terbuang ke sungai-sungai dalam keadaan berbeda dengan air yang
disuplai, karena telah mengandung sisa-sisa pupuk dan pestisida. Air buangan yang
berasal dari rumah- tangga / permukiman, dari pabrik dan dari daerah pertanian / sawah
bila mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, tidak kita harapkan berada di
sekitar kita.
Dengan demikian ada beberapa macam air yang perlu dikendalikan di wilayah
perkotaan/permukiman,yaitu:
Air limbah (buangan) dari rumah tangga, fasilitas umum, industri dsb yang disebut
juga sebagai limbah perkotaan atau limbah domestik. Air sisa irigasi termasuk juga
sebagai air limbah.
Air tanah.
Pekerjaan yang berurusan dengan pembuangan air limbah dan air berlebih di suatu tempat
disebut drainase perkotaan/permukiman atau urban drainage. Jaringan saluran drainase
dalam suatu kota atau suatu wilayah kota belum tentu dalam kondisi tertata baik yang
menjamin kelancaran pengaliran air. Air hujan yang tidak dapat mengalir dengan baik,
akan meluap dari saluran dan menggenangi lahan di sekitarnya
Telah disampaikan di atas, bahwa ada dua macam air yang perlu dikendalikan pengaliran
dan pembuangannya, yaitu air limbah dan air berlebih. Air berlebih dapat berupa air hujan
yang tidak meresap ke dalam tanah dan tak tertampung di sungai atau saluran sehingga
menimbulkan banjir/genangan. Air tanah yang ke luar ke permukaan menggenangi dan
merusak bangunan (misalnya menggenangi jalan raya), atau air tanah dangkal yang
permukaannya relatif tinggi, sehingga mengganggu lingkungan (sanitasi terganggu,
pertumbuhan tanaman terganggu) dan menghambat pekerjaan konstruksi bangunan.
Dampak pada lingkungan yang ditimbulkan oleh sistem drainase yang buruk:
Berkaitan dengan hal-hal di atas, maka maksud dan tujuan pembuangan air limbah dan air
berlebih (selanjutnya disebut pekerjaan drainase) adalah :
1. Mengalirkan air limbah dan/atau air berlebih secara cepat dan aman ke tempat
pengolahan air limbah (bagi air limbah) dan pembuangan akhir atau badan air penerima
bagi air berlebih (limpasan hujan) untuk menghindarkan terjadinya:
banjir
genangan air pada permukiman atau lahan produktif
erosi lapisan tanah dan endapan-endapan
kerusakan dan gangguan fisik, kimiawi dan biologi terhadap lahan atau lingkungan
aktif dan produktif, agar kesehatan lingkungan tetap terjaga, estetika terpelihara baik,
komunikasi dan lalu lintas ekonomi dan sosial tidak terhambat
2. mengeringkan lahan yang tergenang atau yang jenuh air dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya agar sanitasi dapat berjalan dengan baik, dan tanaman dapat tumbuh
tak terganggu.
3. mengusahakan agar air tidak tertahan di dalam badan jalan/perkerasan agar
kestabilan konstruksi jalan tetap terjaga.
Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air
yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk
menghindari kenaikan air permukaan. Membuang kelebihan air di lahan memiliki dua
manfaat yaitu (1) mencegah terjadinya genangan air pada lahan (2) membuang air dari
zona akar, sehingga garam- garam yang dibawa oleh irigasi tidak dapat mencapai
konsentrasi yang akan berbahaya bagi tanaman. Untuk menentukan besarnya laju drainase
beberapa faktor perlu dipertimbangkan, antara lain: (1) kondisi alam yang beragam,
dan (2) jumlah air yang akan dibuang. Oleh karena itu, pekerjaan lapangan harus dilakukan
untuk mencari tahu bagaimana kondisi tanah, kondisi air, kadar garam dan jumlah
air yang harus dipertahankan. Untuk menghitung kebutuhan drainase, harus dilakukan
analisis keseimbangan air secara keseluruhan daerah yang akan di drainase seperti terlihat
pada Gambar berikut:
1. Jika muka air tanah dapat dikendalikan dengan jarak lateral yang cukup lebar,
sehingga petakan lahan yang terbentuk cukup luas tidak mengurangi efisiensi
pemakaian alat mekanis.Situasi ini kemungkinan dapat terjadi pada tanah dengan daya
infiltrasi tinggi.
2. Jika sistem drainase harus juga mampu mengangkut air permukaan, misalnya
pada tanah dengan laju infiltrasi rendah atau di daerah dengan intensitas hujan
yang tinggi. Apabila diinginkan percepatan proses pematangan pada tanah alluvial
yang baru direklamasi.
3. Jika hanya diinginkan muka air tanah yang dangkal, misalnya untuk padang
rumput atau tanah gambut.
Jika sistem drainase yang digunakan adalah parit lateral, maka perhitungan jarak dan
kedalaman harus dipertimbangkan. Untuk kolektor, jarak parit ditentukan oleh ukuran
lahan atau panjang maksimum pipa drainase. Pada lahan datar dengan sistem pipa
drainase singular, jarak parit biasanya antara 200-500 m. Elevasi muka air di parit
kolektor harus dipertahankan pada suatu kedalaman di bawah lubang pengeluaran dari pipa
drainase (lateral). Perhitungan dimensi parit mengikuti rancangan saluran tidak berlapis
dengan mengetahui parameter seperti, (1) elevasi muka air yang diinginkan, (2) kapasitas
debit, dan (3) jenis tanah. Kadang-kadang perhitungan dimensi parit menghasilkan suatu
dimensi yang terlalu kecil sehingga dari segi konstruksi dan pemeliharaan sulit dikerjakan.
Berkaitan dengan tujuannya dan obyeknya dalam mengatasi air limbah dan atau air
berlebih, pekerjaan drainase meliputi beberapa macam yaitu:
1. Drainase permukiman/perkotaan.
Lingkup pekerjaannya adalah mengatur pembuangan air limbah dan air hujan di
daerah permukiman/perkotaan
Berkenaan dengan macam air yang perlu dibuang, ada dua alternatif sistem yang dapat
dipilih, yaitu:
Sistem terpisah, di mana air limbah (domestik, industri) dialirkan dalam suatu
jaringan saluran menuju tempat pengolahan air limbah sebelum dibuang ke
perairan umum (sungai, danau, laut), sedang air hujan dialirkan dalam jaringan saluran
lain yang terpisah dan dapat dibuang secara langsung ke perairan umum.
Sistem tercampur, di mana air limbah dan air hujan dialirkan bersama-sama
dalam suatu jaringan saluran drainase, dan langsung dibuang ke perairan umum.
2. Drainase lahan
Drainase lahan, mengatur pembuangan air berlebih pada suatu lahan, baik
yang berada di atas permukaan lahan, maupun yang berada di dalam tanah, termasuk
mengatur kedalaman muka air tanah. Drainase lahan pertanian termasuk dalam
kelompok ini, namun tidak dibahas dalam materi kuliah drainase ini. Penjelasan
mengenai drainase lahan pertanian dapat diperoleh di matakuliah Irigasi.
Dalam materi perkuliahan Drainase, lahan yang didrain/dipatus berupa lahan di
mana tidak dikehendaki adanya saluran-saluran terbuka di permukaan tanah karena
dapat mengganggu aktivitas di atasnya, seperti lapangan sepak bola, lapangan golf dan
sebagainya.
3. Drainase jalan raya
Lingkup pekerjaannya adalah mengupayakan agar air hujan atau air tanah tidak
menggenang di atas permukaan jalan dan tidak bertahan dalam lapisan perkerasan
jalankarena dapat menurunkan kestabilan konstruksi jalan.
Maksud dan tujuannya serupa dengan drainase jalan raya. Ada dua cara untuk mematus
lahan lapngan terbang; yang pertama dengan membuat saluran-saluran dan
pembuangan seperti drainase permukiman, yang kedua dalam hal pembuangan tidak
dapat dilakukan secara langsung, air hujan ditampung sementara dalam kolam
penampung, untuk selanjutnya dibuang apabila kondisi muka air di saluran
pembuangan akhir sudah cukup rendah.
Drainase ini digunakan pada tanah yang relative datar dengan kemiringan kurang
dari 1%–2 %, sistem saluran drainase parallel bisa digunakan. Sistem drainase ini
dikenal sebagai sistem bedengan. Saluran drainase dibuat secara parallel, jika jarak
antara saluran tidak sama. Hal ini tergantung dari panjang dari barisan saluran
drainase untuk jenis tanah pada lahan tersebut, jarak dan jumlah dari tanah yang
harus dipindahkan dalam pembuatan barisan saluran drainase, dan panjang
maksimum kemiringan lahan terhadap saluran 200 meter. Keuntungan dari
system saluran drainase parallel, pada lahan terdapat cukup banyak saluran
drainase. Tanaman dilahan dalam alur, tegak lurus terhadap saluran drainase paralel.
Jumlah populasi tanaman pada lahan akan berkurang dikarenakan adanya saluran
paralel.
7. Drainase Mole
Drainase mole biasa disebut dengan lubang tikus berupa saluran bulat yang
konstruksinya tanpa dilindungi sama sekali, pembuatannya tanpa harus
menggali tanah, cukup dengan menarik dengan traktor bentukan baja bulat yang
disebut mole yang dipasang pada alat seperti bajak di lapisan tanah subsoil
pada kedalaman dangkal. Pada bagian belakang alat mole biasanya disertakan alat
expander yang gunanya untuk memperbesar dan memperkuat bentuk lubang.
Berdasarkan Penampungannya drainase dalam dibagi menjadi 2, yaitu singular dan
komposit.
8. Singular
Terdiri dari jajaran pipa–lateral yang ditanam di bawah permukaan tanah dengan
jarak tertentu, air yang keluar dari seluruh pipa lateral ditampung pada saluran
terbuka,selanjutnya disalurkan ke saluran drainase utama.
9. Komposit
Terdiri dari jajaran pipa–pipa lateral yang ditanam di bawah permukaan tanah
dengan jarak tertentu, air dari seluruh pipa lateral ditampung pada pipa penampung
yang juga ditanam di tanah, antara pipa lateral dengan pipa penampung
dihubungkan dengan sambuangan, selanjutnya disalurkan ke saluran drainase utama.
Terdiri dari pipa saluran drainase lateral yang diletakan secara parallel dan terhubung
dengan pipa utama dengan membuat sudut tertentu, biasanya dari kedua sisi.
Pipa utama atau sub utama diletakkan pada bagian lahan yang rendah atau lahan
yang pada kemiringan lahan yang besar atau lembah.
Gambar 6. Sistem Drainase
Herringbone
12.Sistem Gridiron
Sistem drainase gridiron terdiri dari pipa–pipa saluran drainase lateral yang
diletakkan secara paralel dan terhubung dengan pipa utama secara tegak lurus,
biasanya dari satu sisi. Sistem ini sesuai untuk lahan di daerah rendah yang datar
dengan ukuran lahan yang sama.
Sistem drainase intersepsi dapat menampung rembesan air yang mengalir ke lahan yang
terletak lebih rendah atau di bagian bawah. Pipa intersepsi biasanya diletakkan pada
bagian atas dan daerah yang basah yang ditentukan dari hasil pengamatan drainase
awal.
Gambar 8. Sistem Drainase Intersepsi
c. Saluran Trapesium
Jika kecepatan aliran pada suatu titik berubah terhadap waktu, maka
alirannya disebut sebagai aliran permanen atau tunak (steady flow),
Jika kecepatan pada suatu lokasi berubah terhadap waktu, maka alirannya
disebut sebagai aliran tidak permanen atau tidak tunak (unsteady flow).
Pada dasarnya prinsip drainase mengikuti pola drainase alam, yaitu sungai.
Saluran-saluran kecil yang menerima air hujan dari luasan kecil, bersama-sama
dengan saluran kecil lainnya bergabung dalam saluran yang lebih besar, demikian
seterusnya, dan selanjutnya dibuang ke pembuangan akhir (outfall). Pembuangan
akhir dapat berupa saluran drainase dari sistem yang lebih besar, sungai, danau,
rawa, atau laut. Perbedaan dengan sungai alam, saluran drainase buatan tidak
memiliki sifat yang kompleks seperti halnya dengan sungai. Pola yang umum
jaringan saluran drainase adalah sebagai berikut:
Jika debit alirannya rendah, aliran akan cenderung berkelok-kelok bila dasar
salurannya lebar. Oleh karena itu, biasanya saluran pembuang dirancang relatif
sempit dan dalam dibandingkan dengan saluran irigasi. Variasi tinggi air dengan
debit yang berubah-ubah, biasanya tidak mempunyai arti penting pada saluran
pembuang lain. Potongan melintang yang dalam akan memberikan pemecahan
yang lebih ekonomis. Dalam merencanakan sistem drainase lahan, ada beberapa
data yang harus disediakan, yaitu, (1) deskripsi lingkungan fisik sistem
drainase, (2) tata guna lahan, (3) prasarana lain, (4) topografi, (5) pola aliran
alam.
Peletakan dan jumlah kerapatan fasilitas sangat mempengaruhi debit limpasan
yang terjadi di suatu kawasan. Dalam kaitan ini, seorang perencana dituntut untuk
selalu peka dalam menginterpretasikan data yang tersedia baik berupa data
sekunder yang berupa peta dasar dan fenomena banjir yang pernah terjadi,
maupun pola aliran alam yang ada. Dimana informasi tentang pola aliran alam
ini juga bisa diperoleh dari observasi langsung di lapangan saat terjadi hujan
(banjir).
Tata guna lahan merupakan peta yang dapat menggambarkan tentang pola
penggunaan lahan di daerah rencana drainase. Pola penggunaan lahan yang
dimaksud harus mencakup tentang kondisi eksisting maupun rencana
pengembangan di masa mendatang. Informasi tersebut diperlukan untuk
menentukan lingkup sistem drainase yang diperlukan dan untuk merencakan
drainase yang tingkatnya sesuai dengan kategori tata guna tanah dari daerah
yang bersangkutan.
Informasi tentang prasarana lain yang dimaksud meliputi jaringan jalan dan
jaringan lain yang diperkirakan dapat menyebabkan gangguan pada sistem
drainase. Ini dimaksudkan sebagai pertimbangan dalam menentukan tinggi saluran
drainase dan untuk mengindentifikasi jenis bangunan penunjang yang diperlukan.
Informasi yang diperlukan untuk menentukan arah saluran drainase dan batas
wilayah penanmpungnya. Pemetaan kontur di suatu daerah pertanian
perlu dilakukan pada skala 1:5000 atau 1:10.000 dengan beda kontur 0.5
meter di daerah datar, dan beda kontur 1.0 meter pada daerah curam. Pemetaan
tersebut perlu mengacu pada suatu bench mark di lapangan yang dikenal. Maka
dikenal beberapa pola aliran yaitu :
Letak saluran pembuang harus berada di bagian terendah atau lembah dari
suatu daerah akan sangat efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang
saluran pengumpul drianase, dimana saluran pengumpul dan pembuang merupakan
saluran alamiah
4. Pola Paralel
5. Pola Gridiron
Beberapa interceptor drain dibuat satu dan lainnya sejajar, kemudian ditampung
di saluran pengumpul (collector drain) untuk selanjutnya masuk ke dalam
saluran pembuang (conveyor drain).
Gambar 17. Pola Aliran Gridion
6. Pola Radial
7. Pola Jaring-jaring
Dalam pengertian jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem kerjanya, jenis
saluran dapat dibedakan menjadi:
Saluran kolektor adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit dari
saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran konveyor
(pembawa).
Saluran konveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari
suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.
Lelak saluran conveyor di bagian terendah lembah dari daerah.
Dengan melihat peta topografi, dapat ditentukan arah aliran yang merupakan
sistem drainase alam yang terbentuk secara alamiah, dan dapat mengetahui
toleransi lamanya genangan dari daerah rencana. Informasi situasi dan kondisi
fisik lahan, baik kondisi saat ini, maupun yang direncanakan perlu diketahui,
antara lain:
Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, listrik, dan lain lain).
Bottleneck yang mungkin ada.
Batas-batas daerah pemilikan.
Letak dan jumlah prasarana yang ada.
Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan.
Gambaran prioritas daerah secara garis besar.
Saluran tepi dan saluran median dapat dibuat dari tanah asli, tanah asli
dengan plengsengan, saluran prefabricated atau lainnya. Bentuk penampang saluran
dipilih berdasarkan jenis tanah dasar, kedalaman saluran, kecepatan aliran dan lahan
yang tersedia, dapat dilihat pada tabel 1. Dimensi saluran dihitung menggunakan rumus
Manning atau Chezy. Kriteria perencanaan saluran drainase untuk jalan raya tidak
berbeda dengan saluran drainase kota di mana kecepatan di saluran tidak boleh
menyebabkan gerusan pada saluran atau menyebabkan pengendapan sedimen.
Rumus untuk mencari Luas penampang, Keliling basah dan Jari-jari hidrolis (berbagai
macam penampang saluran adalah sebagai berikut:
2. KAPASITAS SALURAN:
Kapasitas saluran dihitung dengan rumus kontinuitas yang berlaku pada saluran yaitu :
Q = V. A , dimana :
Q = Debit aliran (m3/s)
V = Kecepatan aliran (m/s)
A = luas penampang saluran
Dengan melihat perumusan diatas maka Debit saluran (Q) dipengaruhi oleh
kecepatan dan luas penampang. Untuk itu akan dibahas masing-masing pengaruhnya
3. Kecepatan (V):
Dimana:
V = kecepatan aliran (m/s)
n = angka kekasaran
R = jari-jari hidrolis (m) = Luas penampang saluran/keliling penampang saluran
S = elevasi saluran (m)
Q = V. A
1
Q .R 2 / 3 .S 1 / 2 .A
n
Dimana:
Q = debit aliran (m3/s)
V = kecepatan aliran (m/s)
n = angka kekasaran
R = jari-jari hidrolis (m) = Luas penampang saluran/keliling penampang saluran
S = I = elevasi saluran (m)
A = luas penampang saluran (m2)
Rumus-rumus lain yang biasa digunakan untuk menghitung kecepatan aliran adalah:
1. Rumus Chezy
V = C √𝑅. 𝐼 dimana :
C = koefisien chezy
I = Slope = Kemiringan dasar saluran
R = jari-jari hidrolis
2. Rumus Stickler
V = K.R2/3.S1/2 dimana :
K = koefisien Stickler
R = jari-jari hidrolis saluran,
S = I = kemiringan dasar saluran
Contoh soal:
Dik: I = 0,001, Saluran berbentuk trapesium dari tanah . Hitunglah debit saluran.
Pembahasan:
Luas:
A = (b+xy)y
= 0,383 m2
Keliling basah:
P = b+2y(1+ X2)1/2
= 1,673 m
maka:
Q = A. V = 0,226 m3/dt
H. TUGAS MANDIRI
Soal Tes Uraian
14. Kecepatan aliran pada saluran drainase dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu
aliran permanen dan aliran tidak permanen. Jelaskan.
15. Diketahui saluran berbentuk trapesium terbuat dari beton, lebar saluran bawah 0,4 m,
lebar atas saluran 0,8 m, tinggi air dalam saluran 0,5 m. Kemiringan dasar saluran (I)=
0,001. Jika koefisien manning (n) = 0,020, hitunglah debit air dalam saluran.
16. Diketahui saluran berbentuk segi empat, melewatkan debit (Q) sebesar 0,5 m3/s. Luas
penampang saluran 0,2 m2. Hitunglah Kecepatan air dalam saluran.
17. Diketahui saluran drainase berbentuk segi empat, melewatkan debit sebesar 0,06 m3/s
dengan kecepatan aliran air sebesar 0,3 m/s. hitunglah tinggi air dalam saluran bila
diketahui b = 60 cm.
18. Diketahui saluran drainase berbentuk segi empat, melewatkan debit sebesar 0,07 m3/s
dengan kecepatan aliran air sebesar 0,5 m/s. hitunglah luas penampang saluran.
19. Diketahui saluran drainase berbentuk segi empat dengan lebar dasar saluran 40 cm,
tinggi air dalam saluran 30 cm dan kemiringan dasar saluran I = 0,001, melewatkan
debit sebesar 0,05 m3/s. Hitunglah koefisien chezy (C) berdasarkan karakteristik
tersebut.
20. Diketahui saluran drainase berbentuk trapesium dari beton dengan lebar dasar saluran
40 cm, lebar atas saluran 80 cm, tinggi air dalam saluran 30 cm , melewatkan debit
sebesar 0,05 m3/s. Hitunglah kemiringan dasar saluran (I) berdasarkan karakteristik
tersebut.
I. DAFTAR PUSTAKA
Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada Press.
Brouwer, C., K. Prins, M.Kay, and M. Heibloem. 2007. Irrigation Water Management:
Irrigation Methods. FAO Irrigation Training Manual Number 5 (on -line)
http://www.fao.org Comprehensive manual Internet, Maret, 2008)
Chow, V. T. 1992. Hidrolika saluran Terbuka. Jakarta, Erlangga, Jakarta. Graf, W.H, 1997,
Fluvial Hydraulic, John Wiley & Sons, NewYork.
Linsley, Ray K, Franzini, Joseph B. 1991. Teknik Sumber Daya Air Jilid II, CV.
CitraMedia, Surabaya
Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan . Penerbit
Erlangga Jakarta.
1
2
3
4
5