Anda di halaman 1dari 3

Belanja Pemerintah Terancam Terhambat

Pejabat di Daerah Gamang

JAKARTA, KOMPAS — Belanja pemerintah pada semester II-2015 bisa terhambat oleh kegamangan
pejabat yang berwenang mengeksekusi anggaran karena munculnya beberapa kasus hukum.
Padahal, belanja pemerintah bisa mendorong pertumbuhan sektor lain di tengah kelesuan ekonomi.

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Denni Puspa Purbasari,
menuturkan, belanja pemerintah akan mendorong aktivitas di sektor swasta. "Kondisi perekonomian
global sedang tidak menentu sehingga pertumbuhan ekonomi domestik juga pasti terpengaruh.
Namun, akan sangat sulit mengharapkan sektor swasta bisa berkontribusi optimal tanpa ada
stimulus berupa belanja pemerintah yang optimal," kata Denni saat dihubungi dari Jakarta, Selasa
(21/7).

Awal Juli lalu, penerimaan semester I dari bea cukai, pajak, dan penerimaan negara bukan pajak
mencapai 40 persen, sementara untuk belanja telah mendekati 39 persen dari APBN-P. Penerimaan
ditargetkan Rp 1.761,6 triliun, sedangkan belanja negara Rp 1.984,1 triliun. Lelang proyek sudah
dilakukan dan belanja akan efektif pada semester II.

Kegamangan pejabat kementerian dan pemerintah daerah untuk mengeksekusi anggaran bisa
menghambat optimalisasi belanja pemerintah. Denni menambahkan, harus ada aturan hukum dan
petunjuk pelaksanaan penggunaan anggaran yang jelas.

"Aturan hukum dan petunjuk pelaksana yang jelas akan menjadi pegangan bagi para kuasa
pengguna anggaran. Tanpa itu, pejabat akan gamang mengeksekusi anggaran karena takut terkena
jerat hukum. Penegakan hukum terkait penggunaan anggaran tetap penting, tetapi jangan sampai
menyebabkan eksekusi anggaran terhambat," tutur Denni.

Belanja pemerintah menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi semester II-2015 karena
ekspor, konsumsi, dan investasi sedang lesu. Belanja pemerintah, terutama di sektor infrastruktur,
akan menumbuhkan ekonomi secara berkelanjutan, tetapi membutuhkan proses yang panjang.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat menjadi 4,71 persen pada triwulan I-2015. Denni
menilai, dengan perkembangan ekonomi global yang masih melambat, pertumbuhan ekonomi
Indonesia sedang menuju level normal yang baru. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak
optimal, penciptaan lapangan kerja baru dan penanggulangan kemiskinan memang akan menjadi
lebih sulit.

Tidak terserap

Di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dana bagi hasil cukai dan tembakau tidak terserap karena
pejabat di kabupaten itu takut menggunakan dana tersebut akibat petunjuk yang belum jelas.

"Kami becermin dari beberapa daerah lain yang pejabatnya dipanggil aparat hukum terkait itu.
Maka, daripada berpotensi menimbulkan polemik hukum di kemudian hari, dana bagi hasil itu tidak
terserap. Padahal, jumlahnya besar, Rp 12 miliar, untuk menggerakkan pembangunan daerah, baik
langsung maupun tidak langsung," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Banyuwangi Agus Siswanto.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya Agus Imam Sonhaji mengatakan, proyek
yang dibiayai APBN di Kota Surabaya yang masih perlu percepatan antara lain terkait proyek
reaktivasi jalur trem Surabaya berupa paket pengembangan angkutan massal cepat. Proyek ini tidak
macet, hanya butuh akselerasi.

Sementara itu, semua proyek yang didanai APBD sudah berjalan meski anggaran terserap pada
pengadaan lahan sehingga butuh waktu. Sebab, sesuai dengan Undang-Undang Pengadaan Tanah,
prosesnya memang berliku.

Secara terpisah, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Tony
Prasetiantono menjelaskan, Presiden Joko Widodo harus segera berdiskusi secara intensif dengan
para penegak hukum.
"Presiden harus segera merespons perkembangan itu dengan memperjelas batas dan rambu
mengenai kategori kriminal atau pidana dengan yang pelanggaran administratif dalam proses
pengadaan barang dan jasa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah," kata Tony.

Menurut dia, banyak kepala daerah yang meminta Presiden segera membuat keputusan presiden
mengenai pelaksanaan anggaran. Keluhan para kepala daerah dan kuasa pengguna anggaran itu
harus secepatnya direspons oleh Presiden.

"Hasil diskusi dengan para penegak hukum bisa menjadi acuan dalam penyusunan keputusan
presiden. Keputusan presiden itu akan menjadi panduan bagi para pejabat dalam proses pengadaan
barang dan jasa sehingga tidak akan terjadi lagi kasus hukum," ujar Tony.

Tak beralasan

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Widyopramono mengatakan, kepala daerah semestinya
tetap menjalankan tugas membangun daerah dengan menggunakan anggaran yang diberikan, bukan
sebaliknya. Minimnya serapan anggaran daerah karena kepala daerah takut berurusan dengan
penegak hukum jika menggunakannya dinilai tidak beralasan.

"Tidak ada alasan untuk berargumentasi seperti itu. Sepanjang mereka melakukan kinerja sesuai
aturan yang ada, pasti akan selamat. Tidak perlu takut. Justru yang takut itu karena terbiasa
mengikuti budaya tak baik dalam menggunakan anggaran," ujar Widyo di Jakarta.

Ia pun mengimbau jajaran intelijen kejaksaan yang berada di daerah melakukan penyuluhan terkait
aturan penggunaan anggaran yang tepat agar bebas dari jerat korupsi. Mereka juga diharapkan
dapat memberikan motivasi kepada pemerintah daerah untuk menggunakan anggaran dengan tepat
guna agar kelangsungan pembangunan tetap berjalan.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji berpendapat serupa. Alasan kepala
daerah takut terjerat tindak pidana korupsi karena menyalurkan dana bantuan sosial dianggap tak
masuk akal. Menurut dia, jujur dan hati-hati dalam penggunaan anggaran menjadi kuncinya.

"Penyaluran dana bantuan sosial ini merupakan kewenangan kepala daerah. Jadi, tidak perlu ada
ketakutan atau kekhawatiran akan tersangkut kasus hukum selama dilakukan dengan benar dan
sesuai aturan yang ada," ujar Indriyanto.

Masalah komputer

Ketua Komisi V DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) Winston Rondo mengatakan, kasus lambatnya
penyerapan dana APBD di setiap satuan kerja perangkat daerah di NTT selalu berulang setiap tahun,
baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Namun, belum ada terobosan yang ditempuh
pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk mengatasi persoalan ini.

"Persoalan semakin rumit ketika pemerintah menerapkan unit layanan proyek dengan sistem tender
secara komputerisasi di setiap pekerjaan proyek," lanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai