Anda di halaman 1dari 211

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Rumah Sakit (IRS) atau Healthcare Associated Infection
(HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di
rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain, yang tidak ditemukan dan
tidak dalam masa inkubasi saat pasien masuk rumah sakit.
Infeksi Rumah Sakit (IRS) merupakan masalah penting di
seluruh dunia yang terus meningkat merupakan masalah utama bagi
semua rumah sakit. Dampak yang ditimbulkan meningkatkan lama
masa rawat, angka kematian, biaya perawatan dan pengobatan
membebani rumah sakit maupun pasien. Pencegahan dan
pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) merupakan suatu upaya
penting dalam meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Hal ini
dapat dicapai dengan keterlibatan secara aktif semua personil rumah
sakit, mulai dari petugas kebersihan sampai dengan dokter dan mulai
dari pekarya sampai dengan jajaran direksi. Kegiatan tersebut
dilakukan secara baik dan benar di semua sarana rumah sakit :
peralatan medis dan non medis, ruang perawatan dan prosedur serta
lingkungan.
Terjadinya infeksi rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain :
 Banyaknya pasien yang dirawat yang menjadi sumber infeksi
bagi lingkungan dan pasien lainnya.
 Interaksi antara petugas, pasien dan pengunjung yang menjadi
sumber infeksi.

1
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Kontak langsung antara petugas rumah sakit yang tercemar
bakteri atau cairan dari tubuh pasien.
 Penggunaan alat/peralatan medis yang tercemar oleh bakteri
 Kondisi pasien yang lemah akibat penyakit yang dideritanya
Mengingat kegiatan yang penting ini melibatkan berbagai
disiplin dan tingkatan yang berkaitan dengan pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Prosedur baku yang dituangkan
dalam Buku Petunjuk Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
rumah sakit ini merupakan prosedur yang harus dilaksanakan secara
maksimal sesuai indikasi.
Diharapkan dengan adanya Buku Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi yang merupakan pelengkap dari Buku Pedoman
Manajerial Pengendalian Infeksi Rumah Sakit, dapat menjadi rujukan
bagi seluruh petugas kesehatan di RSU Kota Tangerang Selatan yang
memiliki sikap dan perilaku yang sama dalam mencegah dan
mengendalikan infeksi di rumah sakit. Hasil akhir yang diharapkan
adalah peningkatan mutu pelayanan rumah sakit yang dapat menjamin
terlaksananya Patient Safety secara menyeluruh di RSU Kota
Tangerang Selatan.

B. Dasar Hukum
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4431)
2. Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437)

2
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
3. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 5063)
4. Undang-undang RI Nomor 44 Tahun2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 5072)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 986/Menkes/Per/XI/1992
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005
tentang Organisasi dan Tata kerja Departemen Kesehatan.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Di Lingkungan
Departemen Kesehatan
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1165.A./Menkes/SK/X/2004 tentang Komisi Akreditasi Rumah
Sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 270/Menkes/2007
tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 382/Menkes/2007
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

3
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1116/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini
Kejadian Luar Biasa (KLB).

C. Tujuan
Diperolehnya buku pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit sehingga rumah sakit dapat melaksanakan
pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai dengan buku yang telah
diterbitkan oleh RSU Kota Tangerang Selatan.

4
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
BAB II

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT

KEWAPADAAN ISOLASI (ISOLATIONS PRECAUTIONS)

Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai infeksi


berkaitan dengan pelayanan di fasilitas kesehatan atau Healthcare Infection
(HAIs) dan infeksi yang di dapat dari pekerjaan merupakan masalah penting
di seluruh dunia yang terus meningkat (Alvarado 2000).

A. Perkembangan Kewaspadaan
Kewaspadaan Standar atau Standard Precaution disusun oleh
CDC tahun 1996 dengan menyatukan Universal Precaution (UP) atau
Kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang telah dibuat tahun
1985 untuk mengurangi resiko infeksi patogen yang berbahaya melalui darah
dan cairan tubuh lainnya dan Body Substance Isolations (BSI) atau isolasi
terhadap cairan tubuh yang dibuat 1987 untuk mengurangi resiko penularan
patogen yang berada dalam bahan yang berasal dari tubuh pasien terinfeksi.
Pedoman Kewaspadaan Isolasi dan pencegahan dengan penambahan istilah
HAIs (Healthcare Associated Infection) menggantikan istilah infeksi
nosokomial, hyiegene repirasi/ etika batuk, praktek menyuntik yang
aman dan pencegahan infeksi pada prosedur lumbal pungsi.
Kewaspadaan Isolasi dirancang untuk mengurangi resiko terinfeksi penyakit
menular pada petugas kesehatan baik dair sumber infeksi yang diketahui
maupun yang tidak diketahui.
Kewaspadaan Isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi.
Kewaspadaan Standar dilakukan kepada semua pasien tanpa memandang

5
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
pasien tersebut infeksius atau tidak.
Kewaspadaan Transmisi adalah kewaspadaan berdasarkan sumber infeksi
: kontak, droplet, airborne.
B. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan Standar untuk pelayanan semua pasien.
Kategori I meliputi :
1. Kebersihan tangan/hand hygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle
(kacamata pelindung), face shield (pelindung wajah) dan gaun.
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hygiene respirasi/etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal pungsi

1. Kebersihan Tangan/Hand hygiene


1.1 Hindari menyentuh permukaan di sekitar pasien agar tangan
terhindar kontaminasi patogen dari dan ke permukaan
1.2 Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan berprotein,
cairan tubuh, lakukan kebersihan tangan dengan sabun
antiseptik di air mengalir
1.3 Bila tangan tidak tampak kotor, atau setelah membuang
kotoran atau cairan tubuh, bersihkan tangan dengan sabun
biasa dan air, kemudian bersihkan dengan handrub berbasis
alkohol

6
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
1.4 Lima indikasi melakukan kebersihan tangan :
 Sebelum kontak dengan pasien
 Setelah kontak dengan pasien
 Sebelum tindakan invasif
 Setelah kontak dengan cairan tubuh
 Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

2. Alat Pelindung Diri/APD (sarung tangan, masker, kaca mata


pelindung, pelindung wajah, gaun)
2.1 Sarung tangan
 Pakai bila mungkin tekontaminasi darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukosa
membran dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang
potensial terkontaminasi
 Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
 Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk
membersihkan lingkungan
 Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum
menyentuh benda dan permukaan yang tidak
terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien lain.
 Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukus
membran dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang
potensial terkontaminasi
 Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien
berbeda
 ganti sarung tangan bila tangan berpindah dari area
tubuh terkontaminasi ke area bersih

7
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan

2.2 Masker/goggle
 Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mukus membran
mata, hidung, mulut selama melaksanakan prosedur dan
aktivitas perawatan pasien yang beresiko terjadi
cipratan/semprotan dari darah, cairan tubuh, sekresi, dan
ekskresi
 Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan
 Masker bedah dan dapat dipakai secara umum untuk
petugas rumah sakit untuk mencegah trnasmisi melalui
partikel besar dari droplet saat kontak erat (< 3m) dari
pasien saat batuk/bersin
 Pakailah selama tindakan yang menimbulkan aerosol
walaupun pada pasien tidak diduga infeksi
 Jangan mengalungkan masker di leher segera lepas
setelah melakukan tindakan selesai.
2.3 Gaun/apron
 Kenakan gaun (bersih, tidak steril) untuk melindungi kulit,
mencegah baju menjadi kotor, kulit terkontaminasi
selama prosedur/merawat pasien yang memungkinkan
terjadinya percikan/semprotan cairan tubuh pasien
 Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan tindakan
yang akan dikerjakan dan perkirakan jumlah cairan yang
mungkin akan dihadapi. Bila gaun tidak tembus cairan,
perlu dilapisi apron tahan cairan mengantisipasi
semprotan/cipratan cairan infeksius.

8
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Lepaskan gaun segera dan cuci tangan untuk mencegah
transmisi mikroba ke pasien lain ataupun ke lingkungan
 Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara
epidemiologik penting, lepaskan saat akan keluar ruang
pasien
 Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk
pasien yang sama
 Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruang resiko
tinggi seperti ICU, NICU.

2.4 Sepatu pelindung


 Sepatu pelindung kaki digunakan jika ada resiko
tertumpah cairan, darah, urine, dll
 Digunakan untuk melindungi kaki dari cidera akibat
benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara
tidak sengaja ke atas kaki sepatu boot karet atau sepatu
kulit tertutup sebaiknya yang tahan air
2.5 Topi
 Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala
sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke
dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup
besar untuk menutupi semua rambut. Meskipun topi
dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien,
tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi
pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik
atau menyemprot.
2.6 Peralatan perawatan pasien

9
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Buat aturan dan prosedur untuk menampung
transportasi, peralatan yang mungkin terkontaminasi
darah atau cairan tubuh
 Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal, semi
kritikal dengan bahan pembersih sesuai dengan
sebelum di DTT atau sterilisasi
 Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan
tubuh, sekresi, ekskresi dengan benar sehingga kulit
dan mukus membran terlindungi, cegah baju
terkontaminasi, cegah transfer mikroba ke pasien lain
dan lingkungan
 Pastikan perlatan yang telah di pakai untuk pasien
infeksius telah dibersihkan dan tidak dipakai untuk
pasien lain
 Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan
dihancurkan melalui cara yang benar dan peralatan
pakai ulang diproses dengan benar
 Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah
dipakai. Peralatan semikritikal didisinfeski atau
disteriilisasi. Peralatan kritikal harus didisinfeksi
kemudian disterilkan
 Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas
dan detergen
 Bila tidak nampak kotor, lap permukaan peralatan yang
besar (USG,X-Ray) setelah keluar ruangan isolasi
 Bersihkan dan disinfeksi yan benar peralatan terapi
pernapasan terutama setelah dipakai pasien infeksi
saluran napas

10
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Alat makan dicuci dalam alat pencuci otomatik atau
manual dengan detergen tiap setelah makan. Benda
disposible di buang ke tempat sampah

3. Pengendalian Lingkungan
Pastikan bahwa departemen/unit/ruangan membuat dan
melaksanakan prosedur rutin untuk pembersihan, disinfeksi
permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping tempat
tidur dan pinggirannya, permukaan yang sering tersentuh dan
pastikan kegiatan ini di monitor.
Untuk memutuskan rantai penularan infeksi, rumah sakit harus
mempunyai disinfektan standar untuk membunuh patogen atau
menurunkan jumlahnya secara fisikal maupun kimiawi, tetapi tidak
termasuk spora.
Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda dan permukaan
tidak dapat didisinfeksi sebelum dibersihkan dari bahan organik
(sekresi, ekskresi pasien, kotoran). Pembersihan ditujukan untuk
mencegah aerosolisasi, menurunkan pencemaran lingkungan. ikuti
aturan pakai pabrik cairan disinfektan, waktu kontak dan cara
pengencerannya.

Disinfektan yang biasa dipakai rumah sakit : Natriumhipoklorit


(pemutih), alkohol, komponen fenol, komponen ammonium
quarternary, komponen peroksida.

Pembersihan area sekitar pasien.


a. Pembersihan permukaan horizontal di sekitar pasien harus
dilakukan secara rutin dan tiap pasien pulang. Untuk mencegah

11
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
aerosolisasi patogen yang berasal dari infeksi saluran napas,
hindari sapu, lakukan pembersihan dengan cara basah (kain
basah)
b. Ganti cairan pembersih, lap kain, kepala mop stelah
dipakai/terkontaminasi
c. Peralatan pembersihan harus dibersihkan, dikeringkan tiap kali
setelah dipakai
d. Mop dicuci dan dikeringkan tiap hari sebelum disimpan dan
dipakai kembali
e. Untuk mempermudah pembersihan, bebaskan area pasien dari
benda-benda/peralatan yang tidak perlu
f. Jangan melakukan fogging dengan disinfektan karena tidak
terbukti mengendalikan infeksi dan berbahaya untuk lingkungan
g. Pembersihan dapat dibantu dengan vacum cleaner (pakai filter,
HEPA)
h. Jangan memakai karpet

4. Pemrosesan Peralatan Pasien dan Penatalaksanaan Linen


4.1 Penanganan transport dan proses linen yang terkena darah,
cairan tubuh, sekresi, ekskresi dengan prosedur yang benar
untuk mencegah kulit, mukus membran terpapar dan
terkontaminsi linen, sehingga mencegah transfer mikroba ke
pasien lain, petugas dan lingkungan.
4.2 Buang terlebih dahulu kotoran (misal : feses) ketoilet dan
masukan linen dalam kantong linen kotor yang infeksius
4.3 Hindari menyortir linen di ruang rawat pasien
4.4 Jangan memanipulasi linen terkontaminasi untuk hindari
kontaminasi terhadap udara, permukaan dan orang

12
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
4.5 Cuci dan keringkan linen sesuai SPO, dengan air panas
70°C, minimal 25 menit
4.6 Bila suhu dipakai < 70°C plih zat kimia yang sesuai
4.7 Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama
transportasi. Kantong tidak perlu double
4.8 Petugas yang menangani linen harus menggunakan APD

5. Kesehatan Karyawan/Perlindungan Petugas Kesehatan


5.1 Tidak perlu menyarungkan jarum suntik kembali jika tidak
dibutuhkan, jika terpaksa harus menyarungkan jarum suntik
kembali tutup dengan satu tangan
5.2 Segera masukan jarum kedalam safety box setelah
penyuntikan
5.3 Jangan recap jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum
dengan tangan, menekuk jarum, mematahkan jarum dari
spuit
5.4 Berhati-hati dalam bekerja saat menangani jarum, scalpel
alat tajam lain yang dipakai setelah prosedur, dan saat
membersihkan instrumen dan saat membuang jarum untuk
mencegah trauma
5.5 Buang jarum, spuit, pisau, skalpel dan peralatan benda tajam
habis pakai ke dalam wadah tahan tusukan sebelum dibuang
ke insenerator
5.6 Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventilasi lain
pengganti metode resusitasi mulut ke mulut
5.7 Jangan mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian tubuh
selain akan menyuntik

13
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
6. Penempatan Pasien (isolasi pasien)
6.1 Tempatkan pasien yang potensial mengkontaminasi
lingkungan atau yang tidak dapat diharapkan menjaga
kebersihan atau kontrol lingkungan ke dalam ruang rawat
yang terpisah
6.2 Bila ruang isolasi tidak memungkinkan, konsultasikan dengan
petugas PPI
6.3 Cara penempatan pasien sesuai jenis kewaspadaan
terhadap transmisi infeksi

7. Hygiene respirasi/Etika batuk


7.1 Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi
respirasi untuk mencegah transmisi patogen dalam droplet
dan fomite terutaman selama musim/KLB virus respiratorik di
masyarakat
7.2 Terapkan pengukuran kandungan sekresi respirasi pasien
dengan individu dengan gejala klinik infeksi respiratorik,
dimulai dari unit emergensi
7.3 Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa
pasien rawat jalan atau pengunjung dengan gejala klinis
infeksi saluran napas harus menutup mulut dan hidung
dengan tissue kemudian membuangnya dan mencuci tangan
7.4 Sediakan tissue dan wadah untuk limbahnya
7.5 Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci tangan pada
ruang tunggu pasien rajal atau alkohol handrub
7.6 Pada musim infeksi saluran napas, tawarkan masker pada
pasien dengan gejala infeksi saluran napas, juga

14
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
pendampingnya. Anjurkan untuk duduk berjarak > 1 m dari
yang lain
7.7 Lakukan sebagai standar praktek

Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien


yang terinfeksi untuk transmisi kepada kontak yang tidak
terlindungi
Untuk penyakit yang ditransmisikan melalui droplet nuclei maka
etika batuk harus diterapkan kepada semua individu dengan gejala
gangguan pada saluran napas
Pasien, pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus :
1) Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin
2) Memakai tissue, sapu tangan, masker kain/medis bila tersedia,
buang ke tempat sampah
3) Melakukan cuci tangan

Manajemen fasilitas kesehatan/rumah sakit harus mempromosikan


hygiene respirasi/etika batuk :

1) Promosikan kepada semua petugas, pasien, keluarga dengan


infeksi saluran napas dengan demam
2) Edukasi terhadap petugas, pasien, keluarga, pengunjung akan
pentingnya kandungan aerosol dan sekresi dari saluran napas
dalam mencegah transmisi penyakit saluran napas
3) Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol
handrub, wastafel, antiseptik, kertas tissue, terutama area
tunggu harus diprioritaskan)

15
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
8. Praktek menyuntik yang aman
8.1 Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk
mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi
8.2 Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose.
Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk menagmbil obat
dalam vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi
mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien
lain

9. Praktek lumbal punksi


Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat ke
dalam area spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal
saat melakukan anestesi spinal dan epidural, myelogram untuk
mencegah transmisi droplet flora orofaring

C. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab
infeksi dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui
maupun dugaan terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat
ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau
permukaan terkontaminasi.
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :
1. Airborne precautions (kewaspadaan penularan lewat udara)
2. Droplet precautions (kewaspadaan penularan lewat droplet)
3. Contact precautions (kewaspadaan penularan lewat kontak)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5. Melalui vector (lalat, nyamuk, tikus)

16
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Transmisi lewat udara (Airborne)

Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit


melalui udara, yang berupa bintik percikan di udara (airborne droplet
nuclei, ukuran < 5 µm) atau partikel debu yang berisi agen infeksi.
Organisme yang ditularkan dengan cara ini dapat menyebar secara
luas bersama dengan aliran udara.

Penyakit yang termasuk kategori ini antara lain, varicella, campak.


Diperlukan ventilasi seperti pada isolasi BTA (Basil Tahan Asam)
pasien ditempatkan dalam ruang tersendiri dengan udara negatif
(negatif airflow) dengan minimal 6 kali pergantian udara perjam, yang
dipantau secara terus menerus. Udara langsung dibuang ke luar atau
dilewatkan penyaringan (filter) partikular udara dengan efisiensi tinggi
bila akan disirkulasi kembali. Pintu ruangan harus selalu ditutup.
Pasien hanya boleh meninggalkan kamar harus menggunakan
masker.

Alat pelindung yang sesuai harus dikenakan untuk pasien yang


didiagnosa atau diduga tuberkulosis sesuai dengan pedoman yang
telah ada untuk tuberkulosis. Orang termasuk petugas rumah sakit,
yang rentan terhadap penyakit campak (measles) dan cacar air
(varicella) dilarang masuk ke ruangan pasien dengan penyakit
tersebut.

17
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Transmisi Lewat Udara
Sebagai tambahan dari Standard precaution, Airborne Precaution
digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita
panyakit serius dengan penularan melalui percikan halus di udara.
Contoh penyakit :
 Campak
 Varicella (termasuk Herpes zoster diseminata)
 Tuberkulosis
Penempatan pasien :
Tempatkan pasien pada tempat dengan :
 Tekanan negatif yang termonitor
 Minimal pergantian udara 6 kali setiap jam
 Pembuangan (exhaust) udara keluar yang memadai atau
penggunaan filter yang termonitor sebelum udara beredar
ke seluruh rumah sakit
 Jagalah agar pintu selalu tertutup dan pasien tetap dalam
ruangan
 Bila tidak ada tempat tersendiri, tempatkan pasien dalam
ruangan dengan pasien lain yang terinfeksi oleh
mikroorganisme yang sama dan tidak ada infeksi lain

Proteksi repirasi :
Gunakan pelindung pernapasan masker N95 pada saat masuk ke
dalam ruangan pasien yang diketahui atau diduga mengidap
tuberkulosis, H1N1, H5N1

Pengangkutan pasien :
Batasi pemindahan atau pengangkutan pasien hanya untuk hal-hal

18
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
yang penting saja. Bila pemindahan atau pengangkutan pasien
memang diperlukan, hindari penyebaran droplet dengan memberikan
masker bedah kepada pasien.

Transmisi lewat droplet

Kategori ini ditujukan untuk menurunkan penularan droplet dari bakteri


patogen yang infeksius. Penularan droplet terjadi bila partikel percikan
yang besar (diameter > 5µm) dari orang yang terinfeksi mengenai
lapisan mukosa hidung, mulut atau konjungtiva mata dari orang yang
rentan.

Droplet (percikan besar) dapat terjadi pada waktu seseorang


berbicara, batuk, bersin ataupun pada waktu pemeriksaan jalan napas
seperti intubasi atau bronkoskopi

Penularan melalui droplet/percikan besar berbeda dengan transmisi


airborne karena pada transmisi droplet memerlukan kontak yang dekat
antara sumber dan penerimaan penularan, karena percikan besar
tidak dapat bertahan lama di udara dan hanya dapat berpindah dari
dan ke tempat yang dekat.

Contoh penyakit yang ditularkan melalui droplet adalah meningitis


yang disebabkan oleh Meningococcus atau pneumonia oleh
Pneumococcus yang resisten terhadap berbagai antibiotika (multidrug
resistant = MDR), pertusis, faringitis, influenza dan parvovirus B 19.
Pasien dengan mikroorganisme penyebab infeksi yang sama atau
dengan cara kohort di bangsal umum

19
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Masker harus dipakai, bila seseorang berada dalam jarak 3 kaki dari
pasien. Akan lebih praktis apabila kewajiban memakai masker
diberlakukan sejak seseorang memasuki ruangan pasien. Pasien
hanya diperbolehkan meninggalkan ruangan hanya jika sangat perlu,
dan harus memakai masker.

Transmisi Lewat Droplet


Sebagai tambahan dari kewasspadaan standar, droplet precaution
digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita
penyakit serius dengan penularan melalui percikan partikel besar.

Contoh penyakit :
 Influenza tipe B invasive H, termasuk meningitis, pneumonia
dan sepsis
 Meningitis invasive N, termasuk meningitis, pneumonia dan
sepsis
 Pneumoniae multidrug resiten invasive S, termasuk meningitis,
pneumonia, sinusitis, dan otitis media

Infeksi bakteri lain pada saluran napas dengan transmisi droplet :


1. Diphteria faring
2. Mycoplasma pneumoniae
3. Pertusis
4. Pneumoniae plague
5. Faringitis dan pneumonia akibat streptococcus dan scarlet
fever pada bayi dan anak-anak

Infeksi virus dengan transmisi droplet, termasuk :

20
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
a. Adenovirus
b. Influenza
c. Mumps
d. Parvovirus B19
e. Rubella

Penempatan pasien :
Tempatkan pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan
infeksi yang aktif dari organisme yang sama, tetapi tidak ada infeksi
lain. Bila ada kamar tersendiri, tempatkan dalam ruangan secara
kohort, dan bila ruang untuk kohort tidak memungkinkan, buatlah
jarak pemisah minimal 3 kaki antara pasien dengan pasien lain dan
pengunjung

Pemakaian masker :
Pemakaian masker bila berada/bekerja dengan jarak kurang dari 3
kaki dari pasien

Transport Pasien :
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk keperluan
mendesak bila terpaksa memindahkan pasien, gunakan masker pada
pasien.

Transmisi Lewat Kontak

Kewaspadaan ini ditujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga


menderita penyakit yang secara epidemiologis penting dan ditularkan
melalui kontak langsung (misalnya kontak tangan atau kulit ke kulit

21
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
yang terjadi selama perawatan rutin, atau kontak tak langsung
(persinggungan) dengan benda di lingkungan pasien.

Pasien harus ditempatkan diruang tersendiri. Bila tidak tersedia, dapat


dengan kohort (bangsal umum)

Sarung tangan harus dipakai sebagai pencegahan, sebagaimana pada


kewaspadaan standar terhadap kontak dengan darah dan cairan
tubuh. Pada contact precaution ini sarung tangan harus diganti setelah
menyentuh bahan yang mengandung mikroorganisme dengan
konsentrasi tinggi (misalnya tinja, sputum, cairan muntahan atau
cairan luka). Sarung tangan harus dibuka sebelum meninggalkan
ruangan dan kemudian harus cuci tangan dengan bahan pencuci
antiseptik. Apron yang bersih dan nonsteril harus dipakai bila diduga
terjadi kontak yang cukup rapat dengan pasien, bila pasien tidak dapat
menahan buang air besar (inkontinensia) atau bila ada luka basah
yang tidak dapat ditahan dengan pembalut; apron harus dilepas
sebelum meninggalkan ruangan

Contoh penyakit/keadaan yang memerlukan contact precautions


adalah infeksi atau kolonisasi bakteri MDR seperti Methicillin Resistant
Staphylococcus Aureus (MRSA), kolitis yang disebabkan oleh
Clostridium difficile, Respiratory Syncytial Virus (RSV) pada anak,
infeksi kulit dengan scabies, impetigo, herpes zoster diseminata dan
viral hermorrhagic fever (Lassa fever atau virus Marburg)

Varicella yang diseminata merupakan contoh yang memerlukan dua


macam kewaspadaan berdasarkan cara penularannya, yaitu airborne
dan contact precaution

22
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Kebijaksanaan mengenai isolasi khusus terhadap mikroorganisme
seperti Vancomycin Resistant Enterococci (VRE) dan Clostridium
difficile mencakup kewaspadaan terhadap semua bentuk kontak
dengan pasien, peralatan sekitar tempat tidur pasien dan lingkungan
dekat pasien. Penekanan khusus pada pemakaian peralatan tersendiri
untuk masing-masing pasien dan menghindari pemakaian alat secara
bersama. Menjaga kebersihan sekitar pasien juga merupakan hal yang
perlu diperhatikan.

Transmisi Lewat Kontak


Sebagai tambahan dari kewaspadaan standar, contact precautions
digunakan untuk pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit serius yang mudah menular melalui kontak pasien atau
kontak dengan sesuatu di lingkungan pasien

Contohnya :
 MRSA
 Infeksi gastrointestinal, repirasi, kulit atau luka atau kolonisasi
bakteri MDR sesuai keputusan program pemberantasan.
 Infeksi enterik dengan dosis infeksi rendah atau
berkepanjangan termasuk :
a. Clostridium difficile
b. Enterohaemorrhage E. Coli (EHEC), Shigella, Hepatitis A
atau Rotavirus pada pasien incontinensia
 RSV, para influenza virus, atau infeksi enteroviral pada bayi
dan anak-anak
 Infeksi kulit yang sangat menular atau yang bisa timbul pada
kulit kering, termasuk :

23
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
a. Diphteria (kulit)
b. Herpes Simplex (neonatus atau mucocutaneus)
c. Impetigo
d. Abses besar, selulitis atau dekubitus
e. Pediculosis
f. Scabies
g. Furunkulosis yang disebabkan oleh staphylococcus pada
bayi dan anak-anak
h. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
i. Herpes zoster (diseminata atau pasien
immunokompromisse)
 Konjungtivitis hemoragik akibat virus
 Lassa fever atau virus marburg

Penempatan pasien :
Tempatkan pada kamar sendiri atau bersama pasien lain dengan
infeksi yang aktif dari mikroorganisme yang sama tetapi tanpa infeksi
lain. Bila ada kamar tersendiri tidak tersedia tempatkan dalam
ruangan secara kohort

Sarung tangan dan kebersihan tangan :


Pakailah sarung tangan ketika melakukan tindakan langsung dengan
pasien, kontak dengan cairan tubuh dan tindakan invasif. Lepaskan
segera setelah selesai tindakan, buang ke tempat sampah infeksius
kemudian lakukan kebersihan tangan dengan sabun antiseptik dan air
yang mengalir

Pemakaian gaun :

24
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Gaun digunakan saat melakukan tindakan : seperti merawat luka,
memandikan pasien dengan MRSA kolonisasi di ketiak (+), peawatan
kolostomi dll.

Transport pasien :
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk hal yang
penting. Bila terpaksa harus memindahkan keluar kamar, usahakan
tetap melaksanakan kewaspadaan standar

Perawatan lingkungan :
Lakukan perawatan terhadap peralatan disekitar tempat tidur pasien
(tempat tidur, meja, dinding, tiang infus, lemari pasien) dan
permukaan lain yang sering tersentuh dibersihkan setiap hari dengan
disinfektan

Peralatan perawatan pasien :


Peralatan seperti stetoskop, tensimeter, termometer rektal masing-
masing satu untuk satu atau sekelompok pasien kohort, hindari
pemakaian bersama.
Bila pemakaian bersama tidak dapat dihindari, peralatan tersebut
harus selalu dibersihkan dan didisinfektan sebelum dipakai untuk satu
atau sekelompok pasien lain.

25
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
TABEL 1 JENIS DAN LAMA ISOLASI UNTUK PATOGEN
TERTENTU

JENIS INFEKSI TRANSMISI LAMA ISOLASI


Varicella-zoster Airborne/kontak Sampai semua lesi
(chickenpox) menjadi krusta
Varicella-zoster Airborne/kontak/ Selama masa sakit
virus immunokompromise
Virus measles Airborne 4 hari setelah timbulnya
bercak atau selama masa
sakit untuk pasien yang
immunokompromise
Mycobacterium Airborne Sampai hasil 3 kali BTA
tuberculosis nya negatif
Bordetella pertusis Droplet 5 hari setelah awal terapi
Adenovirus Droplet Selama masa sakit
Influenza virus Droplet Selama masa sakit
Parvovirus Droplet
Neisseria Droplet 24 jam setelah awal terapi
meningitidis
Streptococcus Droplet 24 jam setelah awal terapi
group A (faringitis,
pneumonia,
scarlet)
RSV Kontak Selama masa sakit
Parainfluenza virus Kontak Selama masa sakit
Rotavirus Kontak Selama masa sakit
MRSA Kontak Selama masa 24 jam

26
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
setelah awal terapi
VRE Kontak Selama masa perawatan

CATATAN :
 Disetiap pintu masuk kamar pasien harus tersedia Alat
Pelindung Diri (APD) yaitu : masker, sarung tangan , abju
pelindung (apron), topi
 Harus tersedia wastafel dengan air mengalir, sabun antiseptik,
tissue, handrub berbasis alkohol, tempat sampah infeksius dan
non infeksius
 Tersedia poster isolasi (kontak, droplet, dan airborne), poster
menggunanakan dan melaepas APD, sesuai kebutuhan di
deoan

D. Kewaspadaan dengan Pendekatan Sindromik dan Kewaspadaan


terhadap Organisme Khusus
Untuk beberapa penyakit dengan etiologi virus atau bakteri dimana
diagnosa belum atau tidak dapat ditegakkan karena keterbatasan
fasilitas penunjang diagnostik, selain kewaspadaan standar diperlukan
pendekatan berbasis sindrom penyakit untuk menentukan jenis
kewaspadaan yang paling sesuai untuk mencegah penularan
yang tetap terjadi.(Tabel 2). Jenis etiologi penyebab perlu disesuaikan
dengan epidemiologi penyakit di masing-masing daerah.

27
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
TABEL 2 SINDROM KONDISI KLINIK YANG SECARA
EMPIRIK MEMERLUKAN KEWASPADAAN
TAMBAHAN

Sindrom / kondisi Klinik Penyebab Kewaspadaan


Potensial Empiris
Diare :
1. Diare akut dengan Enterik Patogen Kontak
kemungkinan infeksi pada
pasien inkontinensia Clostridium Kontak
2. Diare pada dewasa dengan difficile
riwayat pemakaian antibiotik
broad spectrum atau jangka
lama.
Meningitis :
Rash atau eksantem umum
dengan etiologi tak diketahui :
1. Petechiae/echymosis Neisseria Droplet
dengan demam meningitis Airborne/kontak
2. Vesikuler Varicella Airborne
3. Makulopapular dengan pilek Rubella
dan demam (measles)
Infeksi Respirasi :
1. Batuk/demam/infiltrat lobus M. Tuberculosis Airborne
atas paru pada pasien HIV
negatif atau pasien dengan
resiko HIV yang kecil. M. Tuberculosis Airborne

28
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
2. Batuk//demam/infiltrat paru
di lokasi manapun pada
pasien HIV positif atau Bordetella Droplet
pasien dengan resiko tinggi pertusis
terinfeksi HIV Droplet
3. Batuk paroksismal atau RSV atau
yang menetap selama parainfluenza
periode pertusis virus
4. Infeksi respirasi terutama
bronkhitis dan croup pada
bayi dan anak-anak
Resiko mikroorganisme yang
multidrug resisten :
1. Riwayat infeksi atau Bakteri MDR Kontak
kolonisasi dengan bakteri
MDR Bakteri MDR Kontak
2. Infeksi kulit luka atau infeksi
saluran kemih pada
penderita yang baru masuk
rumah sakit atau tempat
perawatan lain dengan Staphyilococcus Kontak
khusus MDR tinggi aureus Group A, Kontak
Infeksi pada kulit atau luka : Streptococcus
Abses atau luka yang tidak bisa
ditutup

29
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
30
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
31
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
32
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
KEBERSIHAN TANGAN

Kebersihan Tangan Sosial


Mencuci tangan adalah menggosok air dengan sabun secara bersama-sama
seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas kemudian dibilas di
bawah aliran air. (Larsan, 1995)

Kebersihan Tangan Aseptik/Antiseptik


Mencuci tangan aseptik/antiseptik adalah proses yang secara mekanik
melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggosok air dan
sabun antiseptik yang mengandung chlorhexidine di aplikasikan ke seluruh
kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas kemudian dibilas dibawah
aliran air, untuk menghambat dan membunuh mikroorganisme (baik yang
sementara atau yang merupakan penghuni tetap)

Handrub Antiseptik Berbasis Alkohol Tanpa Air


Antiseptik handrub bereaksi cepat menghilangkan sementara atau
mengurangi mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa
menggunakan air. Dengan komposisi mengandung alkohol 60 – 90 % suatu
emolient dan seringkali antiseptik tambahan (misalnya : chlorhexidine
glukonat 2-4 %) yang memiliki aksi residual (Larson et al. 2001)

Petugas yang harus melakukan kebersihan tangan :


 Perawat  Terapis  Mahasiswa
 Bidan  Teknisi  Cleaning service
 Dokter  Petugas  pengunjung
 POS/Pekarya Laboratorium  Keluarga pasien,
 Petugas Gizi dll

33
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Tujuan Kebersihan Tangan :
1. Meminimalkan dan menghilangkan mikroorganisme
2. Mencegah transmisi mikroorganisme dari pasien ke pasien lain, dari
petugas ke pasien, alat-alat kesehatan, dan lingkungan.

Lima indikasi melakukan kebersihan tangan :

1. Sebelum kontak dengan pasien (menyentuh tubuh pasien, baju atau


pakaian, mengukur tanda-tanda vital)
2. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan aseptik (tindakan tranfusi,
perawatan luka, kateter urine, suctioning, perawatan daerah
pemasangan katetr intravena, pemberian obat (IV, IM, IC, IT, SC))
3. Sebelum dan sesudah tindakan invasif (pemasangan vena central,
vena perifer, kateter urine, pemasangan kateter arteri, tindakan
intubasi endotrchea, pemasangan WSD, Lumbal pungsi, dll)
4. Sebelum dan sesudah kontak dengan cairan tubuh (muntah, darah,
nanah, urine, feses, produksi darin, dll)
5. Setelah meninggalkan lingkungan/ruangan pasien (menyentuh tempat
tidur pasien, linen, yang terpasang di tempat tidur pasien, alat-alat di
sekitar pasien, atau peralatan lain yang digunakan pasien,
kertas/lembar untuk menulis yang ada disekitar pasien, meja pasien,
status pasien, tiang infus, alat-alat monitor).

34
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
CATATAN PENTING :
Kapan kita pakai handrubs?
 Keadaan emergency dimana fasilitas cuci tangan sulit di jangkau
 Fasilitas cuci tangan tidak adekuat
 Saat ronde di ruangan yang memerlukan disinfektan
 Di antara tindakan keperawatan
Dipergunakan jika tangan tidak terkena noda/cairan tubuh pasien, tangan
harus di cuci dengan sabun antiseptik segera setelah melepaskan sarung
tangan, karena pada saat tersebut mungkin sarung tangan adda lubang kecil
atau robek, sehingga bakteri dengan cepat berkembang biak pada tangan

35
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
akibat lingkungan yang lembab dan hangat di sarung tangan (CDC, 1989,
korniewicz. et al. 1990)

Petugas harus memperhatikan :


 Jaga kuku tetap pendek
 Hindari pemakaian cat kuku dan kuku palsu
 Hindari pemakaian cincin dan gelang

Kebersihan tangan dengan berbasis alkohol dilakukan ketika secara kasat


mata tangan tidak terlihat kotor, diantara tindakan, saat ronde :
 Menggosokan tangan dengan larutan berbasis alkohol, non iritatif 100
ml alkohol 70% plus 1-2 ml gliserin plus pewangi
Formula disinfektan (WHO) :
 Etanol 96 % .................................................................
833.3 ml
 Hydrogen peroksida 3% .................................................................
1.7 ml
 Gliserol 98% .................................................................
14.5 ml
 Isopropil alkohol 99.8% .................................................................
751.5 ml
 Hidrogren peroksida 3% ..................................................................
41.7 ml
 Gliserol 98% ..................................................................
14.5 ml
Tambahkan formula tersebut dengan air destilasi/rebusan/dingin sampai
mencapai 1000 ml. Campur hingga homogen.

36
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
E. Perawatan Pasien Dalam Isolasi

Pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang


isolasi (bila memungkinkan) untuk mencegah transmisi langsung atau
tidak langsung

Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal mungkin


sesuai dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat
dan hendaknya berpengalaman di dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi.

Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan


sesuai petunjuk untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dari
pasien ke petugas pelayanan kesehatan atau orang lain.

Perawatan pasien diruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak
mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebersihan,
sengaja mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan
bekerjasama dalam menerapkan tindakan pencegahan infeksi dan
transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan misalnya pada anak-
anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau orang
lanjut usia

Untuk perawatan pasien penyakit menular melalui udara di ruang isolasi,


petugas kesehatan perlu mentaati petunjuk sebagai berikut :

1. Persiapan dan Pemeliharaan Ruang Isolasi

37
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
1.1 Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meletakkan
tanda peringatan pada pintu.
1.2 Sediakan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi. Semua
petugas kesehatan atau pengunjung yang masuk area isolasi
harus mengisi lembar catatan tersebut, agar bila dibutuhkan tindak
lanjut, tersedia data yang dibutuhkan.
1.3 Pastikan semua perabotan yang tidak penting. Perabotan di ruang
isolasi harus mudah dibersihkan dan tidak menahan kotoran
tersembunyi atau kondisi basah, baik di dalam maupun
sekelilingnya.
1.4 Kumpulkan linen seperlunya.
1.5 Lengkapi tempat cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan
yang cukup.
1.6 Sediakan kantong sampah yang sesuai dalam tempat sampah
yang dioperasikan oleh kaki dalam ruangan.
1.7 Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi.
Letakkan tempat air minum dan cangkir, tissue dan semua barang
untuk kebersihan pribadi berada dalam jangkauaan pasien.
1.8 Sediakan peralatan yang diperlukan tersendiri untuk masing-
masing pasien seperi stetoskop, termometer dan tensimeter. Bila
karena keterbatasan ketersediaan, peralatan digunakan untuk
pasien lain maka semua peralatan hendaknya dibersihkan dan
didisinfeksi sebelum digunakan. untuk menyimpan
1.9 Di luar pintu masuk isolasi (diruang ganti) sediakan tempat
(rak,troli, lemari) untuk menyimpan APD. Sediakan daftar tilik untuk
meyakinkan semua peralatan yang dibutuhkan tersedia.
1.10 Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai
untuk setiap peralatan bekas pakai yang akan diproses ulang.

38
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Sesuai kebijakan masing-masing rumah sakit, langsung kirim
peralatan bekas pakai tersebut ke instalasi sterilisasi pusat atau
dekontaminasi terlebih dahulu diruangan khusus sebelum dikirim.
1.11 Sediakan peralatan kebersihan (mop/pel basah, lap) dan disinfeski
yang dibutuhkan di dalam ruangan pasien
1.12 Bersihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi
semua permukaan. Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja
pasien, kaki tempat tidur dan lantai telah dibersihkan dan
didisinfeksi. Sodium hipoklorit 0.5 % dan atau alkohol 70% dapat
digunakan sebagai disinfektan
1.13 Masukan linen bekas pakai ke dalam kantong linen ketika di dalam
ruangan dan kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah diluar
ruangan. Kirim segera ke unit pencucian (laundry) dan tangani
sebagai linen yang kotor atau terkontaminasi.
1.14 Buang semua sampah ke dalam kantong sampah infeksius ketika
di dalam ruangan. Ketika sampah akan dibuang, diluar ruangan
masukkan kantong tersebut ke dalam kantong lain dan kemudian
tangani sebagai sampah infeksius.
1.15 Bersihkan dan disinfeksi urinal dan bedpan sebelum digunakan
untuk pasien lain.
1.16 Hindari penggunaan disinfektan semprotan
1.17 Bersihkan semua peralatan kebersihan (mop/lap) setelah setiap
dipergunakan. Kirim semua peralatan kebersihan tersebut ke
laundry untuk dicuci dengan air panas
1.18 Jika mungkin, yakinlah arah aliran udara pendingin (AC) berasal
dari luar ruangan (koridor) ke dalam ruangan (tekanan negatif).
1.19 Bersihkan peralatan makan dalm air sabun panas.

39
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
2. Memasuki Ruangan
2.1 Di ruang anteroom harus tersedia APD yang berisi : topi, masker,
apron, sarung tangan, dan sepatu pelindung, wastafel dengan air
mengalir, sabun antiseptik, handrub, paper towel (tissue), poster
APD dan kebersihan tangan.
2.2 Siapkan semua peralatan yag dibutuhkan
2.3 Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis
alkohol.
2.4 Memakai APD, dengan urutan sebagai berikut : pelindung kaki,
gaun pelindung dan topi, masker, kaca mata atau pelindung wajah
dan sarung tangan.
2.5 Masuk ruangan dan tutup pintu.

3. Meninggalkan Ruangan
3.1 Kecuali masker, lepaskan APD di pintu ruang anteroom, masker
dilepaskan setelah meninggalkan ruangan pasien dan menutup
pintunya
3.2 Urutan melepas APD :
1) Sarung tangan : lepas dan buang ke dalam tempat sampah
infeksius, lakukan kebersihan tangan.
2) Kaca mata atau pelindung wajah : letakkan ke dalam wadah
peralatan bekas pakai, lakukan kebersihan tangan.
3) Gaun : dengan tidak memegang bagian luar gaun, masukan
ke dalam tempat cucian, lakukan kebersihan tangan
4) Masker: dengan tidak memegang bagian luar, lakukan
kebersihan tangan.
5) Pelindung kaki setelah itu lakukan kebersihan tangan.

40
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
CATATAN : di tulis di pintu keluar ruangan.

3.3 Cuci tangan dengan air mengalir atau digunakan handrub berbasis
alkohol.
3.4 Tinggalkan ruangan.
3.5 Lepaskan masker atau respirator dengan memegang elastis di
belakang telinga, jangan memegang bagian depan masker
3.6 Setelah ke luar ruangan, gunakan kembali handrubs berbasis
alkohol atau cuci tangan dengan air mengalir
3.7 Sebelum meninggalkan ruangan petugas mandi di kamar mandi
dengan menggunakan shower yang disediakan di ruang ganti dan
menggunankan pakaian dari rumah.

Peraturan untuk Kewaspadaan Isolasi


Harus dihindari transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas saat
perawatan pasien rawat inap. Perlu dijalankan hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh , sekresi dan
ekskresi dari seluruh pasien untuk meminimalisir resiko transmisi
infeksi.
2. Lakukan kebersihan tangan sebelum kontak diantara pasien.
3. Lakukan kebersihan tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah
dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk
menghindari menyentuh bahan infeksius.
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah
dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan
segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara
pasien.

41
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
6. Penanganan limbah feses, urin dan sekresi pasien yang lain dalam
lubang pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfeksi
bedpan, urinal dan kontainer pasien lain.
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah
dibersihkan dan di disinfeksi dengan benar antar pasien.

F. PEMROSESAN PERALATAN PASIEN


Untuk menciptakan lingkungan bebas infeksi, yang terpenting adalah
dengan melaksanakan setiap proses pencegahan infeksi yang di
anjurkan. Proses pencegahan infeksi dasar yang di anjurkan untuk
mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung
tangan bedah, dan barang-barang habis pakai lainnya adalah
(precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.

PERHATIAN :
1. Formaldehid alkohol tidak dianjurkan sebagai sterilan kimia atau
DTT karena bersifat iritasi dan toksik.
2. Fenol 3% dan oidofor tidak boleh untuk DTT karena tidak dapat
mematikan spora bacteria, M. Tuberculosis (MTB) dan jamur.
3. Isopropil alkohol tidak boleh untuk DTT karena tidak bisa
mematikan spora bakteria dan virus hidrofilik.
4. Waktu paparan untuk DTT berubah dari 10-30 menit menjadi >
12 menit.
5. Jangan melakukan disinfeksi fogging atau pengasapan di area
perawatan dan kamar operasi.
6. Petugas yang melakukan dekontaminasi alat harus selalu

42
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker, apron
lengan panjang, sarung tangan panjang, jika diperlukan dapat
memakai kacamata (goggle)

TIGA TINGKAT PROSES DISINFEKSI

I. DISINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT) :


Mematikan bakteri dalam waktu 20-12 jam, akan mematikan
semua mikroba kecuali sebagian kecil spora bakteri.
II. DISINFEKSI TINGKAT SEDANG (DTS) :
Dapat mematikan bakteria vegetatif termasuk Mycobacteria,
hampir semua virus, hampir semua jamur, tetapi tidak bisa
mematikan spora bakteria.
III. DISINFEKSI TINGKAT RENDAH (DTR) :
Dapat mematikan hampir semua bakteria vegetatif, beberapa
jamur, beberapa virus dalam waktu < 10 menit.

G. DEKONTAMINASI
Pengertian
1. Prabilas (precleaning)
Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh
petugas sebelum dibersihkan, misal : mengurangi jumlah
mikroorganisme yang mengkontaminasi, menginaktivasi virus HBV,
HCV, dan HIV
2. Pembersihan :
Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah atau
cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang

43
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
menyentuh kulit atau menangani obyek tersebut. Proses ini terdiri
dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau deterjen dan air atau
secara enzimatik, membilas dengan air bersih dan mengeringkan.
3. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT):
Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus,
jamur dan parasit) termasuk endospora bakteri dari benda mati
dengan mesin sterilisator suhu tinggi yaitu uap tekanan tinggi
(otoklaf) dan panas kering (oven) atau dengan mesin sterilisator
suhu rendah (plasma dan etilen oksida), sterilan kimiawi atau radiasi.

Setiap benda, baik peralatan metal yang kotor memerlukan


penanganan dan pemrosesan khusus agar :
1. Mengurangi resiko perlukaan aksi dental atau terpapar darah
atau cairan tubuh terhadap petugas pembersih dan rumah
tangga.
2. Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi (umpamanya
peralatan atau benda lain yang steril atau yang didisinfeksi
tingkat tinggi (DTT)).

Persyaratan :
1. Suhu pada disinfeksi secara fisik dengan air panas untuk peralatan
sanitasi 80°C dalam waktu 45-60 detik, sedangkan untuk peralatan
memasak 80°C dalam waktu 1 menit.
2. Disinfektan harus memenuhi kriteria tidak merusak peralatan
maupun orang, disinfektan mempunyai efek sebagai deterjen dan
efektif dalam waktu yang relatif singkat, tidak terpengaruh oleh
kesadahan air atau keberadaan sabun dan protein yang mungkin
ada.

44
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
3. Penggunaan disinfektan harus mengikuti petunjuk pabrik.
4. Pada akhir proses disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis (ruang
operasi dan ruang isolasi) tingkat kepadatan bakteri pada lantai dan
dinding 0-5 CFU/cm², bebas mikroorganisme patogen dan gas
gangren. Untuk ruang penunjang medis (ruang rawat inap, ruang
ICU/ICCU, kamar bayi, kamar bersalin, ruang perawatan luka bakar
dan laundry) sebesar 5-10 CFU/m²
5. Sterilisasi peralatan yang berkaitan dengan perawatan pasien
secara fisik dengan pemanasan pada suhu ± 121°C selama 30 menit
atau pada suhu 134° selama 13 menit dan harus mengacu pada
petunjuk penggunaan alat sterilisasi yang digunakan.
6. Sterilisasi harus menggunakan disinfektan yang ramah lingkungan.
7. Petugas sterilisasi harus menggunakan alat pelindung diri dan
menguasai prosedur sterlisasi yang ada
8. Hasil akhir proses sterilisasi untuk ruang operasi dan ruang isolasi
harus bebas dari mikroorganisme hidup.

Kebijakan sentralisasi pelayanan sterilisasi


Sebagai salah satu upaya dalam penurunan angka infeksi di rumah
sakit dan mengoptimalkan fungsi Instalasi Sterilisasi Pusat/CSSD,
diperlukan pelayanan sterilisasi yang tersentralisasi.
Tujuan :
a. Efisiensi dan efektifitas pelayanan sterilisasi
b. Standarisasi pelayanan sterilisasi
c. Jaminan mutu pelayanan sterilisasi
Pelaksanaan pelayanan sterilasasi :
Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) merupakan unit kerja di rumah sakit
yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan proses pelayanan

45
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
sterilisasi di mulai dari proses pencucian, dekontaminasi, disinfeksi,
pengemasan, labeling, proses sterilisasi, penyimpanan dan
pendistribusian barang steril serta pengawasan mutu.
Pelayanan sterilisasi dilaksanakan secara sentralisasi oleh Instalasi
Sterilisasi Pusat/CSSD namun dapat juga dilaksanakan oleh unit kerja
dalam bentuk Satelit CSSD yang penyelenggaraannya dibawah
Koordinasi dan Pengawasan Instalasi Sterilisasi Pusat dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Tersedia ruangan satelit CSSD yang memenuhi standar :
a. Area unclean : tekanan negatif AC dan HEPA filter
b. Area clean : tekanan positif AC dan HEPA filter
c. Area steril : tekanan positif AC dan HEPA filter
d. Area umum : gudang penyimpanan BMHP
2. Tersedia sarana dan prasarana standar minimal untuk pelayanan
sterilisasi :
a. Mesin sterilisator suhu tinggi dan suhu rendah kapasitas kecil
b. Peralatan penunjang dekontaminasi
c. Peralatan penunjang untuk pengemasan dan labeling
d. Peralatan penunjang untuk penyimpanan barang steril
e. Peralatan penunjang lainnya
3. SDM dengan kompetensi khusus di bidang pelayanan sterilisasi
4. Aktivitas sentralisasi di CSSD :
a. Menyediakan/produk barang medis habis pakai steril (single-use)
b. Melakukan proses sterilisasi barang medis ulang pakai (re-use)

Aktivitas desentralisasi di satelit CSSD :


1. Melakukan proses sterilisasi barang medis ulang pakai untuk :
a. Barang / alat yang spesifik

46
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
b. Barang / alat yang dibutuhkan segera
c. Barang / alat dengan persediaan terbatas
2. Melakukan proses penyimpanan barang steril sebelum digunakan ke
pasien

Kebijakan tentang BAHAN STERIL SEKALI PAKAI (single- use) dan


ULANG PAKAI (re-use)
Dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, dibutuhkan barang
medis/alat kesehatan yang habis pakai dan barang medis/alat
kesehatan yang dapat di ulang pakai (re-use) atau dapat digunakan
kembali setelah dilakukan proses pembersihan, dekontaminasi, dan
proses steril dengan tujuan :
a. Mengurangi resiko infeksi
b. Memelihara efektifitas
c. Mengurangi biaya pasien
d. Menjamin mutu

Semua peralatan yang di ulang pakai harus memenuhi persyaratan


berikut :
a. Ada referensi atau rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan
b. Rekomendasi dari pihak penyediaan dengan sertifikat
c. Penyedia harus merekomendasi berapa kali alat dapat di ulang

Pengelompokan barang medis/alat kesehatan steril :


1. Barang medis/alat kesehatan steril disposible yang diproduksi oleh
pabrik tertentu. Disediakan untuk sekali pakai, tidak diproses ulang
kecuali ada rekomendasi dari pihak yang memproduksi alat
kesehatan tersebut.

47
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Contoh : spuit disposible steril, sarung tangan steril, barang/alat
kesehatan disposible lainnya.
2. Barang medis habis pakai steril produksi CSSD
Adalah barang medis/alat kesehatan steril disediakan untuk sekali
pakai oleh CSSD, tidak di proses ulang

3. Barang medis/alat kesehatan steril yang dapat di pakai ulang


Adalah barang medis/alat kesehatan steril, bila sudah dipakai dapat
di proses ulang menjadi barang medis/alat kesehatan steril.
Contoh : instrumen steril, linen steril, barang/bahan lain yang terbuat
dari kaca, plastik, silikon dan karet.

Kebijakan :
1. Barang medis/alat kesehatan steril sekali pakai (single-use)
Adalah barang medis/alat kesehatan steril disposible produksi oleh
pabrik tertentu, disediakan untuk sekali pakai dan tidak boleh
diproses ulang kecuali :
a. Ada rekomendasi dari pabrik yang memproduksi alat kesehatan
tersebut untuk difungsikan sebagai barang ulang pakai
b. Barang yang terbuat dari bahan yang tahan untuk di pakai ulang,
perlu dilakukan pencatatan agar bisa mendeteksi sudah
berapakali di pakai-ulang.
2. Barang medis habis pakai steril
Adalah barang medis habis pakai yang di produksi steril oleh
Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) digunakan hanya satu kali pakai
dalam kemasan tertentu.
3. Barang medis steril yang dapat digunakan kembali atau ulang pakai

48
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Adalah barang steril yang bilamana sudah di pakai oleh pasien dapat
digunakan kembali setelah dilakukn proses pembersihan,
dekontaminasi, pengemasan, dan proses steril
4. Barang medis/alat kesehatan steril, tidak boleh dipakai apabila:
a. Kemasan sudah dibuka atau terbuka
b. Barang steril yang masih tersisa dalam kemasan yang sudah
terbuka
c. Tanggal kadaluarsa sudah lewat
5. Proses ulang untuk barang medis/alat kesehatan yang dapat di
pakai ulang, penggunaan kembali tergantung dari jenis bahan dari
barang medis/alat dan kondisinya tidak rusak
6. Pengawasan terhadap pemakaian kembali barang/alat kesehatan
yang dapat diproses ulang harus dilakukan secara rutin :
a. Seleksi kelayakan untuk dilakukan ulang pakai (uji visual)
b. Pencatatan agar dapat mendeteksi berapa kali barang tersebut
dilakukan ulang pakai
7. Pengumpulan data, analisis data dan penggunaan data mengenai
penggunaan barang medis/alat kesehatan yang dapat digunakan
kembali atau ulang pakai yang terkait dengan pencegahan dan
pengendalian infeksi merupakan tanggung jawab semua Unit Kerja
yang terkait dengan pelayanan.

Metode Sterilisasi
1. Sterilisasi dengan Menggunakan Panas :
1.1 Sterilisasi Uap Panas (Otoklaf)
Cara ini biasanya digunakan di rumah sakit karena terbukti uap
panas dengan tekanan tinggi dapat menghilangkan spora
bakteri yang paling resisten sekalipun secara efektif dalam

49
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
waktu singkat. Mekanisme secara umum adalah mengeluarkan
seluruh udara dari bahan/alat yang disterilkan dengan otoklaf
sehingga terjadi campuran uap yang seragam dan mengurangi
kemungkinan adanya daerah dingin dalam otoklaf. Mekanisme
ini mencakup gravity displacement, mass flow dilution, pressure
pulsing, high vaccum, dan pressure pulsing dengan gravity
displacement. Faktor lain yang penting adalah udara kedap,
tekanan atmosfir, kualitas udara.
1.2 Sterilisasi Panas (Oven/dry Heat)
Pemanasan dengan oven biasa digunakan untuk sterilisasi
gelas, instrumen, benda tajam dan instrumen bedah mata.
Keunggulan penggunaan panas dibandingkan sterilisasi uap
adalah kemungkinan korosi yang rendah dan penetrasi yang
dalam. Tetapi, proses pemanasan ini lambat, diperlukan waktu
satu atau dua jam pada suhu 160°C. Bahan dan alat dapat
menjadi rusak akibat pemanasan yang lama dengan suhu tinggi.

2. Sterilisasi Suhu Rendah


2.1 Sterilisasi dengan Etilen Oksida (ETO)
Sterilisasi menggunakan etilen oksida efektif unttuk membunuh
spora. Bahan ini mudah menguap dan baik unttuk penetrasi,
tetapi bahan ini mudah meledak dan terbakar. ETO adalah
campuran gas yang paling efisien dan bisa penetrasi kateter
lumen yang sangat kecil, namun mempunyai kelemahan karena
sifatnya yang karsinogenik.
2.2 Sterilisasi dengan Plasma/Teknologi Baru dalam Sterilisasi
dengan Suhu Rendah.

50
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Suhu rendah, teknik dan prosedur baru seperti bedah mikro,
bedah laser, bedah ultrasonik dan bedah endoskopi atau
laparoskopi yang menggunakan peka dan mahal, biasanya
sensitif terhadap panas. Untuk itu diperlukan cara sterilisasi
yang mencakup hal-hal berikut ini :
a. Kurang dari 60°C
b. Efisiensi tinggi, dapat membunuh virus, bakteri TB, jamur
dan spora
c. Aktivitas cepat, mampu menembus bahan peralatan medis
biasa dan masuk ke bagian dalam instrumen alat
d. Kompatibilitas bahan
Tidak merubah bentuk maupun fungsi alat-alat bahkan
setelah digunakan ulang
e. Non toksik
f. Tahan bahan organik tanpa kehilangan efektifitas
g. Adaptasi
Cocok digunakan pada instalasi kecil maupun besar
h. Kemampuan monitor
Mudah dimonitor dengan akurat secara fisik, kimia maupun
biologi
i. Murah
Harga yang pantas untuk instalasi dan prosedur rutin
j. Sterilisasi plasma hidrogen peroksida dan vapour-phase
hidrogenperoksida (VHP), siklus sterlisasi lebih pendek
daripada dengan menggunakan ETO, yaitu angka 30-45
menit untuk VHP dan 75 menit sampai 4 jam untuk plasma.
Bahan–bahan ini juga ideal untuk alat-alat yang sensitif

51
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
terhadap panas dan kelembaban, selain itu ramah
lingkungan dan tidak meninggalkan residu.

Tatalaksana :

1. Kamar/ruang operasi yang telah dipakai harus dilakukan disinfeksi


dan disterilisasi sampai aman untuk dipakai pada operasi berikutnya
2. Instrumen dan bahan medis yang dilakukan sterilisasi harus melalui
persiapan, meliputi :
2.1 Persiapan sterilisasi bahan dan alat sekali pakai
Penataan - Pengemasan - Pelabelan - Sterilisasi
2.2 Persiapan sterilisasi instrumen baru
Penataan dilengkapi dengan sarana pengikat (bila diperlukan) –
Pelabelan - Sterilisasi
2.3 Persiapan sterilisasi instrumen dan bahan lama
Disinfeksi – Pencucian (dekontaminasi) – Pengeringan
(pelipatan bila perlu) – Penataan – Pelabelan – Sterilisasi
3. Indikasi kuat untuk tindakan disinfeksi/sterilisasi
3.1 Semua peralatan medik atau peralatan perawatan pasien yang
dimasukan kedalam jaringan tubuh, sistem vaskuler atau melalui
saluran darah harus selalu dalam keadaan steril sebelum
digunakan
3.2 Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir seperti
endoskopi, pipa endotrakeal harus disterilisasi/di disinfeksi
dahulu sebelum digunakan
3.3 Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan
tubuh, darah atau sekresi harus selalu dalam keadaan steril
sebelum dipergunakan

52
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
4. Semua benda atau alat yang akan disterilkan/di disinfeksi harus
terlebih dahulu dibersihkan secara bersama untuk menghilangkan
semua bahan organik ( darah dan jaringan tubuh ) dan sisa bahan
linennya.
5. Sterlisasi (132°C) selama 3 menit pada gravity displacement steam
sterilizer, tidak dianjurkan untuk peralatan implant
6. Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya akibat dibersihkan,
disterilisasi atau di disinfeksi tidak boleh dipergunakan lagi. Oleh
karena itu hindari proses ulang yang dapat mengakibatkan
terganggunya keamanan dan efektifitas peralatan.
7. Jangan menggunakan bahan seperti linen dan lainnya yang tidak
tahan terhadap sterilisasi, karena akan mengakibatkan kerusakan
seperti kemasannya rusak atau berlubang, bahan yang mudah robek
dan sebagainya.
8. Peralatan yang telah disterilkan harus ditempatkan pada tempat
(lemari) khusus setelah dikemas steril dan diletakkan pada :
8.1. Ruangan dengan suhu 18°C sampai 22°C dan kelembapan
35%-75%. Ventilisasi menggunakan sistem tekanan positif
dengan efisiensi partikuler antara 90%-95% (untuk partikuler
0,5 µm)
8.2. Dinding ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat dan
mudah dibersihkan.
8.3. Barang yang steril disimpan pada jarak 19 cm - 24 cm dari
lantai dan tinggi barang minimum 45 cm dari langit-langit dan
berjarak 5 cm dari dinding serta diupayakan untuk
menghindari terjadinya penempelan debu kemasan.

53
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
9. Pemeliharaan dan cara penggunaan peralatan sterilisasi harus
memperhatikan petunjuk pabrik dan harus dikalibrasi minimal satu
kali satu tahun.
10. Jalur masuk ke ruangan untuk peralatan operasi yang telah disteril
harus terpisah dengan peralatan yang telah dipakai.
11. Sterilisasi dan disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis dan
peralatan medis dilakukan sesuai permintaan dari kesatuan kerja
pelayanan medis dan penunjang medis.

H. PENATALAKSANAAN LINEN
Prinsip Umum :
1. Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukan ke dalam
kantong atau wadah yang tidak rusak saat di angkut.
2. Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah
digunakan
3. Semua bahan padat pada linen yang kotor harus dihilangkan dan
dibilas dengan air. Linen kotor tersebut kemudian langsung
dimasukan ke dalam kantong linen di kamar pasien
4. Bersihkan kontaminasi bahan padat (misal : feses) dari linen yang
sangat kotor (menggunakan APD yang sesuai) dan buang limbah
padat tersebut ke dalam toilet sebelum linen dimasukan ke kantong
cucian.
5. Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati untuk
mencegah kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang
disekitarnya.
6. Jangan memilah linen di tempat perawatan pasien, masukan linen
yang terkontaminasi langsung ke kantong cucian.

54
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
7. Minimal memanipulasi atau mengibas-ibaskan linen untuk
menghindari terbentuknya aerosol, kontaminasi udara dan orang.
8. Tidak diperbolehkan meletakkan linen kotor pasien di lantai.

PERHATIAN :
A. Angkut linen kotor dengan hati-hati
B. Angkut linen kotor dan bersih di dalam troli yang tertutup
C. Pisahkan troli pengangkutan linen bersih dan linen kotor,
gunakan warna troli yang berbeda
D. Lakukan dekontaminasi atau pembersihan troli setiap hari
E. Tidak perlu menggunakan APD pada saat mengantar linen ke
unit laundry
F. Gunakan APD (masker, sarung tangan, dan apron) saat
pemilahan dan penghitungan linen kotor
G. Harus selalu melakukan kebersihan tangan setelah dan sesudah
menyentuh linen juga setelah melepaskan sarung tangan

I. PENGELOLAAN LIMBAH
1. Pengertian
1.1 Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
1.2 Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit
yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang
terdiri dari limbah medis padat dan non medis.
1.3 Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari
limbah : infeksius, patologi, benda tajam, farmasi, sitotoksik,
kimiawi, radioaktif, kontainer bertekanan dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi.

55
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
1.4 Limbah padat non medis adalha limbah padat yang dihasilkan
dari kegiatan rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan
kembali apabila ada teknologinya.
1.5 Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang
berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
1.6 Limbah gas adalah limbah yang berbentuk gas yang berasal
dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenerator,
dapur, perlengkapan generator, anestesi dan pembuatan obat
sitotoksik
1.7 Limbah infeksius adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi
dengan darah, cairan tubuh pasien, ekskresi, sekresi yang
dapat menularkan kepada orang lain.
1.8 Limbah sitotoksik adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi
dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi
kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan sel hidup.
1.9 Minimalisasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit
untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara
mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (re-
use) dan daur ulang limbah (recycle).

2. Definisi
2.1 Bahan berbahaya adalah setiap unsur, peralatan, bahan yang
karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya baik

56
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan.
2.2 Benda-benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut
tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong,
melukai atau menusuk kulit, seperti jarum suntik, jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, vial, ampul, ujung infus
set, pipet, pecahan gelas, pecahan kaca, pecahan/patahan
ampul, pecahan botol, pisau bedah, kawat dan benda lain yang
dapat menusuk atau melukai.
2.3 Enkapsulasi adalah proses pemadatan sampah benda tajam
atau obat-obatan dalam wadah yang berupa tong atau drum,
dengan cara tong mengisi wadah hingga ¾ bagian wadah
kemudian sisa ruang dipenuhi dengan menuangkan bahan-
bahan seperti semen atau campuran semen dengan kapur,
atau tanah liat
2.4 Insinerasi adalah proses pengurangan volume dan berat
sampah medis dan mengubah bentuk asal sampah medis
dengan teknologi pembakaran suhu tinggi.
2.5 Pemilahan adalah pemisahan limbah medis dan non medis atau
limbah benda tajam dengan non benda tajam.
2.6 Pembuangan adalah penanganan akhir dari limbah dengan
cara membuang dan atau mengolah limbah agar aman bagi
lingkungan
2.7 Saluran kotoran adalah sistem pembuangan air limbah yang
terpisah dari saluran air hujan, berupa sistem perpipaan yang
dilengkapi dengan bak kontrol atau clean out (lubang kontrol).
2.8 Kontainer adalah wadah tempat penyimpanan, pengangkutan,
penimbunan atau pembuangan limbah.

57
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
3. Tujuan Pengelolaan Limbah
3.1. Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan
3.2. Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas
kesehatan
3.3. Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya.
3.4. Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksik dan
radioaktif) dengan aman

Tumpukan limbah terbuka harus dihindari karena :


a. Menjadi objek pemulung yang akan memanfaatkan limbah yang
terkontaminasi
b. Dapat menyebabkan perlukaan
c. Menimbulkan bau busuk
d. Mengundang lalat dan hewan penyebar penyakit lainnya.

4. Pengelolaan Limbah
Identifikasi Limbah
1. Padat
2. Cair
3. Tajam
4. Infeksius
5. Non Infeksius

Pemisahan

1. Pemisahan dimulai dari awal penghasil limbah


2. Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah
3. Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya

58
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
4. Limbah cair segera dibuang ke wastafel atau spoelhok

Labeling

1. Limbah padat infeksius : Plastik kantong warna kuning


2. Limbah padat non infeksi : Plastik kantong warna hitam
3. Limbah benda tajam : Wadah khusus benda tajam
yang tahan tusuk dan anti bocor
Catatan :
Kantong pembuangan diberi simbol/label sesuai jenis limbah

Tata cara pengemasan

1. Tempatkan dalam wadah limbah tertutup


2. Tutup mudah dibuka, sebaiknya dengan sistem injak
3. Kontainer dalam keadaan bersih dan harus dicuci setiap hari
4. Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tiadk
berkarat.
5. Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20 meter atau
diletakkan dekat lokasi tindakan.
6. Ikat limbah dengan tali rafia jika sudah terisi ¾ penuh.

Penyimpanan

1. Simpan limbah di tempat penyimpanan sementara


2. Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat
3. Beri label pada kantong plastik limbah
4. Setiap hari limbah di angkat dari tempat penampungan
sementara, minimal 2 hari sekali

59
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Pengangkutan

1. Mengangkut limbah harus menggunakan troli khusus yang kuat,


tertutup dan mudah dibersihkan
2. Tidak boleh tercecer
3. Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
4. Apabila lift khusus untuk barang kotor belum tersedia, maka lift
pasien/pengunjung dapat dipergunakan sesuai dengan jadwal
khusus yang di atur oleh pengelola gedung dan segera lakukan
disinfeksi lift setelah selesai pengangkutan limbah, linen kotor,
dan troli makanan kotor
5. Gunakan APD ketika menangani limbah
6. Tempat penampungan sementara sampah medis harus tertutup,
bersimbol biohazard, kapasitas memadai, aman dan memadai
7. Tempat penampungan sementara sampah non medis harus
diberi pelindung berupa pagar/rumah sampah, terjangkau (oleh
kendaraan), aman, tidak ada genangan air sampah dan selalu
dijaga kebersihannya

Pembuangan atau pengolahan

1. Limbah padat infeksius dimusnahkan di incenerator


2. Limbah non infeksi dibuang ke tempat penyimpanan sampah
sementara (TPS)
3. Limbah benda tajam dimusnahkan dalam incenerator atau dapat
menggunakan alat penghancur benda tajam (needle destroyer)
4. Limbah cair dibuang ke bak cuci alat, saluran pembuangan di
kamar mandi, wastafel, atau spoelhok
5. Limbah feces, urine di buang ke kloset atau spoelhok

60
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Penanganan limbah benda tajam

1. Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam


2. Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
3. Segera buang limbah benda tajam ke dalam kontainer tahan
tusuk dan tahan bocor yang tersedia
4. Selalu di buang sendiri oleh si pemakai
5. Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
6. Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan

PERHATIAN :
A. Seluruh petugas yang menangani limbah wajib menggunakan
APD (masker, sarung tangan, apron dan sepatu)
B. Selalu melakukan kebersihan tangan setelah menangani
limbah
C. Lepaskan APD segera setelah menangani limbah, dan setelah
mengantar limbah
D. Tidak direkomendasikan petugas berhenti di jalan dan
membeli makanan saat mengantar limbah
E. Tidak direkomendasikan petugas pengangkut sampah
membawa barang/benda selain troli sampah
F. Tidak direkomendasikan membawa limbah melebihi batas
kapasitas (luber), troli sampah harus dalam keadaan tertutup
pada saat pengangkutan

Persyaratan

1. Limbah Medis Padat


1.1. Minimalisasi Limbah

61
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
1.1.1. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah
dimulai dari sumber
1.1.2. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi
penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan
beracun
1.1.3. Setiap rumah sakit melakukan pengelolaan stok
bahan kimia dan farmasi
1.1.4. Pengolahan sampah medis dengan incenerator
milik rumah sakit harus melalui sertifikasi dari pihak
yang berwenang
1.1.5. Pengolahan sampah medis ke luar rumah sakit
(kerjasama dengan jasa pemusnahan sampah
medis) mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan
pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak
yang berwenang
1.2. Pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur
ulang
1.2.1. Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari
sumber yang menghasilkan limbah
1.2.2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus
dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan
kembali
1.2.3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu
wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau
tidaknya. wadah tersebut harus anti bocor, anti
tusuk dan tidak mudah untuk dibuka

62
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
1.2.4. Limbah jarum dan syiringe tidak boleh dipisahkan,
harus langsung dibuang ke wadah khusus limbah
benda tajam
1.2.5. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan
kembali harus melalui proses sterilisasi sesuai tabel
5 untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus
dilakukan tes Bacillus subtilis
1.2.6. Limbah jarum hipodemik tidak dianjurkan untuk
dimanfaatkan kembali.
1.2.7. Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi
persyaratan dengan penggunaan wadah dan label
seperti pada tabel 4 dibawah
1.2.8. Limbah padat yang sudah terkontaminasi cairan
tubuh tidak boleh didaur ualng, harus dibuang ke
tempat sampah medis.
1.2.9. Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang
kuat, anti bocor dan diberi label bertuliskan
“Limbah Sitotoksik”
1.3. Pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan limbah
medis padat di lingkungan Rumah Sakit
1.3.1. Pengumpulan limbah medis padat dari setiap
ruangan penghasil limbah menggunakan troli
khusus yang tertutup dan label/simbol biohazard
1.3.2. Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai
iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48
jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
1.4. Pengumpulan, pengemasan dan pengangkutan ke luar
rumah sakit.

63
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
1.4.1. Pengelola harus mengumpulkan dan melakukan
kemasan pada tempat yang kuat.
1.4.2. Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit
menggunakan kendaraan khusus
1.4.3. Seluruh proses pengumpulan, pengemasan,
pengangkutan limbah ke luar rumah sakit harus
mengikuti peraturan dan prosedur yang berlaku.
1.5. Pengolahan dan pemusnahan
1.5.1. Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang
langsung ke tempat pembuangan akhir limbah
domestik sebelum aman bagi kesehatan.
1.5.2. Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan
limbah medis padat disesuaikan dengan
kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis
padat yang ada, dengan pemanasan menggunakan
otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan
incenerator.
TABEL 3 METODE STERILISASI UNTUK LIMBAH YANG
DIMANFAATKAN KEMBALI
Metode Sterlisasi Suhu Waktu kontak
Sterilisasi dengan panas
- Sterilisasi kering dengan 160°C 120 menit
oven “Pounpinel”
- Sterilisasi basah dengan 170°C 60 menit
otoklaf 121°C 3 menit
Sterilisasi dengan bahan kimia 50°C - 60°C 3-8 jam
Ethylene oxide (gas) 30 menit
Glutaraldehyde (cair)

64
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
TABEL 4 JENIS WADAH DAN LABEL LIMBAH MEDIS PADAT
SESUAI DENGAN KATEGORINYA

KATEGORI WARNA LAMBANG


KETERANGAN
KONTAINER

Kantong boks
timbal dengan
RADIOAKTIF MERAH
simbol radiokatif

Kantong plastik
kuning, kuat
tahan bocor,
SANGAT
KUNING atau container
INFEKSIUS
yang dapat
disterilisasi
dengan otoklaf

LIMBAH
Plastik kuat dan
INFEKSIUS
KUNING anti bocor atau
PAOTOLOGI
kontainer
DAN ANATOMI

Kantong plastik
SITOTOKSIK UNGU kuat dan anti
bocor

65
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
LIMBAH KIMIA Kantong plastik
COKLAT
DAN FARMASI atau kontainer

2. Limbah Non Medis


2.1. Pemilahan dan pewadahan
2.1.1. Pewadahan limbah padat non medis harus
dipisahkan dari limbah padat medis dan ditampung
dalam kantong plastik warna hitam.
2.1.2. Tempat pewadahan
a. Setiap tempat pewadahan limbah padat harus
dilapisi kantong plastik warna hitam sebagai
pembungkus limbah dan diberi label limbah
domestik/non medis
b. Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah
padat melebihi 2 (dua) ekor per block-grill, perlu
dilakukan pengendalian lalat.
2.2. Pengumpulan, peyimpanan dan pengangkutan
2.2.1. Bila ditempat pengumpulan sementara tingkat
kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per block-grill atau
tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan
pengendalian.
2.2.2. Dalam keadaan normal harus dilakukan
pengendalian serangga dan binatang pengganggu
yang lain minimal satu bulan sekali.
2.3. Pengolahan dan pemusnahan

66
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non medis
harus dilakukan sesuai dengan persyaratan kesehatan
3. Limbah Cair
Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan
air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu
efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 58
Tahun1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit atau
peraturan daerah setempat bila aturannya lebih ketat
4. Limbah Gas
Standar limbah gas (emisi) dari sarana pengolahan limbah medis
padat dengan insenerator mengacu pada Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor Kep-13/MenLH/3/1995 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak atau peraturan daerah
setempat bila aturannya lebih ketat.
Tatalaksana limbah
1. Limbah Medis Padat
a. Minimalisasi Limbah
 Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah
sebelum membelinya
 Mengupayakan pencegahan timbulnya limbah atau
diupayakan menghasilkan limbah seminimal mungkin pada
setiap kegiatan.
 Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
 Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada
secara kimiawi
 Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti
dalam kegiatan perawatan dan kebersihan.

67
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku
sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.
 Memesan bahan-bahan sesuai dengan kebutuhan.
 Menggunakan bahan-bahan yg diproduksi lebih awal untuk
menghindari kadaluarsa.
 Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
 Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar
oleh distributor.
b. Pemilahan, Pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang
 Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari
sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,
limbah benda tajam, limbah kontainer bertekanan, dan limbah
dengan kandungan logam berat yang tinggi.
 Tempat pewadahan limbah medis padat terbuat dari bahan
yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya,
misalnya fiberglass.
 Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia
tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non
medis.
 Kantong plastik diangkat minimal dua kali sehari atau apabila
2/3 bagian telah terisi limbah.
 Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada
tempat khusus (safety box atau sharp container) yang
disediakan oleh rumah sakit.
 Tempat pewadahan limbah medis padat sitotoksik yang tidak
langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan
dengan larutan disinfektan apabila akan dipergunakan lagi,

68
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
sedangkan untuk kontak langsung dengan limbah tersebut
tidak boleh digunakan lagi dan harus langsung dimusnahkan.
 Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah
melalui sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpe), botol gelas
dan kontainer.
 Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan
ethylene oxide, maka tangki reactor harus dikeringkan
sebelum dilakukan injeksi ethylene oxide. Oleh karena gas
tersebut sangat berbahaya maka sterilisasi harus dilakukan
oleh petugas yang terlatih. Sedangkan sterilisasi dengan
glutaraldehyde lebih aman dalam pengoperasiannya tetapi
kurang efektif secara mikrobiologi
 Upaya khusus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus
pencemaran spongiform encephalopaties
c. Tempat Penampungan Sementara
 Tempat penampungan/penyimpanan sementara (TPS)
sampah medis harus diberi simbol biohazard dan harus
dipisahkan dengan TPS sampah non medis.
 Limbah padat medis harus segera dimusnahkan di
insenerator selambat-lambatnya 24 jam
 Bila insenerator rusak, maka limbah medis harus
dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau
pihak lain yang mempunyai insenerator yang berizin untuk
dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila
disimpan pada suhu ruangan dan paling lambat 4 hari apabila
disimpan pada suhu dibawah 0°C

69
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
d. Transportasi
 Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke
kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang
kuat dan tertutup.
 Kantong limbah medis padat disimpan pada tempat yang
aman dari jangkauan manusia maupun binatang.
 Petugas yang menangani limbah harus menggunakan alat
pelindung diri yang terdiri dari :
a. Topi/helm
b. Masker
c. Pelindung mata
d. Pakaian panjang (cover-all)
e. Apron untuk industri
f. Pelindung kaki/sepatu boot
g. Sarung tangan khusus (disposible gloves atau heavy duty
gloves)

Pengolahan, pemusnahan dan pembuangan akhir limbah padat.

1. Limbah infeksius dan benda tajam


 Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dari persediaan
agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan
pengolahan panas dan basah seperti dalam otoklaf sedini
mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara
disinfeksi.
 Benda tajam harus di olah dengan insenerator bila
memungkinkan, dan dapat di olah bersama dengan limbah
infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam

70
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Setelah insenerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke
tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya
sudah aman.
2. Limbah farmasi
 Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah di insenerator
pirolitik (phyrolitic incenerator), rotary klin, dikubur secara aman,
sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi.
Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas
pengolahan yang khusus seperti rotary klin, kapsulisasi dalam
drum logam dan inersisasi.
 Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan
kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan
tidak memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan
melalui insenerator pada suhu di atas 1000°C.
 Limbah sitotoksik
a. Limbah Sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang
dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum.
b. Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke
perusahaan penghasil atau distributornya, insenerasi pada
suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai
dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa diberi
keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau
tidak lg dipakai dan harus dikembalikan ke distributor,
apabila tidak memungkinkan maka dimusnahkan di
insenerator.
c. Insenerasi pada suhu tinggi sekitar 1200°C dibutuhkan untuk
menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insenerasi pada

71
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
suhu rendah dapat menghasilakn uap sitotoksik yang
berbahaya ke udara.
d. Insenerator pirolitik dengan dua tungku pembakaran pada
suhu 1200C dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau
suhu 1000C dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua
sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi dengan
penyaring debu.
e. Insenerator juga harus dilengkapi peralatan pembersih gas.
Insenerasi juga memungkinkan dengan roatory klin yang
didesain untuk dekomposisi panas limbah kimiawi yang
beroperasi dengan baik pada suhu di atas 850C
f. Insenerator dengan satu tungku atau pembakaran terbuka
tidak tepat untuk pembuangan sitotoksik
g. Metode degradasi kimiawi yang mnengubah senyawa
sitotoksik menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan
tidak hanya residu obat tapi juga untuk pencucian tempat
urin, tumpahan dan pakaian pelindung.
h. Cara kimia relatif mudah dan aman meliputi oksidasi oleh
kalium permanganat (KmnO4 ) atau asam sulfat (H2 SO4),
penghilangan nitrogen dengan asam bromida, atau reduksi
dengan nikel dan alumunium.
i. Insenerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi
yang sempurna untuk pengolahan limbah, tumpahan atau
cairan biologis yang terkontaminasi agen antineoplastik.
Oleh karen itu, rumah sakit harus berhati-hati dalam
menangani obat sitotoksik
3. Limbah bahan kimawi
a. Pembuangan limbah kimia biasa.

72
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Limbah kimia biasa yang tidak bisa di daur ulang seperti gula,
asam amino dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran air
kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus memenuhi
memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada
seperti bahan melayang, suhu dan pH
b. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil
Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang
terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insenerasi
pirolitik, kapsulisasi atau timbun (landfill).
c. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil.
Tidak ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah
untuk limbah berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan
kepada sifat bahaya yang dikandung oleh limbah tersebut.
Limbah tertentu yang bisa dibakar seperti banyak bahan pelarut
dapat di insenerasi. Namun bahan pelarut dalam jumlah besar
seperti pelarut halogenida yang mengandung klorin atau florin
tidak boleh diinsenerasi kecuali inseneratornya dilengkapi
dengan alat pembersih gas.
d. Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia berbahaya
tersebut ke distributornya yang akan menanganinya dengan
aman, atau dikirim ke negara lain yang mempunyai peralatan
yang cocok untuk mengolahnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah
kimia berbahaya :
 Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus
dipisahkan untuk menghindari reaksi kimia yang tidak
diinginkan.

73
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh
ditimbun karena dapat mencemari air tanah.
 Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar tidak boleh
dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif dan mudah
terbakar.
 Limbah padat bahan kimia berbahaya cara
pembuangannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu
kepada instansi yang berwenang.
4. Limbah dengan kandungan logam berat tinggi
a. Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh
dibakar atau diinsenerasi karena beresiko mencemari udara
dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang ke landfill karena
dapat mencemari air tanah.
b. Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai
fasilitas pengolah limbah dengan kandungan logam berat tinggi.
Bila tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat
penyimpanan yang aman sebagai pembuangan akhir untuk
limbah industri yang berbahaya. Cara lain yang paling sederhana
adalah dengan kapsulisasi kemudian dilanjutkan dengan landfill.
Bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah
biasa.
5. Kontainer bertekanan
a. Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan
adalah dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila
masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk
pengisian ulang gas. Agen hlaogenida dalam bentuk cair dan
dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah bahan
kimia berbahaya untuk pembuangannya.

74
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
b. Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran
atau insenerasi karena dapat meledak.
 Kontainer yang masih utuh
Kontainer-kontainer yang harus dikembalikan ke
penjualnya adalah :
- Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya
disatukan dengan peralatan anestesi.
- Tabung atau silinder etillin oksida yang biasanya
disatukan dengan peralatan sterilisasi.
- Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen,
nitrogen, karbon dioksida, udara bertekanan,
siklopropana, hidrogen, gas elpiji dan asetilin.
 Kontainer yang sudah rusak
Kontainer yang rusak tidak dapat di isi ulang harus
dihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru dibuang
ke landfill.
 Kaleng aerosol
kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibuang
bersama dengan limbah biasa dalam kantong plastik hitam
dan tidak untuk dibakar atau diinsenerasi. Limbah ini tidak
boleh dimasukkan ke dalam kantong kuning karena akan
dikirim ke insenerator. kaleng aerosol dalam jumlah
banyak sebaiknya dikembalikan ke penjualnya atau
instalasi daur ulang bila ada.
6. Limbah radiokatif
a. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam
kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan,
infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih.

75
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
b. Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radioaktif yang
terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus
menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang
radiasi.
c. Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan
radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.
d. Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk monitoring
dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik akan
menjamin pelacakan limbah radioaktif dalam pengiriman maupun
pembuangannya dan selalu diperbaharui datanya setiap waktu.
e. Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan
ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian,
penyimpanan dan pembuangan. Kategori yang memungkinkan
adalah :
 Waktu paruh (half-life) seperti umur pendek (short-lived),
misalnya waktu paruh < 100 hr, cocok untuk penyimpanan
pelapukan.
 Aktifitas dan kandungan radionuklida
 Bentuk fisika dan kimia
 Cair : berair dan organik
 Tidak homogen (seperti mengandung lumpur atau padatan
yang melayang)

J. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT


Tujuan
Adalah untuk menciptakan lingkungan rumah sakit yang bersih, aman
dan nyaman sehingga dapat meminimalkan atau mencegah terjadinya
transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas,

76
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit dan fasilitas
kesehatan sehingga infeksi nosokomial dan kecelakaan kerja dapat
dicegah.

Prinsip Dasar Pembersihan Lingkungan


1. Semua permukaan horizontal di tempat dimana pelayanan yang
disediakan untuk pasie harus dibersihkan setiap hari dan bila terlihat
kotor. Pembersihan juga harus dilakukan bila pasien sudah keluar
dan sebelum pasien baru masuk.
2. Bila permukaan tersebut, meja pemeriksaan atau peralatan lainnya
pernah bersentuhan langsung dengan pasien maka permukaan
tersebut harus dibersihkan dan didisinfeksi di antara pasien-pasien
yang berbeda.
3. Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan.
Membersihkan debu dengan kain kering atau sapu dapat
menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari.
4. Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala.
5. Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan
setelah digunakan.
6. Kain pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan
setelah digunakan dan disimpan.
7. Tempat-tempat di sekitar pasien harus bersih dari peralatan serta
perlengkapan yang tidak perlu sehingga memudahkan pembersihan
menyeluruh setiap hari.
8. Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah digunakan
pasien yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat
menimbulkan kekhawatiran harus dibersihkan dengan disinfektan
segera setelah digunakan.

77
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Hal-hal Penting Mengenai Pembersihan dan Disinfeksi
1. Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan dengan
teratur.
2. Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar untuk
menghindari aerosolisasi debu
3. Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit/mukosa pasien
dan permukaan yang sering disentuh oleh petugas kesehatan yang
memerlukan disinfeksi setelah pembersihan.
4. Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakukan
pembersihan dan disinfeksi peralatan pernafasan dan harus
membersihkan tangan setelah APD dilepas.
5. Ventilasi ruangan yang baik diperlukan selama dan segera setelah
proses disinfeksi, apapun jenis disinfeksi yang digunakan.

Ruang Lingkup Pengendalian Lingkungan


Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
a. Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata dan kedap air sehingga mudah
dibersihkan secara periodik dengan jadual yang tetap 3-6 bulan
sekali. Cat dinding warna terang dan menggunakan cat yang tidak
luntur serta tidak mengandung logam berat.
b. Langit-langit
Langit-langit harus kuat, tidak berlubang, tidak bocor, tidak berjamur,
berwarna terang, dan mudah dibersihkan tingginya minimal 2,70
meter dari lantai kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat
dari kayu harus anti rayap.
c. Lantai

78
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air, tidak
licin, warna terang, permukaan rata, tidak bergelombang sehingga
mudah dibersihkan secara rutin 3 kali sehari atau bila perlu. Lantai
yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang
cukup ke arah saluran pembuangan air limbah. Pertemuan lantai
dengan dinding disarankan berbentuk lengkung agar mudah
dibersihkan terutama untuk ruang isolasi, penyakit menular dan
ruang operasi.
d. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan
serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.
e. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan dapat mencegah
masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.
f. Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas,
listrik, sistem penghawaan, sarana komunikasi dan lain-lainnya
harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman dan
nyaman, mudah dibersihkan dari tumpukan debu. Pemasangan pipa
air minum tidak boleh bersilang dengan pipa air limbah dan tidak
boleh bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air minum.
g. Furniture
Dibersihkan secara rutin setiap hari khusus tempat tidur pasien
gunakan cairan disinfektan, tidak menggunakan bahan yang dapat
menyerap debu, sebaiknya bahan yang mudah dibersihkan dari
debu maupun darah atau cairan tubuh lainnya.
h. Fixture dan Fitting

79
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Peralatan yang menetap di dinding hendaknya di desain sedemikian
rupa sehingga mudah dibersihkan
i. Gorden
Bahan terbuat dari yang mudah dibersihkan, tidak bergelombang,
warna terang, di cuci secara periodik 1-3 bulan sekali dan tidak
menyentuh lantai

K. LINGKUNGAN
A. Ventilasi ruangan
Ventilasi ruangan adalah proses memasukan dan menyebarkan
udara luar dan atau udara daur ulang yang telah diolah dengan tepat
dimasukan ke dalam gedung atau ruangan. Ventilasi adalah hal
yang berbeda pengkondisian udara. Pengkondisian udara adalah
mempertahankan lingkungan dalam ruang agar bertemperatur
nyaman. Ventilasi untuk mempertahankan udara dalam ruangan
yang baik aman untuk keperluan pernapasan. Ventilasi yang
memadai dan aliran udara satu arah yang terkontrol harus
diupayakan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengurangi
penularan patogen yang ditularkan melalui airborne udara (misalnya
TB paru, campak, cacar air)

B. Ventilasi ruangan untuk infeksi pernafasan


Kualitas ventilasi merupakan salah satu faktor utama yang
menentukan risiko pajanan di ruangan isolasi, terutama dengan
penyebaran transmisi udara (airborne infection) :
1. Rekomendasi dengan ventilasi mekanis atau alami, pertukaran
udara ruangan ≥ 12 dan arah aliran udara ke satu arah

80
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
2. Pasien yang perlu di isolasi ditularkan melalui udara (misalnya
TB paru, campak, cacar air) dan ISPA yang disebabkan oleh
agen baru yang dapat menimbulkan kekhawatiran dimana cara
penularannya belum diketahui.
3. Pemeliharaan exhaust fan harus dilakukan secara rutin untuk
mempertahankan kualitas dan sirkulasi udara yang optimal
4. Pintu kamar pasien selalu tertutup, jika memungkinkan jendela
kamar pasien selalu terbuka
5. Poster di pintu kamar pasien harus selalu di pasang

Ada tiga jenis ventilasi utama :

1. Ventilasi mekanis dengan menggunakan fan untuk mendorong


aliran udara melalui suatu gedung, jenis ini dapat dikombinasikan
dengan pengkondisian dan penyaringan udara.
2. Ventilasi alami menggunakan cara alami untuk mendorong aliran
udara melalui suatu gedung adalah tekanan angin dan tekanan
yang dihasilkan oleh perbedaan kepadatan antara udara di dalam
dan di luar gedung, yang dinamakan “efek cerobong”
3. Sistem ventilasi gabungan memadukan penggunaan ventilasi
mekanis dan alami.

Penggunaan ventilasi alami di ruang isolasi


Prinsip ventilasi alami adalah menghasilkan dan meningkatkan aliran
udara luar gedung menggunakan cara alami seperti gaya angin dan
gaya apung termal dari satu lubang ke lubang lain untuk mencapai
pertukaran sirkulasi udara yang diharapkan. Penelitian terbaru
mengenai system ventilasi alami di Peru menunjukkan bahwa
ventilasi alami efektif mengurangi penularan tuberculosis di rumah
sakit.

81
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
C. Permukaan Lingkungan
1. Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area
perawatan
2. Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
3. Pilih disinfektan yang terdaftar dan gunakan sesuai petunjuk
pabrik
4. Jangan menggunakan disinfektan/cair kimia tingkat tinggi untuk
peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan
5. Ikuti petunjuk pabrik untuk untuk pembersihan dan pemeliharaan
peralatan non kritikal
6. Jika tidak ada petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti prosedur
tertentu
7. Jangan melakukan disinfektan fogging di area perawatan
8. Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang
menghasilkan aerosol
9. Pembersihan dari pabrik ikuti prosedur tertentu
10. Jaga kebersihan lingkungan, lantai, dinding, permukaan meja
11. Gunakan detergen, jangan menggunakan disinfektan/cairan
kimia tingkat tinggi untuk peralatan non kritikal dan permukaan
lingkungan
12. Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan
peralatan non kritikal, jika tidak ada petunjuk/disinfektan yang
terdaftar untuk pembersihan dan disinfeksi

D. Ruangan Perawatan Pasien

82
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Gunakan detergen atau air untuk pembersihan permukaan non
perawatan seperti perkantoran administrasi, bersihkan dan disinfeksi
permukaan yang sering disentuh seperti gagang pintu, bed rails.

E. Ruangan yang Beresiko (ICU, Kamar Operasi (OK), Instalasi


Sterilisasi Pusat)
1. Bersihkan dinding, langit, jendela, tirai di area perawatan pasien
2. Jangan melakukan disinfeksi fogging atau pengasapan di area
keperawatan
3. Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang
menghasilkan aerosol
4. Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths, and
solution
5. Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan dan
digunakan cairan yang baru
6. Ganti mop setiap hari
7. Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan biarkan
kering sebelum dipakai lagi
8. Selesai operasi terakhir setiap hari, bersihkan ruangan dengan
wet vacuum atau mop lantai dan dinding dengan menggunakan
pembersih. Jangan gunakan mats di pintu masuk ruang operasi
gunakan metode pembersihan debu yang tepat untuk pasien
yang immunocompromise

F. Kebersihan Lingkungan Keperawatan


Pembersihan harian dan pembersihan pada akhir perawatan,
disamping pembersihan secara seksama disinfeksi bagi peralatan
tempat tidur dan permukaan perlu dilakukan, seperti dorongan

83
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
tempat tidur, meja disamping tempat tidur, kereta dorong lemari baju,
tombol pintu, keran, tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV,
remote kontrol, Virus dapat dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan
klorin 0,5%. Dianjurkan untuk melakukan pembersihan permukaan
lingkungan dengan dtergen yang netral dilanjutkan dengan larutan
disinfektan

G. Prinsip Dasar Pembersihan Lingkungan


1. Semua permukaan horizontal di tempat pelayanan yang
disediakan untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan bila
terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus dibersihkan bila
pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk
2. Bila permukaan tersebut, meja pemeriksaan atau peralatan
lainnya pernah bersentuhan langsung dengan pasien,
permukaan tersebut juga harus dibersihkan dan didisinfeksi di
antara pasien-pasien yang berbeda
3. Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum
digunakan
4. Membersihkan debu dengan kain kering atau dengan sapu dapat
menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari
5. Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala sesuai
kebutuhan
6. Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan
setelah digunakan
7. Kain pel yang digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan
setelah digunakan dan sebelum disimpan

84
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
8. Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan serta
perlengkapan yang tidak perlu, sehingga memudahkan
pembersihan menyeluruh setiap hari
9. Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah
digunakan pasien yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA
yang dapat menimbulkan kekhawatiran harus dibersihkan
dengan disinfektan segera setelah digunakan.

H. APD untuk Pembersihan Lingkungan


Kegiatan pembersihan adalah tugas berat yang memerlukan banyak
pekerja, dan dilingkungan tertentu resiko terpajan benda-benda
tajam sangat tinggi.
I. Petugas Kesehatan harus menggenakan :
a. Sarung tangan karet (rumah tangga)
b. Gaun pelindung dan celemek
c. Sepatu pelindung yang rapat dan kuat, seperti sepatu bot.

J. Pembersih Tumpahan dan Pajanan


Saat membersihkan tumpahan atau pajanan cairan tubuh atau
secret, petugas kesehatan harus mengenakan APD yang memadai,
termasuk sarung tangan karet dan gaun pelindung .
Tahap-tahap pembersihan tumpahan adalah sebagai berikut :
a. Pasang gaun pelindung, celemek dan sarung tangan karet serta
sepatu pelindung
b. bersihkan tumpahan darah, cairan, muntahan dll dengan kain
atau tissue dengan cara memutar ke arah dalam
c. Buang kain pembersih atau tissue ke wadah limbah tahan bocor
(infeksius)

85
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
d. Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena
tumpahan
Catatan :
Sodium hipoklorit dapat digunakan untuk disinfeksi, dengan
konsentrasi yang dianjurkan berkisar dari 0,05% sampai 0,5%
e. Lepaskan segera APD
f. Lakukan kebersihan tangan

K. Pembuangan Sampah
Semua sampah yang dihasilan dalam ruangan atau area isolasi
harus dibuang dalam wadah atau kantong yang sesuai :
1. Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila
tidak tersedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain
yang tebal atau dilapis dua (kantong ganda). Kemudian diikat
dengan tali warna kuning atau diberi tanda “infeksius”. Semua
sampah dari suatu ruangan/area yang merawat pasien dengan
penyakit menular melalui udara (airborne) harus ditangani
sebagai sampah infeksius.
2. Untuk sampah non infeksius/ tidak menular gunakan kantong
plastik hitam
3. Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah
tahan tusukan

Kantong sampah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat


dengan tali dan tidak boleh dibuka kembali.

Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari


bangsal/area isolasi harus menggunakan APD lengkap ketika
membuang sampah.

86
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Satu lapis kantong kuning sampah biasanya memadai, bila sampah
dapat dibuang ke ddalam kantong tanpa mengotori bagian luar
kantong. Jika hal tersebut tidak mungkin, dibutuhkan dua lapis
kantong (kantong ganda).

Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang


sesuai dan ditangani dan dibuang sesuai dengan kebijakan rumah
sakit dan peraturan nasional mengenai sampah rumah sakit.

Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang ke dalam sistem
pembuangan kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat dan
disiram dengan air yang banyak.

L. KESEHATAN KARYAWAN/PERLINDUNGAN PETUGAS


KESEHATAN
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat bekerja, juga
dapat mentransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas
kesehatan yang lain.
Fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan
pengendalian infeksi bagi petugas kesehatan. Saat menjadi karyawan
baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat penyakit
infeksi yang pernah diderita, status imunisasi, dsb
Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B
dan bila memungkinkan imunisasi hepatitis A, Influenza, campak,
tetanus, difteri, rubella, uji mantoux untuk melihat adakah infeksi TB
sebelumnya.

Tujuannya :
1. Menjamin keselamatan petugas di lingkungan rumah sakit

87
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
2. Memelihara kesehatan petugas kesehatan
3. Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja,
kemungkinan medikolegal dan KLB.

Penyebab Kecelakaan kerja

1. Kurangnya kesadaran pekerja


2. Kualitas dan ketrampilan kerja kurang memadai
3. Meremehkan resiko kerja, tidak menggunakan alat pelindung diri
yang sesuai ketentuan

Kondisi berbahaya (unsafe Condition)

1. Mesin, peralatan, bahan, dll


2. Lingkungan kerja
3. Proses kerja
4. Sifat kerja
5. Cara kerja
6. Perbuatan berbahaya
7. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan
8. Cacat tubuh yang tidak kentara
9. Keletihan dan kelemahan daya tahan tubuh
10. Sikap dan perilaku yang tidak baik

Hal-hal yang perlu dilakukan bila petugas terpajan

1. Periksa status kesehatan petugas terpajan


2. Ketahui status kesehatan sumber pajanan
3. Tindakan sesuai jenis paparan
4. Terapkan profilaksis pasca pajanan (PPP) sesuai kebijakan RS

88
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan tubuh

1. Mata
Segera bilas dengan air mengalir selama 15 menit
2. Kulit
Segera bilas dengan air mengalir selama 1 menit
3. Mulut
Segera kumur-kumur selama 1 menit
4. Segera hubungi dokter yang berwenang untuk melakukan perawatan
pasca pajanan
5. Lapor ke Komite PPIRS atau Tim IPCN, Panitia K3RS atau sesuai
alur RS
6. Dengan membawa formulir kejadian yang sudah di isi di bawa ke
Poli Penyakit Dalam atau IGD untuk mendapatkan pemeriksaan atau
terapi

Tindakan pasca tertusuk jarum

1. Cuci dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan antiseptik


2. Berikan cairan antiseptik pada area tertusuk/ luka
3. Segera bawa ke Poli Penyakit Dalam atau IGD untuk mendapatkan
pemeriksaan laboratorium dengan membawa formulir kejadian
tertusuk jarum yang sudah di isi dan di tanda tangani
4. Lapor ke Komite PPIRS atau IPCN dan K3RS

89
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Strategi pencegahan resiko infeksi/kecelakaan kerja

1. Taat menerapkan kewaspadaan isolasi (isolasi standar dan isolasi


berdasarkan transmisi)
2. Taat menjaga kesehatan saluran napas (tidak merokok)
3. Menjaga kesehatan tubuh secara umum
4. Menjaga kebersihan dan hygiene diri
5. Senantiasa menjaga perilaku hidup sehat
6. Tidak memanipulasi jarum bekas pakai
7. Petugas menderita flu diminta tidak merawat atau kontak dengan
pasien imunitas rendah (immunokompromise)
8. Petugas yang demam/menderita gangguan pernapasan dalam 10
hari setelah terpajan penyakit menular melalui udara (airborne) perlu
dibebas-tugaskan dan harus diisolasi
9. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
10. Gunakan baki bila memberikan benda tajam
11. Pendidikan dan latihan berkesinambungan
12. Gunakan APD sesuai jenis tindakan
13. Baca etiket obat/cairan sebelum diberikan
14. Tidak menyarungkan kembali jarum bekas pakai
15. Buang jarum bekas pakai pada kontainer yang telah disediakan
16. Jangan pernah memberikan jarum bekas pakai kepada orang lain
untuk dibuang.
17. Buang kontainer jarum jika sudah ¾ penuh
18. Buang sampah pada tempatnya
19. Jaga kebersihan lingkungan
20. Jaga permukaan lantai tetap kering dan tidak licin
21. Lepaskan jarum memakai alat yang tepat, atau buang jarum
bersama syringe nya

90
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
22. Buang jarum pada kontainer yang tahan tusukan dan tahan bocor
23. Gunakan sistem vacutainer
24. Jangan tingglakan jarum sembarangan

M. PENEMPATAN PASIEN
1. Penanganan Pasien dengan Penyakit Menular/Suspek
Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap Kewaspadaan
Standar. Untuk kasus/dugaan penyakit menular melalui udara :
1.1. Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Bila
ditempatkan dalam satu ruangan, jarak antar tempat tidur harus
lebih dari 2 meter dan di antara tempat tidur harus ditempatkan
penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
1.2. Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara
bertekanan negatif yang di monitor (ruangan bertekanan
negatif) dengan 6-12 pergantian udara per jam dan sistem
pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara
partikulasi efisiensi tinggi (HEPA filter) yang termonitor sebelum
masuk ke sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit
1.3. Jika tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem
penyaringan udara pertikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan
negatif di dalam ruangan pasien dengan memasang pendingin
ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar aliran
udara keluar gedung melalui jendela. Yang harus terbuka keluar
dan tidak mengarah ke daerah publik. Uji untuk tekanan negatif
dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur di
bawah pintu dan amati apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika
diperlukan kipas angin tambahan di dalam ruangan dapat
meningkatkan aliran udara.

91
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
1.4. Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien
mengenai perlunya tindakan pencegahan ini
1.5. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD
yang sesuai : masker (bila memungkinkan masker efisiensi
tinggi harus digunakan, bila tidak, gunakan masker bedah
sebagai alternatif), gaun, pelindung wajah atau pelindung mata
dan sarung tangan.
1.6. Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan
1.7. Pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan jika
akan berhubungan dengan pasien atau kontak dengan
permukaan atau barang-barang di dalam ruangan
1.8. Pertimbangan pada saat penempatan pasien :
a. Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas
terhadap lingkungan, misal : luka lebar dengan cairan
keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol
b. Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi
melalui udara ke kontak, misal : luka dengan infeksi
bakteri gram positif
c. Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang
keluar dengan exhaust ke area yidak ada orang lalu
lalang, misalnya TB
d. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai
transmisi airborne luas, misal : varicella
e. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga
kebersihan (anak, gangguan mental)

2. Transport Pasien Infeksius


a. Dibatasi bila perlu

92
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
b. Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan :
 Pasien diberi APD (masker, gaun)
 Petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan
pasien tersebut melaksanakan kewaspadaan yang sesuai
 Pasien di beri informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya
agar tidak terjadi transmisi kepada orang lain

Pasien yang di diagnosa menderita SARS atau flu burung:

1. Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi


kecuali untuk pelayanan kesehatan penting
2. Pindahkan pasien melalui jalur yang dapat mengurangi
kemungkinan terpajannya staff, pasien lain atau
pengunjung
3. Bila pasien dapat menggunakan masker, petugas
kesehatan harus menggunakan gaun pelindung dan
sarung tangan
4. Bila pasien tidak dapat menggunakan masker, petugas
kesehatan harus menggunakan masker, gaun pelindung
dan sarung tangan

3. Pemindahan Pasien yang Dirawat


Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi
hanya untuk keperluan penting. Semua petugas yang terlibat dalam
transportasi pasien harus menggunakan APD yang sesuai. Semua
permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika
pasien dipindahkan menggunakan ambulan, maka sesudahnya
ambulan tersebut harus dibersihkan dengan disinfektan seperti
alkohol 70% atau klorin 0.5%

93
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Keluarga pendamping pasien
Perlu edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan dan
menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran
infeksi

4. Pemulangan Pasien
a. Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas
waktu masa penularan
b. Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang
dicurigai terkena penyakit menular melalui udara/airborne harus
diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut mengalami
gejala sampai batas waktu penularan atau sampai diagnosis
alternatif dibuat atau hasil uji diagnostik menunjukkan bahwa
pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut
c. Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus
diajarkan tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan
sesuai dengan cara penularan penyakit menular yang diderita
pasien
d. Pembersihan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan
setelah pemulangan pasien

N. PEMULASARAN JENAZAH
1. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular
2. Alat Pelindung Diri (APD) lengkap seperti : apron, masker, sarung
tangan, goggle, dan sepatu pelindung harus digunakan petugas

94
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
yang menangani jenazah jika pasien tersebut meninggal dalam
masa penularan, memandikan pasien
3. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang
tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah
4. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar
kantong jenazah
5. Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal
dunia
6. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk
melakukannya sebelum jenazah dimasukan ke dalam kantong
jenazah dengan menggunakan APD
7. Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal denga penyakit
menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus
diperhatikan ketika seorang pasien dengan penyakit menular
meninggal dunia
8. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet
9. Jika akan di autopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika
diijinkan oleh keluarga dan direktur rumah sakit
10. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
11. Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus
12. Jenazah sebaiknya tidak boleh lebih dari 4 jam disemayamkan di
pemulasaran jenazah

Pemeriksaan Post Mortem

Mengurangi resiko timbulnya aerosol selama autopsi

1. Selalu gunakan APD (apron, masker, sarung tangan, goggle dan


sepatu pelindung

95
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
2. Gunakan selubung vakum untuk gergaji getar
3. Hindari penggunaan semprotan air bertekanan tinggi
4. Buka isi perut sambil disiram air panas

Meminimalisasi resiko jenazah yang terinfeksi

Ketika melakukan pemotongan paru, cegah produksi aerosol dengan :

1. Hindari penggunaan gergaji listrik


2. Lakukan prosedur di bawah air
3. Hindari pajanan ketika mengeluarkan jaringan paru

Sebagai petunjuk umum, terapkan kewaspadaan standar sebagai


berikut :

1. Gunakan peralatan sesedikit mungkin ketika melakukan autopsi


2. Hindari penggunaan pisau bedah dan gunting dengan ujung yang
runcing
3. Jangan memberikan instrument dan peralatan dengan tangan, selalu
gunakan nampan
4. Jika memungkinkan, gunakan instrument dan peralatan sekali pakai
5. Upayakan jumlah petugas seminimal mungkin dan dapat menjaga
diri masing-masing
6. Perawatan jenazah/persiapan sebelum pemakaman
7. Petugas kamar jenazah atau tempat pemakaman harus diberi tahu
bahwa kematian pasien adalah akibat penyakit menular agar
kewaspadaan standar diterapkan dalam penanganan jenazah
8. Penyiapan jenazah sebelum dimakamkan seperti pembersihan,
pemandian, perapihan rambut, pemotongan kuku, pencukuran,
hanya boleh dilakukan oleh petugas khusus kamar jenazah
9. Petugas yang melakukan autopsi mayat harus mandi setelah selesai

96
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
10. Sebaiknya kamar mandi dengan fasilitas shower

O. PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK


PENGUNJUNG
Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernapasan selama
terjangkitnya penyakit menular :
1. Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernapasan tidak
boleh mengunjungi pasien di dalam fasilitas pelayanan kesehatan
2. Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala,
perlu dibatasi kunjungan ke pasien
3. Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas
waktu penularan penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun
dilarang mengunjungi pasien di rumah sakit
4. Kebijakan ini agar dicantumkan di papan pengumuman fasilitas
kesehatan

Petunjuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk anggota


keluarga yang merawat penderita suspek flu burung atau infeksi
lewat pernapasan : Anggota kaeluarga perlu menggunakan APD
seperti petugas kesehatan yang merawat di rumah sakit

Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara :

1. Petugas kesehatan atau Tim PPI perlu mendidik pengunjung pasien


dengan penyakit menular tentang cara penularan penyakit, dan
menganjurkan mereka untuk menghindari kontak dengan pasien
selama masa penularan

97
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
2. Jika keluarga atau teman perlu mengunjungi pasien yang masih
suspek atau telah dikonfirmasi menderita penyakit menular melalui
udara, pengujung tersebut harus memakai APD lengkap (masker,
gaun, sarung tangan dan kaca mata) bila kontak langsung dengan
pasien atau lingkungan pasien
3. Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD secara benar
bagi pengunjung
4. Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD
dan mencuci tangan
5. Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui
udara, petugas kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk
menentukan apakah ia memiliki gejala demam atau infeksi saluran
pernapasan. Karena berhubungan dekat dengan pasien penyakit
menular melalui udara beresiko atau terinfeksi. Jika ada demam atau
gejala gangguan pernapasan, pengunjung tersebut harus dikaji untuk
penyakit menular melalui udara dan ditangani dengan tepat

P. MENJAGA KEBERSIHAN ALAT PERNAPASAN DAN ETIKA BATUK


DI TEMPAT PELAYANAN KESEHATAN
Setiap orang yang memiliki tanda dan gejala infeksi pernapasan (batuk,
bersin) harus :
1. Menutup hidung/mulut ketika batuk atau bersin
2. Menggunakan tissue untuk menahan sekresi pernapasan dan
dibuang di tempat limbah yang tersedia
3. Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernapasan
(batuk atau bersin)

Depatemen/unit/ruangan harus menjamin tersedianya :

98
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
1. Tempat limbah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat
dioperasikan dengan kaki di semua area
2. Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir di ruang tunggu
3. Pengumuman/informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi
setiap pengunjung yang batuk
4. Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk
pada jarak 1 meter dari pengunjung lainnya di ruang tunggu
5. Pada pintu masuk dan ruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat
darurat, ruangan dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi
etika batuk atau bersin

Q. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SEHUBUNGAN


DENGAN PEMBANGUNAN DAN RENOVASI BANGUNAN
Pengertian
1. Semua kegiatan konstruksi dan renovasi bangunan harus di atur
dengan baik sehingga paparan terhadap debu, uap dan bahaya-
bahaya yang menyertainya dapat dibatasi
2. Pengendalian debu dan materi sisa konstruksi bangunan pada
akhirnya bertujuan untuk melindungi karyawan dan pengujung dari
kemungkinan dampak penyakit, seperti halnya perlatan dan
prosedur yang ada

Tujuan :
1. Untuk mengurangi kejadian infeksi rumah sakit pada pasien-pasien,
yang dapat ditimbulkan akibat paparan bakteri yang ke lingkungan
selama kegiatan konstruksi dan renovasi
2. Pengendalian penyebaran agen-agen infeksi airborne dan atau
waterborne yang tersembunyi di dalam komponen-komponen

99
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
bangunan adalah penting pada semua fasilitas yang ada di RSU
Kota Tangerang Selatan

Departemen atau unit yang bertanggung jawab dalam renovasi dan


pembangunan

1. Bagian Tehnik
a. Memberitahukan kepada Komite PPIRS rencana kerja untuk
memperoleh persetujuan sebelum kerja dimulai (untuk semua
konstruksi baru atau kegiatan renovasi atau konstruksi untuk
departemen-departemen yang terdaftar pada Group Resiko 3
dan 4)
b. Peninjauan program asuransi keselamatan jiwa terkoordinasi
lengkap

2. Layanan Telekomunikasi (LT), Layanan Informasi Komputer (LIK),


Layanan Telekomunikasi Jaringan (LTJ)
a. Memberitahukan kepada Departemen Penanggung jawaban
Proyek tentang rencana kerja dan mendapatkan persetujuan
sebelum dimulainya kerja pada Group Resiko 3 dan 4
b. Mengikuti prosedur yang berlaku yang ditetapkan oleh
Penanggung Jawaban Proyek untuk mengurangi produksi debu
c. Memberitahu manajer departemen/klinik/perawatan tentang
rencana kerja dan tindakan pencegahan yang akan dilakukan
d. Mengawasi proyek dengan memantau hambatan-hambatan dan
lain-lain penanggung jawaban proyek akan melakukan hal yang
sama
e. Menghubungi Layanan Lingkungan untuk mengatur setiap
pembersihan

100
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
3. Bagian Hukum
Menyertakan kalimat berikut pada semua perawatan konstruksi dan
atau kontrak renovasi : “ SEDANG DIRENOVASI “ dan
Departemen/Unit/Ruangan , Penanggung Jawaban Proyek harus
menyetujui proyek-proyek yang melibatkan manipulasi terhadap
langit-langit, kegiatan yang menghasilkan debu, manipulasi terhadap
sistem HVAC

4. Sanitasi dan Lingkungan


1. Bekerjasama dengan Departemen Penanggung Jawaban Proyek
untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang memerlukan
pengepelan ( damp mopped) dan membersihkan daerah-daerah
ini secara rutin
2. Melakukan pemebersihan menyeluruh pada area-area baru dan
yang direnovasi sebelum menerima pasien
3. Melakukan pemantauan kebersihan akhir berkoordinasi dengan
PPIRS sebelum membuka kembali /membuka kembali suatu
area

5. Unit / Ruangan
a. Membantu mengidentifikasi pasien beresiko tinggi
b. Merelokasi pasien-pasien beresiko tinggi pada area yang aman
sebelum kegiatan konstruksi/renovasi dimulai
c. Optimal, hindari melakukan perawatan, pemeriksaan dan
pengobatan yang tidak emergensi pada pasien
immunokompromise selama masa pembangunan/renovasi

101
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
6. Pencegahan dan pengendali infeksi rumah sakit (Komite PPIRS)
a. Meninjau ulang prosedur yang dibuat oleh departemen
penanggung jawab proyek dan diserahkan ke Komite PPIRS
untuk disetujui
b. Manajer, staff medis, bagian pelayanan dan staff lainnya harus
mengetahui tentang resiko pasien immunokompromise yang
terekspose dengan debu pembangunan
c. Menentukan posisi pembangunan yang meningkatkan resiko
sehingga pasien harus dipindahkan ke rumah sakit/fasilitas yang
tidak dalam pembangunan
d. Meninjau ulang indikasi untuk pelaksanaan di lingkungan
tersebut dengan departemen terkait (kesehatan, keamanan,
lingkungan dan mikrobiologi)
e. Memeriksa area pembangunan yang akan ditempati setelah
tahap akhir pembersihan dan merencanakan untuk pembukaan
area tersebut
f. Melakukan investigasi lingkungan dengan hati-hati termasuk
konfirmasi biakan dilingkungan tersebut jika memungkinkan,
karena sekelompok pasien yang berpotensi mengalami infeksi
yang berhubungan dengan pembangunan/renovasi

Group / Lokasi Pengendali Infeksi :

Group 0 Terendah :

1. Bangunan terpisah

Group 1 Rendah

1. Area kantor
2. Area yang tidak berhubungan dengan aktivitas pelayanan pasien

102
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Group 2 Menengah

1. Area pelayanan pasien dan area lain yang tidak termasuk dalam
group 3 dan 4
2. Binatu/Laundry
3. Kafetaria
4. Dapur
5. Manajemen peralatan
6. PT/OT/Speech
7. Pelayanan pasien masuk dan pulang
8. Laboratorium, yang tidak termasuk dalam group 3
9. Koridor umum (jalan yang dilalui pasien)

Group 3 Menengah Tinggi

1. Instalasi Gawat Darurat


2. Radiologi
3. Ruang pemulihan ( pasca anestesi)
4. Kamar bersalin
5. Ruang perawatan neonatus
6. NICU
7. Bangsal perawatan anak (kecuali yang terdapat dalam group 4)
8. Semua ICU (kecuali yang terdapat dalam group 4)
9. MRI
10. Kedokteran Nuklir
11. Ekokardiografi
12. Laboratorium mikrobiologi
13. Laboratorium virologi
14. Farmasi
15. Dialisis

103
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
16. Endoskopi
17. Bronkoskopi

Group 4 Paling Tinggi

1. Ruang radiasi terapi


2. Ruang kemoterapi
3. Farmasi
4. Kamar operasi
5. Instalasi Pusat Sterilisasi (IPS)
6. Kateterisasi jantung
7. Ruang tindakan invasif pasien rawat jalan
8. Unit onkologi anestesi

Tipe aktivitas pembangunan dan kelompok pengendali infeksi dari


tabel di atas, gunakan matrik di bawah ini untuk menentukan
klasifikasi pembangunan. Harus menghubungi komite PPIRS
(Pengendali Infeksi)

Tabel 5 KLASIFIKASI PENGENDALIAN INFEKSI

Aktifitas Pembangunan Level Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D


Resiko
Group 0 Kelas 0 Kelas 0 Kelas 0 Kelas 0
Group 1 Kelas 1 Kelas 1 Kelas 1 Kelas 1
Group 2 Kelas 2 Kelas 2 Kelas 2 Kelas 2
Group 3 Kelas 3 Kelas 3 Kelas 3 Kelas 3
Group 4 Kelas 4 Kelas 4 Kelas 4 Kelas 4

104
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Tabel 6 PANDUAN PENGENDALIAN INFEKSI PEMBANGUNAN YANG
SESUAI BERDASARKAN KLASIFIKASI PROYEK YANG
DIPILIH DARI TABEL DI ATAS

Kelas 0 1. Tidak memerlukan pengendalian infeksi


Kelas 1 1. Bekerja sesuai prosedur untuk mengurangi debu
akibat pekerjaan
2. Memeriksa dan segera mengganti atap yang rusak
Kelas 2 1. Lakukan langkah-langkah aktif untuk mencegah
penyebaran debu lewat udara
2. Menyegelsemua pintu yang tidak digunakan
3. Limbah konstruksi ditempatkan dalam wadah yang
ditutup rapat sebelum dipindahkan
4. Membersihkan daerah kerja setiap hari dengan lap
basah dan vacum cleaner yang dilapisi HEPA
5. Meletakkan keset debu disetiap pintu masuk dan
keluar area kerja dan mengganti bila sudah tidak
dapat digunakan
6. Menerapkan sistem HVAC didaerah kerja
7. Membersihkan semua alat kerja setelah proyek
selesai
8. Menjaga sistem keamanan daerah kerja dengan
menggunakan pembatas
9. Menutup semua pintu dan menempelkan tanda
“sedang ada pekerjaan”
10. Membuat alur keluar masuk orang untuk
meminimalkan paparan terhadap pasien

105
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
11. Membersihkan semua genangan air

Kelas 3 1. Memastikan daerah pekerjaan tertutup dan


meminta pengawalan bagian keamanan sebelum
pekerjaan dimulai
2. Mempertahankan tekanan udara negatif didaerah
kerja menggunakan HEPA filter atau metode lain.
Keamanan publik akan memonitor tekanan udara
3. Tidak memindahkan pembatas dari daerah kerja
sampai pekerjaan selesai dibersihkan dan
meminta pemeriksaan petugas keamanan
4. Membersihkan daerah konstruksi dengan lap
basah atau vakum 2 kali tiap 8 jam kegiatan
konstruksi atau sesuai kebutuhan
5. Memindahkan pembatas material secara hati-hati
untuk meminimalkan penyebaran debu dan
limbah konstruksi dan sebelumnya dibersihkan
dengan lap basah atau vakum
6. Membungkus limbah konstruksi dengan rapat
sebelum dibuang
7. Meletakkan keset debu di setiap pintu masuk dan
keluar area kerja dan mengganti bila sudah tidak
dapat digunakan
8. Membersihkan semua alat kerja setelah proyek
selesai
9. Menjaga sistem keamanan daerah kerja dengan
menggunakan pembatas

106
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
10. Menutup semua pintu dan menempatkan tanda
“sedang ada pekerjaan”
11. Membuat alur keluar masuk orang untuk
meminimalkan paparan terhadap pasien
12. Membersihkan semua genangan air
Kelas 4 1. Menjaga sistem keamanan daerah kerja dengan
menggunakan pembatas
2. Menutup semua pintu dan menempatkan tanda “
sedang ada pekerjaan”
3. Membuat alur keluar masuk orang untuk
meminimalkan paparan terhadap pasien
4. Membersihkan semua genangan air
5. Memastikan daerah pekerjaan tertutup dan
meminta pengawalan bagian keamanan sebelum
pekerjaan dimulai
6. Mempertahankan tekanan udara negatif didaerah
kerja menggunakan HEPA filter atau metode lain.
Keamanan publik akan memonitor tekanan udara
7. Menyegel semua debu dan pipa untuk mencegah
penyebaran debu
8. Membuat ruang antara yang dibersihkan setiap
hari dengan lap basah atau vakum HEPA dan
mewajibkan semua personel untuk melewati
daerah ini sebelum meninggalkan tempat kerja
9. Tidak memindahkan pembatas dari daerah kerja
sampai pekerjaan selesai dibersihkan dan
meminta pemeriksaan petugas keamanan
10. Selama pemugaran, limbah konstruksi, baju dab

107
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
sepatu kotor dibuka di ruang antara sebelum
meninggalkan area kerja
11. Memindahkan pembatas material secara hati-hati
untuk meminimalkan penyebaran debu
12. Membersihkan dengan lap basah atau vakum
sebelum dipindahkan
13. Membungkus limbah konstruksi dengan rapat
sebelum dibuang
14. Meletakkan keset debu disetiap pintu masuk dan
keluar area kerja dan mengganti bila sudah tidak
dapat digunakan
15. Membersihkan tempat kerja setiap hari
16. Setelah proyek selesai, daerah kerja dibersihkan
dengan lap basah yang mengandung disinfektan
serta membersikan karpet dengan vakum HEPA
17.Membersihkan semua alat kerja setelah proyek
selesai

Isolasi

1. Aktivitas konstruksi akan menghasilkan debu dan harus dicegah


penyebaran debu ke lingkungan sekitarnya
2. Bila terdapat kemungkinan pencemaran, maka semua dinding dan
pintu bangunan (kecuali pintu akses menuju tempat konstruksi)
harus ditutup dan dilapisi dengan lakban untuk mencegah debu dan
debris keluar

108
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
3. Konstruksi, pemusnahan atau rekonstruksi yang tidak
memungkinkan pencemaran alat-alat, dinding dan pintu bangunan
lain, dapat menggunakan salah satu metode isolasi :
a. barier plastik kedap udara yang menutup lantai hingga langit-
langit. Penutup plastik disegel dengan lakban untuk mencegah
debu dab debris keluar.
b. Unit pelindung debu portable (portable dust containment units)
yang terbuat dari polietilen ditarik melapisi seluruh lantai dan
langit-langit
c. Penutup partisi. Bagian sambungan partisi harus ditutup dan
disegel untuk mencegah debu dan debris

Persyaratan tambahan isolasi :

1. Cegah segala kemungkinan penetrasi melalui dinding perimeter


2. Tempatkan barier isolasi pada area penetrasi langit-langit dan eternit
untuk menghambat pergerakan udara dan debu
3. Tempatkan barier debu pada muka lift dan tangga pada area
konstruksi dengan tetap memungkinkan akses darurat
4. Sediakan pintu ganda yang memungkinkan pekerja untuk melepas
alat pelindung diri atau berganti pakaian. Sediakan ruang antara
untuk mempertahankan aliran udara dari daerah bersih ke tempat
konstruksi
5. Buat area tumpang tindih (minimum selebar 60 cm) pada
sambungan palstik penutup
6. Bila diperlukan akses menuju langit-langit, gunakan portable dust
containment atau plastik penutup, tutup pintu akses tersebut dan
segel dari langit-langit hingga lantai. Bila panel akses ke langit-langit
dbuka, segera ganti penutup saat sudah tidak digunakan lagi

109
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
7. Jalur pejalan kaki dari area konstruksi sebaiknya jauh dari area
perawatan pasien, untuk membatasi buka-tutup pintu/barier lain
yang dapat menyebabkan penyebaran debu, masuknya udara yang
terkontaminasi atau timbulnya jejak debu pada area perawatan
8. Cegah burung ataupun serangga lain masuk ke dalam rumah sakit
dan saluran udara, saluran air harus selalu tertutup bila sedang tidak
digunakan

Ventilasi

1. Pada area konstruksi, pertahankan tekanan udara negatif


2. Kontraktor harus menyediakan exhaust fan atau unit ventilasi
dengan HEPA filter untuk mempertahankan takanan udara negatif
pada area konstruksi. Exhaust fan atau ventilasi dengan HEPA filter
dijalankan secara terus menerus
3. Kontraktor bertanggung jawab untuk menjaga peralatan dan
menggnati HEPA atau filter tersebut sesuai dengan rekomendasi
produsen
4. Bangunan suatu ruang antara untuk mempertahankan lairan udara
dari daerah bersih melalui ruang antara masuk ke dalam area kerja

Perawatan

1. Keset kaki digunakan pada jalur keluar ke/dari area kerja. Keset
dengan perekat debu (adhesive walk-off mats) ditempatkan pada
semua jalur keluar area kerja, sedangkan keset karpet ditempatkan
pada semua jalur masuk menuju area koknstruksi
2. Keset karpet harus di vakum debu 2 kali per 8 jam kerja dan pada
akhir hari. Setiap jejak yang teridentifikasi di luar area konstruksi

110
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
harus segera di vakum atau di pel. Vacum cleaner harus disesuaikan
dengan filter HEPA
3. Keset kaki dengan perekat debu harus diganti setiap hari atau
bahkan lebih sering, untuk tetap mempertahankan perekatnya
4. Bila konstruksi dilakukan pada area yang ditinggali, maka area
konstruksi harus di vakum atau di pel setidaknya setiap akhir shift
jaga. Vacum cleaner harus disesuaikan dengan filter HEPA

Alat pelindung diri

1. APD seperti helm, sepatu dan baju pelindung wajib dipakai jika
petugas sedang bekerja
2. Bagi pengunjung harus menggunakan helm dan sepatu bots ketika
memasuki area
3. Pelindung sepatu dan penutup seluruh tubuh sekali pakai harus
selalu digunakan saat pemusnahan
4. Baju pelindung diri harus ditanggalkan setiap pekerja meninggalkan
area kerja

Penyimpanan barang-barang bangunan

Material konstruksi disimpan di dalam tempat yang kering dan bersih


untuk mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur

Setelah konstruksi

1. Kontraktor akan membersihkan seluruh permukaan dia area


kontruksi, membuat area tersebut bebas debu sebelum pembuangan
barier isolasi
2. Material barier harus dibuang dengan hati-hati untuk meminimalkan
penyebaran kotoran dan debris yang berhubungan dengan

111
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
konstruksi (barier harus dibuang ebagai debris konstruksi). Material
barier harus di lap dengan lap basah, divakum HEPA sebelum
dibuang
3. Kontraktor bertanggung jawab menyeimbangkan sistem ventilasi
untuk membuat spesifikasi (seperti yang telah dijelaskan dalam
manual proyek/perjanjian)
4. Kontraktor bertanggung jawab membuang semua penghalang dari
sistem udara
5. Rumah sakit harus memastikan apakah penyaring penghalang
dan/atau kebocorannya
6. Bagian sanitasi dan lingkungan akan membersihkan terakhir kali
area yang baru dikonstruksi atau renovasi sebelum pasien boleh
memasuki area tersebut

Peringatan khusus untuk penanganan air (penanganan saluran air)

1. Perhatian latihan dalam menangani cairan (misalnya dalam


memindahkan pipa air dan peralatan) untuk mencegah material
bangunan menjadi basah dan atau mengkontaminasi area kerja
2. Tutup cabang pipa air domestik yang tidak digunakan tidak boleh
lebih dari 12 inchi dari garis utama
3. Sebelum area digunakan oleh pasien, suhu dan kelayakan air harus
diperiksa

Edukasi dan komunikasi

1. Pimpinan proyek akan mengedukasi manager konstruksi (termasuk


kontraktor) yang akan mengawasi pembangunan/renovasi
2. Komite PPIRS akan mendampingi edukasi tersebut

112
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
BAB III

SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT

Surveilans Infeksi Rumah Sakit adalah suatu proses yang dinamis,


sistematis, terus menerus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan
interpretasi dari data kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik
yang didesiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan
untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu
tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

Sehubungan dengan pentingnya peranan surveilans dalam


manajemen program pengendalian infeksi rumah sakit, maka pedoman ini
disiapkan bagi petugas rumah sakit khususnya Komite PPIRS untuk
membuat program dan melaksanakan surveilans infeksi rumah sakit.

Pedoman ini memuat pedoman umum kegiatan surveilans beserta


contoh-contohnya sehingga memudahkan Komite PPIRS melaksanakan
surveilans. Diharapkan setiap rumah sakit dapat merencanakan dan
menetapkan jenis surveilans yang akan diterapkan sesuai dengan misi dan
visi serta situasi dan kondisi masing-masing rumah sakit.

Disarankan agar minimal penanggung jawab PPI di tingkat


departemen dan pelaksana sudah mendapat pendidikan/pelatihan tambahan
tentang surveilans epidemiologi infeksi rumah sakit.

A. TUJUAN SURVEILANS

113
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Suatu surveilans harus mempunyai tujuan yang jelas dan ditinjau secara
berkala untuk menyesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan yang
telah berubah. Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi tersebut
meliputi :
 Adanya infeksi baru
 Perubahan kelompok populasi pasien seperti misalnya perlu
penerapan cara intervensi medis lain yang beresiko tinggi
 Perubahan pola bakteri penyakit
 Perubahan pola resistensi bakteri terhadap antibiotika

Pengumpulan dan analisa data surveilans harus dilakukan dan terkait


dengan suatu upaya pencegahan. Oleh karena itu sebelum merancang
sistem dan melaksanakan surveilans tersebut penting sekali untuk
menentukan dan merinci tujuan dari surveilans terlebih dahulu.

Adapun tujuan surveilans infeksi rumah sakit terutama adalah :

1. Mendapatkan data dasar Infeksi Rumah Sakit


2. menurunkan Laju Infeksi Rumah Sakit
3. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit
4. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya maslah yang
memerlukan penanggulangan
5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPIRS
6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan
7. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS

A.1. Mendapatkan data dasar IRS

Pada dasarnya data surveilans IRS digunakan untuk mengukur laju


angka dasar (baseline rate) dari infeksi rs. Dengan demikian dapat
diketahui seberapa besar resiko yang dihadapi oleh setiap pasien yang

114
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
dirawat di rumah sakit. Sebagian besar (90% - 95%) dari IRS adalah
endemik dan ini diluar dari KLB yang telah dikenal. Oleh karena itu
kegiatan surveilans IRS harus dimaksudkan untuk menurunkan laju
angka endemik tersebut.

Meskipun data surveilans dapat dugunakan untuk menentukan angka


endemik, namun pengumpulan data saja tidak akan mempengaruhi
resiko infeksi jika tidak disertai dengan surveilans akan sia-sia belaka,
bahkan selain mahal juga sangat tidak memuaskan semua pihak.

A.2. Menurunkan laju infeksi rumah sakit

Dengan surveilans ditemukan faktor resiko IRS yang akan diintervensi


sehingga dapat menurunkan laju angka IRS. Untuk mencapai tujuan ini
surveilans harus berdasarkan cara penggunaan data, sumber daya
manusia dan dana yang tersedia untuk ini.

A.3. Identifikasi dindi kejadian luar biasa (KLB) infeksi rumah sakit

Bila laju angka dasar telah diketahui, maka kita dapat segera mengenali bila
terjadi suatu penyimpangan dari laju angka dasar tersebut yang
mencerminkan suatu peningkatan kasus atau kejadian luar biasa (outbreak)
dari IRS.

Outbreak atau kejadian luar biasa adalah timbulnya atau meningkatnya


kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada RS dalam kurun waktu tertentu.

KLB RS adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian infeksi RS yang


menyimpang dari angka dasar endemic yang bermakna dalam kurun waktu
tertentu.

115
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Deteksi dini merupakan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadi
peningkatan kasus infeksi RS dengan cara melakukan pemantauan secara
terus menerus dan sistematis surveilans terhadap factor resiko terjadinya
infeksi RS.

Untuk mengenali adanya penyimpangan laju angka infeksi sehingga dapat


menetapkan kejadia tersebut merupakan suatu KLB, sangat diperlukan
ketrampilan khusus dari para petugas kesehatan yang bertanggung jawab
untuk itu. Tanpa adanya ketrampilan tersebut maka pengumpulan data yang
dilakukan tidak ada gunanya sama sekali dan KLB akan lewat demikian saja.

A.4. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang


memerlukan penanggulangan

Data surveilans yang dioalh dengan baik dan disajikan secara rutin dapat
meyakinkan tenaga kesehatan untuk menerapkan pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI). Data ini dapat melengkapi pengetahuan yang
didapat dari teori karena lebih spesifik, nyata dan terpercaya. Umpan balik
mengenai informasi seperti itu biasanya sangat efektif dalam menggiring
tenaga kesehatan untuk melakukan upaya PPIRS

A.5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPIRS

Seetelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans


serta upaya pencegahan dan pengendalian telah dijalankan, maka masih
diperlukan surveilans secara berkesinambungan guna meyakinkan bahwa
permasalahan yang ada benar-benar telah terkendalikan. Dengan
pemantauan yang terus menerus maka suatu upaya pengendalian yang
nampaknya rasional kadang akhirnya dapat diketahui bahwa ternyata tidak
efektif sama sekali. Sebagai contoh, bahwa perawatan meatus setiap hari

116
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
untuk mencegah IRS saluran kemih yang nampak rasional namun data
surveilans menunjukan bahwa tidak ada manfaatnya.

A.6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan

Penatalaksanakan pasien yang baik dan tepat dalam hal mengatasi dan
mencegah penularan infeksi serta menurunkan angka resistensi terhadap
antimikroba akan menurunkan angka IRS. Surveilans yang baik dapat
menyediakan data dasar sebagai data pendukung rumah sakit dalam upaya
memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit

A.7. Salah satu unsur pendukung untuk memnuhi akreditasi RS

Surveilans IRS merupakan salah satu unsure untuk memenuhi akreditasi RS


yaitu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Akan tetapi, pengumpulan data
surveilans hanya untuk kepentingan akreditasi adalah suatu pemborosan
sumber daya yang luar biasa tanpa memberikan manfaat kepada rumah sakit
ataupun tenaga yang ada. Oleh karena itu surveilans harus dikembalikan
kepada tujuan yang sebenarnya yaitu untuk menurunkan resiko terjangkitnya
IRS.

B. PENGERTIAN
Endemik
Keadaan dimana suatu penyakit atau penyebab penyakit secara terus
menerus tetap ada pada populasi manusia dalam suatu area geografis
tertentu (misal : rumah sakit)

117
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Rate, Ratio, Proporsi
Merupakan ukuran relative yang digunakan untuk mengukur besarnya
kemungkinan kejadian (morbiditas atau mortalitas) suatu masalah
kesehatan termasuk infeksi rumah sakit :
 Rate mengukur kemungkinan munculnya suatu kejadian pada
populasi tertentu misalnya infeksi rumah sakit di ruang bedah.
 Rate ada 2 macam :
- Insidence Rate : ukuran frekuensi kasu baru pada
populasi dan pada kurun waktu tertentu
- Prevalence Rate : Ukuran frekuensi kasus baru dan lama
pada populasi dan kurun waktu tertentu.

METODE SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT (IRS)

Metode surveilans berdasarkan jenis data :

Surveilans hasil adalah surveilans yang meninjau laju angka IRS ( misalnya
IDO, ISK, VAP, HAP, IAD )

Surveilans proses adalah surveilans yang memantau pelaksanaan langkah-


langkah pencegahan IRS. Pencegahan dikembangkan dalam “bundle” yaitu
serangkaian protocol tetap tindakan klinis :

1. Berdasarkan cakupannya
a. Surveilans komprehensif adalah surveilans yang dilakukan di
semua area perawatan untuk mengidentifikasi pasien yang
terinfeksi selama di rumah sakit
b. Surveilans target adalah surveilans yang berfokus pada ruangan,
kelompok pasien atau tindakan yang beresiko atau jenis surveilans
yang memberikan hasil yang lebih tajam dan memerlukan sumber
daya yang lebih sedikit.

118
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
2. Berdasarkan waktu
a. Surveilans periodik adalah surveilans yang di lakukan secara
periodik dengan selang waktu tertentu misalnya satu bulan dalam
per semester
b. Surveilans prevalensi adalah surveilans yang menghitung jumlah
semua IRS baik yang lama maupun yang baru.
3. Berdasarkan jenis rawat
a. Surveilans selama perawatan adalah surveilans yang dilakukan
selama pasien dirawat inap saja
b. Surveilans pasca rawat adalah surveilans yang dilakukan sesudah
pasien keluar dari rumah sakit.

JENIS – JENIS INFEKSI RUMAH SAKIT

A. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN KEMIH


(ISK)
Pengertian dan Klasifikasi
Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran kemih dari
kandung kemih hingga ginjal dengan gejala : demam, anyang-anyangan,
disuria, nyeri supra pubik.
a. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Simptomatik
Definisi : Infeksi Saluran Kemih (ISK) Simptomatik harus
memenuhi paling sedikit satu criteria berikut ini :
Kriteria 1 : Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan
gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam (> 38°C)
- Nikuria (anyang – anyangan)
- Polakisuria
- Disuria

119
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
- atau nyeri supra pubik
- atau biakan urin porsi tengah (midstream) > 105
bakteri per ml urin dengan jenis bakteri tidak
lebih dari spesies.

Kriteria 2 : Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan


gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya
salah satu dari hal-hal berikut :
- Supra pubik demam (>38°C)
- Nikuria (anyang-anyangan)
- Polakisuria
- Disuria
- atau nyeri supra pubik
dan salah satu dari hal-hal sebagai berikut :
1. Test carik celup (dipstick) positif untuk leukosit
esterase dan atau nitrit
2. Piuria (terdapat > 10 leukosit per ml atau
terdapat > 3 leukosit per LPB dari urin yang
tidak di)
3. Ditemukan bakteri dengan pewarnaan gram dari
urin yang tidak di pusing (di centrifuge)
4. Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukan jenis bakteri yang sama ( bakteri
gram negative atau S.saphrophyticus) dengan
jumlah > 100 koloni bakteri per ml urin yang di
ambil dengan kateter
5. Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen
(bakteri gram negative atau S.saphrophyticus)

120
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
dengan jumlah >105 per ml pada penderita yang
telah mendapat pengobatan anti mikroba yang
sesuai.
6. Di diagnosis ISK oleh dokter yang menangani
7. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang
sesuai oleh dokter yang menangani
Kriteria 3 : Pada pasien berumur < 1 tahun ditemukan paling
sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala berikut
tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam (> 38°C)
- Hipotermia (< 37°C)
- Apnea
- Bradikardia <100/ menit
- Letargia
- Muntah-muntah

Dan
Hasil biakan urin105 bakteri/ml dengan tidak lebih
dari dua jenis bakteri.
Kriteria 4 : Pada pasien berumur < 1 tahun ditemukan paling
sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala
berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam (> 38°C)
- Hipotermia (< 37°C)
- Apnea
- Bradikardia <100/ menit
- Letargia
- Muntah-muntah

121
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Dan
1. Test carik celup (dipstick) positif untuk leukosit
esterase dan atau nitrit
2. Piuria (terdapat > 10 leukosit per ml atau
terdapat > 3 leukosit per LPB dari urin yang
tidak di)
3. Ditemukan bakteri dengan pewarnaan gram dari
urin yang tidak di pusing (di centrifuge)
4. Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukan jenis bakteri yang sama ( bakteri
gram negative atau S.saphrophyticus) dengan
jumlah > 100 koloni bakteri per ml urin yang di
ambil dengan kateter
5. Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen
(bakteri gram negative atau S.saphrophyticus)
dengan jumlah >105 per ml pada penderita yang
telah mendapat pengobatan anti mikroba yang
sesuai.
6. Di diagnosis ISK oleh dokter yang menangani
7. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang
sesuai oleh dokter yang menangani.

b. ISK (Bakteruria Asimptomatik)


CATATAN PENTING :
 Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test
laboratorium yang bias diterima untuk ISK
 Biakan urin harus di ambil dengan tehnik yang sesuai, seperti

122
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
koleksi clean cath atau kateterisasi
 Pada anak kecil biakan urin harus diambil dengan kateterisasi
buli-buli atau aspirasi suprapubik, biakan positif dari specimen
dari kantung urin tidak dapat diandalkan dan harus dipastikan
dengan specimen yang diambil secara aseptic dengan
kateterisasi atau aspirasi suprapubik.

Definisi : Infeksi Saluran Kemih (ISK) asimptomatik harus


memenuhi paling sedikit satu criteria berikut ini :
Kriteria 1 : Pasien pernah memakai kateter kandung kemih
dalam waktu 7 hari sebelum biakan urin
Dan
Ditemukan dalam biakan urin > 105 bakteri per ml
urin dengan jenis bakteri maksimal 2 spesies
Dan
Tidak terdapat gejala-gejala / keluhan demam,
suhu > 38°C, polakisuria, nikuria, disuria dan nyeri
supra pubik
Kriteria 2 : Pasien tanpa kateter kandung kemih menetap
dalam 7 hari sebelum biakan pertama
Dan
Biakan urin 2 kali berturut-turut ditemukan tidak
lebih 2 jenis bakteri yang sama dengan jumlah <
105 per ml

123
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
CATATAN PENTING :
 Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test
laboratorium yang bisa diterima untuk bakteriuria
 Biakan urin harus dambil dengan tehnik yang sesuai, seperti
koleksi clean cath atau kateterisasi

c. Infeksi Saluran kemih Lain


Definisi : Infeksi saluran kemih (ISK) yang lain harus
memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini :
Kriteria 1 : Ditemukan dari bakteri yang dibiakan cairan bukan
urin atau jaringan yang diambil dari lokasi yang
dicurigai terinfeksi
Kriteria 2 : Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat
dilihat, baik secara pemeriksaan langsung, selama
pembedahan atau melalui pemeriksaan
histopatologis
Kriteria 3 : Terdapat dua dari tanda berikut : demam (> 38°C),
nyeri lokal, nyeri tekan pada daerah yang dicurigai
terinfeksi dan paling sedikit satu dari tanda berikut :
Dan
Paling sedikit satu dari tanda berikut :
1. Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat
yang dicurigai terinfeksi.
2. Ditemukan bakteri pada biakan darah yang
sesuai dengan tempat yang dicurigai
3. Pemeriksaan radiologi, misal : ultrasound, CT-
Scan, MRI, radiolabel scan, (gallioum,

124
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
technetium) abnormal, memperlihatkan
gambaran infeksi.
4. Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani
5. Dokter yang menangani memberikan
pengobatan antimikroba yang sesuai
Kriteria 4 : Pada pasien berumur < 1 tahun ditemukan paling
sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala
berikut tanpa ada penyebab lainnya :
 Demam (> 38°C)
 Hipotermia (> 37°C)
 Apnea
 Bradikardi < 100 kali/menit
 Letargia
 Muntah-muntah
Dan
Paling sedikit satu dari berikut :
1. Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat
yang dicurigai terinfeksi.
2. Ditemukan bakteri pada biakan darah yang
sesuai dengan tempat yang dicurigai
3. Pemeriksaan radiologi, misal : ultrasound, CT-
Scan, MRI, radiolabel scan, (gallioum,
technetium) abnormal, memperlihatkan
gambaran infeksi.
4. Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani
5. Dokter yang menangani memberikan
pengobatan antimikroba yang sesuai

125
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Angka insiden dipakai apabila surveilans yang dilakukan berfokus
pada kasus untuk infeksi
RUMUS UMUM PERHITUNGAN

Jumlah Kejadian ISK


Incidence Rate ( laju insiden ) : = Jumlah hari pemasangan kateter urine x

1000

Petunjuk Pelaporan :
Laporkan infeksi setelah sircumcisi pada neonatus sebagai SST-CIRC
(Skin and Soft Tissue Infection Sirkulasi neonatus)

Faktor Resiko Infeksi saluran Kemih :


a. Kateterisasi menetap
- Cara pemasangan kateter
- Lama pemasangan
- Kualitas perawatan kateter
b. Kerentanan pasien (umur)
c. Dekubitus
d. Pasca persalinan

KEBIJAKAN PENCEGAHAN ISK :


Petugas
 Pemasangan kateter hanya dilakukan oleh petugas yang terampil
dan memahami tehnik pemasangan kateter secara aseptik dan
perawatan kateter yang benar.

126
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Tenaga yang diberikan asuhan keperawatan pasien dengan kateter
urin sudah mendapatkan pelatihan secara berkala dengan tehnik
yang benar mengenai prosedur pemasangan kateter urin dan
kompilkasi potensi yang mungkin terjadi pada kateter urin

Penggunaan kateter
 Pemasangan kateter urin dilakukan hanya kalau diperlukan saja dan
segera dilepas bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter
bukan karena untuk mempermudah personil dalam memberikan
asuhan kepada pasien
 Segera lepaskan kateter jika tidak diperlukan lagi
 Untuk pasien-pasien tertentu dapat digunakan alternatif dari kateter
menetap, seperti : drainase dengan kondom, kateter, kateter
suprapubik, kateter selang seling.

Kebersihan tangan
 Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah memasang
kateter, merawat perineal dan saat pengosongan urine.

Pemasangan kateter
 Pemasangan kateter harus menggunakan tehnik aseptik dan
peralatan steril
 Untuk membersihkan daerah sekitar uretra harus menggunakan
sarung tangan, kapas dan larutan aseptik yang sesuai dan pakai jelly
pelumas sekali pakai
 Gunakan kateter sekecil mungkin dengan laju drainase yang
konsisten untuk meminimalkan trauma uretra

127
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Kateter menetap harus terpasang dengan baik dan menempel pada
badan untuk mencegah pergerakan dan tegangan pada uretra

Drainase sistem tertutup dan steril


 Sistem drainase yang tertutup dan steril harus dipertahankan
 Kateter dan selang/tube drainase tidak boleh dilepas sambungannya
kecuali bila akan dilakukan irigasi (semaksimal mungkin hindari
irigasi)
 Jika sambungan kantong urin terlepas atau terjadi kebocoran, sistem
penampungan harus diganti dengan tehnik aseptik lakukan disinfeksi
pada ujung pipa kateter baru disambungkan kembali
 Pertahankan tidak ada kontak antara urin bag dengan lantai (jarak
dengan urin bag minimal 30 cm)

Laju aliran urin


 Pertahankan laju aliran tetap lancar dengan cara : jaga kateter dan
pipa drainase dari lekukan
 Kantong urine harus dikosongkan secara teratur, satu gelas ukur
untuk satu pasien
 Kantong kateter urin harus diletakkan lebih rendah dari kandung
kemih/bladder.

Perawatan meatus
 Bersihkan 2-3 kali/hari dengan cairan aseptik.

128
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Monitoring bakteriologi
 Bersihkan bakteriologi secara rutin pada pasien dengan kateter urin
tidak dianjurkan.

Pemisahan pasien
 Untuk mengurangi infeksi silang pada pasien yang terinfeksi
sebaiknya satu kamar mandi sendiri atau dipisahkan dari pasien yang
lainnya.

B. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DERAH OPERASI


(IDO)
a. Superficial Incisional
Definisi : Infeksi luka operasi superficial harus memenuhi
paling sedikit satu kriteria berikut ini :
Kriteria : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu
30 hari pasca bedah
Dan
Hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain di
fascia
Dan
Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut ini :
1. Pus keluar dari luka operasi atau drain yang
dipasang di atas fascia
2. Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka
atau jaringan yang di ambil secara aseptik
3. Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat
tanda peradangan kecuali hasil biakan negatif
(paling sedikit terdapat satu dari tanda-tanda

129
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
infeksi berikut ini : nyeri, bengkak lokal,
kemerahan dan hangat lokal)
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi
infeksi

Petunjuk pelaporan :
 Jangan laporkan abses jahitan (inflamasi dan discharge minimal
terbatas pada titik-titik jahitan) sebagai infeksi
 Jangan melaporkan suatu infeksi lokal pada tempat tususkan (stab
wound) sebagai SSI, tetapi laporkan sebagai infeksi kulit atau soft
tissue tergantung kedalamannya
 Laporkan infeksi pada sirkumsisi bayi sebagai SST-CIRT (Skin
and Soft Tissue Infection Sirkulasi Neonatus). Sirkumsisi bukan
merupakan prosedur pembedahan bagi NNIS
 Laporkan infeksi pada episiotomi sebagai REPR-EPIS. Episiotomi
bukan merupakan prosedur pembedahan bagi NNIS
 Laporkan luka bakar yang terinfeksi sebagai SST-BURN
 Bila infeksi incisional mengenai atau meluas sampai ke lapisan
fascia dan otot, laporkan sebagai infeksi luka operasi profunda
 Laporkan spesimen biakan dari incisi superficial ssebagi ID (
incisionla drainase)

b. Operasi Profunda
Definisi : Infeksi luka operasi profunda harus memenuhi
paling sedikit satu kriteria berikut ini :
Kriteria : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu
30 hari pasca bedah atau sampai satu tahun
pasca bedah (bila ada implant berupa non human

130
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
derived implant yang dipasang permanen)
Dan
Meliputi jaringan lunak yang dalam ( misal : lapisan
fascia dan otot) dari insisi.
Dan
Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut ini :
1. Pus keluar dari luka incisi dalam tetapi bukan
berasal dari komponen organ/rongga dari
daerah pembedahan
2. Insisi dalam secara spontan mengalami
dehisens atau dengan sengaja dibuka oleh
ahli pasien mempunyai paling sedikit satu
dari tanda-tanda atau gejala-gejala berikut ini
: demam (>38°C), atau nyeri lokal, terkecuali
bukan insisi negatif.
3. Diketemukan abses atau bukti lain adanya
yang mengenal infeksi dalam pemeriksaan
langsung, waktu pembedahan ulang, atau
dengan pemeriksaan histopatologis atau
radiiologis
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi
infeksi

Petunjuk pelaporan :
 Masukan infeksi yang mengenai baik superficial atau profunda
sebagai infeksi luka operasi profunda.
 Laporkan biaya spesimen dari insisi superficial sebagai ID
(Incisional drainase)

131
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
c. Organ / Rongga
Definisi : IDO organ/rongga mengenai bagian badan
manapun, kecuali insisi kulit fascia atau lapisan-
lapisan otot yang dibuka atau dimanipulasi selama
pembedahan. Tempat-tempat spesifik dinyatakan
pada IDO organ/rongga untuk menentukan lokasi
infeksi lebih lanjut. Pada daftar dibawah ini terdapat
tempat-tempat spesifik yang harus digunakan untuk
membedakan IDO organ/rongga. Sebagai contoh :
appendictomi yang diikuti dengan abses
subdiagfragmatika, yang harus dilaporkan sebagai
IDO organ/rongga pada tempat spesifik
intraabdominal (SSI-IAB)
Suatu IDO organ/rongga harus memenuhi kriteria
berikut :
Kriteria : Infeksi timbul dalam waktu 30 hari prosedur
pembedahan, bila terpasang implant dan infeksi
tampaknya ada hubungannya dengan prosedur
pembedahan
Dan
Pasien paling sedikit mempunyai salah satu dari
berikut :
1. Drainase purulent dari drain yang dipasang
melalui luka tusuk ke dalam organ/rongga
2. Diisolasi bakteri dari biakan yang diambil
secara aseptik dari cairan atau jaringan dari
dalam organ atau ruangan

132
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
3. Abses atau bukti lain adanya infeksi yang
mengenai organ/rongga yang diketemukan
pada pemeriksaan langsung waktu
pembedahan ulang atau dengan pemeriksaan
histopatologis atau radiologis
4. Dokter menyatakan sebagai IDO organ/rongga

Angka insidensi diakai apabila surveilans yan dilakukan berfokus pada


kasus baru untuk infeksi luka operasi (IDO)
RUMUS UMUM PERHITUNGAN

Jumlah Kejadian IDO


Incidence Rate (laju insidensi) : Jumlah pasien yang di operasi x 100

Petunjuk pelaporan :
 Kadang-kadang infeksi organ/rongga mengalir melalui insisi.
Infeksi semacam itu umumnya tidak berhubungan dengan
pembedahan ulang dan di anggap sebagai penyakit dari insisi.
Karena itu diklasifikasikan sebagai IDO profunda
 Laporkan biakan spesimen dari insisi superficial sebagai ID
(incisional drainage)

Kebijakan Pencegahan IDO :

a. Persiapan pre-operasi
 Mandikan pasien dengan menggunakan sabun yang
mengandung antiseptik : chlorhexidine 4% satu hari sebelum
operasi

133
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Jangan mencukur daerah operasi jika tidak mengganggu
jalanya operasi, jika terpaksa harus di cukur lakukan satu jam
sebelum operasi, sebaiknya di cukur di kamar operasi dengan
menggunakan pencukur eletrik, bukan dengan pisau silet ( di
ruang pemulihan/RR)
 Luka yang terinfeksi dan tidak ada indikasi cito operasi harus
di tunda operasinya, infeksi harus diatasi terlebih dahulu baru
dilaksanakan operasi
 Pasien merokok harus dianjurkan untuk berhenti merokok 30
hari sebelum operasi
 Pasien dengan hipoglikemia, hipoalbumin, hipokalemia,
hiponatremia dan Hb < 7 g/dl harus di koreksi sebelum operasi
 Rawat inap pre operasi harus sesingkat mungkin (1-2 hari
dirawat pasien harus di operasi)

b. Intra operasi
 Kepatuhan petugas dalam melakukan kebersihan tangan
dengan tehnik cuci tangan bedah dan penggunaan handrubs
(chlorhexidine 2% dalam alkohol 70% harus dilakukan dengan
optimal
 Tehnik skin preparation dengan cara memutar dari dalam ke
luar dengan menggunakan antiseptik chlorhexidine 2% dalam
alkohol 70%
 Kontrol kolonisasi pada petugas (skrining MRSA)
 Sirkulasi udara dan sistem ventilasi di ruang operasi harus
dipertahankan dengan cara mempertahankan tekanan positif,
pertukaran udara 20-25 kali/jam, gunakan HEPA filter
(efficiency >90%), suplai udara dari ceilling dan exhaust dekat

134
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
dengan lantai, pintu kamar operasi harus selalu tertutup, batasi
petugas yang masuk ke kamar operasi
 Kultur udara dilakukan setelah dilakukan kalibrasi atau service
HEPAA filter dan AC. Kultur udara tidak direkomendasikan
dilakukan rutin hanya jika ada outbreak (Standard of
Bioburden udara level 0-5 CFU/ M³, pasien level < 30 CFU/M³)
jika ditemukan patogen, misal Staphylococcus aureus dan
terjadi peningkatan CFU stop sementara operasi)
 Pemberian antibiotik profilaksis prinsipnya diberikan satu jam
sebelum operasi, tidak untuk jenis operasi bersih
 Pemasangan infus (central dan perifer), kateter urin,
pemberian obat dan intubasi pasien harus dengan tehnik
septik dan aseptik
 Pembersihan kamar operasi setelah selesai operasi setiap hari
dan dilakukan pembersihan besar setiap akhir minggu (hari
sabtu)
 Lantai, dinding dan surface daerah lainnya tidak langsung
penyebab utama infeksi luka operasi (IDO)
 Bersihkan lantai ,dinding, alat-alat monitor, meja dan brankar
pasien setiap hari dengan menggunakan sabun atau
disinfektan dan lakukan dengan tehnik yang tepat
 Tidak direkomendasikan melakukan pengasapan atau fogging
di kamar operasi untuk membersihkan ruangan

c. Post operasi
 Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan sebelum dan sesudah merawat luka
 Tidak direkomendasikan membuka (mengintip) luka saat ronde

135
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Lakukan perawatan luka setelah 3 hari post operasi atau
segera jika ada indikasi (luka rembes atau kotor) balut luka
dengan menggunakan transparan film
 Jika mengganti balutan pasien harus menggunakan meja
balutan, set luka dan pakai Alat Pelindung Diri (APD) misal :
masker, sarung tangan steril dan apron
 Rawat luka dengan cairan fisiologis seperti NaCl 0,9%
 Pelatihan perawatan luka untuk perawat dan dokter

C. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI PNEUMONIA


Pneumonia merupakan infeksi rumah sakit tersering kedua di Amerika
Serikat dalam hal mortalitas dan morbiditasnya, setelah infeksi saluran
kencing. Umumnya pasien yang menderita pneumonia infeksi rumah
sakit adalah bayi, anak-anak dan orang tua di atas 65 tahun. Biasanya
disebabkan bakteri.

Pneumonia infeksi rumah sakit (Hospital Acquired Pneumonia atau


HAP)
Seseorang yang setelah lebih dari 48 jam dirawat di rumah sakit
menunjukkan gejala :
 Demam (> 38°C), batuk dan sesak napas disertai dahak puru;en
 Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis (>
12.000/mm³) atau leukopenia (< 4000/mm³)
 Pada pemeriksaan jasmani didapatkan ronchi
 Pada gambaran radiologi thorak ditemukan infiltrat baru
 Kriteria diagnosis surveilans di lapangan yang lebih rinci dapat dilihat
pada diagram alur pneumonia infeksi rumah sakit di halaman lain

136
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Pneumonia terkait ventilator (ventilator associated penumonia atau
VAP)

Seseorang yang setelah pemakaian ventilator mekanik >48 jam


menunjukkan tanda dan gejala infeksi saluran napas bawah yang
mengenai parenkim paru dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi saluran napas.

Kriteria diagnosis pneumonia sesuai dengan Diagram Alur Infeksi Rumah


Sakit.

Mekanisme terjadinya pneumonia

Masuknya mikroba ke saluran napas bawah (pneumonia) melalui 4


mekanisme :

1. Aspirasi sekret orofaring maupun lambung, banyak ditemukan pada


kasus neurologi dan usia lanjut
2. Inhalasi, misalnya kontaminasi alat bantu napas yang digunakan
pasien
3. Hematogen (melalui aliran darah)
4. Penyebaran langsung

137
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Diagram Alur Diagnosis Pneumonia karena Infeksi Rumah Sakit
(dewasa)

Pasien dalam perawatan setelah dua hari atau lebih sejak MRS, dengan
atau tanpa penyakit yang mendasari, terjadi TANDA dan GEJALA :

Paling sedikit satu dari berikut ini :

 Demam >38°C tanpa penyebab lain


 Lekopenia (<4000/mm³) atau DISERTAI GAMBARAN
lekositosis (>12.000/mm³).
FOTOFOTO FOTO
Pada pasien immunokompromise
sering tidak dijumpai.
 Perubahan status mental tanpa dengan 2 atau lebih
penyebab lain pada usia > 70 tahun thorak serial dengan
salah satu hal berikut
Setidaknya 2 dari berikut : (terjadi setelah 3 hari
masuk rawat atau lebih) :
 Dahak purulen yang baru muncul,
atau perubahan sifat dahak, sekret  Infiltrat baru atau
atau perlu pengisapan lendir progresif dan menetap
 Timbul batuk atau perburukan batuk  Konsolidasi
atau sesak atau napas cepat.  Kavitasi
 Ronchi atau suara napas bronkial
 Perburukan pertukaran gas ( misal
PaO /FIO₂<240), peningkatan
kebutuhan O₂ atau ventilasi PNEUMONIA KLINIS (IRS)
 Batuk darah
 Nyeri pleuritik

Sebagai alat ukur biasanya dipakai angka insidensi dan angka prevalensi

1. Angka insidensi dipakai apabila surveilans yang dilakukan berfokus


pada kasus baru untuk HAP
138
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
RUMUS UMUM PERHITUNGAN

Jumlah kejadian HAP


Incidence Rate (laju insidensi) : Jumlah lama hari tirah baring x1000

2. Angka insidensi dipakai apabila surveilans yang dilakukan berfokus


pada kasus baru untuk VAP
RUMUS UMUM PERHITUNGAN

Jumlah kejadian VAP


Incidence Rate (laju insidensi) : Jumlah lama hari tirah baring x1000

Kebijakan Pencegahan Infeksi ventilator Associated Pneumonia


(VAP) sebagai berikut :

1. Pencegahan kontaminasi silang :


 Meningkatkan kepatuhan petugas kesehatan (dokter, perawat,
mahasiswa) melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
: kontak dengan pasien, pemasangan endotracheal tube (ETT,
NGT), suctioning bronhoscopy
 Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, sarung
tangan dan gogle alat pelindung mata (jika diperlukan)
 Gunakan air yang steril untuk humidifikasi

2. Pencegahan gastrik refluks :


 Berikan posisi semi recumbent 30°- 45°
 Enteral feeding

139
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
3. Airway manajemen :
 Lepaskan ETT pasien sesegera mungkin
 Hindari re-intubasi
 Jika memungkinkan gunakan non invasive positif pressure
ventilation secara kontinius melalui face/nose mask sebagai
pengganti intubasi
 Lakukan scution bila diperlukan dan mempertahankan tehnik
septik dan aseptik saat melakukan prosedur
 Gunakan cairan steril untuk memebersihkan kateter suction jika
dimasukan kembali ke ETT tube
 Gunakan ororthracheal
 Lakukan oral hygiene dengan chlorhexidine 0,2% setiap 3-4
kali/hari

4. Maintenace peralatan:
 Ganti segera sirkuit ventilator bila kotor
 Segera buang “condensate” yang terkumpul di tubing ventilator
 Bersihkan dan disinfeksi atau sterilkan semua peralatan dan
ventilasi mekanik secara tepat
 Setelah didisinfeksi, cuci keringkan, bungkus, jaga jangan sampai
terkontaminasi pada saat diproses
 Pengadaan alat ventilator untuk cadangan sehingga ada waktu
pembersihan untuk alat bekas pasien sebelumnya.

5. Pemberian obat-obatan:
 Hindari penggunaan antimikroba yang tidak perlu
 Gunakan antimikroba yang sesuai pada pasien beresiko tinggi

140
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Membatasi pemberian profilaksis tukak lambung pada pasien
beresiko tinggi
 Gunakan antimikroba untuk dekontaminasi saluran cerna secara
selektif
 Lakukan oral hygiene dengan menggunakan chlorhexidine 0,2%
 Gunakan profilaksis untuk mencegah DVT

Kebijakan pencegahan infeksi saluran napas (ISN) atau hospital


acquired pneumonia (HAP)

1. Semua petugas kesehatan (dokter, perawat dll) harus melakukan


kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
suction
2. Lakukan mobilisasi sedini mungkin dan fisioeraphi dada jika tidak ada
kontra indikasi
3. Pertahankan posisi tidur semirecumbent (30°- 45°) untuk mencegah
terjadinya aspirasi saat pemberian enteral feeding
4. Gunakan kateter suction steril waktu melakukan suctioning satu kali
pemakaian
5. Mengisolasi pasien dengan organisme yang sangat resisten seperti
MRSA
6. Jika terpaksa di pakai ulang, kateter suction harus di dekontaminasi
dengan maksimal kemudian di sterilkan kembali di rekomendasikan
hanya 2 kali pemakaian
7. Tidak direkomendasikan menempelkan bekas kateter suction di
dinding atau di meja pasien
8. Buang langsung kateter suction ke tempat sampah infeksius
9. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, sarung tangan
dan gogle (jika diperlukan) saat melakukan suction.

141
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
D. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI ALIRAN DARAH
PRIMER (IADP)
Definisi : Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran
darah yang timbul tanpa ada organ atau jaringan
lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi
Kriteria 1 : terdapat bakteri patogen yang dikenal dari satu kali
atau lebih biakan darah dan biakan dari darah
tersebut tidak berhubungan dengan infeksi di tempat
lain
Kriteria 2 : Ditemukan salah satu di antara gejala berikut tanpa
penyebab lain
 Demam (>38°C)
 Menggigil
 Hipotensi
Dan
Paling sedikit satu dari berikut :
1. Kontaminasi kulit biasa (misal Dhipteroids,
Bascillus sp, Porionibacterium sp, coagulase
negative staphylococci atau micrococci)
ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah
yang di ambil dari waktu yang berbeda
2. Kontaminasi kulit biasa (misal Dhipteroids,
Bascillus sp, Porionibacterium sp, coagulase
negative staphylococci atau micrococci)
ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah
dari pasien dengan saluran intravaskuler dan
dokter memberikan terapi antimikroba yang
sesuai

142
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
3. Test antigen positif pada darah ( misal H.
Influenza, S Pneumoniae, N meningitidis atau
group B Streptococcus)
Dan
Tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium
yang positif tidak berhubungan dengan suatu infeksi
di tempat lain.
Kriteria 3 : Pasien berumur > 1 tahun dengan paling sedikit
satu tanda-tanda dan gejala-gejala berikut :
 Demam (> 38C)
 Hipotermia (< 37C)
 Apnea
 atau bradikardia
Dan
1. Kontaminasi kulit biasa (misal Dhipteroids,
Bascillus sp, Porionibacterium sp, coagulase
negative staphylococci atau micrococci)
ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah
yang di ambil dari waktu yang berbeda
2. Kontaminasi kulit biasa (misal Dhipteroids,
Bascillus sp, Porionibacterium sp, coagulase
negative staphylococci atau micrococci)
ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah
dari pasien dengan saluran intravaskuler dan
dokter memberikan terapi antimikroba yang
sesuai
3. Test antigen positif pada darah ( misal H.
Influenza, S Pneumoniae, N meningitidis atau

143
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
group B Streptococcus)
Dan
Tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium
yang positif tidak berhubungan dengan suatu infeksi
di tempat lain.

E. SEPSIS
CATATAN :
Untuk neonatus digolongkan infeksi rumah sakit apabila :
 Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3
ahri
 Terjadi 3 hari setelah partus patologik tanpa didapatkan pintu masuk
bakteri
 Pintu masuk bakteri jelas, misalnya luka infus

Definisi : Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu


dari kriteria berikut :
Kriteria 1 : Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa
penyebab lain :
 Suhu >38C bertahan minimal 24 jam dengan
atau tanpa pemberian anitpiretika
 Oliguria dengan jumlah urin (< 20 ml/jam atau
< 0,5 ml/kgBB/jam)
Dan
Semua gejala/tamda yang disebut di bawah ini :
1. Biakan darah tidak dilakukan atau tidak
diketemukan bakteri atau antigen dalam darah

144
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
2. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain
3. Telah diberikan antimikroba sesuai dengan
sepsis
Kriteria 2 : Ditemukan pada pasien berumur 1 tahun paling
sedikit satu gejala/tanda berikut tanpa diketahui ada
penyebab lain :
 Demam (>38°C)
 Hipotermia (< 37C)
 Apnea
 Atau bradikardi <100x/menit
Dan

Semua gejala/tanda di bawah ini :


1. Biakan darah tidak dilakukan atau tidak
diketemukan bakteri atau antigen dalam darah.
2. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain
3. Telah diberikan antimikroba sesuai dengan
sepsis
Kriteria 3 : Pasien menderita abses atau bukti adanya infeksi
rongga yang terlihat pada waktu pembedahan atau
pemeriksaan histopatologis.
Kriteria 4 : Terdapat paling sedikit dua tanda-tanda dan gejala-
gejala berikut tanpa ada penyebab yang lainnya dan
sesuai dengan organ atau jaringan yang terkena :
 Demam (> 38C)
 Nause (mula)
 Muntah
 Nyeri perut

145
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Atau nyeri tekan
Dan
Paling sedikit satu dari berikut ini :
1. Terdapat bakteri pada biakan drainase atau
jaringan yang di ambil pada waktu pembedahan
atau endoskopi, atau dari yang dipasang secara
bedah
2. Bakteri terlihat pada pemeriksaan mikroskopik
pada pengecatan gram atau KOH atau terlihat
multinucleated giant cells dari drainase atau
jaringan yang di ambil pada waktu pembedahan
atau endoskopi atau drain yang dipasang
secara bedah
3. Terdapat bakteri dari biakan darah
4. Bukti kelainan patologis pada pemeriksaan
radiologis
5. Bukti kelainan patologis pada pemeriksaan
endoskopi (misal Candida esofagitis atau
Proctitis)

Angka Insidensi dipakai apabila surveilans yang dilakukan berfokus pada


kasus baru untuk infeksi Aliran Darah (IAD)
RUMUS UMUM PERHITUNGAN

Jumlah kejadian IAD


Incidence Rate (laju insidensi) : Jumlah hari pemasangan CVL (Central vena Line)

x1000

146
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Kebijakan Pencegahan Infeksi Aliran Darah (IAD) sebagai berikut :
1. Pendidikan dan pelatihan petugas medis (perawat dan dokter)
Laksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan (kursus dasar)
bagi petugas medis ( dokter, perawat)
2. Kebersihan Tangan
 Cuci tangan sebelum dan sesudah palpasi, pemasangan alat
intravaskuler, penggantian alat intravaskuler atau memasang
verban
 Gunakan sarung tangan steril pada saat pemasangan dan
perawatan kateter intrvaskuler
3. Frekuensi penggantian krateter, dressing, administrasi set dan cairan
 Penggantian dan pemindahan perangkat
Pasien dewasa :
- Ganti kateter dan pindah lokasi infus perifer (IVL) > 72-96
jam(3-5 hari) dan 14 hari untuk CVL (Central Line)
- Infus perifer yang dipasang di unit IGD diganti setelah 48 jam
(2 hari)

Anak dan bayi :

- Jangan mengganti infus perifer kecuali ada indikasi klinis


 Petugas
- Pemasangan kateter intrvaskuler (CVL, IVL, Umbilical)
oleh dokter, perawat yang ahli atau kompeten
- Bekerja dengan prinsip steril
- Gunakan set infus saat pemasangan kateter intravaskuler
(CVL, IVL, Umbilical)
- Gunakan APD saat memasang kateter intrvaskuler

147
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Penggantian dressing
- Ganti dressing sesegera mungkin jika lembab, kotor dan
berkeringat
- Lepas dressing bila dressing besar dan tebal yang
menyulitkan palpasi atau visualisasi langsung pada site
insersi dan lakukan observasi pada daerah pemasangan
infus setiap kali pergantian shift (3x/hari)
- Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yan
dapat dilihat dengan jelas

 Penggantian administrasi set


- Ganti selang intravena termasuk perangkat tambahan di
atas 72 jam (3 hari) kecuali ada indikasi klinis
- Ganti selang yang digunakan untuk pemberian darah,
produk darah atau emulsi lipid dalam 24 jam dari awal
pemberian
- Tidak ada rekomendasi untuk penggantian selang untuk
infus intermiten
- Anggap selang ekstensi pendek yang terhubung pada
kateter sebagai bagian dari perangkat, ganti bagian ini ketika
mengganti kateter

 Waktu gantung cairan parenteral


- Tak ada rekomendasi penggantian untuk cairan nutrisi
perenteral non lipid (NaCl 0,9%, Dex 5%)
- Selesai pemberian infus cairan nutrisi parenteral lipid
(misal larutan 3 in 1) harus diganti dalam waktu 24 jam
- Selesai pemberian infus emulsi lipid dalam 12 jam

148
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
- Selesai pemberian infus produk darah dalam 4 jam

 Antiseptik daerah kulit


- Bersihkan kulit di lokasi penusukan dengan antiseptik yang
mengandung chlorhexidine-alkohol 2% tunggu antiseptik
kering (2 menit) baru lakukan penusukan
- Lakukan perawatan daerah penusukan dengan antiseptik
yang mengandung chlorhexidine-alkohol 2%
- Jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit
dibersihkan dengan antiseptik (lokasi di anggap daerah steril)
- Gunakan kasa steril atau verban transparan untuk
menutup lokasi pemasangan
- Bila dipakai iodine tincture untuk membersihkan kulit
sebelum pemasangan kateter maka harus dibilas dengan
alkohol 70%

 Bahan dasar kateter intravaskuler


Direkomendasikan bahan dasar terbuat dari violen (lentur)
polyninyl chloride, poly-ethylene

F. LUKA BAKAR
Definisi : Infeksi luka bakar harus memenuhi paling sedikit
satu kriteria berikut :
Kriteria 1 : Terdapat perubahan pada penampakan atau
karakter luka bakar, seperti pemisahan eschar yang
cepat, atau eschar menjadi coklat gelap atau hitam
atau perubahan warna (discolcoration) yang hebat
atau edema pada perbatasan luka

149
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Dan
Pemeriksaan histopatologis dai biopsi luka bakar
menunjukan invasi bakteri ke dalam jaringan
berdekatan yang sehat
Kriteria 2 : Terdapat perubahan pada penampakan atau
karakter luka bakar seperti pemisahan eschar yang
cepat atau eschar menjadi coklat gelap atau hitam
atau prubahan warna (discoloration) yang hebat
atau edema pada perbatasan luka
Dan
Paling sedikit satu dari berikut :
1. Terdapat bakteri dari biakan darah dan tidak
terdapat infeksi lain
2. Dapat diisolasi virus herpes simplex, identifikasi
histopatologis dari inclusions dengan cara
mikroskopik cahaya (light microskop) atau tempat
partikel-partikel virus dengan mikroskop elektron
dan biopsi keroka lesi

Kriteria : Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan


gejala-gejala berikut tanpa diketahui penyebab
lainnya :
 Demam (>38°C)
 Hipotensi
 Hipotermia
 Oliguria (20 ml/jam)
 Hiperglikemia dengan diet karbohidrat pada
level yang sebelumnya dapat ditolerir dengan

150
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
mental confusion

Dan
Paling sedikit satu dari berikut :
 Terdapat bakteri dari biakan darah dan
tidak terdapat infeksi lain
 Dapat diisolasi virus herpes simplex,
identifikasi histopatologis dari inclusions
dengan cara mikroskopik cahaya (light
microskop) atau tempat partikel-partikel
virus dengan mikroskop elektron dan biopsi
keroka lesi.
CATATAN :
 Purulen saja pada tempat luka bakar tidak cukup kuat untuk
diagnosis infeksi luka bakar, purulen seperti itu mungkin menunjukan
perawatan luka yang kurang baik
 Demam saja pada luka bakar tidak cukup kuat untuk diagnosis infeksi
luka bakar karena demam mungkin merupakan akibat trauma
jaringan atau mungkin pasien mendapat infeksi di tempat lain
 Ahli bedah pada Regional Burn Center yang eksklusif merawat
pasien luka bakar, mungkin kriteria 1 untuk diagnosis infeksi luka
bakar
 Rumah sakit ddengan Regional Burn center mungkin membedakan
infeksi luka bakar lebih lanjut sebagai berikut :
- Burn wound site
- Burn graft site
- Burn donor site
- Burn bonor site-cadaver

151
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Tetapi sistem NNIS hanya memberi kode semuanya sebagai
BURN

Kriteria 4 : Pasien neonatus mendapat paling sedikit satu dari


tanda-tanda atau gejala-gejala berikut tanpa
diketahui ada penyebab lainnya pada tempat
sirkumsisi :
 Eritema
 Bengkak
 Atau nyeri tekan
Dan
Ditemukan kontaminan kulit (coagulase negatif
steptococci, diptheroid, atau micococci)dan biakan
tempat sirkumsisi.
Dan
Dokter mendiagnosa infeksi atau dokter mulai
terapi yang sesuai.

Petunjuk pelaporan
Newborn circumcisi bukan merupakan prosedur pembedahan NNIS,
jangan melaporkan sebagai SSI.

152
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
BAB IV

MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus)

MRSA adalah Sthapylococcus aureus (S.aureus) yang resisten


terhadap penisillin sintetik (metisillin, selafosporin, nafsillin dan oksasillin).
MRSA adalah jenis bakteri Staph ditemukan pada kulit dan dalam hidung
ataupun pada lipatan kulit lainnya yang resisten terhadap antibiotika yaitu
kemampuan untuk menolak antibiotik.

Lebih dari 90.000 orang di Amerika mendapatkan infeksi yang


mematikan dari MRSA setiap tahun dan pada tahun 2005 hampir 19.000
orang Amerika meninggal karena infeksi MRSA.

Kematian lebih terkait dengan infeksi MRSA dari pada AIDS,


kenapa? karena MRSA lebih mematikan dari pada AIDS.

Bakteri ini masuk jika tubuh kita ada luka yang terbuka misalnya
teriris pisau, tergores. Yang menyebabkan bakteri ini akan masuk ke dalam
tubuh kita melalui luka tersebut. Bakteri ini tahan terhadap antibiotik. Jika
pemberian antibiotik yang salah maka akan membunuh bakteri yang baik
yang ada di dalam tubuh kita, dan sebaliknya bakteri ini akan meregenerasi
dan menulari bakteri yang lainnya.

Jika sudah fatal bakteri ini akan memakan daging, otot kita, bahkan
jika sudah menjalar lebih parah maka akan menyerang organ vital seperti
menggrogoti jantung, paru-paru, hati dll.

Gejala awal pada bakteri ini yaitu :

1. Kulit yang terinfeksi memerah

153
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
2. Bengkak
3. Kulit menjadi lembek
4. Panas tinggi
5. Merasakan sakit hebat pada titik tertentu

Populasi resiko meliputi :

1. Orang dengan sistem kekebalan yang lemah (orang yang hidup dengan
HIV/AIDS, penderita kanker, penerima transplantasi, penderita asma
yang parah, dll)
2. Penderita diabetes
3. Pengguna narkoba intravena
4. Pengguna antibiotik kuinolon
5. Anak-anak
6. Orang tua
7. Mahasiswa yang tinggal di asrama
8. Petugas yang tinggal atau bekerja di fasilitas kesehatan untuk jangka
waktu lama

Pencegahan :

a. Skrining pasien waktu masuk ke rumah sakit, swab dilakukan pada


hidung, ketiak dan perineal, skrining dilakukan untuk pasien yang sudah
di rawat lama atau pasien kiriman dar rumah sakit luar
b. Bersihkan lantai, meja, dinding, lemari, tempat tidur pasien dengan
disinfektan dari bahan kuarter amonium bersama dengan alkohol,
disinfektan ini efektif melawan MRSA. Lakukan pembersihan lantai,
meja, dinding, lemari, tempat tidur pasien secara rutin.
c. Melakukan kebersihan tangan dengan air dan antiseptik yang
mengandung chlorhexidine 2% - 4% dan berbasis alkohol sebelum dan

154
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
sesudah kontak dengan pasien, tindakan invasive/aseptik, setelah
kontak dengan cairan tubuh dan kontak dengan lingkungan pasien.
d. Penggunaan masker surgical
e. Isolasi dengan isolasi pasien yang tepat dapat mencegah dan
menurunkan kejadian MRSA
f. Penggunaan Alat Pleindung Diri (APD)
Dengan penggunaan alat pelindung diri yang tepat menurunkan dan
benar dapat mencegah penyebaran kejadian MRSA.
g. Pembatasan pemberian antibiotik
Penggunaan antibiotika golongan Glycopeptides, sefalosporin dan
kuinolon beresiko dalam kolonisasi MRSA, terutama fluoroquinolones,
direkomendasikan dalam pedoman saat ini
h. Menjaga kebersihan diri
Mandi bersih setiap hari, penggunaan handuk, baju dan penggantian
linen harus satu pasien satu

Alur dan tindakan penanganan pasien MRSA :

Alur penatalaksanaan pasien dengan MRSA dengan kolonisasi

 Pembatasan mobilitas pasien bergerak


 Batasi petugas dan keluarga yang kontak dengan pasien
 Tidak diperlukan antibiotik sistemik
 Petugas kesehatan harus mencuci tangan dengan benar sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
 Pasien harus mencuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah
kontak dengan lingkungan
 Alat – alat kesehatan seperti termometer, speknomanometer, tensi
meter tersendiri

155
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Petugas dan pasien mandi dengan chlorhexidine 2-4% selama satu
minggu
 Jika kolonisasi di hidung berikan bactroban cream
 Lakukan kultur ulang pada hari ke 7
 Pasang poster kewaspadaan standar di pintu kamar pasien

Alur penatalaksanaan pasien dengan MRSA di dalam urine

 Pasien di isolasi
 Batasi petugas, pengunjung yang kontak atau merawat pasien
 Petugas kesehatan harus mencuci tangan dengan benar sebelum dan
sesudah kontak dengan urine, pasien dan lingkungan
 Lakukan swab hidung, ketiak (pasien, perawat, dokter) yang langsung
kontak dengan sumber infeksi untuk mengkonfirmasi sumber infeksi
apakah dari pasien sendiri atau dari petugas yang merawat
 Menggunakan sarung tangan apabila kontak dengan urine
 Segera lepaskan sarung tangan apabila kontak dengan urine dan buang
ke tempat sampah infeksius (kuning) yang ada di ruangan pasien
 Gunakan apron hanya bila pencemaran pakaian mungkin terjadi
 Segera bersihkan lantai dengan chlorine/baycline jika terjadi
kontaminasi urine
 Pilihan antibiotik adalah vankomisin, yang diberikan secara intravena
 Antibiotik pilihan lain diantaranya Teicoplanin dan Linezolid selama 3-5
hari
 Kultur ulang hari ke 7 oleh IPCN-Link atau petugas yang terlatih
 Pasang poster kewaspadaan standar di pintu kamar pasien

Alur penatalaksanaan pasien dengan MRSA di luka

156
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Pasien di isolasi
 Batasi petugas, pengunjung yang kontak atau merawat pasien
 Petugas kesehatan harus mencuci tangan dengan benar sebelum dan
sesudah kontak dengan luka, pasien dan lingkungan
 Lakukan swab hidung, ketiak (pasien, perawat, dokter) yang langsung
kontak dengan sumber infeksi untuk mengkonfirmasi sumber infeksi
apakah dari pasien sendiri atau dari petugas yang merawat
 Buka luka dengan sarung tangan bersih, buang kassa ke tempat
sampah infeksius (kantong kuning)
 Segera lepaskan sarung tangan jika sudah selesai membuka luka,
buang sarung tangan ke tempat sampah infeksius (kantong kuning)
 Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) : masker, sarung tangan steril,dan
kaca mata pelindung (tidak mutlak) dan pakai sarung tangan steril
 Cuci luka dengan menggunakan chlorhexidine 2% dalam larutan normal
salin (NaCl 0,9%) 1 : 10, kemudian luka segera dibersihkan dengan
NaCl 0,9%
 Jika luka sudah mengalami granulasi tidak boleh di swab/gosok cukup
hanya dengan irigasi
 Jika pus/ nanah masih banyak lakukan perawatan luka dengan
menggunakan kassa penyerap (dressing) dan gunakan bahan yang
berfungsi meminimalkan kolonisasi (misal cutisorb sorbact)
 Semua sampah yang kontak dengan pasien di masukan dalam plastik,
di ikat dan langsung di buang di tempat sampah infeksius (kantong
plastik kuning) yang ada di kamar pasien.
 Setelah pus minimal (basah) rawat luka dengan mupirosin topikal
cream, pada luka kering berikan mupirosi salep
 Anjurkan pasien mandi dengan menggunakan chlorhexidine 2% selama
5 hari

157
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Pilihan antibiotik adalah vankomisin, yang diberikan secara intranvena,
hanya apabila ada gejala sistemik antibiotik pilihan lain diantaranya
teicoplanin dan linezolid selama 3-5 hari
 Kultur ulang hari ke 7 oleh IPCN-Link atau petugas yang terlatih
 Pasang poster kewaspadaan standar di pintu kamar pasien

Alur penatalaksanaan pasien dengan MRSA di sputum

 Pasien di isolasi
 Batasi petugas, pengunjung yang kontak atau merawat pasien
 Petugas kesehatan harus mencuci tangan dengan benar sebelum dan
sesudah kontak dengan sputum, pasien dan lingkungan
 Lakukan swab hidung, ketiak (pasien, perawat, dokter) yang langsung
kontak dengan sumber infeksi untuk mengkonfirmasi sumber infeksi
apakah dari pasien sendiri atau dari petugas yang merawat
 Jika melakukan suction gunakan Alat Pelindung Diri (APD) : masker,
sarung tangan steril dan kaca mata pelindung (tidak mutlak)
 Menggunakan jubah pelindung/apron hanya bila pencemaran pakaian
mungkin terjadi
 Segera masukkan selang kateter suction bekas pasien ke ember
tertutup yang sudah mengandung chlorin 1 : 10 air matang selama 10
menit
 Segera buang ke dalam kantong plastik kuning infeksius dan tidak
dibenarkan untuk di pakai ulang
 Segera lepaskan sarung tangan, masker buang ke tempat sampah
infeksius (kantong plastik kuning), kaca mata rendam dalam klorin 1 :
100 cc air matang

158
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Pilihan antibiotik adalah vankomisin, yang diberikan secara intranvena,
hanya apabila ada gejala sistemik antibiotik pilihan lain diantaranya
teicoplanin dan linezolid selama 3-5 hari
 Kultur ulang hari ke 7 oleh IPCN-Link atau petugas yang terlatih
 Pasang poster kewaspadaan standar di pintu kamar pasien

Kebijakan skrining pasien :

Skrining MRSA adalah pemeriksaan asimptomatik untuk mengklarifikasi pada


petugas kesehatan (dokter, perawat, staff, pekarya, fisioterapi, petugas
rongent dll) dan pasien ke dalam kategori yang di perkiraan mengidap atau
diperkiraan tidak mengidap MRSA

Tujuan :

1. Mengidentifikasi petugas kesehatan (dokter, staff, perawat, pekarya,


fisioterapi, petugas rongent dll) yang kontak terus menerus dengan
sumber infeksi MRSA dan pasien MRSA dan pasien yang berisiko
2. Mengurangi morbiditas dan mortalitas karena kolonisasi/infeksi MRSA
3. Mengendalikan penyebaran MRSA
4. Mengendalikan biaya

Kriteria skrining

1. Skrining pada petugas kesehatan


Petugas kesehatan (dokter, staff, perawat, pekarya, fisioterapi, petugas
rongent dll) yang kontak langsung pada sumber infeksi dan terus
menerus
2. Skrining pada pasien
Kriteria pasien :
- Pasien yang positif terinfeksi MRSA

159
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
- Pasien dari rumah sakit lain
- Pasien rawat di RIM / immunokompromise
3. Skrining/swab dilakukan pada hidung dan ketiak
4. Pembiayaan skrining dari RBA patologi klinik
5. Pengendalian skrining oleh Sub Komite PPIRS

160
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
BAB V

TATA LAKSANA KEJADIAN LUAR BIASA

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah terjadinya peningkatan jumlah


penderita penyakit tertentu atau kematian yang disebabkan oleh penyakit
tertentu di suatu tempat tertentu sebesar 2x atau lebih dibandingkan dengan
waktu sebelumnya atau sebelumnya tidak ada kasus-kasus tersebut
berhubungan secara epidemiologis.

Kejadian Luar Biasa (KLB) bervariasi dalam luas dan beratnya


masalah. Hal ini merupakan tanggung jawab dari Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (Komite PPIRS) untuk membuat suatu
rencana dan kebijakan yang rinci dalam penanganan suatu KLB di Rumah
sakit atau di masyarakat. Tatalaksana suatu KLB memerlukan keahlian dari
seorang dokter/petugas Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yang
dalam hal ini biasanya berperan sebagai pimpinan. Perencanaan dibuat oleh
PPI dengan membentuk tim pengendali KLB, karena pengendalian suatu
KLB memerlukan kerjasama orang-orang dari berbagai disiplin ilmu.

Pada KLB penyakit infeksi nasional adalah penting untuk menjalin


koordinasi dan kerjasama erat dengan pihak pemegang kebijakan kesehatan
nasional dan berbagai fasilitas kesehatan begitu juga dengan departemen
terkait – informasi, perdagangan, komunitas/dalam negeri, komunikasi dan
lain-lain. Setiap rencana persiapan kegawatdaruratan negara harus
menyertakan hal tersebut untuk suatu KLB penyakit infeksi.

Diperlukan satu pusat komando untuk menjamin koordinasi yang


lancar dan aksi yang berlangsung. Diantara fasilitas kesehatan, mekanisme

161
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
dasar untuk penanganan yang efektif. KLB infeksi rumah sakit merupakan
dasar untuk terbentuknya tim untuk memenuhi tuntutan tersebut. Tim kontrol
KLB memerlukan ekspansi untuk mencakup fasilitas yang representatif
misalnya farmasi, suplai, petugas kebersihan, tehnik. Sistem yang
berkelanjutan pelatihan kontrol infeksi yang berkelanjutan dan audit
diperlukan untuk menyebarluaskan langkah-langkah pengendalian penyakit
infeksi tertentu. Komunikasi rutin harian dengan data situasi terbaru bersama
staff rumah sakit dan pasien perlu dilakukan untuk tetap memberikan motivasi
dan kerjasama yang baik dari setiap aspek yang terlibat.

Tim pengendali KLB

Personil

1. Perwakilan KPI : PPI dan perawat pengendali infeksi


2. Direktur medis/administrator
3. Dokter penyakit infeksi
4. Direktur eksekutif perawat/perawat senior
5. Kepala medis/dokter

Tanggung jawab :

1. Memastikan perawatan pasien yang berkesinambungan


2. Mengklarifikasi implikasi sumber daya
- Tambahan staff/kebutuhan persediaan
- Penanganan media
3. Menyetujui dan mengkoordinasi keputusan asuransi
4. Meninjau kemajuan
5. Menentukan akhir KLB

Daftar kegiatan

162
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Investigasi

 Mengkonfirmasi KLB, membuat definisi kasus


 Menunjukan KLB – membandingkan angka kejadian saat ini dengan
angka kejadian pre-epidemik
 Menganalisis kasus – dibuat daftar yang berisi waktu, orang dan tempat
 Mencari literatur jika dibutuhkan
 Melakukan pemeriksaan mikrobiologi untuk mengkonfirmasi reservoir dan
cara transmisi
 Melakukan uji tapis mikrobiologi pada pasien dan staff (jika perlu)
 Melakukan uji tapis serologis pada pasien, staff dan kontak lain jika
dibutuhkan
 Mengikuti kontak – pasien, staff, pengunjung dsb.
Komunikasi
 Informasikan pihak rumah sakit dan manajemen senior
 Konsul kepada dokter yang berwenang mengenai penyakit infeksi/PPI
 Informasikan setiap kepala departemen dan pimpinan departemen
mikrobiologi
 Pada wabah besar, informasikan divisi-divisi lain yang terkait – bagian
pendukung sarana, ambulans, dokter umum dan dokter Puskesmas
 Atur pertemuan untuk temu wartawan (media release), jika diperlukan

Tatalaksana

 Tentukan fasilitas ruang isolasi yang tersedia


 Tentukan jenis Isolation Precaution yang diperlukan
 Informasikan pada seluruh perawat, staff medis dan para medis
mengenai Isolation Precaution
 Tingkatkan jumlah staff klinis, baik perawat maupun medis

163
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Tingkatkan jumlah staff pendukung pelayanan – petugas kebersihan,
laundry, departemen pelayanan penyeterilan sentral
 Tingkatkan daya dukung laboratorium
 Tingkatkan staff adminitratif, telepon dan staff IT
 Simpan catatan wawancara dan laporan kemajuan
 Plot kurva epidemik dan area geografik yang terlibat
 Evaluasi grafik individu yang terinfeksi dan buat daftar faktor resiko yang
mungkin ada
 Formulasikan hipotesis mengenai reservoir dan modus transmisi yang
mungkin terlibat
 Lakukan penelitian case-control dan typing studies
 Evaluasi dan perbaharui tolak ukur pengendali (control measures)
 Lanjutkan surveilans mengenai kasus-kasus sekunder yang terjadi dan
efektifitas tolak ukur pengendali yang dipilih

Kontrol

 Menerapkan peraturan isolasi


 Memberikan imunisasi aktif atau pasif jika dibutuhkan
 Memberikan antibiotik profilaksis jika perlu
 Menetapkan perturan pasien rawat, rujukan dan rawat jalan
 Menetapkan aturan berkunjung
 Evaluasi perangkat control

Akhir kejadian luar biasa

 Umumkan telah berakhirnya kejadian luar biasa pada badan terkait lebih
awal
 Menggabungkan laporan dari setiap Tim
 Ubah peraturan dan penerapan jika perlu
164
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Bagaimana melakukan case control study

1. Pertanyaan pendahuluan
a. Dapatkah saya memperoleh informasi yang dibutuhkan
b. Dapatkah saya memperoleh kontrol yang baik
2. Meninjau ulang daftar pasien yang terlibat dalam kejadian luar biasa
3. Membuat hipotesis. Buatlah faktor risiko yang akan dibuktikan dengan
jelas
4. Case definitif yang jelas dan mengeksekusi pasien perawatan lama, jika
mungkin
5. Mempunyai 2-4 kontrol per kasus jika terdapat paling kurang 10 kasus.
Pilih dari pasien yang terinfeksi, dicocokkan dengan umur, jenis kelamin
dan pelayanan. Kontrol yang dirawat lama di eksklusi
6. Dalam pengumpulan data, hati-hati bias saat wawancara. Jika data
dikumpulkan dari rekam medis gunakan data yang rutin dicatat untuk
menghindari bias pencatatan
7. Proses penyelesaian masalah sesuai dengan Root Case Analysis
berkoordinasi dengan Unit Pelayanan Jaminan Mutu

165
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
BAB VI

KESIAPAN MENGHADAPI PANDEMI PENYAKIT MENULAR

(EMERGING INFECTIOUS DISEASES)

Penyakit menular adalah penyakit yang di anitisipasi menjadi pandemi


seperti flu burung, flu babi dengan kriteria : seseorang dalam penyelidikan
kasus suspek, kasus pro bable, kasus konfirmasi terjadi sebelumnya

Perencanaan untuk menghadapi pandemik penyakit menular,


merupakan hal yang sangat penting. Kesiapan menghadapi pandemik bukan
berarti hanya mempunyai rencana tertulis atau menyediakan obat-obatan anti
virus saja. Persiapan menghadapi pandemi sangat dibutuhkan, walaupun
sulit untuk memprediksi kemungkinan berkembangnya suatu penyakit
menular menjadi pandemi pada manusia. Sebagai ilustrasi di bawah ini
disampaikan perkiraan korban berdasarkan pandemi influenza yang telah
terjadi sebelumnya.

PERKIRAAN

Karakteristik Sedang (Moderat) Sangat Berat


(Sama dengan flu Asia dan (Sama dengan Spanish Flu)
Hongkong)

Infeksi Klinis 66 juta 66 juta


(30% x penduduk RI) (30% x penduduk RI)

Rawat Jalan 33 juta 33 juta


(50% x Infeksi Klinis) (50% x Infeksi Klinis)

166
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Rawat Inap 633.600 7,26 juta
(1,92% x Rawat jalan) (22% x Rawat Jalan)

Petugas kesehatan dan Rumah Sakit perlu bekerja sama mengembangkan


rencana kesiapan untuk fasilitasnya dan memastikan adanya komunikasi
yang jelas, konsensus dan komitmen.

1. Koordinasi
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam koordinasi
 Menetapkan tim koordinasi dan individu yang bertanggung
jawab untuk memfasilitasi respon yang cepat dan memadai
selama kondisi krisis. Semua pihak yang berkepentingan harus
mengetahui tanggung jawab mereka, apa yang perlu dilakukan
dan bagaimana alurnya. INI harus tercermin dalam rencana
operasional untuk setiap organisasi ( siapa mengerjakan apa,
dimana, bagaimana, kapan, mengapa )
 Advokasi mengenai pentingnya perencanaan pandemi kepada
para pembuat keputusan untuk memastikan dukungan dan dana
yang diperlukan
 Dinas kesehatan setempat berkoordinasi dengan pemerintah
daerah menetapkan kriteria penutupan sekolah berdasarkan
informasi dan surveilans kesehatan (cluster penyakit seperti
influenza atau kematian akibat kesulitan pernapasan pada anak
usia sekolah)
 Meningkatkan kemampuan petugas medis dan perawat dalam
penanganan kasus
 Meningkatkan kemampuan petugas yang terlibat ( seperti
perawat, petugas kesehatan, petugas laboratorium ) untuk

167
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi. Pastikan bahwa
semua petugas yang terlibat telah mengikuti pelatihan dan trampil
menerapkannya.
 Jika perlu, sediakan panduan-panduan pelayanan yang
mutakhir dengan merujuk ke panduan terbaru
 Sediakan obat-obatan dan perawatan medis gratis sesuai
dengan ketentuan pemerintah atau asuransi kesehatan yang
berlaku dan lengkapi dengan sistem pelaporan kasus baru secara
cepat
 Bekerjasama dengan sektor terkait antara lain pelayanan
transportasi dan pasokan pangan. Pertimbangan untuk meyiapkan
alternatif lain untuk pasokan listrik dan air minum bagi fasilitas
pelayanan kesehatan dan jaringan komunikasi

2. Surveilans di fasilitas pelayanan kesehatan


Dasar pemikiran
Surveilans terdiri dari pengumpulan, interpretasi dan sosialisasi data
secara terus menerus yang memungkinkan di kembangkannya
intervensi berdasarkan bukti. Tujuan dari surveilans mungkin berbeda-
beda sesuai dengan keseriusan penyakit dan kemungkinan intervensi.
Setiap aktivitas surveilans harus memiliki tujuan yang jelas.

Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab


Dalam situasi saat ini :
a. Jenis surveilans apa yang di anggap penting dan mampu laksana
untuk membantu mengidentifikasi suatu pandemi yang akan muncul
pada tahap sedini mungkin?

168
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
b. Bagaimana sistem standar pengumpulan data dan analisa data?
c. Siapa yang akan mengumpulkan data dan menganalisa serta
mendesiminasikan hasil analisa tersebut?
d. Bagaimana sistem surveilans fasilitas pelayanan kesehatan terkait
dengan sistem surveilans regional atau nasional?

Hal-hal yang perlu dilakukan

 Melatih petugas kesehatan untuk mendeteksi/mengidentifikasi


kelompok-kelompok (cluster) kasus
 Mengembangkan kapasitas atau sistem atau sistem laboratorium
pusat atau regional untuk dapat mengkonfirmasi kasus-kasus awal
secepat mungkin
 Mengembangkan atau memastikan suatu sistem untuk
melaporkan temuan surveilans rutin dan luar biasa (kelompok
penyakit seperti influenza atau kematian karena kesulitan
pernapasan) ke pihak berwenang di dinas kesehatan setempat.
 Mengembangkan sistem pelaporan temuan surveilans luar biasa
ke anak usia sekolah (sebagai kelompok terpisah) dan
mengembangkan kewenangan di dinas kesehatan setempat untuk
mengambil keputusan yang cepat dan tepat waktu menutup sekolah
sesuai dengan kebutuhan
 Memastikan prosedur pendistribusian spesimen atau isolasi virus
secara cepat untuk diagnostik dan kemungkinan pengembangan
vaksin.

3. Komunikasi

Dasar pemikiran

169
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Strategi komunikasi merupakan komponen penting dalam menangani
wabah penyakit menular dan pandemi. Informasi yang akurat dan tepat
waktu di setiap tingkatan sangat penting untuk meminimalkan
keresahan masyarakat dan dampak ekonomi yang tidak diinginkan.
Kemampuan untuk merespon secara cepat dan efektif sangat di
pengaruhi dengan jumlah tenaga yang tersedia.

Prinsip komunikasi masyarakat saat trjadi bencana adalah :

 Menciptakan kepercayaan masyarakat


 Menyampaikan infomasi akurat pada waktu yang tepat
 Transparan, jujur dan obyektif
 Sesuai dengan kondisi setempat
 Berkesinambungan
 Menciptakan ketenangan namun tidak meninggakan
kewaspadaan dan upaya tanggap

Hal-hal yang perlu dilakukan

 Kembangkan rencana komunikasi dengan mendata kelompok


target yang berbeda (misalnya pers, masyarakat umum,
kelompok dengan resiko tinggi, petugas kesehatan, legislatif),
pesan-pesan kunci yang akan disampaikan, bahan yang
diperlukan (website, leaflet, informasi dalam berbagai bahasa)
dan mekanisme distribusi untuk mencapai kelompok sasaran
 Mempertahankan komunikasi transparan yang terbuka dengan
petugas kesehatan, masyarakat dengan dinas kesehatan
setempat dan memberikan informasi mutakhir secara teratur. Ini
akan membantu menekan rasa takut dan kecemasan yang
disebabkan oleh pandemi

170
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Perlu ditunjuk seorang juru bicara saat wabah ataupun pandemi
untuk mewakili fasilitas pelayanan kesehatan menghadapi
masyarakat dan media, termasuk sistem penyampaian pesan
yang akurat dan tepat waktu sebelum dan selama pandemi.
 Memastikan bahwa selama pandemi materi berita dan pesan
dikaji secara teratur dan diperbaharui dengan informasi terbaru
yang tersedia
 Menetapkan suatu sistem untuk menjawab pertanyaan dan
permintaan dari keluarga pasien termasuk mengenai kebijakan
kunjungan pasien, jika telepon tersedia, siapkan hotline/saluran
khusus dengan petugas yang terlatih.
4. Identifikasi Kasus, Penatalaksanaa dan Perawatan
Dasar pemikiran
Perlu di sediakan panduan klinis untuk memastikan tersedianya
pengobatan dan perawatan yang efektif dan aman untuk kasus penyakit
menular yang dicurigai (contoh untuk flu burung sudah ada “Pedoman
Penatalaksanakan Flu Burung di sarana Pelayanan Kesehatan” Depkes
2006), panduan klinis harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan
mudah dipahami oleh petugas.
Hal-hal yang perlu dilakukan
 Memastikan bahwa definisi penyakit menular yang muncul
sudah sesuai dengan ketetapan pemerintah (lihat lampiran A :
untuk kasus flu burung)
 Menerapkan prosedur rutin di seluruh rumah sakit/klinik
untuk identifikasi kasus baru
 Panduan klinis harus mencakup askep-askep di bawah ini
 Dimana pasien harus ditangani (di masyarakat atau rumah
sakit dan kriteria rawat inap

171
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Tindakan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi
 Pengumpulan, pengiriman dan pemeriksaan pasien dan
pemeriksaan spesimen yang sesuai ke laboratorium yang di
tetapkan
 Prosedur pengobatan, termasuk obat anti virus, antibitok dan
terapi pendukung lainnya (ventilator, penurunan demam)

5. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit


Dasar pemikiran
Panduan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi sangat penting
untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi sekunder pada pasien,
dan penularan pada petugas serta masyarakat. Aspek teknis
pencegahan dan pengendalian infeksi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan


 Menyempurnakan panduan dan prosedur yang telah ada untuk
digunakan di semua departemen
 Mengadaptasi panduan pencegahan dan pengendalian infeksi
untuk digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan alternatif :
- Laboratorium Klinik
- Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)
- Instalasi Bedah Pusat
- Instalasi Pelayanan Laundry
- Instalasi Pelayanan Rawat Inap
- Instalasi Farmasi
- Unit Produksi Makanan
- Unit Sanitasi Lingkungan
- Kamar Jenazah

172
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
- Unit Gawat Darurat (UGD)

Penyakit menular

Untuk penatalaksanaan klinis dan pelaporan di rumah sakit, jika terjadi


penyakit menular dapat di antisipasi dengan menerapkan standar dan
kewaspadaan transmisi

Definisi kasus untuk influenza A/H5 di indonesia kasus flu burung


ditetapkan dalam 4 jenis :

1. Seseorang dalam penyelidikan


2. Kasus suspek
3. Kasus probable
4. Kasus konfirmasi

1. Seseorang dalam penyelidikan


Seseorang yang telah diputuskan oleh pejabat kesehatan yang
berwenang, untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi terhadap
kemungkinan terinfeksi H5N1
Contoh :
Antara orang sehat ( tidak ada gejala klinis ) tetapi kontak erat
dengan kasus (suspek, probable atau konfirmasi ) atau penduduk
sehat yang tinggal di daerah terjangkit flu burung pada unggas

2. Kasus suspek flu burung (H5N1)


Seseorang yang menderita demam/suhu > 38°C disertai satu atau
lebih gejala dibawah ini :
 Batuk
 Sakit tenggorokan

173
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Pilek
 Sesak napas

dan

Terdapat salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :

1. Dalam 7 hari terakhir sebelum gejala klinis, mempunyai riwayat


kontak erat dengan penderita (suspek, probable atau
konfirmasi), seperti merawat, berbicara atau bersentuhan
dengan pasien dalam jarak < 1 meter
2. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai
riwayat kontak erat dengan unggas (misal menyembelih,
menangani, membersihkan bulu atau memasak)
3. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis mempunyai
riwayat kontak erat dengan unggas, bangkai unggas, kotoran
unggas, bahan atau produk mentah lainnya di daerah yang
satu bulan terakhir telah terkena flu burung pada unggas, atau
adanya kasus pada manusi (suspek, probable, konfirmasi)
4. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis mempunyai
riwayat mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak
di masak dengan sempurna, yang berasal dari daerah yang
satu bulan terakhir telah terjadi flu burung pada unggas, atau
adanya kasus pada manusia (suspek, probable atau
konfirmasi)
5. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, kontak erat
dengan binatang selain unggas yang telah dikonfirmasi
terinfeksi H5N1, antara lain : babi atau kucing

174
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
6. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, memegang
atau menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai
mengandung H5N1
7. Ditemukan leukopenia (jumlah leukosit/sel darah putih di
bawah nilai normal)
8. Ditemukan filter antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji
H1 menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza
A tanpa subtipe.
9. Foto Rongent dada/thoraks menggambarkan pneumonia yang
cepat memburuk pada serial foto

3. Kasus Probabel flu burung (H5N1)


Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di
bawah ini :
1. Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali
dengan pemeriksaanuji H1 menggunakan eritrosit kuda atau uji
ELISA
2. Hasil laboratorium terbaca untuk influenza H5 (terdeteksinya
antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal)
menggunakan uji netralisasi (dikirim ke laboratorium rujukan)
atau
Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit nafas akut
yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya yang secara
epidemiologis berkaitan dengan aspek waktu, tempat dan
pajanan terhadap suatu kasus probable atau suatu kasus H5N1
yang terkonfirmasi

4. Kasus flu burung (H5N1) terkonfirmasi

175
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probable.
dan disertai
Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu
laboratorium influenza nasional, regional atau internasional yang
hasil pemeriksaan H5N1 nya diterima oleh WHO sebagai
konfirmasi :
- Isolasi virus H5N1
- Hasil PCR H5N1 positif
- Peningkatan ≥ 4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1
dari spesimen
- Konvalesens dibandingkan dengan spesimen akut (diambil ≤
7 hari setelah awitan gejala penyakit) dan titer antibodi
netralisasi konvalesens harus pula ≥ 1⁄80

- Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 ≥ 1⁄80 pada spesimen


serum yang di ambil pada hari ke ≥ 14 setelah awitan (onset
penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer H1
sel daerah merah kuda ≥ 1⁄160 atau Western Blot spesifik H5
positif

176
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
BAB VII

MASALAH PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK

PENYAKIT INFEKSI REGIONAL

DEMAM THYPOID

Etiologi :

Salmonella thypi

Penularan :

Makanan, minuman, kontak dengan hewan yang terinfeksi dengan hewan


yang terinfeksi, penularan langsung antara manusia melalui rute fekal-oral

Periode inkubasi :

3-60 hari, biasanya 7-14 hari

Uji diagnostik

Biakan feses, darah, urin, aspirasi sumsum tulang, tes widal dapat
menunjukan adanya infeksi namun hasil positif palsu atau negatif palsu
sering terjadi dan karenanya tes ini tidak reliable

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Standard Precautions dengan Contact Precaution

Selalu melakukan kebersihan tangan

 Pakai APD (sarung tangan dan masker saat kontak dengan feses
pasien)
177
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Pasien yang dirawat menggunakan popok dan / atau jika mengalami
inkontinensia selama sakit atau perawatan
 Anak-anak yang terinfeksi harus dihindari dari kegiatan-kegiatan di
pusat layanan anak sampai didapatkan hasil negatif untuk S thypi pada
kultur feses yang dilakukan berturut-turut setelah penghentian terapi
antimikroba.

Tindakan pencegahan berikut harus dilakukan :

 Memperhatikan kebersihan baik dalam mengolah dan menyiapkan


makanan
 Penyediaan air bersih
 Mencuci tangan dengan baik dan kebersihan pribadi
 Sistem pembuangan air yang bersih
 Jangan mempekerjakan orang yang terinfeksi untuk menangani
makanan
 Telur mentah dan makanan yang mengandung telur mentah tidak boleh
dimakan. Telor dan makanan lain yang berasal dari hewan harus
dimasak matang

Tersedia beberapa jenis vaksin demam thyfoid. Vaksin inaktivasi parenteral


menyebabkan lebih banyak efek samping dan tidak lebih efektif dibanding
vaksin Ty21a atau Vi CPS oral.

TUBERCULOSIS

Etiologi :

Mycobacterium tuberculosis (terutama), M. Bovis (kadang-kadang), M.


Africanum (jarang).

178
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Cara penularan :

Droplet nuclei

Masa inkubasi :

2-12 minggu (biasanya 10 minggu, rata-rata 3-4 minggu) dari infeksi sampai
terbentuknya reaksi positif terhadap tes tuberkulin, dapat terjadi relaps
bertahun-tahun kemudian.

Uji diagnostik

 Mikroskopik : sputum BTA, aspirasi cairan lambung, cairan pleura, ICS,


urine, cairan tubuh lain atau bahan biopsi
 Kultur spesimen
 PCR dari spesimen saluran napas
 DNA fingerprint dengan restriction fragment length polymorphism
(RFLP) untuk evaluasi epidemilogi
 Foto thorak dan tes tuberkulin untuk kasus asimptomatik
 Hasil test Mantoux harus dibaca oleh tenaga kesehatan yang
berpengalaman

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Standard Precautions dengan Airborne Precautions

Dengan menggunakan masker, pintu selalu tertutup dan kebersihan tangan

Pasien TB paru diberikan terapi OAT 2 minggu atau hasil BTA 3 kali berturut-
turut negatif

 Tindakan pengendalian berikut ini harus dikerjakan


 Regimen antimikroba yang efektif (DOTS)

179
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Evaluasi dan follow up ketat pasien yang terinfeksi
 Pelacakan dan terapi profilaksis kontak
 Vaksinasi BCG untuk bayi untuk mencegah penyebaran diseminata dan
sakit TB berat
 Sistem surveilans nasional yang baik untuk pemberitahuan dini,
identifikasi, dan manajemen wabah

HEPATITIS A

Etiologi :

Virus hepatitis A, RNA virus picornavirus grup enterovirus

Cara penularan :

Antar manusia secara fekal-oral yang terkontaminasi atau oral dari air yang
tercemar

Masa inkubasi :

15-50 hari, rata-rata 25-30 hari

Uji diagnostik :

Anti HAV IgM dan IgG. IgM ditemukan saat awal penyakit dan menghilang
setelah 4 bulan dapat bertahan sampai 6 bulan atau lebih lama. Anti HAV IgG
dapat dideteksi sesaat setelah IgM.

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Standard Precautions dengan Contact Precaution

Selalu melakukan kebersihan tangan dan sarung tangan jika kontak dengan
sumber infeksi

180
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Pasien sebaiknya beristirahat, dianjurkan sampai satu minggu setelah
gejala
 Memperhatikan kebersihan makanan dan lingkungan
 Memperhatikan personal hygiene
 Pemberian Ig efektif sampai 80-90% jika diberikan dalam 2 minggu
setelah infeksi HAV
 Vaksin hepatitis A dapat diberikan pada anak dan dewasa
 Pemberian vkasin hepatitis A dapat diberikan pada anak dan dewasa

HEPATITIS B

Etiologi :

Virus Hepatitis B (HBV), suatu hepadnavirus DNA

Cara penularan :

Darah atau cairan tubuh pada pasien HbsAg positif

Masa inkubasi :

45-160 hari, rata-rata 120 hari

Uji diagnostik :

Tes serologis HbsAg, HbeAg, anti HBc IgM dan anti HBc IgG

PCR DNA untuk menilai HBV DNA kuantitatif

Tindakan pencegahan dan pengendalian

 Standard Precautions dengan Contact Precaution

Selalu melakukan kebersihan tangan dan sarung tangan jika kontak


dengan sumber infeksi

181
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Vaksin hepatitis B sebelum dan sesudah kontak untuk profilaksis
 Immunoglobulin efektif jika diberikan dalam 72 jam setelah kontak

SCABIES

Etiologi

Sarcopter scabiei sub sp.Hominis

Cara penularan :

Kontak erat dengan penderita

Masa inkubasi

4-6 minggu

Uji diagnostik

Identifikasi tunggu atau telur dari kotoran kulit

Tindakan pencegahan dan pengendalian

 Contact Precautions dengan cara melakukan kebersihan tangan dan


sarung tangan jika kontak dengan sumber infeksi
 Terapi profilaksis untuk anggota keluarga yang lain
 Sprei dan pakaian yang dipakai selama 4 hari sebelum dimulainya
terapi harus dicuci dalam air hangat

VARCELLA ZOSTER

Etiologi

Virus Varecella zoster suatu herpes virus

Cara penularan :

182
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Transmisi orang ke orang melalui kontak langsung, kadang melalui
penyebaran udara (airborne) dari sekret pernapasan dan sangat jarang
melalui lesi zoster

Masa inkubasi :

14-16 hari

Uji diagnostik :

Deteksi antigen dari lesi vesikel selama 3-4 hari pertama erupsi dengan
pewarnaan immunofluoresen atau kultur

Uji serologi meliputi immunoassay dan indirect fluorescent antibody

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Lakukan pencegahan terhadap penyebaran udara (airborne precautions) dan


(contact precautions) terhadap :

 Pasien yang terinfeksi minimal selama 5 hari setelah onset ruam dan
selama lesi masih berbentuk vesikel
 Pasien yang rentan terinfeksi sejak 8-21 hari setelah onset ruam pada
pasien infeksi
 Pertahankan kewaspadaan hingga 28 hari pasca paparan bagi mereka
yang telah mendapat immunoglobulin anti varisela zoster (VZIG)
 Pasien yang immunokompromise selama penyakit berlangsung

Standard precautions harus tetap dijalankan selama 3-5 hari pasca paparan
yang terjadi pasca profilaksis

183
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
VZIG cocok digunakan bagi individu yang beresiko tinggi mengalami varicella
berat dan harus diberikan dalam 96 jam pertama untuk memberikan
perlindungan maksimal

INFUENZA

Etiologi :

Virus influenza

Transmisi :

Transmisi orang ke orang melalui kontak langsung, infeksi droplet besar


(large droplet), atau alat/bahan yang terkontaminasi sekret nasofaringeal

Masa inkubasi

1-3 hari

Uji diagnostik ;

 Deteksi antigen cepat pada aspirat nasofaringeal dengan uji


immunofluorescent
 Kultur sekret nasofaringeal yang diperoleh pada 72 jam pertama

Tindakan pencegahan dan pengendalian

 Kewaspadaan terhadap penyebaran via droplet (droplet precautions)


dengan cara selalu menggunakan masker dan kebersihan tangan ketika
kontak dengan pasien
 Vaksinasi influenza bagi pasien immunokompromise dan pendatang di
daerah yang sedang wabah

184
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
INFEKSI ENTEROVIRUS

Etiologi :

Enterovirus

Transmisi :

Fekal-oral dan kontak langsung melalui saluran napas. Virus dapat bertahan
hidup di lingkungan dalam jangka waktu lama sehingga transmisi dapat
terjadi melalui alat atau bahan yang terkontaminasi

Masa inkubasi :

3-6 hari untuk penyakit tangan kaki dan mulut

Uji diagnostik :

Rapid virus culture (shell vial) dan deteksi langsung dengan menggunakan
tehnik molekuler (Reverse transcriptio-PCR) dari apusan tenggorok, tinja dan
rectal atau cairan serebrospinal. Tes serologis kurang bermakna.

Tindakan pencegahan dan pengendalian

 Contact Precautions dengan cara melakukan kebersihan tangan dan


sarung tangan jika kontak dengan sumber infeksi
 Pakai masker saat kontak langsung dengan pasien (balita, anak-anak
dan dewasa)

SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS)

Etiologi :

SARS-CoV (SARS-associated coronavirus)

185
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Cara penularan :

Transmisi orang ke orang melalui kontak langsung dan atau droplet. virus
dapat bertahan hidup di lingkungan dalam jangka waktu lama sehingga
transmisi dapat terjadi melalui alat atau bahan yang terkontaminasi

Masa inkubasi :

2-10 hari

Uji diagnostik

 Deteksi langsung dengan tehnik molekular (RT-PCR) dan dikonfirmasi


dengan pemeriksaan di laboratorium rujukan lain dari dua spesimen
yang di ambil dari tempat yang berbeda (misalnya nasofaring dan tinja)
atau dua spesimen yang di ambil dari sumber yang sama pada dua hari
yang berbeda (misalnya dua aspirat nasofaring)
 Isolasi pada kultur sell SARS Co-V dari spesimen dan konfirmasi PCR
yang divalidasi oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
 Deteksi antibody serum dari SARS-CoV dengan uji yang valid (misal
ELISA) dan dikonfirmasi oleh laboratorium rujukan kedua dari specimen
tunggal atau titer antibody meningkat empat kali atau lebih antara fase
akut dan fase konvalesens yang di uji secara paralel atau uji antibody
yang negatif pada fase akut dengan hasil positif pada fase konvalesens
yang diuji secara paralel

Tindakan pencegahan dan pengendalian

 Contact Precautions (kebersihan tangan) dan Droplet Precautions


(masker, gogle, apron dan sarung tangan saat kontak dengan sputum
untuk periode
sakit

186
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
 Airborne Precaution (masker N 95) di anjurkan pada saat menggunakan
aerosol-generating procedur

187
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
BAB VIII
PENGAMBILAN, PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN
BAHAN PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI

Seperti halnya pemeriksaan mikrobiologi pada umumnya, maka dalam


hal pengambilan, penyimpanan dan pengiriman dan bahan pemeriksaan
yang berkaitan dengan infeksi rumah sakit harus memenuhi beberapa
persyaratan tertentu.
Syarat yang berlaku umum untuk semua bahan pemeriksaan
dikemukakan dalam petunjuk umum. Syarat-syarat yang berlaku khusus
dibahas dalam petunjuk khusus. Petunjuk umum dan khusus yang
dikemukakan lebih lanjut adalah persyaratan untuk bahan pemeriksaan
bakteriologi
Pada bagian akhir dalam petunjuk ini, disajikan sebuah tabel untuk
mempermudah pada pemakai secara cepat memilih cara tepat untuk
menangani bahan tertentu. Bila para pemakai jasa laboratorium mikrobiologi
mengalami kesukaran, diharapkan langsung berhubungan dengan petugas
laboratorium

A. PETUNJUK UMUM
Di dalam petunjuk umum pemeriksaan bakteriologi, yang dapat
diterapkan secara umum ialah tahap pengambilan bahan pemeriksaan.
Penyimpanan serta pengiriman diperinci dalam petunjuk khusus
Pengambilan bahan pemeriksaan bakteriologi untuk infeksi rumah sakit
hendaknya beberapa syarat yaitu :
1. Bahan di ambil sebelum pemberian antibiotik atau kemotherapika.
Dalam keadaan terlanjur diberi, maka sebaiknya dilampirkan jenis
dan takaran serta lama pemberian obat

188
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
2. Bahan pemeriksaan di ambil pada saat dan tempat yang tepat. Saat
dan tempat dipilih dengan mempertimbangkan kemungkinan
terbesar mendapatkan bakteri-bakteri
3. Pengambilan dilakukan dengan cara dan alat sedemikian rupa,
sehingga cemaran tidak terjadi (cara aseptik)
4. Bahan pemeriksaan di ambil dalam jumlah yang cukup untuk
pemeriksaan yang diminta
5. Formulir pemeriksaan hendaknya diisi dengan lengkap
B. PETUNJUK KHUSUS
Petunjuk bahan pemeriksaan yang sering diminta untuk diperiksa, akan
dibahas sendiri. Untuk bahan pemeriksaan yang relatif agak jarang
diminta, hanya dicantumkan dalam tabel pada akhir petunjuk ini
1. Air Seni
Waktu penampungan air seni sebaiknya pagi hari (early morning
specimen) atau 4 jam setelah kencing terakhir. Tempat penampung
ialah tabung steril tertutup. Tempat pengambilan dapat dengan cara
penampungan porsi tengah yang bersih (clean voided mid stream),
pungsi suprapubik atau dengan kateter. Jumlah air seni yang
dibutuhkan antara 1-2 ml bila diambil dengan pungsi suprapubik atau
10 ml bila di ambil dengan porsi tengah yang bersih atau kateter.
Bahan yang diperoleh segera dikirim ke laboratorium. Bila tertunda
dapat disimpan dalam lemari es suhu 4°C selama 24 jam atau
ditambah pengawet asam borat.
2. Darah
Waktu pengambilan darah untuk biakan bakteri dipilih sesuai dengan
perjalanan penyakit. Tempat penampungan bahan disediakan
sepasang media yang berisi media cair, Thyptic Phoshate Broth
(TPB) atau Trypticase Soy Broth (TSB) atau Cooked Meat Medium

189
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
(CMM) untuk bakteri anaerob. Masing-masing media diisi dengan ±
5- 10 ml darah untuk ± 10% Volume media.
3. Nanah
Pengambilan nanah (pus) dapat dikelompokkan menjadi dua cara
yaitu :
a. Pengambilan nanah dari tempat yang tertutup misalnya dari
abses, rongga tubuh (kavum pelura, rongga sendi dan lain
sebagainya). Bahan di ambil dengan cara pungsi aspirasi,
dengan semprit steril.
b. Pengambilan nanah dari tempat yang terbuka atau yang
berhubungan dengan udara, misalnya dari luka terbuka. Bahan di
ambil dengan cara hapusan dengan lidi kapas steril.
4. Tinja
Pengambilan bahan di ambil pada pagi hari dan atau pada tinja yang
baru keluar (Freshly passed stool). Bila tinja sulit diperoleh maka
pengambilan dengan hapusan rektum dianjurkan. Tinja yang
diperoleh ditampung di dalam tabung atau botol gelas steril dan
segera dikirim ke laboratorium. Bila di ambil dengan hapusan
rektum, dikirim dalam media transport Carry Blair. Jumlah bahan
yang diperlukan sebanyak 10 gram atau sebesar ibu jari kaki orang
dewasa.
5. Dahak
Dahak (sputum) diperoleh dari penderita dengan cara batuk spontan,
dengan espektorans, aspirasi cairan lambung atau aspirasi
transtrakeal. Penderita diberi petunjuk agar yang ditampung adalah
benar-benar dahak dan bukan air liurnya. Pengambilan dilakukan
pada pagi hari (early morning sputum) dan ditampung dalam cawan
petri steril

190
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
6. Liquor cerebrospinal
Pengambilan dengan pungsi, dilakukan sewaktu-waktu sebanyak 2-
4 ml. Penampungan dapat berupa tabung/botol gelas steril bertutup
alur (screw capped) atau tabung berisi media pemupuk “Dextrose
Ascitic” (DAF). Pengiriman ke laboratorium segera mungkin (selagi
masih hangat) penyimpanan tidak di anjurkan.

TABEL 6 TABEL PEMILIHAN CARA-CARA PENGAMBILAN,


PENYIMPANAN BAHAN PEMERIKSAAN
BAKTERIOLOGI

N Nama Jenis Pengambil Penyimpan Pengirim


o Bahan Pemeriksaan an an an
1 Air Seni Biakan dan  Pagi hari 4°C Segera
sediaan langsung  Tabung Asam Borat 4°C
bakteri-bakteri steril
pyogenik
2 Dahak Biakan dan  Pagi hari - Segera
sediaan langsung  Cawan suhu
bukan tahan petri kamar
asam steril
3 Darah Biakan bakteri  Pagi hari 37°C Segera
aerob dan  Tabung
anaerob steril
4 Cairan Biakan dan  Pungsi 37°C Segera
Pleura sediaan langsung aspirasi
bakteri-bakteri semprit
aerob dan steril

191
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
anaerob  Media
perbenih
an

5 Cairan Biakan dan  Tabung 37°C Segera


Cerebrospin sediaan langsung steril (selagi
al bakteri-bakteri  Media hangat
pyogenik perbenih 37°C)
an DAF
6 Hapusan Biakan dan  Lidi Suhu kamar Segera
Tenggoroka sediaan langsung kapas
n/Hidung bakteri-bakteri steril
pyogenik dalan Suhu kamar
media
 Transpor
t Stuart
7 Nanah Biakan dan  Lidi 37°C Segera
sediaan langsung kapas
bakteri-bakteri steril
pyogenik dalan
media
transport Segera
stuart
 Pungsi
aspirasi
dalam
semprit
steril

192
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN
A. Pengertian
1. Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan
minuman yang disajikan dari dapur rumah sakit untuk pasien dan
karyawan, makanan dan minuman yang dijual di dalam lingkungan
rumah sakit atau dibawa dari luar rumah sakit
2. Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan individu. Misalnya menyediakan air bersih,
menyediakan tempat sampah dan lain-lain

B. Persyaratan Hygiene dan Sanitasi Makanan


1. Angka bakteri E. Coli pada makanan jadi harus 0/gr sampel
makanan dan pada minuman angka E. Coli harus 0⁄100 ml sampel
minuman
2. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka total bakteri
sebanyak-banyaknya 100/cm² permukaan dan tidak ada bakteri E.
Coli
3. Makanan yang mudah membusuk disimpan dalam suhu panas
lebih dari 65,5° C atau dalam suhu dingin kurang dari 40°C. Untuk
makanan yang disajikan lebih dari 6 jam disimpan lebih dari 6 jam
disimpan dalam suhu -5°C sampai -1°C
4. Makanan kemasan tertutup sebaiknya disimpan dalam suhu 10°C
5. Penyimpanan bahan mentah dilakukan dalam suhu sebagai
berikut:

193
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
TABEL 7 SUHU PENYIMPANAN MENURUT JENIS BAHAN
MAKANAN
Jenis Bahan 3 hari atau 1 minggu 1 minggu atau
Makanan kurang atau kurang lebih
Daging, ikan, -5°C sampai -10°C sampai Kurang dari -
udang, dan 0°C -5°C 10°C
olahannya
Telur, susu dan -5°C sampai - -5°C sampai - Kurang dari -
olahannya 7°C 7°C 5°C
Sayur, buah dan 10°C 10°C 10°C
minuman
Tepung dan biji 25°C 25°C 25°C

6. Kelembapan penyimpanan dalam ruangan : 80-90%


7. Cara penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada lantai,
dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm
b. Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm
c. Jarak bahan makanan dengan langit-langit 60 cm

C. Tata Cara Pelaksanaan


1. Bahan makanan dan makanan jadi
 Pembelian bahan makanan sebaiknya ditempat yang resmi
dan berkualitas baik
 Bahan makanan dan makanan jadi yang berasal dari Instalasi
Gizi atau dari luar rumah sakit / jasaboga harus diperiksa
secara fisik dan laboratorium minimal 1 bulan sesuai

194
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 751/Menkes/SK/V/2003
tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi jasaboga
 Makanan jadi yang dibawa oleh keluarga pasien dan berasal
dari sumber lain harus selalu diperiksa kondisi fisiknya
sebelum dihidangkan
 Bahan makanan kemasan (terolah) harus mempunyai label
dan merk serta dalam keadaan baik

2. Bahan makanan tambahan


Bahan makanan tambahan (bahan pewarna, pengawet, pemanis
buatan) harus sesuai dengan ketentuan

3. Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi


Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan
dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia
berbahaya, serangga dan hewan lain
a. Bahan makanan kering
1. Semua gudang bahan makanan hendaknya berada dibagian
yang tinggi
2. Bahan makanan tidak diletakkan dibawah saluran/pipa air
(air bersih maupun air limbah) untuk menghindari terkena
bocoran.
3. Tidak ada drainase di sekitar gudang makanan
4. Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak
dengan ketinggian rak terbawah 15-25 cm
5. Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga
6. Penempatan bahan makanan harus rapi dan ditata tidak
padat untuk menjaga sirkulasi udara

195
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
b. Bahan makanan basah/mudah membusuk dan minuman
1. Bahan makanan seperti buah, sayuran dan minuman
disimpan pada suhu penyimpanan dingin (cooling) 10°C -
15°C
2. Bahan makanan berprotein yang akan segera di olah
kembali disimpan pada suhu penyimpanan dingin (chilling)
4°C – 10°C
3. Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka
kurang dari 24 jam disimpan pada penyimpanan beku
(frozen) dengan suh < 0°C
4. Pintu tidak boleh sering dibuka karean akan meningkatkan
suhu
5. Makanan yang berbau tajam (udang, ikan dll) harus tertutup
6. Pengambilan dengan cara First In First Out (FIFO), yaitu
yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu, agar tidak
ada makanan yang busuk

c. Makanan jadi
1. Makanan jadi harus memenuhi persyaratan bakteriologi
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jumlah kandungan
logam berat dan residu pestisida, tidak boleh melebihi
ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang
berlaku
2. Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi atau
dikemas dan tertutup serta segera disajikan

196
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
4. Pengolahan makanan
Unsur – unsur yang terkait dengan pengolahan makanan :
a. Tempat pengolahan makanan
1) Perlu disediakan tempat pengolahan makanan (dapur)
sesuai dengan persyaratan konstruksi, bangunan dan
ruangan dapur
2) Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan selalu
diberikan dengan antiseptik
3) Asap dikeluarkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan
sungkup asap
b. Peralatan masak
Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan
dalam proses pengolahan makanan
1) Peralatan masak tidak boleh melepaskan zat beracun
kepada makanan
2) Peralatan masak tidak boleh patah dan kotor
3) Lapisan permukaan tidak larut dalam asam/basa atau
garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan
4) Peralatan agar dicuci segera sesudah digunakan,
selanjutnya didisinfeksi dan dikeringkan
5) Peralatan yang sudah bersih harus disimpan dalam keadaan
kering dan disimpan pada rak terlindung dari vektor
c. Penjamah makanan
1) Harus sehat dan bebas dari penyakit menular
2) Secara berkala minimal 2 kali setahun diperiksa
kesehatannya oleh dokter yang berwenang
3) Pekerja pengolah makanan harus selalu melakukan
kebersihan tangan sebelum bekerja dan setelah ke toilet

197
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
4) Menggunakan Alat Pelindung Diri ( masker, penutup
kepala/topi, apron dan sarung tangan plastik)
5) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar
dari kamar kecil
d. Pengangkutan makanan
Makanan yang telah siap santap perlu diperhatikan dalam cara
pengangkutannya yaitu :
1) Makanan di angkut dengan menggunakan kereta dorong
yang tertutup dan bersih
2) Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih
tersedia udara untuk ruang gerak
3) Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur
untuk mengangkut bahan/barang kotor
e. Penyajian makanan
1) Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran
dan peralatan yang dipakai harus bersih
2) Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan
tertutup
3) Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat
ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan
suhu minimal 60°C dan 4°C untuk makanan dingin
4) Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan
berpakaian bersih
5) Makanan jadi harus segera disajikan
6) Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan
kepada pasien

5. Pengawasan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman

198
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Pengawasan dilakukan secara :
a. Internal
Pengawasan dilakukan oleh petugas sanitasi atau petugas
penanggung jawab kesehatan lingkungan rumah sakit.
Pemeriksaan parameter mikrobiologi dilakukan pengambilan
sampel makanan dan minuman meliputi bahan makanan dan
minuman yang mengandung protein tinggi, makanan siap
santap, air bersih, alat makanan dan masak serta usap dubur
penjamah. Pemeriksaan parameter kimiawi dilakukan
pengambilan sampel minuman berwarna, makanan yang
diawetkan, sayuran, daging, ikan laut. Pengawasan secara
berkala dan pengambilan sampel dilakukan minimal 2 kali
dalam setahun. Bila terjadi keracunan makanan dan minuman
dirumah sakit maka petugas sanitasi harus mengambil sampel
makanan dan minuman untuk diperiksa ke laboratorium.
b. Eksternal
Dengan melakukan uji petik yang dilakukan oleh petugas
sanitasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota secara
insidentil atau mendadak untuk menilai kualitas.

199
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
BAB IX
PENYEHATAN AIR

A. PENGERTIAN
1. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum
2. Sumber penyediaan air minum dan untuk keperluan rumah sakit
berasal dari perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui
tangki air, air kemasan dan harus memenuhi syarat kualitas air
minum

B. PERSYARATAN
1. Kualitas air minum
Sesuai dengan Peraturan mneteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air
minum
2. Kualitas air yang digunakan di ruang khusus
a. Ruang operasi
Bagi rumah sakit yang menggunakan air yang sudah diolah
seperti PDAM, sumur bor dan sumber lain untuk keperluan
operasi dapat melakukan pengolahan tambahan dengan catridge
filter dan dilengkapi dengan disinfeksi menggunakan ultraviolet
(UV)
b. Ruang farmasi dan hemodialisa
Air yang digunakan di ruang farmasi terdiri dari air yang
dimurnikan untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi dan
pengenceran dalam hemodialisa

200
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
C. TATALAKSANA
1. Kegiatan pengawasan kualitas air denga pendekatan surveilans
kualitas air antara lain meliputi :
a. Inspeksi sanitasi terhadap sarana air minum dan air bersih
b. Pengambilan, pengiriman dan pemeriksaa sampel air
c. Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan
laboratorium
d. Dan tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kulaitas air
2. Melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih rumah
sakit dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Petunjuk teknis sanitasi
sarana penyediaan air sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan
Direktorat Jenderal PPM dan PL, Departemen Kesehatan
3. Pengambilan sampel air pada sarana penyediaan air minum dan
atau air bersih rumah sakit tercantum dalam Tabel 8

TABEL8 JUMLAH SAMPEL AIR UNTUK PEMERIKSAAN


MIKROBIOLOGI MENURUT JUMLAH TEMPAT
TIDUR

Jumlah Minimum Sampel Air Perbulan


Jumlah Tempat
Untuk Pemeriksaan Mikrobiologik
Tidur
Air Minum Air Bersih
25 – 100 4 4
101 – 400 6 6
401 - 1000 8 8
 1000 10 10

201
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
4. Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal
2 (dua) kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada
musim hujan) dan titik pengambilan sampel masing-masing pada
tempa penampungan (reservoir) dan keran terjauh dari reservoir
5. Titik pengambilan sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologi
terutama pada air kran dari ruang dapur, ruang operasi, kamar
bersalin, kamar bayi, dan ruang makan, tempat penampungan
(reservoir), secara acak pada kran-kran sepanjang sistem distribusi,
pada sumebr air dan titik-titik lain yang rawan penecemaran
6. Sampel air pada butir 3 dan 4 tersebut di atas di kirim dan diperiksa
pada laboratorium yang berwenang atau ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan atau Pemerintah Daerah setempat
7. Pengambilan dan pengiriman sampel air dapat dilaksanakan sendiri
oleh pihak rumah sakit atau pihak ketiga yang direkomendasikan
oleh Dinas Kesehatan.
8. Sewaktu-waktu dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dalam
rangka pengawasan (uji petik) penyelenggaraan penyehatan
lingkungan rumah sakit, dapat mengambil langsung sampel air pada
sarana penyediaan air minum dan atau air bersih rumah sakit untuk
diperiksakan pada laboratorium
9. Setiap 24 jam sekali rumah sakit harus melakukan pemeriksaan
kualitas air untuk pengukuran sisa khlor bila menggunakan
disinfektan kaporit, pH dan kekeruhan air minum atau air bersih yang
berasal dari sistem perpipaan dan atau pengolahan air pada
titik/tempat yang dicurigai rawan pencemaran.
10. Petugas sanitasi atau penanggung jawab pengelolaan kesehatan
lingkungan melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi dan pemriksan
laboratorium.

202
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
11. Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter
yang menyimpang dari standar maka harus dilakukan pengolahan
sesuai parameter yang menyimpang.
12. Apabila ada hasil inspeksi sanitasi yang menunjukan tingkat resiko
pencemaran amat tinggi dan tinggi harus dilakukan perbaikan
sarana.

203
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
BAB X
PENUTUP

Petunjuk teknis yang dicantumkan merupakan prosedur baku


maksimal yang harus diupayakan untuk dilaksanakan seluruhnya oleh setiap
personil rumah sakit yang terlibat dan berlaku disetiap sarana terkait. Disadari
bahwa keterbatasan sarana dan prasarana serta sumber daya dan dana
masih merupakan kendala di beberapa tempat, namun keterbatasan ini tidak
dapat dipergunakan sebagai alasan untuk menurunkan baku prosedur
pelayanan kesehatan yang harus diberikan kepada pasien.
Dengan memiliki pengetahuan dan sikap yang memadai, diharapkan
semua personil rumah sakit akan memliki perilaku dan kemampuan yang
memadai pula dalam memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia
secara bertepat guna dalam pengendalian infeksi rumah sakit secara
berencana dan terorganisir dengan baik merupakan suatu keharusan bagi
setiap rumah sakit.

204
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
Dengan demikian rumah sakit berkomitmen memberikan pelayanan
kesehatan dengan mutu sebaik-baiknya.

Ditetapkan di : Tangerang Selatan


Pada Tanggal : ............Juni, 2016

DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM
KOTA TANGERANG SELATAN,

Drg. Hj Maya Mardiana, MARS


Pembina / IV a
NIP 197008192002122005

205
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad Djojosugito,Prof.DR.Dr.M, dkk, Buku Manual Pengendalian


Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, Jakarta, 2001
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan
Lainnya, Jakarta, 2009.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman Pengendalian Infeksi
Nosokomial di Rumah Sakit, Jakarta, 2001.
4. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, 2009.

206
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
LAMPIRAN POSTER

207
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
CUCI TANGAN BERBASIS ALKOHOL

208
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
209
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
SAMPAH MEDIS

( INFEKSIUS )

KANTONG PLASTIK KUNING :

Selang Infus, Kateter Urine, Kantong Urine,

Popok Disposable, Kasa, Perban, Masker, Sarung Tangan,

Pembalut Kewanitaan, Kapas Cebok, Lidi Kapas, Depper, Kapas Alkohol.

Sampah yang terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien

Komite Pencegahan Pengendalian Infeksi

RSU Kota Tangerang Selatan

210
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan
SAMPAH NON MEDIS

( DOMESTIK )

KANTONG PLASTIK HITAM :

Kertas, Plastik, Plastik Bungkus Spuit / Infus, Kardus, Kayu, Kaleng, Daun,
Sisa Makanan

Sampah yang tidak terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien

Komite Pencegahan Pengendalian Infeksi

RSU Kota Tangerang Selatan

211
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2016
RSU Kota Tangerang Selatan

Anda mungkin juga menyukai