Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN MOBILISASI DI RUANG ANGGREK 1 RSUP
DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun Oleh:

Annisa Purnama Shiam 1910206072


Rukhi Solikhah 1910206082

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2019
A. Definisi
Mobilisasi atau mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas dalam
mempertahankan ataupun meningkatkan tingksat kesehatannya (Riyadi & Widuri, 2015)
Mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur sehingga dapat beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
dibutuhkan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit, dan untuk aktualisasi diri (Saputra, 2013). Apabila
seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan aktivitasnya karena suatu penyakit, maka
orang tersebut memiliki hambatan mobilitas atau biasa disebut juga dengan imobilisasi.
Imobilisasi atau gangguan mobilitas definisi dari NANDA, merupakan suatu
keadaan ketika seseorang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik
(Riyadi & Widuri, 2015). Imobilitas merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat
bergerak bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan. Imobilitas dapat terjadi
karena berbagai hal, misalnya trauma tulang belakang, cedera otot berat, fraktur pada
ekstremitas, dan kelainan saraf (Saputra, 2013).

B. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot,ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama
kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan
gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran
keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orang usia lanjut terus menerus berbaring di
tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007). Penyebab
secara umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system saraf pusat
4. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai contoh :
1. Gangguan sendi dan tulang, penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah
tulang tertentu akan menghambat pergerakan (mobilisasi).

2
2. Penyakit syaraf. Adanya strok, penyakit parkinson, dan gangguan syaraf tepi juga
menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
3. Penyakit jantung atau pernapasan. Penyakit jantung ataupernapasan akan
menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketgika beraktivitas. Akibatnya, pasien
dengan gangguan pada organ-organ tersebut akan mengurangi mobilitasnya. Ia
cenderung lebih banyak duduk atau berbaring.
4. Gangguan penglihatan. Rasa percaya diri untuk bergerak akan terganggu bila ada
gangguan penglihatan karena ada kekhawatiran terpeleset,terbentur, atau tersandung.
5. Masa penyembuhan. Pasien yang masih lemah setelah menjalani operasi atau penyakit
berat tertentu memerlukan bantuan untuk berjalan (Tarwoto & wartonah, 2007) .
C. Manifestasi Klinis
1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
a. Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropidan
abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium.
b. Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung dan
pembentukan thrombus.
c. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah
beraktifitas.
d. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan
kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi).
e. Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan
dan batu ginjal.
f. Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan.
g. Neurosensori: sensori deprivation
2. Respon psikososial dari antara lain meningkatkan respon emosional,
intelektual,sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional yang paling umum adalah
depresi, perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-bangun, dan gangguan
koping.
3. Keterbatasan rentan pergerakan sendi.
4. Pergerakan tidak terkoordinasi.
5. Penurunan waktu reaksi ( lambat ).

3
D. Patofisiologi penyakit
Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi dapat disebabkan
oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang beresiko menyebabkan stroke
seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta kkontak antara bagian tubuh dengan
sumber panas ekstrem. Terjadinya trauma dan kondisi patologis tersebut dapat
menimbulkan adanya fraktur yang menyebabkan pergeseran fragmen tulang sehingga
terjadi perubahan bentuk (deformitas) yang menimbulkan gangguan fungsi organ dan
akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Beberapa penyakit seperti hipertemsi,
dm, arterosklerosis, embolis dapat menyebabkan pembekuan darahdan terjadi
penyempitan pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak menjadi terganggu dan terjadi
iskemia sel sel otak yang menimbulkan stroke yang menyerang pembuluh darah otak
bagian depan mengakibatkan penurunan kekuatan otot (hemiparesis) hingga hilangnya
kekuatan otot (hemiplegia) yang akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik.
Penyebab lain karena kontak langsung yang terjadi antara tubuh dengan sumber panas
ekstrem seperti air panas, api, bahan kimia, listrik yang menyebabkan combustio (luka
bakar) dan merusak jaringan kulit yang lebih dalam, menimbulkan sensasi nyeri terutama
saat dilakukan pergerakan pada bagian tersebut sehingga terjadi hambatan mobilitas fisik.
E. Pathway
Bakteri gram positif
(Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase

Merusak jembatan antar sel

Transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/mati/nekrosis

Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi

Sel darah putih mati

4
Jaringan menjadi abses dan berisi pus Pembedahan

Luka insisi

Resiko Infeksi

F. Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) terdapat 2 jenis mobilisasi, yaitu:
1. Mobilisasi penuh yaitu merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari.
2. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseoranguntuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sensorik pada tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera tulang
dengan pemasangan traksi.
Sedangkan terdapat 4 jenis imobilisasi, yaitu:
1. Imobilisasi fisik yaitu ketidakmampuan bergerak secara fisik karena terjadinya
gangguan pada sistem neuro dan muskuloskeletal secara langsung maupun komplikasi
dari penyakit. Imobilisasi fisik juga merupakan pembatasan untuk bergerak secara
fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan seperti
pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah
paralysis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan
di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi
tekanan.
2. Imobilisasi intelektual yaitu keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya
pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat sutu penyakit.
3. Imobilisai emosional yaitu keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba tiba dalam menyesuaikan diri.
4. Imobilisasi sosial yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
mempengaruhi peran nya dalam kehidupan sosial.

5
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar-X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan
tulang
2. CT Scan (Computed Tomography) menunjukan rincian bidang tertentu tulang yang
terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau
tendon. Digunakan untuk menidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulan di daerah
yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah teknik pencitraan khusus, noninvasive,
yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas.
4. Pemeriksaan laboratorium (Tarwoto & wartonah, 2007)
H. Komplikasi
1. Perubahan metabolik
2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
3. Gangguan fungsi gastrointestinal
4. Perubaha sistem pernapasan
5. Perubahan kardiovaskuler
6. Perubahan sistem muskuloskeletal
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk masalah mobilitas fisik adalah sebagai berikut (Saputra, 2013):
1. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien
a. Memiringkan pasien
b. Posisi fowler
c. Posisi sims
d. Posisi Trendelenburg
e. Posisi genupectoral
f. Posisi dorsal recumbent
g. Posisi litotomi
2. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan
dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan lain-lain.

6
3. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih
kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta mingkatkan
fungsi kardiovaskular.
4. Latihan ROM pasif
5. Latihan ROM aktif
I. Rencana asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilitas
c. Riwayat Keperawatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya riwayat
alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
d. Kemampuan Mobilitas

Tingkat mobilitas/ aktivitas Kategori

Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh


Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

e. Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian rentang gerak (ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan,
panggul, dan kaki dengan derajat rentang gerak normal yang berbeda pada setiap
gerakan (Abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, hiperekstensi)

7
DERAJAT RENTANG
GERAK SENDI
NORMAL
Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral 180
dari posisi samping ke atas kepala,
telapak tangan menghadap ke posisi
yang paling jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan 80-90
tangan dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan 70-90
ke arah belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke 0-20
sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke 30-50
arah kelingking telapak tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan 30
ke belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari 20
posisi abduksi

AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN


(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA pemantauan, Dengan pemantauan,
perintah ataupun didampingi perintah, pendampingan
personal atau perawatan total
MANDI (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi sendiri Mandi dengan bantuan lebih
tanpa bantuan, atau hanya dari satu bagian tuguh, masuk
memerlukan bantuan pada dan keluar kamar mandi.
bagian tubuh tertentu Dimandikan dengan bantuan
(punggung, genital, atau total
ekstermitas lumpuh)

8
BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap Membutuhkan bantuan
mandiri. Bisa jadi dalam berpakaian, atau
membutuhkan bantuan dipakaikan baju secara
unutk memakai sepatu keseluruhan
TOILETING (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar kecil Butuh bantuan menuju dan
(toilet), mengganti pakaian, keluar toilet, membersihkan
membersihkan genital tanpa sendiri atau menggunakan
bantuan telepon
PINDAH (1 poin) (0 poin)
POSISI Masuk dan bangun dari Butuh bantuan dalam
tempat tidur / kursi tanpa berpindah dari tempat tidur
bantuan. Alat bantu ke kursi, atau dibantu total
berpindah posisi bisa
diterima
KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol secara Sebagian atau total
baik perkemihan dan buang inkontinensia bowel dan
air besar bladder
MAKAN (1 poin) (0 poin)
Mampu memasukkan Membutuhkan bantuan
makanan ke mulut tanpa sebagian atau total dalam
bantuan. Persiapan makan makan, atau memerlukan
bisa jadi dilakukan oleh makanan parenteral
orang lain.

f. Perubahan Intoleransi Aktivitas


Pengkajian intoleransi aktivitas dapat berhubungan dengan perubahan sistem
pernapasan dan sistem kardiovaskular.
g. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau
tidak.
PERSENTASE
SKALA KEKUATAN NORMAL KARAKTERISTIK

0 0% Paralisis sempurna
1 10% Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
di palpasi atau dilihat

9
2 25% Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50% Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75% Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100% Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas
dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, dan sebagainya.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien yang mengalami hambatan mobilitas fisik adalah :
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit
b. Resiko infeksi berhubungan luka insisi abses colli
3. Intervensi Keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) berikut adalah intervensi dari diagnose
hambatan mobilitas fisik secara umum:
1) Monitor vital sign sebelum / sesudah latihan dan lihat respone pasien saat
latihan
2) Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
3) Kaji kemampuan pasien dalam ambulasi
4) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan ADLs pasien
b. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi abses colli
1) Berikan kontrol nyeri yang memadai (terapi analgesik sebelum dan sesudah
membalut luka serta relaksasi
2) Gambarkan karakteristik ulkus, catat ukuran, lokasi, cairan yang keluar,
warna, perdarahan, nyeri, bau dan edema.
3) Catat tanda dan gejala infeksi luka

10
4) Pastikan dampak ulkus pada kualitas hidup pasien (misalnya tidur, nafsu
makan, aktivitas, humor, hubungan)
5) Bersihkan ulkus setiap hari untuk mencegah terjadinya infeksi
6) Oleskan obat topikal yang dianjurkan

11
DAFTAR PUSTAKA

Asmandi, 2008. In Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A.H. & Kusuma, H., 2015. In NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction. p.231.
Riyadi, S. & Widuri, H., 2015. Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat Diagnosis
NANDA. Yogyakarta: Gosyen.
Saputra, L., 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang: Binarupa Aksara.
Saputra, L., 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Manusia. Tangerang: Binarupa Aksara.
Tarwoto & Wartonah, 2007. In Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

12

Anda mungkin juga menyukai