Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI

DENGAN HIPERBILIRUBIN

1. Konsep Teoritis
A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2006).

Hiperbilirubinemia merupakan keadaan jumlah bilirubin dalam darah yang


melebihi kadar normal, sehingga saat kadarnya cukup tinggi menghasilkan
ikterik (Ladewig, 2005).

Hiperbilirubin merupakan keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin
serum total lebih dari 10 mg pada minggu pertama ditandai dengan adanya
ikterus, keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir yang sering disebut sebagai
ikterus neonatorum yang bersifat patologis atau lebih dikenal dengan
hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga konjungtiva, kulit dan
mukosa akan berwarna kuning (Hidayat, 2005).

Hiperbilirubin adalah suatu kadar bilirubin serum total yang lebih dari 5 mg/dl,
disebabkan oleh predisposisi neonatal untuk memproduksi bilirubin dan
keterbatasan kemampuan untuk mengekresikannya (Cecily, 2009).

B. Etiologi
Menurut Dr. Rusepno Ilasan (2002), hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh
bermacam-macan keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan di sini adalah
hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO
atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup (hematoma sefal) atau inkompatibilitas golongan darah
Rh. Infeksi juga memegang peran penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia,
keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa
faktor lain juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia,
anoreksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia, polisitemia dan berat bayi
lahir rendah (BBLR).
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu:
1) ASI yang kurang
Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah
karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk memproses
pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi pada bayi
prematur yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI.

2) Peningkatan jumlah sel darah merah


Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko
untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki
jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia
akibat abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis), atau mendapat
transfusi darah; kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami
hiperbilirubinemia.
3) Infeksi
Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu ke
janin di dalam rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia.
Kondisi ini dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis
kongenital, rubela, dan sepsis.

C. Patofisiologi
Menurut Suriadi (2006), perjalanan penyakit pada hiperbilirubin terdiri dari:
1) Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase dan agen
pereduksi non enzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
2) Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh
protein intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada
aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein.
3) Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh
enzim asam uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil
transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut
dalam air (bereaksi direk).
4) Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasikan
melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui
membran kanalikular.
5) Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
lemak, tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek).
6) Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
defisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya
pengambilan darah dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein
hepatik sejalan dengan penurunan aliran darah hepatik.
7) Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukuronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak
bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir.
Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25
sampai 30 mg/dl selama minggu ke 2 sampai ke 3. Biasanya dapat mencapai
usia 4 minggu dan menurun pada usia 10 minggu. Jika pemberian ASI
dilanjutkan hiperbilirubin akan menurun berangsur-angsur selama 3 sampai
10 minggu pada kadar yang lebih rendah.
8) Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam
pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul
antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir.
D. Manifestasi Klinik
Menurut Suriadi (2006), manifestasi klinik hiperbilirubin terdiri dari:
1) Tampak ikterus pada sklera, kuku, kulit dan membrane mukosa. Jaundice
yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir atau ibu dengan diabetic maupun infeksi. Jaundice
yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga dan mencapai puncak pada
hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai
hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis

2) Tampak ikterus pada sklera, kuku, kulit dan membrane mukosa. Jaundice
yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir atau ibu dengan diabetic maupun infeksi. Jaundice
yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga dan mencapai puncak pada
hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai
hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
3) Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
4) Muntah, anorexia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja pucat.

Sedangkan manifestasi lain yang dapat timbul diantaranya adalah:


1) Kulit berwarna kuning sampai jingga
2) Pasien tampak lemah
3) malas minum
4) Reflek hisap kurang
5) Urine pekat
6) Perut buncit
7) Pembesaran lien dan hati
8) Gangguan neurologic
9) Feses seperti dempul
10) Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl
11) Terdapat ikterus pada sklera, kuku, kulit dan membran mukosa.
E. Komplikasi
Menurut Suriadi (2006), komplikasi yang dapat terjadi pada bayi dengan
hiperbiirubin adalah:
1) Bilirubin encephalopathy
Encephalopathy oleh bilirubin merupakan satu hal yang sangat di akui
sebagai komplikasi hiperbilirubinemia. Bayi-bayi yang mati dengan ikterus
berupa ikterus yang berat, lethargia, tidak mau minum, muntah, sianosis,
opisthotonus dan kejang. Kadang gejala klinik ini tidak di temukan dan bayi
biasanya meninggal karena serangan apnoea.
2) Kerusakan neurologis seperti cerebral palsy, retardasi mental, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
3) Kernikterus
Kernikterus biasanya di sertai dengan meningkatnya kadar bilirubin tidak
langsung dalam serum. Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin
yang melebihi 20 mg% sering keadaan berkembang menjadi kernikterus.
Pada bayi prematur batas yang dapat di katakan adalah 18 mg%, kecuali bila
kadar albumin serum lebih dari 3 gram%. Pada neonatus yang menderita
asidosis dan hypoglikemia kernikterus dapat terjadi walaupun kadar
bilirubin <16mg%, sedangkan pada bayi cukup bulan yang sehat pada
minggu pertama kehidupannya >4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor
prediksi hiperbilirubinemia.

F. Penatalaksan

a) Fenobarbital

Fenobarbital dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar


konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana
dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatic pada pigmen
dalam empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk
mengikat bilirubin.

Selain itu dengan fenobarbital dapat mempercepat proses konjugasi, sebab


obat ini bekerja sebagai ‘enzime inducer’ sehingga konjugasi dapat
dipercepat. Namun pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan
membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti.
Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum
melahirkan bayi.
b) Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya pemberian dengan albumin untuk mengikat bilirubin yang
bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15 – 20 mg/ kg
bb. Albumin biasanya diberikan sebelum tranfusi tukar dikerjakan, karena
albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke
vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan
dengan tranfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar
sebagai sumber energi.
c) Antibiotik apabila terkait dengan infeksi.
d) Transfusi tukar apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.
e) Fototerapi
Merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang
menggunakan lampu dan lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari
500 jam untuk menghindari turunya energy yang dihasilkan oleh lampu.
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Walupun cahaya biru
memberikan panjang gelombang yang tepat untuk fotoaktivitasi bilirubin
bebas, cahaya hijau dapat mempengaruhi fotoreaksi bilirubin bebas. Cahaya
hijau dapat mempengaruhi fotoreaksi bilirubin yang terikat albumin. Cahaya
menyebabkan reaksi fotokimia dalam kulit yang mengubah bilirubin tak
terkonjugasi kedalam fotobilirubin.
f) Transfusi tukar
Merupakan cara yang dilakukan untuk mengeluarkan darah dari bayi untuk
ditukar dengan darah yang tidak sesuai atau patologis dengan mencegah
peningkatan kadar bilirubin indirek darah. Pemberian transfusi tukar apabila
kadar bilirubin indirek 20 mg%, kenaikan kadar bilirubin yang tepat yaitu 0,3
– 1 mg/ jam, anemia berat dengan gejala gagal jantung dan kadar hemoglobin
tali pusat 14 mg% dan uji coombs direk positif.

Anda mungkin juga menyukai