Rumus Produksi PDF
Rumus Produksi PDF
PENDAHULUAN
Perkembangan Produksi
Selama periode 1970-2005, areal panen kedelai di Indonesia berfluktuasi,
yaitu meningkat dari sekitar 0,69 juta ha pada tahun 1970 menjadi sekitar
1,33 juta ha pada tahun 1990 dan mencapai puncaknya pada tahun 1992
yaitu 1,66 juta ha, kemudian terus menurun menjadi 0,82 juta ha pada tahun
2000, dan 0,62 juta ha tahun 2004.
Produktivitas kedelai perlahan meningkat, yaitu dari 0,72 t/ha pada tahun
1970 menjadi sekitar 1,11 t/ha pada tahun 1990 dan 1,23 t/ha pada tahun
2000, serta sekitar 1,28 t/ha pada tahun 2004. Dengan kata lain, produktivitas
kedelai meningkat rata-rata 1,70% per tahun selama periode 1970-2004.
Selama periode 1990-2004, pertumbuhan produktivitas kedelai sudah
menurun namun tetap positif, yaitu sekitar 1,01% per tahun. Peningkatan
produktivitas merupakan cerminan adanya kemajuan teknologi budidaya
kedelai. Namun demikian, pertumbuhan produktivitas masih jauh di bawah
laju penurunan areal panen, sehingga produksi kedelai masih menurun
tajam selama sekitar 15 tahun terakhir. Secara lebih rinci, perkembangan
areal dan produksi kedelai disajikan pada Tabel 1.
Pertumbuhan
1970-1980 0,52 2,21 2,75
1980-1990 6,19 2,26 8,58
1990-2000 -4,69 1,02 -3,72
2000-2005 -5,51 1,00 -4,51
Perkembangan Konsumsi
Sebagai sumber protein nabati, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk
produk olahan, yaitu: tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, dan berbagai
bentuk makanan ringan (snack). Data statistik menunjukkan bahwa
konsumsi kedelai (secara global) selama 35 tahun terakhir berfluktuasi,
tergantung ketersediaan, yaitu meningkat dari sekitar 4,12 kg/kapita pada
tahun 1970 menjadi 11,14 kg/kapita pada tahun 1990, meningkat lagi
mencapai puncaknya (13,60 kg/kapita) pada tahun 1992. Sejak tahun 1992,
produksi kedelai terus menurun melampaui kenaikan volume impor,
sehingga kedelai yang tersedia untuk konsumsi dalam negeri menurun. Di
lain pihak, jumlah penduduk terus meningkat, sehingga rata-rata konsumsi
kedelai menurun menjadi sekitar 10,85 kg/kapita pada tahun 2000 dan 8,12
kg/kapita pada tahun 2005.
Pertumbuhan
1970-80 2,75 4,32 2,27 2,00
1980-90 8,58 10,41 1,95 8,29
1990-00 -3,72 1,24 1,51 -0,26
2000-05 -4,51 -3,14 1,28 -4,36
Simatupang et al. (2003), bahwa defisit kedelai akan berlanjut dan cenderung
terus meningkat minimal sampai tahun 2010, jika tidak ada upaya terobosan
yang berarti. Artinya, bahwa Indonesia akan makin tergantung pada impor
untuk menutupi defisit.
Elastisitas harga*)
Variabel harga Pertumbuhan harga
Areal Produktivitas 10 tahun terakhir**)
Proyeksi Produksi
Dalam bahasan ini, proyeksi dilakukan dengan pendekatan tidak langsung,
yaitu melalui proyeksi areal panen dan produktivitas. Untuk areal panen,
proyeksi dilakukan dengan menggunakan elastisitas harga kedelai dan harga
komoditas pesaing. Sedangkan proyeksi untuk produktivitas menggunakan
elastisitas harga kedelai dan elastisitas harga pupuk. Hasil studi Syafa’at et
al. (2005) menunjukkan bahwa areal panen kedelai dipengaruhi oleh harga
kedelai dan harga jagung, sedangkan produktivitas kedelai dipengaruhi oleh
harga kedelai dan harga pupuk. Elastisitas harga terhadap areal panen dan
produktivitas kedelai disajikan pada Tabel 3.
n
At = A0 x (1 + Σ εiρi) t
i=1
m
Yt = Y0 x (1 + ηiΦi + Σ ηjΦj) t
j=1
Qt = At x Yt
Proyeksi Konsumsi
Proyeksi konsumsi kedelai dalam bahasan ini dilakukan dengan cara
memproyeksikan konsumsi per kapita dan proyeksi jumlah penduduk.
Proyeksi konsumsi per kapita dilakukan dengan menggunakan elastisitas
pendapatan, elastisitas harga kedelai, dan elastisitas silang harga komoditas
lainnya, berdasarkan hasil penelitian Simatupang et al. (2003) (Tabel 5).
Pertumbuhan harga masing-masing komoditas dan pendapatan per kapita
menggunakan data BPS 1993-2003.
m
Ct = C0 x (1 + ð¥ + Σ εjρj) t
j=1
di mana:
Ct = Konsumsi kedelai per kapita pada t tahun setelah tahun dasar
C0 = Konsumsi kedelai per kapita pada tahun dasar (2005)
ð = elastisitas pendapatan terhadap konsumsi per kapita
¥ = pertumbuhan pendapatan riil per kapita
εj = Elastisitas harga komoditas j (kedelai, jagung, dan beras) terhadap
konsumsi kedelai per kapita
ρj = Pertumbuhan harga komoditas j (kedelai, jagung, dan beras)
Tabel 5. Elastisitas harga dan pendapatan terhadap konsumsi per kapita kedelai.
Pt = P0 x (1 + r ) t
di mana
Pt = Jumlah penduduk pada t tahun setelah tahun dasar
P0 = Jumlah penduduk pada tahun dasar (2005)
r = laju pertumbuhan penduduk
PERDAGANGAN KEDELAI
Selain kedelai dalam bentuk biji untuk pangan, Indonesia juga meng-
impor bungkil kedelai yang digunakan sebagai bahan baku pakan, namun
tidak dibahas dalam tulisan ini. Secara lebih rinci, keseimbangan impor dan
ekspor biji kedelai disajikan pada Tabel 8.
Tahun Harga riil kedelai1 Harga riil jagung1 Harga riil kedelai impor2
(Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg)
Sumber: 1FAO (2004), dan 2Ditjentan (2004) dalam Damardjati et al. 2005.
negeri seperti disajikan pada Tabel 9. Dari kedua indikator ini terlihat betapa
kedelai dalam negeri mempunyai daya saing yang lemah.
Dari segi persaingan harga pasar, ternyata harga riil kedelai impor jauh
lebih murah dari pada kedelai produksi dalam negeri. Hal ini juga merupakan
disinsentif bagi petani dalam menanam kedelai. Selama harga kedelai impor
lebih rendah, maka arus impor akan makin deras, sehingga harga kedelai
produksi dalam negeri akan makin turun. Hal ini menyebabkan petani
enggan menanam kedelai. Kedua faktor di atas diduga merupakan
penyebab turunnya areal kedelai secara drastis selama periode 1990-2005.
Jika kondisi ini terus berlangsung tanpa ada terobosan kebijakan dalam
pemasaran kedelai, maka prospek pengembangan kedelai di Indonesia
akan makin buruk.
Importir
Petani
KOPTI
Pedagang
Pengumpul Desa
Konsumen akhir
1. Kedelai
- Biaya Produksi 2.325.000
- Penerimaan (1.278 kg x Rp 2.500) 3.195.000
- Pendapatan 870.000
- R/C 1,37
2. Kacang Tanah
- Biaya Produksi 3.169.400
- Penerimaan (1.133 kg x Rp 5.000) 5.665.000
- Pendapatan 2.495.000
- R/C 1,79
3. Kacang Hijau
- Biaya Produksi 1.571.500
- Penerimaan (943 kg x Rp 3.500) 3.300.000
- Pendapatan 1.728.500
- R/C 2,10
4. Jagung (Hibrida)
- Biaya Produksi 3.831.500
- Penerimaan (6.000 kg x Rp 1.000) 6.000.000
- Pendapatan 2.168.500
- R/C 1,57
Kebijakan Harga
Harga komoditas kedelai hampir tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah.
Harga kedelai sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar, yang
tergantung pada permintaan dan penawaran (demand and supply). Harga
nominal kedelai di tingkat petani berfluktuasi, disaat panen raya harga jatuh
hingga Rp 2.750/kg, meskipun pada awal tahun 2005 mencapai sekitar
Rp3.800/kg (Damardjati et al. 2005). Pemerintah Indonesia sudah menentu-
kan tarif impor untuk kedelai sebesar 10%, namun masih belum direalisasi
(Ditjen Bea Cukai 2005). Belum berlakunya tarif impor pada saat ini
menyebabkan jumlah kedelai impor semakin besar, sehingga harga kedelai
di dalam negeri jatuh dan petani enggan menanam kedelai. Oleh karena itu,
pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri perlu
ditingkatkan.
Prospek Pengembangan
Sentra Produksi
Tanaman kedelai yang merupakan tanaman cash crop dibudidayakan di
lahan sawah, terutama sawah irigasi setengah teknis dan tadah hujan, serta
di lahan kering. Sekitar 60% areal pertanaman kedelai terdapat di lahan
sawah dan 40% lainnya di lahan kering. Areal pertanaman kedelai tersebar
di seluruh Indonesia dengan luas masing-masing seperti disajikan pada
Tabel 11.
Potensi Lahan
Potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan kedelai dapat diarahakan
ke propinsi-propinsi yang pernah berhasil menanam kedelai. Pengalaman
keberhasilan suatu daerah dalam memproduksi kedelai dalam skala luas
mencerminkan kesesuaian daerah tersebut untuk pengembangan tanaman
kedelai. Dari Tabel 11, terlihat sebaran areal panen kedelai di beberapa
daerah yang pernah dicapai pada tahun 1992. Sebaran ini mencerminkan
potensi daerah tersebut dalam pengembangan tanaman kedelai.
Berdasarkan agroekosistem, pengembangan areal tanam kedelai di daerah
potensial dapat dilakukan pada lahan sawah, lahan kering (tegalan), lahan
bukaan baru dan lahan pasang surut yang telah direklamasi.
Tabel 11. Penyebaran areal kedelai menurut wilayah tahun 1992 dan 2003.
1992 2003
Wilayah
Luas areal (ha) (%) Luas areal (ha) (%)
Tabel 12. Sasaran produksi dan proyeksi konsumsi kedelai di Indonesia, 2005-2020
Peningkatan Produktivitas
Produtivitas dapat ditingkatkan melalui introduksi inovasi teknologi. Salah
satu komponen teknologi yang paling mudah dan cepat menyebar adalah
varietas unggul baru (VUB) yang berdaya hasil tinggi, karena kontribusi
varietas unggul dalam meningkatkan produktivitas paling mudah dilihat
dan dipahami oleh petani. Oleh karena itu, perakitan varietas unggul baru
yang mempunyai karakter produktivitas tinggi serta toleran terhadap
cekaman lingkungan biotik dan abiotik sangat diperlukan dalam rangka
peningkatan produksi kedelai. Saat ini ada beberapa varietas unggul kedelai
yang telah dilepas ke masyarakat, seperti disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Varietas unggul baru kedelai yang dilepas tahun 2001-2004.
Pemasaran
Seperti halnya produk pertanian lainnya, pemasaran kedelai di tingkat petani
relatif lemah. Posisi tawar petani masih lemah yang disebabkan antara lain
oleh akses petani yang lemah terhadap informasi harga, relatif rendahnya
kualitas produk, sifat pasar yang cenderung oligopsoni, dan keterpaksaan
petani menjual segera produknya karena desakan kebutuhan rumahtangga
dan bayar hutang. Oleh karena itu, upaya peningkatkan nilai tambah serta
terciptanya harga kedelai yang wajar dalam rangka meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani perlu mendapat perhatian.
Dukungan Kebijakan
Untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan, diperlukan dukungan
kebijakan mulai dari subsistem hulu hingga subsistem hilir. Kebijakan yang
dibutuhkan antara lain adalah:
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, M.O., D.K.S. Swastika, and R. Kustiari, 2001. Dinamika dan antisipasi
pengembangan tanam pangan. Prosiding Seminar Nasional
“Perspectif Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun 2001 Ke
Depan” Buku I. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
BPS. 2006. Angka Tetap Tahun 2005 dan Angka Ramalan II Tahun 2006
Produksi Tanaman Pangan. BPS, Jakarta.
Damardjati, D.S., Marwoto, D.K.S. Swastika, D.M. Arsyad, dan Y. Hilman. 2005.
Prospek dan arah pengembangan agribisnis kedelai. Badan Litbang
Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.
Ditjen Bea Cukai. 2005. Sumber pola khusus program harmonisasi tarif bea
masuk Indonesia. www.tarif.depkeu.go.id/ Article/Program_
Hamonisasi 2005-2010. downloaded 11 April 2006.
Ditjentan. 2004. Profil kedelai (Glycine max). Buku 1. Direktorat Kacang-
Kacangan dan Umbi-Umbian. Departemen Pertanian. Jakarta.
FAO. 2006a. Harvested area and production of soybean. http://faostat.fao.org/
faostat/ form?Collection.Production.crops.Primar y&Domain.
downloaded April 2006.
FAO. 2006b. Soybeans import and export http://faostat.fao.org/faostat/
servlet/ XteServlet3?=Trade.CropsLivestockProducts&language=EN,
downloaded June 2006.
Gonzales, L.A., F. Kasryno, N.D. Perez, and M.W. Rosegrant, 1993. Economic
incentives and comparative advantage in Indonesian. Food Crop
Production Reseacrh Report 93. Intl. Food Polycy Resch Inst.,
Washinton DC.