DOKTER INTERNSIP
Topik
Laki-laki 34 thn dengan Crush Injury Ankle & Foot
Penyusun
dr. Wisnu Syahputra Suryanullah
Narasumber
dr. Sigit Wahyu Jatmiko, Sp.BP-RE
Pendamping
dr. Ifit Bagus A.
dr. Ekowati Supartinah K.P.
Portofolio
Nama Peserta : dr. Wisnu Syahputra Suryanullah
Nama Wahana : RS. Prima Husada
Topik : Crush Injury Ankle & Foot Tanggal Kasus : 23 Agustus 2019
Nama Pasien : Tn. AW Nomor RM : 138888
Tanggal Presentasi :5 November 2019 Nama Pendamping :
dr. Sigit Wahyu Jatmiko, Sp. BP-RE
Tempat Presentasi :
Objek Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Masalah Manajemen Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Tujuan :
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama Pasien : Tn. AW Nomor RM : 138888
Nama Klinik : Terdaftar Sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi
Kunjungan 1 (23 Agustus 2019 Pukul 11.00)
Keluhan utama :
Luka pada kaki kiri
Respirasi : 18 x / menit
Status Generalis
A. Kepala / Leher : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) , sianosis (-), nafas
cuping hidung (-), pembesaran KGB (-), edema palpebra (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1/T1 hiperemis (-)
B. Thorax :
Jantung :
Pulmo :
Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium :
HEMATOLOGI
Darah Lengkap Hasil Nilai Normal
Hb 14,8 g/dL L: 13.3-17.7. P:11.7-15.7
Leukosit 8.980/mm3 4.000-11.000
Hematokrit 43.2 % L:40-54. P:35-47
Trombosit 298.000/mm3 150.000- 450.000
Eritrosit 4.91 (106/cmm) L: 4,5-6,5 P:3,0-6,0
MCV 88 fL 80-97
MCH 30,1 pg 27-34
MCHC 34,3 q/dL 32-36
PPT 13,7 detik 12,0-18,0
KPTT 28,7 27-42
KIMIA DARAH
Gula Darah Sewaktu 121 mg/dL 60-140
SGOT 27 mg/dL L ≤ 43 ; P ≤ 36
SGPT 19 mg/dL L ≤ 43 ; P ≤ 36
Radiologi :
Diagnosis
Diagnosis Kerja :
Crush Injury Ankle & Foot Sinistra
Open fracture digiti I-V pedis sinistra
Open fracture os. Tibia & fibula sinistra 1/3 distal.
Tatalaksana :
Rawat Inap
Pasang Oksigen Nasal Kanul 2-4 lpm
Loading IVFD NaCl 0.9% 500cc lanjutkan dengan rumatan 20tpm
Inj Ceftriaxone 2x1g
Inj. Ketorolac 3x30mg
Inj. Ranitidin 1x50mg
Rawat luka Irigasi dengan NaCl Dressing dengan kasa steril.
Konsul ke spesialis bedah plastik & rekonstruksi serta orthopaedi dan traumatology
untuk tindakan operatif.
Follow up tanggal 24-08-2019
O : KU: Cukup
Sensorium : Compos Mentis
Tanda Vital : TD 120/80, N: 84 x/m regular kuat angkat, RR: 20 x/m, S: 36.5ºC
P:
O : KU: Cukup
P:
O : KU: Cukup
Tanda Vital : TD 120/80, N: 84 x/m regular kuat angkat, RR: 20 x/m, S: 36.7ºC
P:
O : KU: Cukup
Tanda Vital : TD 120/70, N: 90 x/m regular kuat angkat, RR: 18 x/m, S: 36.7ºC
P:
S : Nyeri luka operasi sudah semakin berkurang dan tidak ada keluhan lain
O : KU: Cukup
Tanda Vital : TD 120/80, N: 84 x/m regular kuat angkat, RR: 20 x/m, S: 36.7ºC
P:
S : ACC KRS
O : KU: Cukup
Tanda Vital : TD 120/80, N: 84 x/m regular kuat angkat, RR: 20 x/m, S: 36.7ºC
P:
IVFD NaCl 0.9% 500 cc 20tpm
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
Inj. Metronidazole 3x1
Inj. Kalnex 3x1
Inj. Ketorolac 3x1 amp
VIP Albumin 1x1
Definisi
Crush Injury didefinisikan sebagai kompresi ekstremitas atau bagian lain dari tubuh meliputi; kulit
dan jaringan lunak dibawa kulit, kerusakan pembuluh darah, persarafan, tendon, fascia, bone
joint (lokasi penghubung antara tulang), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang yang
menyebabkan pembengkakan otot dan / atau gangguan neurologis di daerah tubuh yang
terkena.
Biasanya daerah yang terkena dampak dari tubuh termasuk ekstremitas bawah (74%),
ekstremitas atas (10%), dan area badan (9%). Crush Injury yang terlokalisir dapat menyebabkan
manifestasi seistemik yang dikenal dengan Crush Syndrome. Efek sistemik disebabkan oleh
traumatik rhabdomyolysis (pengahancuran sel otot) dan pelepasan komponen otot yang
berbahaya untuk sel serta elektrolit ke dalam sistem peredaran darah. Crush Syndrome dapat
menyebabkan cedera jaringan lokal, disfungsi organ, dan kelainan metabolisme, termasuk
asidosis, hiperkalemia dan hypocalcemia.
Etiologi
Korban Crush Injury banyak dijumpai pada daerah dengan keadaan seperti berikut [2]:
- Terorisme
Patogenesis
Kompresi langsung dari otot yang menyebabkan crush injury lokal adalah mekanisme
yang paling umum dari rhabdomyolysis traumatis. Kompresi menyebabkan iskemia otot,
sebagai tekanan jaringan meningkat ke tingkat yang melebihi tekanan perfusi kapiler. Ketika
kompresi hilang, akan terjadi reperfusi jaringan otot. Iskemia otot diikuti oleh reperfusi
(iskemia-reperfusi cedera) merupakan dasar patofisiologi mekanisme rhabdomyolysis.
Kompresi otot menyebabkan stres mekanik yang membuka kanal ion yang diaktivasi oleh
regangan pada memban sel. Hal ini menyebabkan influx cairan dan elektrolit termasuk Na+ dan
Ca2+. Sel membengkak dan konsentrasi Ca2+ intraselular meningkat sehingga menyebabkan
proses patologi dimulai (Gambar 1).
Gambar 1.2: Patogenesis Rhabdomiolisis
Iskemia otot yang disebabkan oleh kompresi berkepanjangan atau hasil cedera vaskular
menyebabkan metabolisme anaerobik dan penurunan lebih lanjut produksi ATP. Hal ini
mengurangi aktivitas Na / K ATPase, yang mengarah ke akumulasi cairan dan ion Ca2+
intraselular. Selain itu peningkatan konsentrasi kemotraktans dari neutrofil juga terjadi pada
jaringan post-ischemic yang menyebabkan peningkatan netropil teraktivasi bila terjadi
reperfusi. Netropil teraktivasi ini akan mengahancurkan jaringan dengan melepaskan enzim-
enzim proteoliktik; menghasilkan radikal bebas; memproduksi asam hipoklorit serta
meningkatkan resistensi vaskular.
Radikal bebas yang dilepaskan netropil mendegradasi membran sel yang dikenal dengan
lipid peroksidasi. Degradasi membran sel menyebabkan permeabilitas membran berkurang dan
terjadinya influx cairan dan ion Na+ berlebihan dan berlanjut menjadi edema intra selualar dan
lisis sel. Sel otot yang lisis melepas berbagai konten intra selular ke sirkulasi. Efek tersebut terjadi
pada iskemia otot lebih dari tiga jam.
Pada kelompok otot tertentu, tekanan intracompartmental naik dengan cepat. Ketika
tekanan ini melebihi tekanan arteriol-perfusi, tamponade otot dan kerusakan myoneuronal
terjadi, menghasilkan sindrom kompartemen. Tanda dan gejala sindrom kompartemen
termasuk tegang, otot kompartemen bengkak, nyeri dengan peregangan pasif, parestesia atau
anestesi, kelemahan atau kelumpuhan ekstremitas yang terkena, dan pada tahap akhir, denyut
nadi perifer berkurang.
Manifestasi Klinis
Beberapa atau semua hal berikut mungkin menjadi tanda dan gejala crush injury :
Diagnosa
Tes Darah
Pemeriksaan Mioglobin
Pelepasan mioglobin ke dalam sirkulasi harus dipertimbangkan setiap kali
ada cedera otot yang signifikan. Nilai serum yang normal bervariasi tergantung
pada hasil laboratorium, tapi biasanya kurang dari 85 ng / mL. Dengan kerusakan
otot yang signifikan, nilai serum dapat mencapai lebih dari 150.000 ng / mL.
Tingat miogloin serum lebih tinggi daripada mioglobin urin, namun, eksresi di
ginjal menyebabkan mioglobin urin akan lebih tinggi dari serum. Pelacakan nilai
mioglobin baik serum dan urin adalah cara terbaik untuk mengikuti
perkembangan dan resolusi Crush Injury.
Pemeriksaan dipstick Urin
Sebuah tes sederhana namun cepat untuk rhabdomyolysis dapat
dilakukan dengan dipstick urin standar. Bagian heme dari mioglobin
menyebabkan pembacaan positif untuk darah pada tes strip, dan heme-positif
pada urin bila tidak adanya sel darah merah pada pemeriksaan mikroskopis
menunjukkan myoglobinuria. Namun, temuan dipstick positif hanya sekitar
setengah dari pasien dengan rhabdomyolysis.
Phosphokinase creatine (CPK) merupakan penanda kerusakan otot. CPK
dilepaskan dengan adanya kerusakan otot. Dengan rhabdomyolysis, tingkat
yang sangat tinggi, seringkali lebih dari 30.000 unit / L dan berkorelasi dengan
jumlah otot yang rusak. Kejadian gagal ginjal menjadi signifikan pada ambang
batas hanya 5.000 unit / L. Tingkat ini harus segera evaluasi dan intervensi
agresif.
Pemeriksaan Lain :
Tatalaksana
Manitol
Perawatan Luka
Luka harus dibersihkan, didebridemen, dan ditutup dressing sterile dengan kain kasa.
Lokasi cedera diangkat lebih tinggi dari posisi jantung akan membantu untuk membatasi edema
dan mempertahankan perfusi. Antibiotik intravena sering digunakan guna mencegah infeksi,
obat-obatan untuk mengontrol rasa sakit ( analgetik) dapat diberikan yang sesuai. Torniket yang
kontroversial perlu jika perdarahan aktif , namun biasanya jarang digunakan.
Terapi Operatif
Keputusan untuk menyelamatkan anggota badan atau amputasi selalu menjadi pilihan
yang sulit. Amputasi primer mungkin perlu dipertimbangkan pada pasien yang tidak
memungkinkan untuk diselamatkan anggota tubuhnya terhadap pemulihan fungsional anggota
tubuh yang bermakna. Namun, jika penyelamatan anggota tubuh (limb salvage) dapat dilakukan
tanpa mengancam nyawa pasien, disarankan untuk melakukan upaya bahkan jika pasien
memiliki beberapa faktor risiko untuk kehilangan anggota tubuh. Strategi ini memberikan waktu
bagi pasien dan keluarga untuk menerima amputasi jika diperlukan. Asalkan ada beberapa
kesempatan untuk pemulihan fungsional anggota badan, penyelamatan anggota gerak awal
adalah upaya yang efektif .
Klasfikasi Viabilitas jaringan:
Indeks yang digunakan untuk menentukan tindakan Limb Salvage dan Amputasi:
4. Nerve Injury, Ischaemia, Soft-tissue Injury, Skeletal Shock, and Age (NISSSA)
Skor ≤ 6: 95% salvage rate ratio, tindakan limb salvage dapat dilakukan,
Skor 7-9: nilai ambang untuk dilakukan amputasi adalah 7, namun bukan keputusan mutlak,
hanya berupa prediksi tetapi bukan indikasi. Lihat rujukan indeks Injury Severity Score (ISS)
Skor 10: Amputasi primer sangat disarankan.
Gambar 1.4 Alur untuk menentukan tindakan Amputasi dan Limb Salvage
Degloving Injury
Luka degloving adalah lepasnya jaringan kulit kutaneus dan subkutan ekstremitas dari
struktur yang lebih dalam akibat trauma.
Tipe-tipe degloving:
Degloving
Tertutup Terbuka
Jahit Tidak
Insisi Eksisi Tegang
Kecil
STG STG
Komplikasi
Hiperkalemia dan infeksi adalah penyebab kematian paling umum. Hiperkalemia dapat
menyebabkan aritmia dan cardiac arrest.
Infeksi merupakan penyebab utama kematian di zona bencana.
Cedera ginjal akut dapat terjadi.
Sindrom kompartemen dapat terjadi karena penyerapan cairan ke dalam sel otot yang
terkandung dalam kompartemen yang ketat. Fasciotomy berguna dalam mengurangi
kerusakan otot dari sindrom kompartemen. Ini harus dilakukan sejak dini.
Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) dapat terjadi dengan kerusakan jaringan besar.
Pendamping 1 Pendamping 2