Anda di halaman 1dari 16

PORTOFOLIO

DOKTER INTERNSIP

Topik
Laki-laki 34 thn dengan Crush Injury Ankle & Foot

Penyusun
dr. Wisnu Syahputra Suryanullah

Narasumber
dr. Sigit Wahyu Jatmiko, Sp.BP-RE

Pendamping
dr. Ifit Bagus A.
dr. Ekowati Supartinah K.P.

Portofolio
Nama Peserta : dr. Wisnu Syahputra Suryanullah
Nama Wahana : RS. Prima Husada
Topik : Crush Injury Ankle & Foot Tanggal Kasus : 23 Agustus 2019
Nama Pasien : Tn. AW Nomor RM : 138888
Tanggal Presentasi :5 November 2019 Nama Pendamping :
dr. Sigit Wahyu Jatmiko, Sp. BP-RE

Tempat Presentasi :
Objek Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Masalah Manajemen Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Tujuan :
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama Pasien : Tn. AW Nomor RM : 138888
Nama Klinik : Terdaftar Sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi
Kunjungan 1 (23 Agustus 2019 Pukul 11.00)
Keluhan utama :
Luka pada kaki kiri

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien laki-laki usia 34 tahun dengan keluhan luka pada kaki kiri akibat terlindas truk 45 menit
sebelum masuk rumah sakit. Luka terasa nyeri dan kaki sulit digerakkan karena pasien nyeri
tersebut. Awalnya pasien mengendarai sepeda motor kemudian oleng ke sebelah kiri dan pasien
terjatuh kemudian dari arah belakang ada truk yang melintas dan melindas kaki kiri pasien .
Pasien ingat saat kejadian, pasien tidak mengeluh pingsan, mual dan muntah disangkal. Pasien
tidak mengonsumsi obat-obat tertentu.

Riwayat penyakit dahulu :


Tidak ada riwayat DM maupun HT
Riwayat faktor risiko dan keluarga : -
Riwayat sosial : -
Pemeriksaan Fisik:
Primary Survey

 Airway : Patent, gurgling (-), snoring (-) 



 Breathing : 20 kali/ menit, regular, ketertigalan gerak (-) 

 Circulation : 140/90 mmHg, 82 kali/ menit, regular 

 Disability : AVPU, GCS 4-5-6 

 Exposure : Head to toe 

Regio Pedis Sinistra : Open fraktur os. digiti I-V pedis sinistra & os. Fibula
sinsitra 1/3 distal, Degloving dorsum pedis sinistra.

Tanda – tanda vital


TD : 140/90 mmhg

Nadi : 82 x/menit, regular, isi cukup

Respirasi : 18 x / menit

Suhu : 36,6° C (axilla)

SpO2 : 98 % (room air)

Status Generalis
A. Kepala / Leher : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) , sianosis (-), nafas
cuping hidung (-), pembesaran KGB (-), edema palpebra (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1/T1 hiperemis (-)
B. Thorax :
Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantungI-II murni, regular, murmur(-), gallop (–)

Pulmo :

Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)


Palpasi :Vocal fremitus paru kanan /parukiri normal
Perkusi :Pekak paru kanan/Sonor paru kiri
Auskultasi : Suara vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
C. Abdomen
Inspeksi : Distensi (-).

Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Perkusi : Timpani (+), asites (-)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

D. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2s


E. Genitalia : tidak diperiksa
F. Status Lokalis Ankle & Foot Sinistra:
Open fraktur os. digiti I-V pedis sinistra & os. Fibula sinsitra 1/3 distal, Degloving
dorsum pedis sinistra.

Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium :
HEMATOLOGI
Darah Lengkap Hasil Nilai Normal
Hb 14,8 g/dL L: 13.3-17.7. P:11.7-15.7
Leukosit 8.980/mm3 4.000-11.000
Hematokrit 43.2 % L:40-54. P:35-47
Trombosit 298.000/mm3 150.000- 450.000
Eritrosit 4.91 (106/cmm) L: 4,5-6,5 P:3,0-6,0
MCV 88 fL 80-97
MCH 30,1 pg 27-34
MCHC 34,3 q/dL 32-36
PPT 13,7 detik 12,0-18,0
KPTT 28,7 27-42
KIMIA DARAH
Gula Darah Sewaktu 121 mg/dL 60-140
SGOT 27 mg/dL L ≤ 43 ; P ≤ 36
SGPT 19 mg/dL L ≤ 43 ; P ≤ 36

Radiologi :

Diagnosis
Diagnosis Kerja :
 Crush Injury Ankle & Foot Sinistra
 Open fracture digiti I-V pedis sinistra
 Open fracture os. Tibia & fibula sinistra 1/3 distal.
Tatalaksana :
 Rawat Inap
 Pasang Oksigen Nasal Kanul 2-4 lpm
 Loading IVFD NaCl 0.9% 500cc  lanjutkan dengan rumatan 20tpm
 Inj Ceftriaxone 2x1g
 Inj. Ketorolac 3x30mg
 Inj. Ranitidin 1x50mg
 Rawat luka  Irigasi dengan NaCl  Dressing dengan kasa steril.
 Konsul ke spesialis bedah plastik & rekonstruksi serta orthopaedi dan traumatology
untuk tindakan operatif.
Follow up tanggal 24-08-2019

S : Pasien mengeluh luka bekas operasi terasa nyeri

O : KU: Cukup
Sensorium : Compos Mentis

Tanda Vital : TD 120/80, N: 84 x/m regular kuat angkat, RR: 20 x/m, S: 36.5ºC

Thorax : Vesikuler (+/+) Rh (-/-) Wz (-/-)

Abdomen: Soepel, peristaltik (+) normal, Nyeri tekan (-)

Hepar dan spleen tidak teraba

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat angkat, CRT <2 detik

A : Post Op Debridement, ORIF + OREF + Skin Graft.

P:

 IVFD NaCl 0.9% 500 cc 20tpm


 Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
 Inj. Metronidazole 3x1
 Inj. Kalnex 3x1
 Inj. Ketorolac 3x1 amp

Follow up tanggal 24-08-2019

S : Nyeri luka operasi masih terasa sakit

O : KU: Cukup

Sensorium : Compos Mentis


Tanda Vital : TD 110/80, N: 92 x/m regular kuat angkat, RR: 20 x/m, S: 36.7ºC

Thorax : Vesikuler (+/+) Rh (-/-) Wz (-/-)

Abdomen: Soepel, peristaltik (+) normal, Nyeri tekan (-)

Hepar dan spleen tidak teraba

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat angkat, CRT <2 detik

A : Post Op Debridement, ORIF + OREF + Skin Graft

P:

 IVFD NaCl 0.9% 500 cc 20tpm


 Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
 Inj. Metronidazole 3x1
 Inj. Kalnex 3x1
 Inj. Ketorolac 3x1 amp

Follow up tanggal 25-08-2019

S : Nyeri luka operasi sudah semakin berkurang

O : KU: Cukup

Sensorium : Compos Mentis

Tanda Vital : TD 120/80, N: 84 x/m regular kuat angkat, RR: 20 x/m, S: 36.7ºC

Thorax : Vesikuler (+/+) Rh (-/-) Wz (-/-)

Abdomen: Soepel, peristaltik (+) normal, Nyeri tekan (-)

Hepar dan spleen tidak teraba

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat angkat, CRT <2 detik

A : Post Op Debridement, ORIF + OREF + Skin Graft

P:

 IVFD NaCl 0.9% 500 cc 20tpm


 Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
 Inj. Metronidazole 3x1
 Inj. Kalnex 3x1
 Inj. Ketorolac 3x1 amp

Follow up tanggal 26-08-2019

S : Nyeri luka operasi sudah semakin berkurang

O : KU: Cukup

Sensorium : Compos Mentis

Tanda Vital : TD 120/70, N: 90 x/m regular kuat angkat, RR: 18 x/m, S: 36.7ºC

Thorax : Vesikuler (+/+) Rh (-/-) Wz (-/-)

Abdomen: Soepel, peristaltik (+) normal, Nyeri tekan (-)


Hepar dan spleen tidak teraba

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat angkat, CRT <2 detik

A : Post Op Debridement, ORIF + OREF + Skin Graft

P:

 IVFD NaCl 0.9% 500 cc 20tpm


 Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
 Inj. Metronidazole 3x1
 Inj. Kalnex 3x1
 Inj. Ketorolac 3x1 amp

Follow up tanggal 27-08-2019

S : Nyeri luka operasi sudah semakin berkurang dan tidak ada keluhan lain

O : KU: Cukup

Sensorium : Compos Mentis

Tanda Vital : TD 120/80, N: 84 x/m regular kuat angkat, RR: 20 x/m, S: 36.7ºC

Thorax : Vesikuler (+/+) Rh (-/-) Wz (-/-)

Abdomen: Soepel, peristaltik (+) normal, Nyeri tekan (-)

Hepar dan spleen tidak teraba

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat angkat, CRT <2 detik

A : Post Op Debridement, ORIF + OREF + Skin Graft

P:

 IVFD NaCl 0.9% 500 cc 20tpm


 Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
 Inj. Metronidazole 3x1
 Inj. Kalnex 3x1
 Inj. Ketorolac 3x1 amp

Follow up tanggal 28-08-2019

S : ACC KRS

O : KU: Cukup

Sensorium : Compos Mentis

Tanda Vital : TD 120/80, N: 84 x/m regular kuat angkat, RR: 20 x/m, S: 36.7ºC

Thorax : Vesikuler (+/+) Rh (-/-) Wz (-/-)

Abdomen: Soepel, peristaltik (+) normal, Nyeri tekan (-)

Hepar dan spleen tidak teraba

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat angkat, CRT <2 detik

A : Post Op Debridement, ORIF + OREF + Skin Graft

P:
 IVFD NaCl 0.9% 500 cc 20tpm
 Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
 Inj. Metronidazole 3x1
 Inj. Kalnex 3x1
 Inj. Ketorolac 3x1 amp
 VIP Albumin 1x1
Definisi

Crush Injury didefinisikan sebagai kompresi ekstremitas atau bagian lain dari tubuh meliputi; kulit
dan jaringan lunak dibawa kulit, kerusakan pembuluh darah, persarafan, tendon, fascia, bone
joint (lokasi penghubung antara tulang), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang yang
menyebabkan pembengkakan otot dan / atau gangguan neurologis di daerah tubuh yang
terkena.

Biasanya daerah yang terkena dampak dari tubuh termasuk ekstremitas bawah (74%),
ekstremitas atas (10%), dan area badan (9%). Crush Injury yang terlokalisir dapat menyebabkan
manifestasi seistemik yang dikenal dengan Crush Syndrome. Efek sistemik disebabkan oleh
traumatik rhabdomyolysis (pengahancuran sel otot) dan pelepasan komponen otot yang
berbahaya untuk sel serta elektrolit ke dalam sistem peredaran darah. Crush Syndrome dapat
menyebabkan cedera jaringan lokal, disfungsi organ, dan kelainan metabolisme, termasuk
asidosis, hiperkalemia dan hypocalcemia.

Gambar 1.1 Klasifikasi Trauma Jaringan Lunak

Etiologi

Korban Crush Injury banyak dijumpai pada daerah dengan keadaan seperti berikut [2]:

- Kecelakaan lalu lintas

- Kecelakaan ditempat kerja (buruh pabrik yang bekerja di bagian mesin)

- Gempa bumi dan tanah longsor serta reruntuhan di pertambangan

- Terorisme

Patogenesis

Kompresi langsung dari otot yang menyebabkan crush injury lokal adalah mekanisme
yang paling umum dari rhabdomyolysis traumatis. Kompresi menyebabkan iskemia otot,
sebagai tekanan jaringan meningkat ke tingkat yang melebihi tekanan perfusi kapiler. Ketika
kompresi hilang, akan terjadi reperfusi jaringan otot. Iskemia otot diikuti oleh reperfusi
(iskemia-reperfusi cedera) merupakan dasar patofisiologi mekanisme rhabdomyolysis.

Kompresi otot menyebabkan stres mekanik yang membuka kanal ion yang diaktivasi oleh
regangan pada memban sel. Hal ini menyebabkan influx cairan dan elektrolit termasuk Na+ dan
Ca2+. Sel membengkak dan konsentrasi Ca2+ intraselular meningkat sehingga menyebabkan
proses patologi dimulai (Gambar 1).
Gambar 1.2: Patogenesis Rhabdomiolisis

Peningkatan dalam aktivitas enzim cytoplasmic neutral proteases menyebabkan degradasi


protein myofibrillar [38]; enzim phosphorylase-Ca2+ dependent diaktifkan, dan terjadi
degradasi membran sel. Selain itu, nucleases diaktifkan, dan produksi ATP di mitokondria
berkurang karena adanya hambatan respirasi aerob selular.

Iskemia otot yang disebabkan oleh kompresi berkepanjangan atau hasil cedera vaskular
menyebabkan metabolisme anaerobik dan penurunan lebih lanjut produksi ATP. Hal ini
mengurangi aktivitas Na / K ATPase, yang mengarah ke akumulasi cairan dan ion Ca2+
intraselular. Selain itu peningkatan konsentrasi kemotraktans dari neutrofil juga terjadi pada
jaringan post-ischemic yang menyebabkan peningkatan netropil teraktivasi bila terjadi
reperfusi. Netropil teraktivasi ini akan mengahancurkan jaringan dengan melepaskan enzim-
enzim proteoliktik; menghasilkan radikal bebas; memproduksi asam hipoklorit serta
meningkatkan resistensi vaskular.

Radikal bebas yang dilepaskan netropil mendegradasi membran sel yang dikenal dengan
lipid peroksidasi. Degradasi membran sel menyebabkan permeabilitas membran berkurang dan
terjadinya influx cairan dan ion Na+ berlebihan dan berlanjut menjadi edema intra selualar dan
lisis sel. Sel otot yang lisis melepas berbagai konten intra selular ke sirkulasi. Efek tersebut terjadi
pada iskemia otot lebih dari tiga jam.

Pada kelompok otot tertentu, tekanan intracompartmental naik dengan cepat. Ketika
tekanan ini melebihi tekanan arteriol-perfusi, tamponade otot dan kerusakan myoneuronal
terjadi, menghasilkan sindrom kompartemen. Tanda dan gejala sindrom kompartemen
termasuk tegang, otot kompartemen bengkak, nyeri dengan peregangan pasif, parestesia atau
anestesi, kelemahan atau kelumpuhan ekstremitas yang terkena, dan pada tahap akhir, denyut
nadi perifer berkurang.

Manifestasi Klinis

Beberapa atau semua hal berikut mungkin menjadi tanda dan gejala crush injury :

 Kulit cedera - mungkin halus.


 Pembengkakan - biasanya ditemukan terlambat.
 Kelumpuhan – menjadi diagnosis banding untuk cedera spinal
 Parestesia, mati rasa - dapat menutupi tingkat kerusakan.
 Nyeri - sering menjadi parah setelah dibebaskan.
 Pulsasi – pulsasi arteri distal mungkin atau tidak mungkin ada.
 Myoglobinuria - urin mungkin menjadi merah gelap atau coklat, menunjukkan
adanya mioglobin.
 Hiperkalemia- ditandai dengan timbulnya disritmia jantung
 Sindrom kompartemen
Tanda dan gejala yang berhubungan dengan ini meliputi:
· Parah nyeri pada ekstremitas yang terlibat.
· Nyeri pada pasif peregangan otot-otot yang terlibat.
· Penurunan sensasi di cabang-cabang saraf perifer terlibat.
· Peningkatan intracompartmental tekanan pada manometry langsung.
Kebocoran membran sel dan kapiler menyebabkan cairan intravaskular ke terakumulasi
dalam jaringan terluka. Hal ini menyebabkan hipovolemia signifikan dan akhirnya syok
hipovolemik

Pelepasan mendadak dari ekstremitas yang terhimpit dapat menyebabkan sindrom


reperfusi- hipovolemia akut dan kelainan metabolik . Kondisi ini dapat menyebabkan aritmia
jantung yang mematikan. Selanjutnya, pelepasan tiba-tiba racun dari otot nekrotik ke dalam
sistem peredaran darah menyebabkan myoglobinuria, yang menyebabkan gagal ginjal akut jika
tidak diobati.

Diagnosa

Tes Darah

 Pemeriksaan Mioglobin
Pelepasan mioglobin ke dalam sirkulasi harus dipertimbangkan setiap kali
ada cedera otot yang signifikan. Nilai serum yang normal bervariasi tergantung
pada hasil laboratorium, tapi biasanya kurang dari 85 ng / mL. Dengan kerusakan
otot yang signifikan, nilai serum dapat mencapai lebih dari 150.000 ng / mL.
Tingat miogloin serum lebih tinggi daripada mioglobin urin, namun, eksresi di
ginjal menyebabkan mioglobin urin akan lebih tinggi dari serum. Pelacakan nilai
mioglobin baik serum dan urin adalah cara terbaik untuk mengikuti
perkembangan dan resolusi Crush Injury.
 Pemeriksaan dipstick Urin
Sebuah tes sederhana namun cepat untuk rhabdomyolysis dapat
dilakukan dengan dipstick urin standar. Bagian heme dari mioglobin
menyebabkan pembacaan positif untuk darah pada tes strip, dan heme-positif
pada urin bila tidak adanya sel darah merah pada pemeriksaan mikroskopis
menunjukkan myoglobinuria. Namun, temuan dipstick positif hanya sekitar
setengah dari pasien dengan rhabdomyolysis.
 Phosphokinase creatine (CPK) merupakan penanda kerusakan otot. CPK
dilepaskan dengan adanya kerusakan otot. Dengan rhabdomyolysis, tingkat
yang sangat tinggi, seringkali lebih dari 30.000 unit / L dan berkorelasi dengan
jumlah otot yang rusak. Kejadian gagal ginjal menjadi signifikan pada ambang
batas hanya 5.000 unit / L. Tingkat ini harus segera evaluasi dan intervensi
agresif.
Pemeriksaan Lain :

 EKG bisa menunjukkan perubahan sekunder untuk hiperkalemia.


 Penilaian biasa untuk trauma, termasuk X-ray, harus dilakukan.
 Penilaian tekanan kompartemen

Tatalaksana

 Manajemen Rumah Sakit:


Penanganan pada crush injury dapat dimulai dari tempat kejadian yaitu dengan
prinsip primary surface ( ABC) terutama mempertahankan atau mengurangi
perdarahan dengan cara bebat tekan sementara dilarikan ke rumah sakit.
Penanganan di rumah sakit harus di awali dengan prinsip ATLS. Pemberian
oksigen (O2) guna mencegah terjadinya hipoksia jaringan serta terutama organ-
organ vital. Kemudian dilanjutkan dengan terapi cairan, terapi cairan awal harus
diarahkan untuk mengoreksi takikardia atau hipotension dengan memperluas
volume cairan tubuh dengan cepat dengan menggunakan cairan NaCl ( isotonic)
atau ringer laktat diguyur dan kemudian dilanjutkan perlahan ± 1-1.5 L/jam
(Barbera& Macintyre, 1996; Gonzalez, 2005; Gunal et Al., 2004; Malinoski et Al.,
2004; Stewart, 2005).
Sodium Bikarbonat akan memperbaiki asidosis yang sudah ada sebelumnya yang sering
hadir. Ini adalah salah satu langkah pertama dalam mengobat hiperkalemia. Hal ini juga
akan meningkatkan pH urin, sehingga menurunkan jumlah mioglobin yang mengendap di
ginjal. Disarankan bahwa 50 sampai 100 mEq bikarbonat, tergantung pada tingkat
keparahan cedera, akan diberikan kepada korban sebelum kompresi dihilangkan. Hal ini
dapat diikuti dengan infus bikarbonat.

Selain natrium bikarbonat, perawatan lain mungkin diperlukan untuk membalikkan


hiperkalemia, tergantung pada tingkat keparahan cedera:

· Insulin dan glukosa.

· Kalsium - intravena untuk memperbaiki disritmia.

· Beta-2 agonists - albuterol, metaproterenol sulfat (Alupent), dll

· Dialisis, terutama pada pasien dengan akut gagal ginjal.

Manitol

Manitol intravena memiliki tindakan menguntungkan terhadap korban crush injury.


Manitol melindungi ginjal dari efek rhabdomyolysis, meningkatkan volume cairan ekstraselular,
dan meningkatkan kontraktilitas jantung. Selain itu, administrasi manitol intravena selama 40
menit dapat mengobati sindrom kompartemen. Manitol dapat diberikan dalam dosis 1 gram /
kg atau ditambahkan ke cairan intravena pasien sebagai infus kontinyu. Manitol harus diberikan
hanya setelah aliran urin yang baik telah dibentuk dengan cairan IV.

Perawatan Luka

Luka harus dibersihkan, didebridemen, dan ditutup dressing sterile dengan kain kasa.
Lokasi cedera diangkat lebih tinggi dari posisi jantung akan membantu untuk membatasi edema
dan mempertahankan perfusi. Antibiotik intravena sering digunakan guna mencegah infeksi,
obat-obatan untuk mengontrol rasa sakit ( analgetik) dapat diberikan yang sesuai. Torniket yang
kontroversial perlu jika perdarahan aktif , namun biasanya jarang digunakan.

Terapi Operatif

 Limb Salvage and Amputasi

Keputusan untuk menyelamatkan anggota badan atau amputasi selalu menjadi pilihan
yang sulit. Amputasi primer mungkin perlu dipertimbangkan pada pasien yang tidak
memungkinkan untuk diselamatkan anggota tubuhnya terhadap pemulihan fungsional anggota
tubuh yang bermakna. Namun, jika penyelamatan anggota tubuh (limb salvage) dapat dilakukan
tanpa mengancam nyawa pasien, disarankan untuk melakukan upaya bahkan jika pasien
memiliki beberapa faktor risiko untuk kehilangan anggota tubuh. Strategi ini memberikan waktu
bagi pasien dan keluarga untuk menerima amputasi jika diperlukan. Asalkan ada beberapa
kesempatan untuk pemulihan fungsional anggota badan, penyelamatan anggota gerak awal
adalah upaya yang efektif .
Klasfikasi Viabilitas jaringan:

 Class I: Non-threatened extremity; revaskularisasi mungkin diperlukan atau tidak sama


sekali.
Class II: Threatened extremity; revascularization diindikasikan untuk mencegah hilangnya
jaringan.
 Class III: Iskemi telah menjadi infark dan tindakan limb salvage sudah tidak memungkinkan.

Tabel 1.2 Klasifikasi Acute Limb Ischemic

Indeks yang digunakan untuk menentukan tindakan Limb Salvage dan Amputasi:

1. Predictive Salvage Index (PSI)

2. Mangled Extremity Severity Score (MESS)

3. Limb Salvage Index (LSI)

4. Nerve Injury, Ischaemia, Soft-tissue Injury, Skeletal Shock, and Age (NISSSA)

5. Hannover fracture Scale – 97 (HFS-97)

Gambar 1.3 Mangled Extremity Severity Score (MESS)


Indeks Mangled Extremity Severity Score:

 Skor ≤ 6: 95% salvage rate ratio, tindakan limb salvage dapat dilakukan,
 Skor 7-9: nilai ambang untuk dilakukan amputasi adalah 7, namun bukan keputusan mutlak,
hanya berupa prediksi tetapi bukan indikasi. Lihat rujukan indeks Injury Severity Score (ISS)
 Skor 10: Amputasi primer sangat disarankan.

Gambar 1.4 Alur untuk menentukan tindakan Amputasi dan Limb Salvage

Gambar 1.5 Injury Severity Score

Degloving Injury

Luka degloving adalah lepasnya jaringan kulit kutaneus dan subkutan ekstremitas dari
struktur yang lebih dalam akibat trauma.

Tipe-tipe degloving:

Degloving tertutup Degloving terbuka

 Permukaan kulit masih intak  Disertai dengan terputusnya


 Mobilitas kulit dan fluktuasi di kontinuitas permukaan kulit
subkutis  Mudah diidentifikasi
 Jejas ban kendaraan atau luka  Kerusakan jaringan bervariasi
bakar akibat gesekan
 Paling sering pada tungkai
bawah (60%)

Tabel 1.1 Klasifikasi luka degloving


Tatalaksana awal degloving

Degloving tertutup Degloving terbuka

 Survey Primer (ABCDE)
  Survey Primer (ABCDE) 



 Penilaian vitalitas jaringan Eksisi  Debridemant, irigasi dan
jaringan non-vital pengembalian flap 

 Bila jaringan vital:
  Penilaian vitalitas kulit degloving
1. Insisi kecil diatas daerah 

degloving.
2. Evakuasi hematom dan  Eksisi jaringan yang tidak vital 

jaringan lemak nekrotik.  Rotasi atau transposisi otot yang
3. Irigasi luka
 Pasang Drain viabel untuk menutup tulang
4. Balut Tekan yang ekspose 

 Tutup raw surface dengan STG
atau FTG (penutupan luka tanpa
tegangan) 


Tes Vitalitas Jaringan


Tahapan tes vitalitas jaringan:
1. Methylen blue daerah degloving.
2. Jahit flap yang terelevasi
3. Penilaian perkiraan vaskularisasi degloving
4. Tes tekan & tes fluoresensi (dimasukkan cairan fluorescen intravenous dengan
dosis 15 mg/kg dalam 200 ml NaCl 0,9% selama 10 menit, dilihat dibawah lampu
ultraviolet dalam ruang gelap).
5. Split Thickness Skin Excision (STSE)

Gambar 1.6 Tes Vitalitas Jaringan


Diagram Tatalaksana Degloving

Degloving

Tertutup Terbuka

Tes Vitalitas Tes Vitalitas Jaringan


Jaringan
Vital Non-Vital
Vital Non-Vital

Jahit Tidak
Insisi Eksisi Tegang
Kecil

Irigasi Kulit Baik Kulit


STG STG
Tidak
Baik
Drainase
Defatted
Eksisi
Balut Tekan

STG STG

Komplikasi

 Hiperkalemia dan infeksi adalah penyebab kematian paling umum. Hiperkalemia dapat
menyebabkan aritmia dan cardiac arrest.
 Infeksi merupakan penyebab utama kematian di zona bencana.
 Cedera ginjal akut dapat terjadi.
 Sindrom kompartemen dapat terjadi karena penyerapan cairan ke dalam sel otot yang
terkandung dalam kompartemen yang ketat. Fasciotomy berguna dalam mengurangi
kerusakan otot dari sindrom kompartemen. Ini harus dilakukan sejak dini.
 Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) dapat terjadi dengan kerusakan jaringan besar.
Pendamping 1 Pendamping 2

dr. Ifit Bagus A. dr. Ekowati Supartinah K.P.

Anda mungkin juga menyukai