Anda di halaman 1dari 5

PROGRAM PASCASARJANA

FITK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2019/2020

Mata Kuliah : Inovasi Pendidikan dan Globalisasi


Program Studi: PAI
Semester : III
Kelas : JS

PETUNJUK:
Kerjakan semua soal di rumah. Anda diperbolehkan membaca buku, jurnal,
makalah, atau catatan kuliah, tetapi tidak boleh bekerja sama. Cantumkan
referensi jika Anda mengutip pendapat orang dalam memberikan uraian jawaban
soal. Jawaban dikumpulkan pada RABU, 18 Desember 2019, pkl. 23.59 melalui
surat el- mulyadiekopurnomo@yahoo.com dengan format
JAWABAN_UAS_IPG_NAMA_ANDA.

SOAL:
1. Dalam sejarah inovasi/kebijakan pendidikan di Indonesia, Kurikulm 2013
merupkan kurikulum yang terakhir berlaku saat ini.
a. Jelaskan inovasi apa yang terdapat Kurikulum 2013 itu dibandingkan
dengan kurikulum sebelumnya.
b. Bila dikaitkan dengan proses inovasi dari difusi—implementasi, tahap
apakah saat ini? Jelaskan.
c. Menurut pendapat Anda, apakah penyebab pelaksanaan Kurikulum 2013
belum berjalan sepenuhnya di seluruh wilayah tanah air ini? Jelaskan
dengan mempertimbangkan berbagai factor.
2. Menurut pandangan Anda, bagaimana inovasi yang terjadi pada pendidikan
pesantren saat ini? Sebutkan satu lembaga pendidikan pesantren yang
menurut Anda telah melakukan inovasi. Jelaskan juga pada aspek-aspek apa
inovasi itu dilakukan.
3. Di dunia pendidikan, terdapat ide/gagasan yang berpengaruh terhadap ide
dan pelaksanaan pendidikan ke seluruh dunia.
a. Jelaskan gagasan pendidikan kritis (critical pedagogy) dan pengaruhnya
terhadap pendidikan dan pendidikan agama Islam di Indonesia.
b. Jelaskan   gagasan   pendidikan   Hasan   Al­Bana   dan   pengaruhnya   terhadap
ideologi dan praktik pendidikan di Indonesia.
c. Jelaskan gagasan Syed Naquib Al­Attas dan pengaruhnya terhadap pendidikan
agama Islam.

JAWABAN:
1.a   
Pada Kurikulum 2013 ini, menitik beratkan pada peningkatan mutu
pendidikan dengan menyeimbangkan hard skills dan soft skills melalui
kemampuan sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam rangka
menghadapi tantangan global yang terus berkembang. Dengan demikian,
dapat kita pahami bahwa Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang
dikembangkan untuk meningkatkan dan menyeimbangkan soft skills dan
hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan secara seimbang dan berjalan secara integratif. Lebih dari itu,
jika dirincikan maka inovasi yang terdapat pada Kurikulum 2013 antara lain:
a. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan
sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan
intelektual dan psikomotorik;
b. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
c. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing
elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses
pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang
dinyatakan dalam kompetensi inti; dan
d. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif,
saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata
pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

1.b.

1.c.
Ada 3  penyebab utama mengapa pelaksanaan Kurikulum 2013 belum
berjalan sepenuhnya di seluruh wilayah tanah air ini, yakni:
a. Kurikulum 2013 tidak didasarkan pada evaluasi dari pelaksanaan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sehingga dalam
pelaksanaannya bisa membingungkan guru dan pemangku pendidikan.
b. Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan scientific.
Pendekatan ilmiah atau scientific approach mencakup komponen
diantaranya yaitu: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta. Komponenkomponen tersebut seharusnya
dapat dimunculkan dalam setiap praktek pembelajaran. Semua itu dapat
dilaksanakan dengan baik apabila guru sebagai pelaksana memahami
secara penuh tentang pendekatan saintifik.
c. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan Kurikulum 2013
pada satuan pendidikan yang ada dan masih rendahnya kualitas guru dan
sekolah.

2.

3.a.
Pedagogi kritis (critical pedagogy) merupakan gagasan berupa
sebuah pendekatan pembelajaran yang berupaya membantu murid
mempertanyakan dan menantang dominasi serta keyakinan dan praktek-
praktek yang mendominasi. Pedagogi kritis (critical pedagogy) dapat
dimaknai sebagai pendidikan kritis yaitu pendidikan yang selalu
mempertanyakan mengkritisi pendidikan itu sendiri dalam hal-hal
fundamental tentang pendidikan baik dalam tataran filosofis, teori,
sistem, kebijakan maupun implementasi implementasi.
Tujuan dari pendidikan kritis sendiri jika dilihat dari teori kritis
yaitu memperluas gagasan tentang rasionalitas. Jika disesuaikan dengan
zaman sekarang, rasionalitas lebih dari sekedar pemikiran kritis.
Rasionalitas sendiri suatu pemikiran dan aksi yang membuka jalan untuk
kebebasan dan emansipasi manusia secara keseluruhan. Tujuan teori
kritis sendiri adalah memberikan pandangan yang rasional dan
memberdayakan subyek manusia untuk mengubah situasi-situasi yang
kaku dan mencapai kesetaraan. Seperti yang dikatakan oleh Allan Robert
Lacey (1990: 279) “to link theory and practice, to provide insight, and to
empower subjects to change their oppressive circumstances and achieve
human emancipation, a rational society that satisfies human needs and
powers”. Kesadaran kritis merupakan kata kunci yang penting, karena
dominasi dan eksploitasi itu terjadi karena hilangnya kesadaran kritis
manusia. Maka dari itu, kesadaran kritis ini tidak dapat di manipulasi atau
dipaksakan, harus adanya pembangunan kesadaran diri peserta didik
dengan tindakan kultural. Pendidikan kritis seperti ini yang seharusnya di
terapkan di negeri ini.
Dengan demikian, pengaruh implementasi dari pendidikan kritis
dalam dunia pendidikan di Indonesia tidak hanya dilandaskan atas teori-
teori dan pemikiran yang kritis. Namun, hendaknya memberikan ruang
juga untuk bersikap demokratis dan transformatif dalam kehidupan
sehari-hari. Keadaan yang terjadi dalam pendidikan kritis harus disadari
bukan hanya karena aspek pendidikan yang terjadi, melainkan juga
dengan menekankan terhadap konteks sosial, politik dan ekonomi.
Realitas yang ada, pendidikan kritis juga tidak hanya fokus terhadap
sistem pendidikan yang makro. Lebih dari itu, harus fokus juga terhadap
pendidikan di sistem pembelajaran di sekolah. Karena sekolah yang
dilandaskan pada satu visi untuk membangun masyarakat yang
demokratis, namun terkadang pada praktiknya justru bertindak otoriter
dan anti-demokrasi dengan tidak memberikan ruang bagi tumbuhnya
subyek yang kritis, toleransi dan multikulturalisme.
Secara konseptual pendidikan Islam sebenarnya sudah cukup kaya
dan sempurna sebab ingin membentuk pribadi muslim sempurna dan
mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, meskipun lebih
cenderung normatif. Karena itu, jika paradigma pendidikan kritis diterima
dengan beberapa penyesuaian, maka yang perlu dipikirkan adalah tindak
lanjut secara praktis, mulai dari perumusan orientasi pendidikan Islam,
pembaharuan kurikulum, penyiapan sumber daya manusia, diversifikasi
strategi pembelajaran, perubahan model evaluasi, evaluasi kebijakan, dan
perubahan manajemen di lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar
sampai pendidikan tinggi. Berbagai komponen ini perlu dikaji secara
terpadu, simultan, dan komprehensif.
Berbagai agenda perubahan dalam praktek pendidikan
berperspektif kritis tersebut tidak akan berjalan maksimal tanpa adanya
dukungan politik dari pihak pemerintah. Untuk konteks keindonesiaan,
perubahan manajemen pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi
mengharuskan pemerintah [pusat] mengkondisikan berbagai aturan yang
memungkinkan berjalannya konsep otonomi terutama dalam bidang
pendidikan. Dalam manajemen baru ini, pemerintah pusat tidak lagi
menjadi pemegang otoritas pembuatan kebijakan, apalagi sampai
pembuatan juklak dan juknis. Pemerintah hanya membuat rambu-rambu
yang bersifat global. Untuk itu, perlu ada evaluasi kebijakan dalam bidang
pendidikan, mana kebijakan yang memberikan ruang bagi praktisi
pendidikan untuk kreatif dan mana kebijakan yang menghambat dan
mengekang.

Hasil elaborasi:
Berdasarkan elaborasi singkat di atas, maraknya problem dalam
dunia pendidikan mengindikasikan adanya praktek penyimpangan
terhadap misi pendidikan itu sendiri, yaitu sebagai proses aktualisasi dan
optimalisasi diri setiap peserta didik menuju terbentuknya kesadaran
kenabian. Pendidikan mestinya harus dikembalikan pada misi utamanya,
yang bertumpu pada kepentingan peserta didik itu sendiri, sehingga
terbentuk kesadaran kritis. Dalam konteks pendidikan Islam, praktek
pendidikan mestinya diorientasikan pada pembentukan pribadi yang
berkesadaran kenabian, bukan kesadaran mistik.
Untuk itu, pendidikan Islam kritis pada dasarnya merupakan salah
satu tawaran untuk mengembalikan misi pokok pendidikan sebagai
proses pembentuk pribadi muslim yang berkesadaran kenabian, yang
mampu menyelesaikan problem diri dan masyarakat sekitarnya. Dia
mempunyai karakter emansipasi, liberasi, dan transendensi. Hal ini dapat
dilakukan jika semuka komponen pendidikan dikaji ulang mulai dari
orientasi kritisnya, kurikulumnya, tenaga pendidiknya, strategi
pembelajaran dan evaluasinya, dan kemauan politik pemerintah. Dengan
kesadaran kritis yang dimiliki oleh setiap umat Islam, yang dihasilkan
melalui proses pendidikan, diharapkan muncul para pewaris Nabi yang
mempunyai kesadaran kenabian (prophetic consciousness), di mana
cakrawala larut dalam dirinya, bukan kesadaran mistik (mystical
consciousness), yakni ketika ia larut dalam cakrawala. Hal ini menuntut
keaktifan setiap stakeholder pendidikan Islam untuk selalu responsif
terhadap perubahan, perkembangan dan tuntutan jaman dalam kerangka
mengkontekstualisasikan ajaran Islam dalam praktik pendidikan.

3.b.
Pemikiran Pendidikan Islam menurut Hasan al-Bannaâ memiliki ciri
dan keunikan yang khusus, yaitu adanya keseimbangan dan keserasian
antara akal dan perasaan, teori dan praktik, antara kebutuhan pribadi dan
kebutuhan umum. Konsep pendidikan Hasan Al Banna’ ditelaah dari
faktor-faktor pendidikan menunjukkan adanya relevansinya dengan
Sistem Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003, terutama pada tujuan pendidikan Nasional, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa serta membentuk peserta didik yang
memiliki iman dan takwa serta masih ada yang relevan pada bab yang lain
yang dijabarkan pada pasal-pasal di dalam undang-undang tersebut.
Hasan Al Banna’ telah menyumbangkan pemikiran – pemikiran yang
terbilang ekstrim bagi sebagian kalangan.
Sejalan dengan kegiatan pendidikan tersebut, Hasan Al
Banna’ menawarkan berbagai metode pendidikan yang dapat digunakan
sesuai dengan bidang studi yang diajarkan. Di antara metode pendidikan
tersebut, adalah metode pendidikan melalui teladan, teguran, hukuman,
cerita-cerita, pembiasaan dan pengalaman-pengalaman konkret. Secara
keseluruhan metode tersebut dapat dijumpai dasarnya baik dalam Al-
Qur’an maupun praktek yang dilakukan Rasulullah SAW dalam membina
para sahabat dan kader-kadernya.

3.c.
Ada salah satu gagasan menarik yang diusung oleh Al-Attas, yakni
Islamisasi ilmu pengetahuan. Berbicara mengenai konsep Islamisasi ilmu
menurut Al-Attas, tidak bisa lepas dari pembahasan tentang konsep ilmu
paradigma Al-Attas mengenai ilmu tersebut. Dalam hal ini al-Attas menyebut
ilmu tidak pernah bersifat netral seperti yang diklaim oleh Barat, baginya
ilmu sesuai dengan syariat Islam tidak bisa digunakan dan tidak pernah
diterima di Barat begitupun sebaliknya ilmu produksi sekuler jelas
menyalahi aturan serta ketentuan dalam Islam. Al-Attas menegaskan bahwa
ilmu yang berkembang atas model sekularisme jelas tidak bersifat universal,
justru merusak aqidah manusia terutama umat muslim. Maka sejatinya ilmu
tidak bisa dikatakan netral, karena paradigma yang berbeda dalam ilmu
tersebut.
Dalam hal gagasan tersebut, Al-Attas menegaskan bahwa ilmu dalam
Islam memiliki ciri yang fundamental yaitu the nature of God, (revelation) Al-
Qur'an yang wahyu yang datang dari Tuhan. Melalui penjelasan Al-Attas
tersebut dapat terlihat bahwa dalam memandang ilmu, Islam memiliki
landasan filosofis yang kuat yang tidak pernah terlepas dari konsep Tuhan
dan ajaran-Nya.
Jelas pemikiran tersebut memiliki pengaruh terhadap pendidikan,
khususnya pendidikan agama Islam. Sebab hal ini mengindikasikan bahwa
kebenaran pengetahuan tidak terlepas oleh pendidikan. Jika pendidikan itu
mengalami kegagalan dalam penanamannya, maka tidak akan luput juga
pengetahuan mengalami hal yang serupa. Dalam hal ini tidak dapat
dipungkiri, ini diakibatkan oleh bercampurnya budaya westernisasi dan yang
digembor-gemborkan oleh Barat. Oleh karenanya, guna menjernihkan
pendidikan, Islam dengan mudahnya mengingatkan kepada kita untuk
kembali berpegang teguh kepada nash Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW.

Anda mungkin juga menyukai