Anda di halaman 1dari 7

“Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan

Mesin Gerinda”

Disusun oleh
Moh Reza Ma’rifat
21090111060017

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK PERKAPALAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana
bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-
tingginya. Dalam pelaksanaan K3 sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu manusia,
bahan, dan metode yang digunakan, yang artinya ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisahkan
dalam mencapai penerapan K3 yang efektif dan efisien.
Dalam Ilmu Kesehatan Kerja, faktor lingkungan kerja merupakan salah satu faktor terbesar
dalam mempengaruhi kesehatan pekerja, namun demikian tidak bisa meninggalkan faktor
lainnya yaitu perilaku. Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah
dan bisnis sejak lama.. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun
kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas.
Pada kali ini penulis ingin membahas lebih jauh mengenai penyakit gangguan pendengaran
akibat kebisingan mesin gerinda atau noice induced hearing loss (NIHL). Dengan tujuan
memberikan gambaran epidemiologi penyakit ini walaupun tidak secara mendetail sebab
diketahui bahwa pada penyakit akibat kerja seperti penyakit ini sulit dilakukan studi
epidemiologi secara mendalam, paling tidak tujuan penulisan ini, penulis memberikan gambaran
epidemiologi agar nantinya diketahui gambaran umum, penyebab, klasifikasi, perjalanan
penyakit, keadaan penyakit ini di masyarakat luas, yang nantinya dapat dilakukan pencegahan
terhadap penyakit ini apabila telah diketahui hal-hal yang disebutkan di atas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Penyakit Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan Mesin Gerinda atau Nioce
Induced Hearing Loss (NIHL)

Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85
desibel (dB) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran Corti pada telinga
dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga. Dari
definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari masing-
masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah
campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Gangguan pendengaran akibat bising
(noise induced hearing loss/NIHL ) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras
dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan
kerja.Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai
setelah presbikusis.
Penanganan kebisingan di tempat kerja haruslah ditujukan untuk memberikan
perlindungan pada tenaga kerja dari pengaruh negatif kebisingan yang bisa mengakibatkan
terjadinya penurunan tingkat pendengaran atau sering disebut Noise Induced Hearing Loss.
Gangguan ini biasanya baru akan timbul setelah tenaga kerja bekerja secara terus menerus di
tempat yang mempunyai intensitas bising tinggi dalam kurun waktu yang lama.

2.2 Klasifikasi Penyakit Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan atau Nioce Induced
Hearing Loss (NIHL)
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas dua kategori yaitu :
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (TTS)
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan,
yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekuensi tinggi.
Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch“ yang curam pada frekuensi 4000 Hz, yang
disebut juga acoustic notch.
Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang
disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat
kembali normal.
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)
Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat suara
bising, dan hal ini disebut dengan “occupational hearing loss“ atau kehilangan pendengaran
karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri. Dikatakan bahwa untuk
merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja di lingkungan bising selama 10 – 15
tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada :
a. tingkat suara bising
b. kepekaan seseorang terhadap suara bising
NIPTS biasanya terjadi disekitar frekuensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan
menyebar ke frekuensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah
menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah (2000 dan 3000 Hz) keluhan akan timbul. Pada
mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang
ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekuensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan
untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekuensi 3000–6000 Hz, dan
setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekuensi yang lebih tinggi.
Kehilangan pendengaran pada frekuensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10
tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat.

2.3 Bahaya Kebisingan Mesin Gerinda Bagi Pendengaran


Secara sederhana kita bisa mengetahui apakah suatu kebisingan di tempat kerja sudah
pada tingkat yang membahayakan, yaitu jika pada jarak sepanjang lengan kita harus
meninggikan suara kita dalam berbicara agar bisa dimengerti oleh orang lain. Terdapat
kesalahan pemahaman secara umum di kalangan masyarakat bahwa kerusakan pendengaran
(hearing loss) hanya disebabkan oleh karena terpapar pada suara-suara yang sangat tinggi
(lebih dari 90 dBA). Sedangkan resiko bahaya yang disebabkan oleh pemaparan suara-suara
pada tingkat lebih rendah tetapi terus-menerus dan dalam waktu yang lama cenderung
diabaikan. Dalam kenyataannya adalah jika terjadi stimulasi yang kuat dan berulang-ulang dari
suatu sumber bising, akan dapat menyebabkan kerusakan pendengaran. Kerusakan ini pada
awalnya hanya sementara, tetapi jika terjadi secara berulang-ulang tanpa ada waktu pemulihan
yang cukup maka akan terjadi kerusakan permanen yang disebut tuli akibat kebisingan dan ini
tidak dapat disembuhkan. Semakin tinggi tingkat kebisingan dan semakin sering berulang, maka
semakin besar tingkat kerusakan yang terjadi pada pendengaran.
Kemajuan dalam bidang teknologi sejak tiga decade terakhir ini menyebabkan peningkatan
bahaya bising baik dalam jumlah, intensitas, kecepatan dan jumlah orang yang terpajan bising,
terutama di negara industri dan negara maju. Beberapa sumber bising yang menjadi penyebab
polusi adalah gemuruh mesin produksi pada beberapa pabrik, desing mesin jet, gemuruh mesin
turbin pada beberapa kapal laut, letusan senjata genggam dan senjata panggul, bising dari alat
bantu kerja seperti mesin pemotong rumput, bising alat pemecah beton atau aspal, bising alat
penghisap debu elektrik sampai pada bising kendaraan alat angkutan atautransportasi dengan
sistem gas buang dan suspensi yang buruk. Sumber bising tidak hanya berasal dari lingkungan
kerja saja akan tetapi dapat juga dari bidang hiburan, olah raga, rekreasi, bahkan lingkungan
pemukiman dapat juga terkontaminasi oleh bising. Penulis telah melakukan penelitian pada 43
pekerja yang berprofesi sebagai penggerenda bajaa di galangan kapal, Penulis bertanya kepada
mereka yang sudah bekerja selama 3 tahunan dan rentang usia 20-42 tahun. Dari hasil penelitian
tersebut ditemukan sebanyak 50% menderita tuli saraf akibat bising, pada penduduk dengan rata-
rata lama tinggal 17 tahun waktu pajan rata-rata 22 jam/ hari. Selain Bising dari mesin gerinda
mereka juga terpengaruh oleh kebisingan mesin kapal yang tak jauh dari tempat mereka
menggerinda.Penyebab lain inilah yang mungkin merupakan salah satu penyebab cepat lelah,
penurunan kewaspadaan dan dalam kurun waktu tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran pada penggerinda tersebut. Keadaan tersebut bila dibiarkan, dapat menyebabkan
kerugian materi, membahayakan bagi diri dan pengguna lainnya.

2.4 Pengendalian Kebisingan


Seperti halnya pada pengendalian faktor-faktor bahaya lain di tempat kerja,
pengendalian kebisingan juga harus melalui urutan-urutan/hirarki (hierarchy of control) yang
benar dan sesuai.

Enam langkah/metode yang biasanya dijadikan pedoman dalam hirarki pengendalian adalah
sebagai berikut :
1. Rekayasa ulang (redesign) --- mesin atau proses
2. Penggantian (substitution) --- bahan atau proses
3. Isolasi (segregation/isolation) --- sumber bahaya dari pekerja
4. Pengendalian teknis (engineering control) --- pemeliharaan atau modifikasi mesin
5. Pengendalian secara administrasi (administrative control) --- modifikasi jadwal kerja
6. Alat pelindung diri (personal protective equipment) --- bagi para pekerja

2.5 Hearing Conservation Progam

Hearing Conservasion Program (HCP) atau program pemeliharan pendengaran adalah


sebuah program yang bertujuan untuk mencegah terjadinya noise induced hearing loss. Atau
bisa dikatakan bahwa HCP merupakan sebuah prosedur terencana dalam mengevaluasi dan
mengendalikan kebisingan dan mencegah terjadinya kerusakan pendengaran seseorang yang
terpapar kebisingan tinggi.

Ada lima elemen pokok dalam melaksanakan HCP di perusahaan, yaitu :


1. Suvei kebisingan
2. Pengendalian secara teknis dan administratif
3. Pendidikan dan latihan
4. Perlindungan pendengaran (APD)
5. Monitoring audiometri

Selain kelima elemen tersebut, agar pelaksanaan HCP bisa efektif dan sesuai dengan
yang diharapkan, maka ada beberapa elemen lain yang juga perlu diperhatikan seperti
pernyataan kebijakan dari top manajemen, evaluasi dan sistem pemeliharaan rekaman.
BAB III. PENUTUP
Daftar Pustaka

1. Accoustic Engineering and Training Services Indonesia, Noise Control Management

2. Grantham D, Occupational Hygiene (Intermediate), Queensland, 1997

3. Grandjean E, Fitting The Task To The Man, Taylor & Francis, London, 1995

4. Groothoff B, Noise and Vibration–Their Effects and Control, Queensland 1996

Anda mungkin juga menyukai