1
Nurul Huda dan Mohamad Haykal, Lembaga Keuangan Islam
Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta: PT.Fajar Interpratama Mandiri,
2010, h.363-365
24
25
2
Haykal, Lembaga ..., h. 365
27
3
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,
Yogyakarta: Ekonisia, 2003, h.101
28
4
Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Mikro Keuangan Syariah,
Yogyakarta: UII Press, 2002, h.60
31
b. Jemput Bola
Sebagai lembaga keuangan yang belum lama
berdiri, BMT membutuhkan promosi dan sosialisasi
secara lebih optimal di masyarakat. Keaktifan
pengelolaan dalam memasarkan produknya
merupakan komponen terpenting diantara
komponen-komponen penting lainnya yang akan
menentukan tingkat keberhasilan lembaga. Salah satu
cara efektif yang dilakukan di awal operasional BMT
adalah dengan melakukan pendekatan jemput bola,
pendekatan ini merupakan langkah awal yang akan
mungkin petugas leluasa memberikan penjelasan
mengenai konsep-konsep keuangan syariah serta
sistem dan prosedur yang berlaku di BMT.
B. Akad Rahn
1. Pengertian Rahn
Rahn secara harfiah adalah tetap, kekal, dan jaminan.
Secara istilah rahn adalah apa yang disebut dengan barang
jaminan, agunan, atau tanggungan Rahn yaitu menahan barang
sebagai jaminan atau utang. Akad Rahn juga diartikan sebagai
sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan atau dengan
melakukan penahanan harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Barang gadai baru dapat
32
5
Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia,
Jakarta: Salemba Empat, 2012, h.266
6
Sjahdeini, Sultan Remy, Perbankan Islam dan Kedudukannya
Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Puustaka Utama
Grafiti, 2007, h. 76
33
7
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,
Yogtakarta: Ekonisa Edisi 2. 2004, h. 157
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah,
Deskripsi dan Ilustrasi, Yokyakarta: Fakultas Ekonomi UII, 2003, hlm.
141.
9
Adiwarman Karim, Bank Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004, Edisi Ketiga, h. 236.
34
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya...”
10
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002, Cet 6, h. 250.
35
b. As –Sunah
Aisyah berkata bahwa Rasulullah bersabda:
Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan
meminjamkan kepada baju besi. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Dari Anas Ra berkata, Rasulullah saw berkata,
Rasulullah saw menggadaikan baju besinya kepada
seorang yahudi di Madinah dan mengambil gandum
untuk keluarga beliau (HR. Bukhari, Ahmad, Nasa‟i dan
Ibnu Majah).12
c. Ijtihad
Berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadis di atas
menunjukkan bahwa transaksi atau perjanjjian gadai
(Rahn) dibenarkan dalam Islam bahkan Nabi pernah
11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an ..., h. 166
12
Heri Sunandar, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta: Ekonisia, 2003, h. 159
36
13
Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat
Kontemporer, Yogyakarta: UII Press, 2000, h. 89
14
Herry Sutant & khairul Umam, Manajemen Pemasaran Bank
Syariah, Bandung:CV Pustaka Setia, 2013, h. 393
37
3. Rukun Rahn
Dalam menjalankan syariah, Rahn harus memenuhi
rukun Rahn (gadai syariah). Rukun Rahn (gadai syariah) antara
lain:15
a. Ar-Rahin (yang menggadaikan)
Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan
memiliki barang yang akan digadaikan.
b. Al-Murtahin (yang menerima gadai)
Orang, Bank, atau lembaga yang dipercayai oleh rahin untuk
mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai).
c. Al-Marhun/Rahn (barang yang digadaikan)
Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam
mendapatkan utang.
d. Al-Marhun Bih (utang)
Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas
dasar besarnya tafsiran marhun.
e. Sighat, Ijab dan Qabul
Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan
transaksi gadai.
4. Syarat Rahn
a. Rahin dan Murtahin
Pihak-pihak yang melakukan perjanjian Rahn, yakni
rahin dan murtahin harus mengikuti syarat-syarat berikut
15
Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, Bandung: Alfabeta,
2011, h. 27
39
16
Ibid, h. 27
40
5. Akad Rahn
Pada dasarnya, sistematika akad Rahn terdiri dari:
a. Tanggal dan nomor akad
Jika dibuat secara di bawah tangan antara kedua pihak,
nomor akad adalah nomor yang diberikan oleh Bank
Syariah, sedangkan jika dibuat secara kenotariatan, nomor
tersebut adalah nomor akta notaries yang bersangkutan.
b. Para pihak atau subjek akad, yang terdiri dari:
1) Pihak yang menggadaikan (Rahn atau Rahin)
2) Pihak yang menerima gadai (Murtahin atau Bank
Syariah). Sedangkan objek atau barang yang digadaikan
disebut juga marhun.
c. Isi perjanjian
1) Kesepakatan para pihak
Kesepakatan terserbut harus dinyatakan, yaitu
Bank atau kreditor selaku pihak yang menerima gadai
(murtahin) setuju untuk memberikan pembiayaan
dengan jumlah tertentu dan nasabah (rahin) menerima
pembiayaan tersebut.17
2) Pihak murtahin menerima barang yang digadaikan
dengan memberikan sejumlah dana tertentu dan rahin
berkewajiban untuk membayar biaya sewa tempat
penitipan dan asuransi atas barang yang digadaikan.
17
Ibid, h.131-132
41
18
Irma Devita Purnamasari & Suswinarto, Akad Syariah,
Bandung: Kaifa, 2011, h. 127
42
19
Ibid, h.127
43
20
Raahmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung: CV Pustaka
Setia, 2004, h.173-174
21
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke
Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001, h. 129
47
22
Andri Soemira, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,
Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2009, h. 394-395
23
Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia Konsep,
Implementasi, dan Institusional, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, h. 125-126
49