Anda di halaman 1dari 5

1.

Wearing –off effect :


adalah salah satu komplikasi jangka panjang dari penggunaan terapi levodopa pada pasien
dengan Parkinson dimana deteriorasi dari efek levodopa terjadi sebelum waktu pemberian
dosis obat berikutnya sehingga gejala dari penyakit parkinson muncul kembali pada pasien.
Efek ini dapat muncul kapan saja sejak mulai mengkonsumsi levodopa, namun umumnya
timbul dalam waktu sekitar 3-5 tahun.
Efek ini dapat dikontrol sebagian dengan berbagai cara : mempersempit interval antar dosis
levodopa, mengganti sediaan levodopa menjadi sediaan levodopa/carbidopa yang controlled-
release , penambahan agonis dopamin (mempersingkat waktu dimana levodopa tidak bekerja
tetapi dapat meningkatkan resiko efek samping seperti halusinasi visual), penambahan COMT
inhibitor seperti entecapone (dapat memperpanjang dan meningkatkan efek dari levodopa
tetapi dapat pula meningkatkan efek samping dari levodopa), atau dengan inhibitor
penambahan monoamine oxidase tipe B (menginhibisi efek enzim yang menginaktivasi
dopamin)

2. On-off phenomenon :
adalah salah satu komplikasi jangka panjang dari penggunaan terapi levodopa pada pasien
dengan Parkinson dimana terjadi fluktuasi respon pengobatan yang mendadak tanpa ada
hubungan dengan waktu pemberian dosis levodopa.
“On” melambangkan saat ketika efek levodopa berfungsi dan “off” adalah ketika efek
tersebut tidak berfungsi dan gejala Parkinson muncul kembali pada pasien. Seiring
berkembangnya penyakit maka kejadian “on-off” tersebut semakin tidak berhubungan dengan
waktu pemberian obat.
Fenomena ini dapat dikontrol sebagian dengan menggunakan cara seperti mengontrol efek
wearing-off .
Sumber : Aminoff M. J , Greenberg D. A, Simon R. P. Clinical Neurology. 9th ed. London: McGraw-Hill Education; 2015

3. Kriteria diagnosis insomnia non-organik:


- Susah tertidur, tidur tidak menyegarkan, ata sulit menjaga tidur
- Gangguan tidur terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama paling tidak 1 bulan
- Gangguan tidur tersebut menyebabkan personal distress atau mengganggu kemampuan
pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari
- Penyebab organik lain seperti gangguan neurologis atau gangguan medis lain, penggunaan
obat tertentu, atau penggunaan obat terlarang tidak diketahui
Sumber : Sadock B. J, Sadock V. A, Ruiz P. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry. 11th ed. New York: Wolters Kluwer; 2015

4. Gejala Klinis Osteoartritis :


- Nyeri sendi berlangsung lama (hari-bulan) dan bertambah buruk dengan aktifitas (berjalan,
naik tangga)
- Berkurangnya ROM
- Terjadi kekakuan pada sendi yang terkena yang berlangsung < 30 menit
- Tampak pembengkakkan pada sendi lutut
- Sendi yang terkena teraba hangat
- Pada pemeriksaan fisik ditemukan : nyeri tekan pada sendi, malalignment (genu varus atau
genu valgus), krepitus saat digerakkan
Sumber : Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9 th ed. Bristol: Hodder Arnold; 2010

5. Definisi Konstipasi : keluhan defekasi yang sulit, jarang, atau tidak tuntas yang menetap. Ada
pula penderita konstipasi memiliki frekuensi defekasi yang normal namun mengeluh kesulitan
dalam proses defekasi berupa mengedan terlalu keras, konsistensi feses yang keras, abdomen
bagian bawah terasa penuh, dan sensasi BAB tidak tuntas.
6. Kriteria Diagnosis DM :
- Gejala klasik DM (poliuri, polifagi, polidipsi) + kadar gula darah ≥11.1 mmol/L (200
mg/dL) atau
- GDP ≥7.0 mmol/L (126 mg/dL) atau
- HbA1C ≥6.5% atau
- GD 2 jam PP atau TTGO ≥11.1 mmol/L (200 mg/dL)
Sumber : Longo D, Fauci A, Kasper D, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine. 19th ed. San Francisco: McGraw-Hill Medical; 2011

7. Interpretasi hasil Analisa Gas Darah (AGD)


Asidosis respiratorik :
Tidak terkompensasi - pH <7,35; PaCO2 >45; HCO3- Normal; BE Normal
Terkompensasi sebagian – pH <7,35; PaCO2 >45; HCO3- >27; BE > +2
Terkompensasi – pH 7,35-7,45; >45; >27; >+2

Alkalosis respiratorik :
Tidak terkompensasi – pH >7,45; PaCO2 <35; HCO3- Normal; BE Normal
Terkompensasi sebagian – pH>7,45; PaCo2 <35; HCO3- <22; BE <-2
Terkompensasi – pH 7,40 -7,45; PaCo2 <35; HCO3- <22; BE <-2

Asidosis Metabolik
Tidak terkompensasi – pH<7,35; PaCO2 Normal; HCO3- <22; BE <-2
Terkompensasi sebagian – pH <7,35; PaCO2 <35; HCO3- <22; BE <-2
Terkompensasi – pH 7,35-7,40; PaCO2 <35; HCO3- <22; BE <-2

Alkalosis metabolik
Tidak terkompensasi – pH >7,45; PaCO2 Normal; HCO3- >27; BE >+2
Terkompensasi sebagian – pH >7,45; PaCO2 >45; HCO3- >27; BE >+2
Terkompensasi – pH 7,40 – 7,45; PaCO2 >45; HCO3- >27; BE >+2

Gabungan Asidosis Metabolik dan Respiratorik :


pH <7,35; PaCO2 >45; HCO3- <22; BE <-2

Gabungan Alkalosis Metabolik dan Respiratik :


pH >7,45; PaCO2 <35; HCO3- >27; BE >+2

8. PO2 rendah -> dideteksi sistem kemosensorik -> ventilasi dan perfusi pulmoner dimodulasi -
> Rendahnya kadar oksigen akan menyebabkan menutupnya kanal kalium sehingga
menyebabkan depolarisasi sel, terbukanya kanal kalsium dan memprovokasi pengeluaran
neurotransmiter (katekolamin dan asetilkolin) dan aktivasi serat saraf eferen sensorik.
Pembuluh darah perifer akan berdilatasi karena terjadi penurunan ATP sehingga kalium
intrasel keluar menyebabkan terjadinya relaksasi dan pembuluh darah pulmoner akan
konstriksi karena terjadinya inhibisi pengeluaran kalium intrasel sehingga terjadi depolarisasi
yang menyebabkan masuknya kalsium ke intrasel membuat kontraksi.
Dengan berkurangnya oksigen maka produksi ATP juga akan berkurang. Hal ini
menyebabkan depolarisasi sel, influx kalsium yang tidak terkontrol, dan aktivasi fosfolipase
dan protease kalsium-dependen. Hal ini menyebabkan sel membengkak, hidrolisis komponen
sel, dan selanjutnya nekrosis sel.

Keadaan kurang oksigen akan menyebabkan gangguan aliran darah terutama di otak dan
jantung
Sumber: Michiels C. Physiological and pathological responses to hypoxia. Am J Pathol. 2004 Jun; 164(6): 1875-1882
9. PO2 tinggi -> terjadi keadaan hiperoxia -> menginduksi terbentuknya reactive oxygen species
(ROS) -> keseimbangan antara oksidan dan antioksidan terganggu -> pro oksidan -> sel-sel
tubuh mengalami kerusakan sampai kematian -> rusaknya dinding bronkus dan alveolus ->
edem paru dan atelektasis
Selain itu jika oksigen berlebih diberikan pada tekanan atmosfer tinggi (1,6 - 4) akan terjadi
toksisitas pada sistem saraf pusat yaitu kejang diikuti koma dalam 30-60 menit.
Sumber: Mach WJ, et al. Consequences of hyperoxia and the toxicity of oxygen in the lug. Review article. Nursing Research and Practice. 2011; 2011.

10. PCO2 tinggi -> menginduksi terjadinya vasodilatasi serebral -> Jika cukup berat ->
peningkatan tekanan intrakranial dan papil edem -> Resiko herniasi otak dan kematian
meningkat
Sumber: Patel S, Sharma S. Physiology, acidosis, respiratory. [Updated 2018 Jan 25]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2018
Jan.

11. PCO2 rendah -> terjadi bronkospasme dan menigkatkan permeabilitas di mikrovaskular ->
meningkatnya resistensi jalan nafas.
PCO2 rendah -> menurunnya transport oksigen dan meningkatnya demand oksigen,
memfasilitasi trombosis dengan meningkatkan jumlah trombosit dan agregasi trombosit ->
terjadinya spasme koroner
Sumber: Solano ME, Castillo IB, Mejia MC. Hypocapnia in neuroanesthesia: current situation. Columbia J Anesthesiology. 2012 May; 42(2): 137-144.

12. Gejala hiperkalsemi

 Sebagian besar asimtomatik


 Gastrointestinal: konstipasi, anoreksia, mual, muntah, pankreatitis, ulkus peptikum
 Sistem saraf pusat: penurunan kesadaran, psikosis, depresi
 Genitourinaria: nefrokalsinosis, insufisiensi ginjal, poliuria, nokturia,
nefrokalsinosis
 Muskuloskeletal: miopati, kelemahan otot, osteoporosis, pseudogout, nyeri tulang
 Lain-lain: hipertensi, pruritus, band keratopathy.

Sumber: Setyohadi B, et al. EIMED PAPDI kedaruratan penyakit dalam.

13. CARA KERJA OBAT DM

a. Golongan sensitisasi insulin


 Biguanid (metformin)
o Meningkatkan sensitivitas insulin
o Menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja
insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan
menurunkan produksi glukosa hati
o Meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
menurunkan glukosa darah
o Menstimulasi produksi GLP-1 dari saluran cerna  menekan
fungsi alfa prankeas, menurunkan glucagon serum 
mengurangi hiperglikemi
 Glitazone (Rosiglitazone, Pioglitazon)
o Regulasi homeostasis lipid, diferensiasi adiposity, dan kerja
insulin
b. Golongan sekretorik insulin (Sulfonilurea [glibenklamid, glikuidon, glikazid,
glimepiride] dan glinid [repaglinid, nateglinid])
 Menstimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas
c. Penghambat α glucosidase
 Menghambat secara kompetitif enzim alfa glucosidase di dalam saluran
cerna  mengurangi penyerapan glukosa  menurunkan hiperglikemi post
prandial
d. Golongan Inkretin
 Terdapat dua hormone inkrerin yang dikeluarkan saluran cerna, yaitu
glucose dependent insulinotropic polipeptida (GIP), dan glucagon like
peptide 1 (GLP-1)
 Meningkatkan sekresi insulin akibat respon terhadap makanan
e. Penghambat dipeptidyl peptidase IV (DPP-IV Inhibitor) [sitagliptin,
vildagliptin]
 Menigkatkan sekresi insulin dan menghambat sekresi glukagon
(Sumber: Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrison’s Principle of Internal Medicine: Chapter 344 Diabetes Melitus, 18 th ed. USA; 2012.)

14. OBAT-OBATAN HIPERTENSI

1. Diuretik
 Inhibisi pompa Na+/Cl- di tubulus distal dan meningkatkan ekskresi sodium, dan
berperan sebagai vasodilator
2. ACE-I
 Menurunkan produksi angiotensin II, meningkatkan bradykinin, menurunkan
aktivitas saraf simpatis
3. ARB
 Blok reseptor Angiotensin I dan meningkatkan efek reseptor angiotensin II
4. Antagonis Aldosteron (spironolakton)
Spironolakton merupakan senyawa yang secara spesifik bersifat antagonis terhadap
aldosteron. Aldosteron merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal,
fungsi utama hormon ini untuk mengatur keseimbangan cairan dengan cara
mempertahankan natrium dan air, namun membuang kalium melalui urine.
5. Beta Blocker
Menghambat reseptor beta di jantung, pembuluh darah, ginjal  menurunkan heart
rate, menghambat vasokonstriksi
6. Alfa Blocker
Menurunkan tekanan daeah dengan menurunkan resisten vascular perifer
7. Agen Simpatolitik
Menurunkan saraf simpatis  menurunkan resistensi pembuluh darah
8. CCB
Menurunkan resistensi pembuluh darah melalui blok channel L, sehingga
mengurangi ion Ca intrasel dan mengurangi vasokonstriksi
9. Vasodilator
Mengurangi ketegangan dinding otot pembuluh darah  sehingga lumen pembuluh
darah tidak menyempit
(Sumber: Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrison’s Principle of Internal Medicine, 18 th ed. USA; 2012)

Anda mungkin juga menyukai