Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang peresapan air artifisial berbentuk vertikal ke dalam tanah
yang terbentuk akibat berbagai aktifitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap
dan fauna tanah lainnya. Lubang-lubang yang terbentuk akan terisi udara, dan akan menjadi tempat
berlalunya air di dalam tanah.
Lubang biopori adalah lubang yang dengan diameter 10 sampai 30 cm dengan panjang 30
sampai 100 cm yang ditutupi sampah organik yang berfungsi untuk menjebak air yang mengalir
di sekitarnya sehingga dapat menjadi sumber cadangan air bagi air bawah tanah, tumbuhan di
sekitarnya serta dapat juga membantu pelapukan sampah organik menjadi kompos yang bisa
dipakai untuk pupuk tumbuh-tumbuhan (Anonim, 2008).
CARA PEMBUATAN
Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 7,5 - 15 cm. Kedalaman + 100 cm
atau tidak sampai melampaui muka air tanah bila air tanahnya dangkal dan jarak antar lubang antara +
100 cm. Mulut lubang dapat diperkuat dengan semen atau pipa pralon untuk mencegah tanahnya tidak
runtuh. Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa tanaman, dedaunan, atau
pangkasan rumput. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah
berkurang dan menyusut akibat proses pelapukan. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat dipanen
pada setiap akhir musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang resapan.
Jumlah LRB = intensitas hujan(mm/jam) x luas bidang kedap (m²) / Laju Peresapan Air per Lubang
(liter/jam)
CONTOH PERHITUNGAN
Untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan lebat), dengan laju peresapan air perlubang 3
liter/menit (180 liter/jam) pada 100 m² bidang kedap perlu dibuat sebanyak (50 x 100) / 180 = 28 lubang.
Bila lubang yang dibuat berdiameter 10 cm dengan kedalaman 100 cm, maka setiap lubang dapat
menampung 7.8 liter sampah organik. Ini berarti bahwa setiap lubang dapat diisi dengan sampah organik
selama 2-3 hari. Dengan demikian 28 lubang baru dapat dipenuhi dengan sampah organik yang dihasilkan
selama 56 - 84 hari. Dalam selang waktu tersebut lubang yang pertama diisi sudah terdekomposisi
menjadi kompos sehingga volumenya telah menyusut. Dengan demikian lubang-lubang ini sudah dapat
diisi kembali dengan sampah organik baru dan begitu seterusnya.
LOKASI PEMBUATAN
Lubang resapan biopori dapat dibuat di dasar saluran yang semula dibuat untuk membuang air hujan,
pekarangan rumah/kantor/sekolah, kebun, taman atau lahan terbuka lainnya.
KEUNGGULAN DAN MANFAAT
Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan air, setidaknya
sebesar luas kolom/dinding lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan
kedalaman 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140 Cm2 atau hampir 1/3 M2.
Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula
mempunyai bidang resapan 78.5 Cm2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm,
luas bidang resapannya bertambah menjadi 3218 Cm2. Dengan adanya aktivitas organisme tanah pada
lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh karena itu
bidang resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya dalam meresapkan air.
Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan memberikan sampah organik kedalamnya. Sampah ini akan
dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses
dekomposisi. Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai kompos. Dengan melalui proses
seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus
berfungsi sebagai "pabrik" pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran
dan jenis tanaman lainnya. Bagi yang senang dengan budidaya tanaman/sayuran organik maka kompos
dari LRB adalah alternatif yang dapat digunakan sebagai pupuk berkualitas yang ramah lingkungan.
INSENERATOR
Insinerator adalah tungku pembakaran untuk mengolah limbah padat, yang mengkonversi materi
padat (sampah) menjadi materi gas, dan abu, (bottom ash dan fly ash). Insinerasi merupakan
proses pengolahan limbah padat dengan cara pembakaran pada temperatur lebih dari 800oC
untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible) yang sudah tidak dapat didaur ulang lagi,
membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik (A. Sutowo Latief, 2012)
Pada incinerator terdapat 2 ruang bakar, yang terdiri dari Primary Chamber dan Secondary
Chamber (Gunadi Priyamba, 2013).
a. Primary Chamber
Berfungsi sebagai tempat pembakaran limbah. Kondisi pembakaran dirancang dengan jumlah
udara untuk reaksi pembakaran kurang dari semestinya, sehingga disamping pembakaran juga
terjadi reaksi pirolisa. Pada reaksi pirolisa material organik terdegradasi menjadi karbon
monoksida dan metana. Temperatur dalam primary chamber diatur pada rentang 600 oC-800oC
dan untuk mencapai temperatur tersebut, pemanasan dalam primary chamber dibantu oleh energi
dari burner dan energi pembakaran yang timbul dari limbah itu sendiri. Udara (oksigen) untuk
pembakaran di suplai oleh blower dalam jumlah yang terkontrol. Padatan sisa pembakaran di
primary chamber dapat berupa padatan tak terbakar (logam, kaca) dan abu (mineral), maupun
karbon berupa arang. Tetapi arang dapat diminimalkan dengan pemberian suplai oksigen secara
continue selama pembakaran berlangsung. Sedangkan padatan tak terbakar dapat diminimalkan
dengan melakukan pensortiran limbah terlebih dahulu.
b. Secondary Chamber
Gas hasil pembakaran dan pirolisa perlu dibakar lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan.
Pembakaran gas-gas tersebut dapat berlangsung dengan baik jika terjadi pencampuran yang tepat
antara oksigen (udara) dengan gas hasil pirolisa, serta ditunjang oleh waktu tinggal (retention
time) yang cukup. Udara untuk pembakaran di secondary chamber disuplai oleh blower dalam
jumlah yang terkontrol. Selanjutnya gas pirolisa yang tercampur dengan udara dibakar secara
sempurna oleh burner didalam secondary chamber dalam temperatur tinggi yaitu sekitar 800
-1000 . Sehingga gas-gas pirolisa (Metana, Etana dan Hidrokarbon lainnya) terurai menjadi gas
CO2 dan H2O.
Jenis-Jenis Incinerator
Jenis incinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary
kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste
injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai
kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
(Gunadi P. 2004).
Proses Pembakaran
Reaksi pembakaran secara umum terjadi melalui 2 cara, yaitu pembakaran sempurna dan
pembakaran habis. Pembakaran sempurna adalah proses pembakaran yang terjadi jika semua
karbon bereksi dengan oksigen menghasilkan CO2, sedangkan pembakaran tidak sempurna
adalah proses pembakaran yang terjadi jika bahan bakar tidak terbakar habis dimana proses
pembakaran yang tidak semuanya menjadi CO2 (Abdullah et, al., 1998 dalam Arif Budiman,
2001) Menurut Culp (1991 dalam Arif Budiman, 2001) proses pembakaran
actual dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu :
- Pencampuran udara dan bahan dengan baik
- Kebutuhan udara untuk proses pembakaran
- Suhu pembakaran
- Lamanya waktu pembakaran yang berhubungan dengan laju pembakaran
- Berat jenis bahan yang akan dibakar