Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

I. KONSEP DASAR HIPERTENSI


1.1 Pengertian
Definisi hipertensi banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO
mengemukakan bahwa hipertensi terjadi apabila keadaan seseorang
mempunyai tekanan sistolik sama dengan atau lebih tinggi dari 160
mmHg dan tekanan diastolik sama dengan atau lebih tinggi dari 90
mmHg secara konsisten dalam beberapa waktu. Menurut JNC-7
hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi ketika
tekanan darah meningkat 140/90 mmHg atau lebih.
Hipertensi dibedakan menurut usia dan jenis kelamin yaitu pria
yang berusia < 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah pada
waktu berbaring 130/90 mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia >
45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darahnya 145/90 mmHg
atau wanita dinyatakann hipertensi jika tekanan darahnya 160/95
mmHg atau lebih.
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen
dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan
tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai
pembunuh gelap silent killer, karena termasuk penyakit yang
mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai
peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani,2004)

1
1.2 Etiologi dan Klasifikasi Hipertensi
a. Klasifikasi Tekanan Darah menurut Joint National Committee
(JNC)
Tabel 1.1 Klasifikasi Tekanan Darah yang Dikemukakan oleh
JNC

Klasifikasi Tekanan Sistolik, mmHg Diastolik,mmHg


Darah
Normal < 120 dan < 80
prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi stadium 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi stadium 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Hipertensi sistolik ≥ 140 dan < 90
terisolasi
Sumber : The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure, 2003 dalam jameson J.L et.all (2016)

b. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Penyebabnya


Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi atas hipertensi primer
(essensial) dan hipertensi sekunder:
1) Hipertensi primer, juga disebut hipertensi essensial atau
idiopatik, adalah hipertensi yang tidak jelas etiologinya, lebih
dari 90% kasus hipertensi temasuk dalam kelompok ini.
Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi essensial adalah
peningkatan resistensi perifer, penyebenya multifactor terdiri
dari factor genetic dan lingkungan, factor genetic bersifat
poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penderita
kardipvaskuler dari keluarga factor predisposisi genetic dapat
berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress,
peningkatan reaktivitas vascular (terhadap vasokontriktor) dan
resistensi insulin, paling sedikit ada tiga factor yang dapat
menyebabkan hipertensi, yakni konsumsi garam (natrium),
berlebihan, stress psikis, dan obesitas

2
2) Hipertensi sekunder. Prevalensinya hanya sekitar 5-8% dari
seluruh penderita hipertens. Hipertensi ini dapat disebabakan
oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin
(hipertensi endokrin), obat dan lain-lain. Hipertensi renal dapat
berupa:
a) Hipertensi renovaskuler, adalah hipertensi akibat lesi
pada arteri ginjal sehingga menyebabkan hipoperfusi
ginjal
b) Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal yang
menimbulkan gangguan fungsi ginjal
c) Hipertensi endokrin antara lain terjadi karena adanya
kelainan korteks adrenal, tumor dimedulla adrenal,
akromegali, hipertiroidisme, hipotiroidisme, dan lain-
lain
d) Penyakit lain yang dapat menyebabkan hipertensi
adalah koarktasio aorta, kelainan neurogenic, stress
akut, polisetemia, dan lain-lain.
3) Klasifikasi hipertensi menurut tingkat kliniknya
1) Hipertensi benigna didefinisikan sebagai hipertensi
tanpa komplikasi, biasanya dalam waktu yang lama dari
tingkat keparahan ringan sampai sedang.
2) Hipertensi maligna adalah kenaikan tekanan darah
(tekanan diastolik lebih dari 140 mmHg) yang
dihubungkan dengan papiledema, perdarahan retina dan
eksudat.

3
4) Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan WHO
a) Tingkat I : tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala
dari gangguan atau
kerusakan sistem kardiovaskuler.
b) Tingkat II : tekanan darah meningkat dengan gejala
hipertropi kardiovaskuler,
tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan
alat atau organ lain
c) Tingkat III : tekanan darah meningkat dengan gejala-gejala
yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target
organ

1.3 Manifestasi Klinis


Gejala hipertensi pada umumnya asimptomatik, sehingga sering
kali sudah terjadi komplikasi barulah diktahui penyebabnya. Seseorang
yang memiliki penyakit hipertensi mempunyai risiko besar terhadap
penyakit lainnya, tidak hanya penyakit jantung koroner saja, tetapi juga
penyakit gagal ginjal, kebutaan dan sroke dapat saja terjadi. Tata
laksana ini perlu waktu yang lama dan melibatkan berbagai profesi
tenaga kesehatan.
Seringkali pada pemeriksaan fisik penderita hipertensi tidak
dijumpai kelainan apapun selain peninggian tekanan darah yang
merupakan satu-satunya gejala. Baru setelah beberapa tahun
adakalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun
tidur, nyeri ini biasanya hilang setelah bangun. Apabila terdapat gejala,
maka gejala tersebut menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh
pembuluh darah bersangkutan.Pada survai hipertensi di Indonesia
tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi seperti
pusing, cepat marah, telinga berdenging, sukar tidur, sesak nafas, rasa
berat ditekuk, mudah lelah, sakit kepala, dan mata berkunang-kunang.
Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti:

4
gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung dan
gangguan fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Timbulnya gejala
tersebut merupakan pertanda bahwa tekanan darah perlu segera
diturunkan.

1.4 Patofisiologi
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan
darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang
berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam
jangka panjang reflek kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk
sistem kontrol yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan darah jangka
panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh
yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
a. Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang
ditandai dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri.
Aterosklerosis merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi
pada dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit substansi
lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai
substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini
disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima
akan memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal,
kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ
atau bagian tubuh tertentu.Sel endotel pembuluh darah juga
memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah
jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu
molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.

5
b. Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting
enzyme (ACE). Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan
rasa haus. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin
yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
3) Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis
ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

6
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.

1.5 Komplikasi
Hipertensi adalah factor risiko untuk semua manifestasi klinis
aterosklerosis. Hipertensi merupakan factor predisposisi independen
untuk gagal jantung, penyakit arteri koronaria, stroke, penyakit ginjal,
dan penyakit arteri perifer (PAP)
Berikut ini adalah daftar komplikasi dari penyakit hipertensi:
1) Hipertensi Merusak Ginjal Hipertensi juga dapat memicu rusaknya
ginjal. Penyakit gagal ginjal kronis
Penyakit ginjal primer adalah etiologi tersering hipertensi
sekunder. Sebaliknya, hipertensi merupakan suatu factor risiko
untuk cedera ginjal dan PGSA. Peningkatan risiko yang berkaitan
dengan tekanan darah yang tinggi bersifat berjenjang, continue dan
terdapat sepanjang seluruh distribusi tekanan darah diatas optimal.
Risiko penyakit ginjal tampaknya lebih berkaitan dengan tekanan
darah sistolik daripada diastolic.
Ginjal adalah suatu tempat transit pembuluh-pembuluh
darah yang membentuk anyaman berupa saringan. Peningkatan
tekanan darah juga dapat menyebabkan pembuluh darah di ginjal
semakin menyempit dan melemah. Hal ini dapat mengganggu kerja
ginjal secara normal sebagai penyaring berbagai zat yang
diperlukan tubuh atau zat yang harus dibuang. Hipertensi membuat
ginjal harus bekerja lebih keras. Akibatnya, sel-sel pada ginjal akan
lebih cepat rusak.
Kerusakan ginjal dapat sebagai penyebab atau akibat
hipertensi. Mengukur serum kreatinin (serum creatinine) di dalam
darah dapat menilai seberapa bagus fungsi ginjal. Suatu kadar
serum kreatinin yang meningkat mengindikasikan kerusakan pada
ginjal. Kalau kerusakan ini terus menerus terjadi dan tidak
ditangani dengan benar, menyebabkan komplikasi yang lebih

7
serius sehingga memicu kematian. Kehadiran protein di dalam air
seni (proteinuria) dapat merefleksikan kerusakan ginjal dari
hipertensi bahkan jika fungsi ginjal normal (seperti diwakili oleh
tingkat kreatinin darah).
Keberadaan protein tersebut di dalam air seni memberi
tanda-tanda risiko kemerosotan fungsi ginjal jika tekanan darah
tidak di kontrol. Bahkan jumlah kecil dari protein
(microalbuminuria) mungkin merupakan suatu tanda dari gagal
ginjal yang akan datang dan komplikasi-komplikasi vaskuler lain
dari hipertensi yang tidak terkontrol. Pada hipertensi hebat yang
dipercepat (hipertensi maligna), terjadi jika tekanan darah naik
cepat sehingga diastolik di atas 130-140 mmHg. Terjadi pada 1%
pasien dengan hipertensi primer, tetapi lebih sering pada kasus-
kasus hipertensi sekunder, terutama feokromositoma dan kondisi
penyebab gagal ginjal progresif cepat.
2) Hipertensi Merusak Kinerja Otak
Hipertensi adalah suatu factor risiko penting untuk infark
dan perdarahan otak Kemampuan otak juga akan terpengaruh.
Penderita tekanan darah tinggi pada usia tengahbaya umumnya
akan mengalami kehilangan kemampuan kognitif-memori,
kehilangan pemecahan masalah, kurang konsentrasi dan kehilangan
daya sehat pertimbangan selama 25 tahun kemudian. Berarti di usia
lanjutnya akan mengalami pengurangan kapasitas untuk berfungsi
secara normal. Biasanya kalau sudah begini, hidup orang tersebut
sepenuhnya akan bergantung pada orang lain. Tidak bisa lagi
memikirkan segala sesuatunya dengan jernih. Ingatannya juga
berkurang banyak. Artinya, segala sesuatu harus dibantu oleh
orang lain bahkan untuk urusan mengingat.
Kinerja otak juga bisa terganggu dari adanya hipertensi
yang disebabkan oleh adanya pembentukan lepuh kecil pada
pembuluh darah di otak (neurisma) yang selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya stroke dan gagal jantung karena terjadinya

8
penyempitan dan pengerasan pembuluh-pembuluh darah yang ada
di jantung. Menyebabkan gagal ginjal karena adanya pengerasan
pembuluh darah.
3) Hipertensi Merusak Kinerja Jantung
Penyakit jantung adalah kausa tersering kematian pada
pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi terjadi karena
adaptasi structural dan fungsional yang menyebabkan hipertropi
ventrikel kiri, disfungsi diastolic , GJK, kelainan aliran darah
karena penyakit aterosklerotik arteri koronaria dan penyakit
mikrovaskular serta aritmia jantung. Baik factor genetic maupun
hemodinamik ikut berperan menyebabkan hipertrofi ventrikel kir,
secara klinis, hipertropi ventrikel kiri dapat didiagnosis dengan
elektrokardiogram, meskipun ekokardiogram lebih sensitive dalam
memeriksa ketebalan dinding ventrikel kiri.
4) Hipertensi Menyebabkan Kerusakan Mata
Gangguan dalam tekanan darah akan menyebabkan
perubahan-perubahan dalam retina pada belakang mata.
Pemeriksaan mata pada pasien dengan hipertensi berat dapat
mengungkapkan kerusakan, penyempitan pembuluh-pembuluh
darah kecil, kebocoran darah kecil hemorrhage pada retina dan
menyebabkan terjadinya pembengkakan saraf mata. Dari jumlah
kerusakan, dokter dapat mengukur keparahan dari hipertensi.
5) Hipertensi Menyebabkan Resistensi Pembuluh Darah
Penderita hipertensi akut biasanya mengalami suatu
kekakuan yang meningkat atau resistensi pada pembuluh-
pembuluh darah sekeliling di seluruh jaringan-jaringan tubuhnya.
Peningkatan resistensi ini menyebabkan otot jantung bekerja lebih
keras untuk memompa darah melalui pembuluh-pembuluh darah.
Peningkatan beban kerja ini dapat menegangkan jantung yang
dapat menjurus pada kelainan-kelainan jantung umumnya pertama
kali terlihat sebagai pembesaran otot jantung. Pembesaran jantung
dapat dievaluasi dengan echocardiography terutama berguna dalam

9
menentukan ketebalan (pembesaran) dari jantung bagian kiri (sisi
pompa utama). Pembesaran jantung mungkin adalah suatu pertanda
dari gagal jantung, penyakit jantung koroner, kelainan irama
jantung cardiac arrhythmias.
6) Hipertensi Menyebabkan Stroke
Hipertensi yang tidak terkontrol bisa menyebabkan stroke
yang dapat menjurus pada kerusakan otak atau saraf. Stroke
umumnya disebabkan oleh suatu hemorrhage (kebocoran darah
atau leaking blood) atau suatu gumpalan darah thrombosis dari
pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak. Stroke
dapat menyebabkan kelemahan, kesemutan atau rasa geli,
kelumpuhan dari tangan-tangan, kaki-kaki, kesulitan-kesulitan
bicara, dan penglihatan menjadi kabur atau tidak dapat melihat
sesuatu dengan jelas padahal kondisi mata normal. Stroke kecil
yang berganda dapat menjurus pada dementia (kapasitas intelektual
yang lemah atau impaired intellectual capacity). Menyebabkan
kelumpuhan total dan membuat manusia kehilangan daya pikir
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain tidak selalu
dilakukan kecuali jika dicurigai keberadaan hipertensi sekunder.
Pemeriksaan tersebut meliputi :
1) Pemeriksaan urin
Dilakukan untuk mengetahui keberadaan protein dan sel-sel darah
merah (eritrosit) yang menandai kerusakan ginjal. Kadar gula
untuk mendeteksi kencing manis juga sebaiknya diperiksa.
Dilakukan untuk mengetahui keberadaan protein dan sel-sel darah
merah (eritrosit) yang menandai kerusakan ginjal. Kadar gula
untuk mendeteksi kencing manis juga sebaiknya diperiksa.
2) Pemeriksaan darah
Dilakukan untuk mengetahui fungsi ginjal, termasuk mengukur
kadar ureum dan kreatinin. Kadar kalium dalam urin akan tinggi
jika terdapat penyakit aldosteronisme primer, karena tumor korteks

10
kelenjar adrenal yang dapat memicu hipertensi. Kadar kalsium
yang tinggi berhubungan dengan hipertiroidisme. Melalui
pemeriksaan ini kadar gula darah dan kolesterol juga diukur.
3) Pemeriksaan radiologi
Berbagai jenis pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk
mendukung diagnosis hipertensi. Pemeriksan foto dada dan rekam
jantung (EKG) dilakukan untuk mengetahui lamanya menderita
hipertensi dan komplikasinya terhadap jantung (sehingga dapat
menilai adanya kelainan jantung). Pemeriksaan ultrasonografi
(USG) dilakukan untuk menilai apakah ada kelainan ginjal,
anuerisma (pelebaran arteri) pada bagian perut, tumor di kelenjar
adrenal. Magnetic Resonance Angiography (MRA) dilakukan
untuk melihat kelancaran aliran darah.

1.7 Penatalaksananan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:
1) Terapi medicamentosa
Menurut Joint National Commission (JNC) 8, rekomendasi target
tekanan darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan
target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan
diabetes Adalah ≤ 130/80 mmHg.

Modifikasi gaya hidup


11

Tak mencapai sasaran TD (<140/90 mmHg


atau <130/80 mmHg pada penderita DM
Bagan 1. Skema Modifikasi Gaya Hidup untuk Penderita Hipertensi

Orang dewasa > 18tahun dengan hipertensi

Intervensi implementasi gaya hidup


12

Tentukan batas tekanan darah yang diindikasi


Tanpa penyulit (DM dan CKD) DM atau ada CKD

Orang kulit selain hitam orang kulit hitam

Bagan 2. Skema Tatalaksana Penderita Hipertensi


Berdasarkan Umur dan Penyakit Penyertanya.

2) terapi non medica mentosa

13
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat
menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat
menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan
kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat
1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola
hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus
dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka
waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang
diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang
lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi
farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak
guidelines adalah :
1) Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat
memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan
darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
2) Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi
garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada
kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari
kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng,
daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam
ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi
pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan
garam tidak melebihi 2 gr/ hari
3) Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30
– 60 menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong
penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki
waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap
dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau
menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.

14
4) Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol
belum menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun
konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat seiring
dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di
kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada
pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan
tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan
konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan
darah.
5) Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum
terbukti berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah,
tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama
penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan
untuk berhenti.

II. Hipertensi Pada Gagal Ginjal Terminal


Penyakit hipertensi pada dasarnya adalah penyakit yang dapat
merusak pembuluh darah, jika pembuluh darahnya ada pada ginjal, maka
tentu saja ginjalnya mengalami kerusakan. Seseorang yang tidak
mempunyai gangguan ginjal, tetapi memiliki penyakit hipertensi dan tidak
diobati akan menyebabkan komplikasi pada kerusakan ginjal, dan
kerusakan ginjal yang terjadi akan memperparah hipertensi tersebut.
Kejadian ini menyebabkan tingkat terapi hemodialis menjadi tinggi dan
angka kematian akibat penyakit ini juga cukup tinggi.
Hipertensi menyebabkan rangsangan barotrauma pada kapiler
glomerolus dan meningkatkan tekanan kapiler glomerolus terebut, yang
lama kelamaan akan menyebabkan glomerolusclerosis. Glomerulusclerosis
dapat merangsang terjadinya hipoksia kronis yang menyebabkan
kerusakan ginjal. Hipoksia yang terjadi menyebabkan meningkatnya
kebutuhan metabolisme oksigen pada tempat tersebut, yang menyebakan
keluarnya substansi vasoaktif (endotelin, angiotensin dan norephineprine)

15
pada sel endotelial pembuluh darah lokal tersebut yang menyebabkan
meningkatnya vasokonstriksi.
Aktivasi RAS (Renin Angiotensin Sistem) disamping
menyebabkan vasokontriksi, juga menyebakan terjadinya stres oksidatif
yang meningkatkan kebutuhan oksigen dan memperberat terjadinya
hipoksia. Stres oksidatif juga menyebabkan penurunan efesiensi transport
natrium dan kerusakan pada DNA, lipid & protein, sehingga pada akhirnya
akan menyebakan terjadinya tubulointertitial fibrosis yang memperparah
terjadinya kerusakan ginjal.
Ginjal memiliki peranan penting untuk membuang sisa-sisa
metabolisme dan cairan berlebih dari dalam tubuh. Sehingga jika ginjal
gagal menjalankan fungsinya maka dibutuhkan terapi pengganti ginjal
agar seseorang dapat bertahan hidup. Terapi pengganti ginjal yang dapat
diberikan untuk penanganan penyakit GGT diantaranya adalah
hemodialisis dan transplantasi ginjal.
III. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea

2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna
kulit, suhu dingin

3) Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
factor stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,

16
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara

4) Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu

5) Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema

6) Neurosensory
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit
kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode
epistaksis
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,
perubahan retinal optik

7) Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen

8) Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea,
ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan
atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan,
bunyi napas tambahan, sianosis

17
9) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural

10) Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga, hipertensi, aterosklerosis,
penyakit jantung, DM , penyakit ginjal, Faktor resiko
etnik, penggunaan pil KB atau hormon

B. Diagnosa Keperawatan yang lazim muncul


1) Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
2) Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia
3) Kelebihan volume cairan
4) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
5) Ketidakefektifan koping
6) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
7) Risiko cidera
8) Defisiensi pengetahuan
9) ansietas
C. Discharge Planning
1) Pertahankan gaya hidup sehat
2) Diit garam serta pengendalian berat badan
3) Periksa tekanan darah secara teratur
4) Belajar untuk rileks dan mengendalikan stress
5) Berhenti merokok
6) Batasi alcohol
7) Jika sudah menggunakan obat hipertensi teruskan penggunaanya
secara rutin
8) Penjelasan mengenai hipertensi

18
IV. Daftar Pustaka

Michael, et all. (2014). Tata laksana terkini pada Hipertensi. Kedokt Meditek Vol 20, No.
52.

Jameson, J. L., & Loscalzo, J. (2016). Nefrologi dan Gangguan Asam Basa. Jakarta: EGC
Medical Publisher.

Kadir, A. (Maret 2016). HUBUNGAN PATOFISIOLOGI HIPERTENSI DAN HIPERTENSI RENAL


. Jurnal “Ilmiah Kedokteran” Volume 5 Nomer 1 Edisi , hal. 15 - 25 .

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis NANDA NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Silbernagl, S., & Lang, F. (2007). Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologis. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Sustrani, L. (2004). Hipertensi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tessy, A. (2009). Hipertensi Pada Penyakit Ginjal. In: Sudoyo, A.W., Setiyobudi, B., Alwi,
I., Simadibarata, M., Setiati, S., . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. 5th ed I.
Jakarta: nterna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

19

Anda mungkin juga menyukai