Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN LUAS LAHAN EKOSISTEM

MANGROVE DI KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN


DONGGALA DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT
Vani Andriani1), Akhbar2), Abdul Wahid2)

Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako


Jl.Soekarno-Hatta Km. 9 Palu, Sulawesi Tengah 94118
1. Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako
Korespondensi : vannyandriani03@gmail.com
2. Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako

ABSTRAK

Hutan mangrove merupakan ekosistem penting penunjang aktivitas kehidupan masyarakat di


Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala dan sekitarnya yang berada di pesisir pantai
karena memiliki sumberdaya alam cukup produktif serta berperan dalam menjaga keseimbangan
siklus biologis di lingkungannya.Dengan kawasan hutan mangrove di Kecamatan Banawa Selatan
merupakan salah satu kawasan yang potensi untuk pengembangan sektor perikanan berbasis
budidaya, Secara fisik kawasan ini memiliki berbagai keunikan ekosistem, mulai dari ekosistem
pantai, dataran rendah sampai dengan ekosistem hutan, dan bukan hanya itu, terkhusus untuk
ekosistem pantai di Kecamatan Banawa Selatan ini, juga memiliki keunikan karena memiliki teluk-
teluk dengan ekosistem terumbu karang, padang lamun, pantai berpasir yang indah dan beberapa
kawasan hutan mangrove. Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim,
relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunanya.Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan
luasan mangrove di Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala provinsi Sulawesi
Tengah dengan memanfaatkan data citra Landsat tahun 2010 dan 2015. Penelitian ini
dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan oktober sampai dengan Desember 2015 dengan
lokasi penelitiannya adalah Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi
Tengah. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian ini berdasarkan
analisis data citra satelit landsat dengan menggunakan metode indeks vegetasi (NDVI)
dengan bantuan teknologi GIS dan inderaja (citra satelit) Landsat 8 tahun 2014, survey lapangan,
tahapan persiapan,pengolahan secara digital, koreksi citra, komposit citra, pemotongan citra,
identifikasi dan klasifikasi citra, transformasi NDVI,sistem penilaian tingkat kekritisan lahan
mangrove, analisis akurasi. Hasil dari penelitian ini adalah hasil pengolahan citra satelit di kawasan
kecamatan banawa selatan menunjukan total luas kawasan mangrove adalah 101,78 Ha berdasarkan
evaluasi tingkat kekritisan lahan mangrove di kecamatan banawa selatan di dapatkan seluas 70,92
Ha yang masuk dalam kategori Rusak.
Kata Kunci: Mangrove,tutupan lahan

PENDAHULUAN kawasan hutan mangrove di Kecamatan


Banawa Selatan merupakan salah satu
Hutan mangrove merupakan ekosistem kawasan yang potensi untuk pengembangan
penting penunjang aktivitas kehidupan sektor perikanan berbasis budidaya, Secara
masyarakat di Kecamatan Banawa Selatan fisik kawasan ini memiliki berbagai
Kabupaten Donggala dan sekitarnya yang keunikan ekosistem, mulai dari ekosistem
berada di pesisir pantai karena memiliki pantai, dataran rendah sampai dengan
sumberdaya alam cukup produktif serta ekosistem hutan, dan bukan hanya itu,
berperan dalam menjaga keseimbangan terkhusus untuk ekosistem pantai di
siklus biologis di lingkungannya. Dengan Kecamatan Banawa Selatan ini, juga
memiliki keunikan karena memiliki teluk- dasar dan arahan bagi pelaksanaan
teluk dengan ekosistem terumbu karang, kegiatan-kegiatan rehabilitasi hutan
padang lamun, pantai berpasir yang indah mangrove.
dan beberapa kawasan hutan mangrove. METODE PENELITIAN
Secara umum hutan mangrove cukup tahan
terhadap berbagai gangguan dan tekanan Tempat dan Waktu Penelitian.
lingkungan. Meskipun demikian, Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan
permasalahan utama tentang pengaruh dan yaitu pada bulan oktober sampai dengan
tekanan terhadap habitat mangrove di Desember 2015 dengan lokasi penelitiannya
wilayah ini bukanlah semata mata dari adalah Kecamatan Banawa Selatan
gangguan dan tekanan lingkungan secara Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi
alami saja, melainkan juga karena Tengah.
bertambahnya jumlah penduduk serta Alat dan Bahan.
pendapatan perkapita yang semakin Alat yang digunakan adalah GPS (global
meningkat maka mengakibatkan keinginan posisition system), Arc Gis 10.1 untuk
untuk mengkonservasi area hutan mangrove mendigitasi dan overlay, computer dan
menjadi area pemukiman, tambak, dan printer untuk pengetikan dan pengolahan
pertanian. Selain itu dengan meningkatnya data, alat tulis menulis untuk mencatat data
permintaan produksi kayu menyebabkan dilapangan dan alat dokumentasi.Bahan
ekploitasi berlebihan terhadap hutan yang akan digunakan dalam penelitian ini
mangrove, sehingga apabila ekploitasi adalah Citra Landsat 8 tahun 2014, peta
berlangsung terus menerus dapat administrasi serta data penunjang lainnya.
menyebabkan kerusakan dan berkurangnya Metode penelitian.
luas hutan mangrove di Kecamatan Banawa Metode yang akan digunakan dalam
Selatan. Dengan meningkatnya jumlah penelitian ini adalah penilaian tingkat
penduduk, kebutuhan masyarakat akan kayu kekritisan lahan mangrove dengan bantuan
bakar serta kegiatan konservasi hutan teknologi GIS dan inderaja (citra satelit)
mangrove di Desa Tolongano Landsat 8 tahun 2014, survey
mengakibatkan banyaknya perambahan dan lapangan.Tahap persiapan meliputi
alih fungsi lahan hutan mangrove. Hal penentuan lokasi penelitian, studi literatur,
terpenting yang harus dilakukan dalam dan mengumpulkan data citra lokasi
upaya pencegahan peningkatan konversi penelitian. Studi literature dilakukan untuk
hutan tersebut adalah perlu diketahui sejauh mempelajari sumber informasi yang
mana tingkat kekritisan yang terjadi dengan mendukung pelaksanaan penelitian. Selain
cara melakukan identifikasi lahan kritis studi literature, tahap ini merupakan tahap
mangrove di Kecamatan Banawa Selatan pengumpulan data lain yang jumlah dan
menggunakan citra landsat 8 perekaman jenisnya sesuai dengan kebutuhan untuk
tahun 2014. Mengingat pentingnya analisis dan interpretasi perubahan
keberadaan dan peranan ekosistem hutan Ekosistem. Dalam pengumpulan data ada
mangrove bagi daerah pantai, maka dua sumber yang digunakan, yaitu data
penataan dan pengelolaan hutan mangrove primer dan data sekunder
yang sesuai dengan sifat dan Pengolahan Citra Secara Digital
karakteristiknya sangat perlu dilakukan. Tujuan dari analisis data citra secra digital
Dalam hal ini, salah satu upaya yang adalah untuk mengekstrakan informasi yang
diperlukan adalah kegiatan rehabilitasi terkandung dari hasil rekaman satelit.
hutan mangrove. Untuk mendukung Pengolahan citra secara digital terdiri atas
kegiatan tersebut, diperlukan adanya koreksi citra. Komposit band citra,
pedoman inventarisasi dan identifikasi pemotongan citra, penajaman citra, dan
hutan mangrove yang dapat memberikan pengklasifikasian.
1. Koreksi citra 4. Identifikasi dan Klasifikasi Citra
Koreksi Citra dilakukan untuk Data citra landsat yang telah terkoreksi
mengkoreksi citra yang mengalami distorsi selanjutnya secara digital untuk menentukan
pada saat satelit melakukan perekaman. luas lahan kawasan hutan mangrove.
Gangguan ini terjadi pada signal pantulan Identifikasi citra dilakukan berdasarkan
objek yang pada proses perekaman waran dan pola dari piksel dan spektral
meleweti lapisan atmosfer, sehingga pada objek di citra yang langsung pada
gangguan atmosfer tersebut harus monitor komputer (onscreen interpretation)
dihilangkan terlebih dahulu sesuai dengan menggunakan softwareArc. Gis. 10.1.
keadaan yang sebenarnya di permukaan Proses klasifikasi dilakukan menggunakan
bumi, sehimgga citra dapat lebih kalsifikasi terbimbing yaitu klasifikasi
bermanfaat untuk kegiatan analisis. dengan menggunakan daerah contoh
Langkah yang dilakukan yaitu dengan (training area) yang di tetapkan terlebih
melakukan radiometik. Koreksi Geometrik dahulu. Klasifikasi ini dilakukan
tidak dilakukan karena Citra Landsat 2014 berdasarkan nilai piksel.
telah terkoreksi secara geometrik. 5. Transformasi NDVI (Normalized
2. Komposit citra Difference Vegetation Index)
Komposit citra adalah penggabungan 3 Setelah dilakukan dan identifikasi
band atau saluran pada citra yang mampu klasifikasi, maka didapatkan peta sebaran
menampilkan keunggulan dari saluran penutupan mangrove yang kemudian pada
saluran penyusunya, penggunaan komposit area ini dilakukan analisis indeks vegetasi.
citra ini dikarenakan oleh keterbatasan mata Metode indeks vegetasi yang dipergunakan
yang kurang mampu dalam membedakan adalah NDVI (Normalized Difference
gradasi warna dan lebih mudah memahami Vegetation Index), dengan memanfaatkan
dengan pemberian warna. Pada citra beberapa saluran dari citra satelit Landsat 8
multispektral yang terdiri dari banyak antara lain : band saluran merah dan saluran
saluran, apabila hanya menampilkan satu inframerah dekat. Kelebihan kedua saluran
saluran saja maka citra yang dihasilkan ini untuk identifikasi vegetasi adalah obyek
merupakan gradasi rona, dan mata manusia akan memberikan tanggapan spektral yang
hanya bisa membedakan objek yang tinggi dengan formula sebagai berikut
menonjol pada suatu saluran, objek yang (Jansen, 1998) :
lain maka kita sulit untuk
𝑆𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐼𝑛𝑓𝑟𝑎𝑚𝑒𝑟𝑎ℎ 𝐷𝑒𝑘𝑎𝑡−𝑆𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑀𝑒𝑟𝑎ℎ
mengidentifikasinya. Oleh sebab itu pada NDVI =
𝑆𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐼𝑛𝑓𝑟𝑎𝑚𝑒𝑟𝑎ℎ 𝐷𝑒𝑘𝑎𝑡+𝑆𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑀𝑒𝑟𝑎ℎ
citra komposit ini, hasilnya akan lebih
mudah menidentifikasi suatu objek pada 6. Sistem Penilaian Tingkat Kekritisan
citra dan komposit yang dilakukan pada Lahan Mangrove
Citra Landsat 8 tahun 2014 adalah komposit penilaian tingkat kekritisan lahan
Band 6 5 4 mangrove dengan bantuan teknologi GIS
3. Pemotongan Citra dan Landsat 8 tahun 2014 dilakukan dengan
Pemotongan citra (cropping/masking system penilaian sebagai berikut :
area) berfungsi untuk membatasi daerah a. Jenis penggunaan lahan
penelitian dan mengurangi besar file citra. Berdasarkan data citra satelit, jenis
Pemotongan citra dilakukan dengan penggunaan lahan untuk penentuan tingkat
berdasarkan peta administrasi Kabupaten kekritisan lahan mangrove diklasifikasikan
Donggala yang memuat Kecamatan Banawa tiga kategori dengan bobot nilai 45 dan cara
Selatan. Pemotongan dilakukan setelah citra scoring sebagai berikut :
tersebut dikoreksi dan hasil pemotongan 1) Skor 3 : hutan (kawasan hutan)
citra tersebut akan digunakan dalam proses
selanjutnya.
2) Skor 2 : tambak tumpangsari dan/atau b. Ketahanan tanah terhadap abrasi
perkebunan Ketahanan tanah terhadap abrasi, yang
3) Skor 1 : pemukiman,industry,tambak dapat diidentifikasi dari peta land syste,
non-tumpangsari,sawah dan tanah dibagi dalam tiga kategori dengan bobot
kosong nilai 20 dan cara scoring sebagai berikut :
a. Kerapatan tajuk 1) Skor 3: jeis tanah tidak peka erosi
Kerapatan tajuk merupakan parameter (tekstur lempung)
penting yang dapat diketahui dari data citra 2) Skor 2: jenis tanah peka erosi (tekstur
satelit untuk penentuan tingkat kekritisan campuran)
hutan mangrove. Dalam hal ini, kerapatan 3) Skor 1: jenis tanah sangat peka erosi
tajuk memiliki bobot nilai 35 dengan cara (tekstur pasir)
scoring sebagai berikut : Secara ringkas, kriteria, bobot dan skor
1) Skor 3: kerapatan tajuk lebat (70- penilaian tersebut dapat disajikan seperti
100%,atau 0,43≤NDVI≤1,00) terlihat pada Tabel 2.
2) Skor 2: kerapatan tajuk sedang (50- Tabel 2. Kriteria, bobot dan skor penilaian
69%,atau -0,33≤NDVI≤0,42) untuk penentuan tingkat kekritisan lahan
3) Skor 1: kerapatan tajuk jarang mangrove dengan bantuan teknologi GIS dan
(<50%,atau -1,0≤NDVI≤0,32) Citra Landsat 8
No Kriteria Bobot Skor penilaian
1 Jenis penggunaan 45 3: hutan (kawasan berhutan)
lahan (Jpl) 2: tambak tumpangsari, perkebunan
1: pemukiman, industry, tambak non-tumpangsari,
sawah, tanah kosong
2 Kerapatan tajuk 35 3: kerapatan tajuk lebat
(Kt) (70-100%, atau 0,43 ≤NDVI≤1,00)
2: kerapatan tajuk sedang
(50-69%, atau 0,33≤NDVI≤0,42)
1: kerapatan tajuk jarang
(<50%, atau -1,0 ≤NDVI≤0,32)
3 Ketahanan tanah 20 3: jenis tanah tidak peka erosi (tekstur lempung)
Terhadap abrasi 2: jenis tanah peka erosi (tekstur capuran)
(Kta) 1: jenis tanah sangat peka erosi (tekstur pasir)
Berdasarkan Tabel 2 di atas, totoal nilai scoring (TNS1) dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
TNS1 = (Jpl x 45) + (Kt x 35) + (Kta x 20)
Keterangan :
TNS = Total nilai scoring
JPL = Jenis penggunaan lahan
KT = Kerapatan tajuk
KTA = Ketahanan tanah terhadap abrasi
Dari total nilai scoring TNS𝑻𝑵𝑺𝟏 selanjutnya dapat di tentukan tingkat kekritisan lahan
mangrove sebagai berikut :
a. Nilai 100 - 166 : rusak berat
b. Nilai 167 – 233 : rusak
c. Nilai 234 – 300 : tidak rusak
7. Analisis Akurasi
Untuk persentase dan menguji ketelitian dalam mengidentifikasi Lahan Kritis
Mangrove, diperlukan pedoman klasifikasi yakni berupa skema klasifikasi yang mengacu
pada teknik analisis klasifikasi menurut Sutanto (1986) yaitu dengan teknik confusion
matrix calculation untuk dapat menguji ketelitian hasil interpretasi dengan cara
menghitung persentase akurasi keseluruhan, akurasi produser, dan akurasi pengguna.
Adapun table dan rumus teknik analisis ini yaitu
Tabel 3. Perhitungan Akurasi Dengan Metode Confusion Matrix
Data Acuan (Lapangan) Total Kolom

1 2

Data Hasil Kelas 1 Kelas Utama


Klasifika
si 2 Kelas
Utama

Total Baris Jumlah Titik

Sumber : Sutanto 1986

Jika pengklasifikasian mencapai persentase 100 – 80 maka nilai akuratnya adalah sangat
baik, persentase 79 – 60 maka nilai akuratnya adalah baik, persentase 59 – 40 maka nilai
akuratnya adalah sedang, persentase 39 – 20 maka nilai akuranya adalah rendah dan jika
pengklasifikasian mencapai persentase < 20 maka nilai akuratnya adalah sangat rendah.
untuk mengetahui penggunaan lahan dan
luas masing-masing dari pengunaan lahan
tersebut. Dalam penelitian ini, data citra
landsat yang digunakan sudah terkoreksi
secara geometrik namun belum terkoreksi
secara radiometrik, sehingga citra
tersebut harus terlebih dahulu di koreksi
lagi secara radiometric dengan cara
dilakukan penajaman citra untuk
memperbaiki kualitas visual citra. Setelah
citra sudah terkoreksi secara geometric
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian maupun radiometrik maka citra tersebut
sudah dapat di klasifikasi. Klasifikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN citra dilakukan dengan proses interpretasi
Koreksi Citra (Image Restoration) citra landsat 8 path/row 115/61 Tahun
Koreksi Citra merupakan langkah awal 2014. Proses pengklasifikasian citra
yang dilakukan sebelum melakukan Landsat 8 ini menggunakan komposit
pengolahan lebih lanjut terhadap citra. band 654 karena kombinasi ini
Langkah ini dilakukan untuk mengoreksi dikhususkan untuk bidang kehutanan dan
kesalahan-kesalahan yang terjadi pada pertanian.
saat perekamaan permukaan bumi oleh Adapun peta penggunaan lahan di
satelit yang menyebabkan adanya Kecamatan Banawa Selatan terdiri dari :
degradasi kualitas citra. Koreksi citra Hutan Primer, Hutan Sekunder, Hutan
(Image restoration) yang di lakukan Mangrove, Pemukiman,Perkebunan,
dalam penelitian ini terbagi atas koreksi Sawah, Semak Belukar, Pertanian lahan
geometric dan koreksi radiometrik.. kering bercampur
Klasifikasi Citra Menghasilkan semak,TubuhAir,Rawa,pertanian lahan
Penggunaan Lahan kering dan Tambak. Atau dapat dilihat
Citra Landsat diklasifikasikan dengan pada table 4.
teknik klasifikasi terbimbing (supervised
classification). Klasifikasi citra dilakukan

Tabel 4. Hasil Perhitungan Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten
Donggala

No Keterangan Luas (ha) %


1 8.133,65 55,26
Hutan Primer
2 1.021,35 6,94
Hutan Sekunder
3 101,78 0,69
Hutan Mangrove
4 141,15 0,96
Pemukiman Penduduk
5 1.509,62 10,26
Perkebunan
6 92,34 0,63
Pertanian Lahan Kering
7 Pertanian Lahan Kering 1.604,56 10,9
Bercampur Semak
8 48,23 0,33
Rawa
9 741,35 5,04
Sawah
10 20,19 0,14
Semak Belukar
11 779,94 5,29
Tambak
12 524,36 3,56
Tubuh Air
14.718,52 100
Total
Sumber : Data primer sesuai data 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat luas Hutan Mangrove di Kecamatan Banawa
Selatan yaitu 101.78 Ha ( 0.69%). Secara dominan luas keseluruhan penggunaan lahan di
Kecamatan Banawa Selatan yaitu 144.718,52 Ha. Sedangkan luasan paling tinggi di
Kecamatan Banawa Selatan yaitu Hutan Primer dengan luas 8.133,65 Ha (55.26%),
kemudian Pertanian Lahan Kering Bercampur Semak 1.604,56 Ha (10.9%), Perkebunan
seluas 1.509,62 Ha (10.26%), Hutan Sekunder 1.021,35 Ha (6.94%), Tambak seluas 779.94
Ha (5.29%), Sawah 741.35 Ha (5.04%), Tubuh Air 524.36 Ha (3.56%), Pemukiman 141.15
Ha (0.96%), Hutan Mangrove 101.78 Ha (0.69%), Pertanian Lahan Kering 92.34 Ha
(0.63%), Rawa 48.23 Ha (0.33%), dan luasan yang sangat rendah yaitu Semak Belukar
20.19 Ha (0.14%). Atau dapat dilihat pada gambar 2.
perhitungan citra yang di gunakan untuk
Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan mengetahui tingkat kehijauan, yang
Banawa Selatan sangat baik sebagai awal dari pembagian
Kerapatan Tajuk di Kawasan Hutan daerah vegetasi. NDVI dapat
Mangrove Kecamatan Banawa Selatan menunjukkan parameter yang
Kerapatan tajuk, diperlukan beberapa berhubungan dengan parameter vegetasi,
tahap analisis dalam penentuan variabel anatar lain biomasa dedaunan hijau,
kerapatan tajuk ini dengan bantuan daerah dedaunan hijau yang merupakan
ArcGIS. Tahap pertama adalah nilai yang dapat di perkirakan unutk
pengklasifikasian secara terbimbing pembagian vegetasi (Forest Watch
sebaran hutan mangrove di Kecamatan Indonesia 2010).
Banawa Selatan. NDVI (Normalized
Difference Vegetaion Index) adalah

Tabel 5. Hasil Klasifikasi nilai NDVI


No Nilai NDVI keterangan Luas (ha)
1 0,10-0,32 Jarang 101,78
Jumlah 101,78
Sumber : Hasil Analisis 2015
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa Kerapatan Tajuk di Kecamatan Banawa
Selatan terdapat 1 kelas saja yaitu jarang. Berdasarkan hasil klasifikasi hasil NDVI maka
kerapatan tajuk Hutan Mangrove di kecamatan banawa selatan yaitu JARANG dengan luas
101.78 Ha dan Nilai NDVI yang mencapai 0,10-0,32.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. Peta Kerapatan Tajuk Mangrove di
gambar 3. Kecamatan Banawa Selatan
Jenis Tanah di Kawasan Hutan
Mangrove Kecamatan Banawa Selatan
Ketahanan tanah terhadap abrasi, Untuk
analisis ketahanan tanah terhadap abrasi
di Kecamatan Banawa Selatan,
diperlukan data berupa peta jenis tanah di
Kecamatan Banawa Selatan. Dari Peta
Jenis Tanah Kecamatan Banawa Selatan,
kemudian diklasifikasikan menjadi 2
kelas, yaitu: 1) Jenis tanah Aluvium 2)
jenis tanah sedimen.
Tabel 6. Data Jenis Tanah
N
Jenis Tanah Luas (ha) %
O
1 Aluvium 30,86 30,320
2 Sedimen 70,92 69,679
Total 101,78 100
Sumber : Hasil Data 2015
Berdasarkan tabel 6, wilayah kecamatan Dengan demikian padi, sawah sangat
banawa selatan terdiri dari 2 jenis tanah sesuai ditanam di tanah jenis Aluvium.
yakni jenis Aluvium (tekstur lempung) Tanah alluvium biasanya terdapat di
yaitu sejenis tanah liat, halus dan dapat tebingan sungai, delta sungai dan dataran
menampung air hujan yang tergenang. yang tergenang banjir. Jenis sedimen
(tekstur pasir) yaitu material atau pecahan kritis) untuk menghasilkan unit pemetaan
dari batuan, mineral dan material organic baru yang akan digunakan sebagai unit
yang melayang-layang di dalam air, analisis. Pada setiap unit analisis tersebut
udara, maupun yang dikumpulkan di dilakukan analisis terhadap data
dasar sungai atau laut oleh pembawa atau atributnya adalah data tabular selanjutnya
perantara alami lainnya. Yang memiliki dikaitkan dengan data spasialnya untuk
luas keseluruhan yaitu 101.78 Ha. Dan menghasilkan data spasial lahan
jenis tanah yang mendominan di Hutan kritis.Untuk analisis spasial, sistem
Mangrove di Kecamatan Banawa Selatan proyeksi dan koordinat yang digunakan
yaitu Sedimen (Tekstur Pasir) dengan adalah Universal Transverse Mercator
luas 70.92 Ha (69.679%). Bisa dilihat (UTM). Sistem koordinat dari UTM
pada gambar 4. adalah meter sehingga memungkinkan
analisa yang membutuhkan informasi
dimensi-dimensi linier seperti luas.
KESIMPULAN DAN SARAN Sistem proyeksi tersebut lazim digunakan
dalam pemetaan Topografi sehingga
Kesimpulan sesuai juga digunakan dalam pemetaan
tematik seperti halnya pemetaan Lahan
Kritis.Metode yang digunakan dalam
analisis tabular adalah metode skoring.
Setiap parameter penentu kekritisan lahan
diberi skor tertentu, pada unit analisis
Gambar 4. Peta Jenis Tanah di Kecamatan hasil tumpangsusun data spasial, skor
Banawa Selatan
tersebut kemudian dijumlahkan . hasil
Kekritisan Mangrove penjumlahan skor selanjutnya
Dari hasil penyusunan data penentu lahan diklasifikasikan untuk menentukan
kritis dilakukan, data tersebut selanjutnya tingkat kekritisan lahan. Klasifikasi
dianalisis untuk memperoleh informasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan
mengenai lahan kritis Analisis spasial jumlah skor kekritisan lahan mangrove
dilakukan dengan mengoverlay beberapa seperti di tunjukkan pada Tabel 7.
data spasial (parameter penentu lahan
Tabel 7. Tingkat kekritisan lahan mangrove dengan bantuan teknologi GIS dan Inderaja
No Kriteria Bobot Skor penilai
Jenis Penggunaan Lahan
1 (JPL) 45 3 : hutan (kawasan berhutan)
2 Kerapatan Tajuk (KT) 35 1 : kerapatan tajuk jarang
1 : jenis tanah sangat peka erosi
Ketahanan Tanah Terhadap (tekstur pasir)
3 20
Abrasi (KTA) 3 : jenis tanah tidak peka erosi
(tekstur lempung)
Total 190
Sumber : Hasil data 2015

Berdasarkan total nilai skor di atas abrasi mendapat 2 skor yaitu 1 : jenis
kriteria penggunaan lahan di peroleh tanah sangat peka erosi (tekstur pasir) dan
yaitu skor 3 : hutan (kawasan berhutan), 3 : jenis tanah tidak peka erosi (tekstur
sedangkan kriteria dari kerapatan tajuk di lempung).jadidari perhitungan total nilai
peroleh skor 1 : kerapatan tajuk jarang skoring (TNS) diatas diperoleh hasil
dan kriteria ketahanan tanah terhadap bahwa kawasan hutan mangrove di
kecamatan banawa selatan dapat
ditentukan tingkat kekritisan lahan
mangrove yaitu RUSAK. Untuk lebih
memperjelas tingkat lahan kritis
mangrove di wilayah kecamatan banawa
selatan, maka dapat dilihat pada peta
kekritisan mangrove di kecamatan
banawa selatan kabupaten donggala bisa
di lihat pada gambar 5.

Gambar 5. Peta kekritisan Mangrove di


Kecamatan Banawa selatan
Dari hasil peta di atas faktor penyebab
kerusakan mangrove yang terjadi di
Kecamatan Banawa Selatan di sebabkan
oleh manusia karena banyak dari
masyarakat yang menjadikan kawasan
mangrove sebagai tempat tinggal atau
pemukiman yang mengakibatkan luas
hutan mangrove berkurang, dan sebagian
masyarakat memaanfaatkan hutan
mangrove sebagai lahan tambak yang
mengakibatkan hutan mangrove menjadi
RUSAK.
Hasil uji akurasi lapangan
berdasarkan peta penggunaan lahan
Berdasarkan pengujian ketelitian hasil
klasifikasi dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode confusion
matrix calculation (Sutanto, 1986).
Metode uji ketelitian tersebutdigunakan
untuk menguji ketelitian hasil
interpretasi data citra digital Landsat
8.Perhitungan ketelitian pemetaan dan
hasil interpretasi berdasarkan metode
hasil modifikasi dapat dilihat pada tabel 5
berikut.
Tabel 8. Analisis akurasi klasifikasi peta
Data Acuan (Lapangan) Total
Akurasi Akurasi
K
Penggu Pro
ol Akurasi
naan dus
S TB o Pet
Lahan er
HP HS HMS PM PKN PLK PBS RW W SB K TA m a
HP 3 3 100 100
HS 6 3 9 67 100
HMS 3 2 5 60 100
PM 10 10 100 77
PKN 2 2 100 50
Data Hasil
PLK 2 2 100 100
Klasif 78%
ikasi PBS 2 3 5 60 100
RW 5 3 8 63 100
SW 8 4 12 67 100
SB 2 2 100 40
TBK 2 2 100 25
TA 4 4 100 100
Total Baris 3 6 3 13 4 2 3 5 8 5 8 4 64
Sumber : Hasil Analisis 2015
Keterangan :
HP : Hutan primer RW : Rawa
SW : Sawah SB : Semak Belukar
TBK : Tambak TA : Tubuh Air
HS : Hutan Sekunder
HMS : Hutan Mangrove Sekunder
PM : Pemukiman
PKN : Perkebunan
PLK : Pertanian Lahan Kering
PBS : Pertanian Bercampur Sema
Berdasarkan data tabel 8 bahwa data Prosding Seminar Tahunan
penggunaan lahan dari hasil klasifikasi Jurusan Tekhnik Pertanian 2003.
citra di peta yang memiliki nilai akurasi ISBN : 979-95896-5-7,
sangat baik yaitu kelas hutan primer, Yogyakarta
hutan sekunder, hutan mangrove Barkey R. A., A. Achmad, S. Rijal, A. S.
sekunder, pertanian lahan kering, Mahbub, A. S. Soma, dan A. B.
pertanian bercampur semak, rawa, sawa, Talebe. 2009. Buku Ajar Sistem
dan tubuh air dengan nilai akurasi 100%, Informasi Spasial Kehutanan.
dan nilai akurasi yang tergolong baik Fakultas Kehutanan Unversitas
yaitu pemukiman dengan nilai akurasi Hasanuddin, Makassar.
77%. Sedangkan nilai akurasi yang Departemen Kehutanan .2005. Pedoman
kurang yaitu perkebunan dan semak Inventarisasi dan Identifikasi
belukar dengan nilai akurasi 50%, Lahann Kritis Mangrove. Jakarta :
sedangkan nilai akurasi yang sangat Departemen Kehutanan.
kurang yaitu tambak dengan nilai akurasi Ekandinata A., S. Dewi, D. P. Hadi, D. K.
25%. Peta penggunaan lahan untuk Nugroho, dan F. Johana. 2008.
penelitian ini memiliki tingkat akurasi Sistem Informasi Geografis Untuk
keseluruhan sebesar 78%, artinya peta Pengolahan Bentang Lahan
penggunaan lahan untuk penelitian ini Berbasis Sumberdaya Alam.
yaitu baik untuk melihat kelas jenis World Agroforestry Center,
penggunaan lahan di kawaasan hutan di Bogor, Indonesia.
Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Eddy. 2002, Konsep-konsep Dasar Sistem
Donggala. Kondisi gambar citra dan Informasi Geografis, Penerbit
waktu pengambilan data citra landsat 8 Informatika, Bandung
menjadi faktor dari tingkat ketelitian peta FAO. 2007. The World’s Mangroves
panggunaan lahan yang baik di 1980-2005, A Thematic Study
Kecamatan Banawa Selatan yaitu pada Prepared in the Framework of the
tahun 2014. Berdasarkan hasil uji akurasi Global Forest Resources
penelitian ini di peroleh nilai akurasi Assessment 2005. Rome : FAO
keseluruhan sebesar 78 % menggunakan Forestry Paper.
metode confusion matriks hasil ini Jaya, I. N. S. 2002. Penginderaan Jauh
melebihi nilai ambang ketelitian yang Satelit Untuk Kehutanan.
ditetapkan yaitu 60 ≥ % (baik) dalam Laboratorium Inventarisasi Hutan
klasifikasi penggunaan lahan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Kesimpulan Jensen, J. R., 1986. Introductory Digital
Dari hasil pengolahan citra satelit Image Processing: A Remote
di kawasan kecamatan banawa selatan Sensing Perspective. Prentice
Hall. New Jersey.
menunjukkan total luas kawasan
Lillesand, T. M. Dan R. W. Kiefer. 1990.
Mangrove adalah 101,78 ha. Berdasarkan Penginderaan Jauh dan
evaluasi tingkat kekritisan lahan Interpretasi Citra (Di
mangrove di kecamatan banawa selatan Indonesiakan oleh Dulbahri, P.
di dapatkan seluas 70,92 Ha yang masuk Suharsono, Hartono dan
dalam kategori Rusak. Suharyadi). Gadja Mada
DAFTAR PUSTAKA University Press. Yogyakarta.
Anjar S, 2002, Pemanfaatan GIS untuk Menteri Kehutanan 1993. Surat
Penyusunan Sistem Informasi Keputusan Menteri Kehutanan,
Irigasi. Diterbitkan Dalam Nomer 554/Kpts-II/1993. Tentang
Penetapan Kawasan Taman
Hutan Raya Ngurah Rai Bali.
Jakarta.
Prahasta, E., 2001. Konsep – konsep
dasar Sistem Informasi Geografi.
Informatika. Bandung
Purwadhi, F. S. H., Sanjata, T. B., 2001.
Pengantar Interpretasi Citra
Penginderaan Jauh. Lembaga
Penerbangan Dan Antariksa
Nasional Dan Universitas Negeri
Semarang.
Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh; Jilid 1.
Gajah Mada University Press.
Yogyakarta
Waas, J. B. D., dan Nababan, B. 2010.
Pemetaan dan Analisis Index
Vegetasi Mangrove di Pulau
Saparua Maluku Tengah. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis. Vol 2 No 1.50-58.

Anda mungkin juga menyukai