Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

KETUBAN PECAH DINI

Oleh:
UMAR ASADULLAH/201410330311045

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini ketuban pecah dini (KPD) preterm masih merupakan

masalah di dunia termasuk Indonesia, yang terkait dengan prevalensi, prematuritas,

morbiditas dan mortalitas perinatal. Pecahnya selaput ketuban secara spontan pada

saat belum inpartu atau bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda persalinan

pada umur kehamilan 28 minggu sampai 37 minggu ini merupakan penyebab

morbiditas dan mortalitas pada persalinan preterm terbanyak. Diketahui prevalensi

dari KPD preterm di dunia adalah 3 - 4,5 % kehamilan (Lee dan Major, 2001) dan

merupakan penyumbang 6 - 40 % persalinan preterm atau prematuritas (Furman

dkk, 2000). Ketuban pecah dini (KPD) merupakan penyebab yang paling sering

terjadi pada saat mendekati persalinan. Kejadian KPD mendekati 10% dari semua

persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu kejadiannya sekitar 4%

Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)

atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina

sebelum proses persalinan. Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu apabila

ketuban pecah spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan. Prematuritas yang

diawali oleh KPD preterm menyebabkan 5 - 60 % sepsis neonatorum (Mercer,

2003), 12 - 15% gangguan pernafasan dan 3 - 22% kematian neonatal serta 10,5 %

kematian perinatal (Furman, 2000).


1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui mengenai definisi,

etiologi, faktor resiko, pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, dan

penatalaksanaannya ketuban pecah dini.

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai ketuban pecah dini beserta

penanganannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada

saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010). Ketuban pecah

dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda - tanda persalinan mulai dan

ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.

Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu

sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009). KPD

didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan

persalinan yaitu interval periode laten yang dapat terjadi kapan saja dari 1 - 12 jam

atau lebih. Insiden KPD banyak terjadi pada wanita dengan serviks inkopenten,

polihidramnion, malpresentasi janin, kehamilan kembar, atau infeksi vagina

(Helen, 2003).

2.1.1 Struktur dan Fungsi Selaput Ketuban

Selaput ketuban ketebalannya 0,02 – 0,05 mm yang mengikuti pertumbuhan

dan perkembangan janin. 5 lapis selaput ketuban dari dalam keluar:

1. Lapisan epitel yang mengeluarkan kolagen dari glikoprotein non

kolagen membrane basalis.

2. Membrane basalis.
3. Stratum komprakta yang merupakan kolagen yang dikeluarkan oleh

sel-sel oleh lapisan fibroblast yang berfungsi mempertahankan

integritas selaput ketuban.

4. Lapisan fibroblast merupakan lapisan amnion paling tebal yang terdiri

dari sel-sel mesenkin dan makrofag didalam jaringan extraseluler

kolagen.

5. Zona spongiosa langsung berhadapan dengan korion yang berfungsi

untuk mengurangi gesekan antara korion dengan amnion.

2.1.2 Fungsi air ketuban

1. Melindungi janin terhadap trauma dari luar/ proteksi

2. Memungkinkan janin bergerak dengan bebas.

3. Melindungi suhu tubuh janin

4. Meratakan tekanan didalam uterus pada patus sehingga serviks membuka.

5. Membersihkan jalan lahir. Jika ketuban pecah dengan cairan steril dan

mempengaruhi keadaan dalam vagina sehingga bayi kurang mengalami

infeksi.

2.2 Etiologi

Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih


belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan
menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-
faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor
predisposisi adalah:

Faktor Umum
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini
dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan
untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik. Infeksi merupakan
faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm dengan ketuban pecah dini.
Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.

Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcus


epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban pada
kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi
yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan
pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban. Faktor umum yang lain adalah
keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis dan Neischeria gonorhoe.

Faktor obstetrik

Servik yang inkompetensia, serviks konisiasi, serviks menjadi pendek.


Kelainan pada serviks yang disebabkan oleh pemakaian alat-alat seperti aborsi
terapeutik, loop electrosurgical excision procedure (LEEP) yang tujuannya untuk
mengobati displasia serviks serta diagnosa dini kanker serviks dan sebagainya.
Kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat
persalinan, kuretase). Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya tumor, hidramnion, gemelli.cKelainan letak
misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

Faktor keturunan
Faktor keturunan berlaku jika ada kelainan genetik dan berlaku defisiensi
vitamin C dan ion Cuprum (Cu) dalam serum.

Faktor lain

Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi. Faktor golongan darah yaitu, akibat golongan darah ibu dan anak
yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan
jarinngan kulit ketuban. Faktor lain yaitu:

 Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.


 Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
 Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C.
 Prosedur medis.
 Usia ibu hamil yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat
dari ibu yang lebih muda. Kelebihan berat badan sebelum kehamilan dan
peningkatan berat badan yang sedikit sewaktu kehamilan juga merupakan
antara etiologi KPD.

Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm:

 kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)


 riwayat persalinan preterm sebelumnya
 perdarahan pervaginam
 pH vagina di atas 4.5
 Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
 flora vagina abnormal
 fibronectin > 50 ng/ml
 kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya
pada stress psikologis
 Inkompetensi serviks (leher rahim)
 Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
 Riwayat KPD sebelumnya
 Trauma
 servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek
(<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
 Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm:

 iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatik


 maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-
eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi
intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks,
servisitis/vaginitis akut, Ketuban Pecah pada usia kehamilan preterm.
 fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan
janin terhambat, gawat janin, kematian janin.
 cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban
pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.
 placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau
lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia.
 uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis,
aktifitas uterus idiopatik

Beberapa faktor yang berhubungan dengan ketuban pecah dini:

 Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban


pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis
terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
 Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban )
 Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis )
 Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi,
disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain.
 Ketuban pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan
terlalu dini.
2.3 Patofisiologi

Kejadian ketuban pecah dini sekitar 15% dari seluruh persalinan dengan

ketuban pecah sebelum persalinan dimulai (berupa tetesan atau semburan).

Sedangkan menurut Eastman dan Mochtar (1998) insiden ketuban pecah dini 12%

dari semua kehamilan. Banyak teori penyebab KPD mulai dari efek kromosom,

kelainan kolagen, sampai infeksi (sampai 65%) high virulence : Bacteroides dan

low virulence : Lactobacillus.

Kolagen (makro molekul utama pada sebagian besar jaringan ikat dan

merupakan protein paling banyak di tubuh) terdapat pada lapisan kopakta amnion,

fibroblast jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi

jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibishi interleukin- I (IL-I)

dan prostagladin, menghasilkan kolagenese jaringan, sehingga terjadi

depolimerisasi kolagen pada selaput amnion/ korion, menyebabkan selaput ketuban

tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

Kolagen interstitial (kolagen I) terdapat di jaringan-jaringan yang memiliki

daya regang tinggi, misalnya tulang dan tendon. Di jaringan lain kolagen III

dipercaya memiliki kontribusi untuk terhadap integritas jaringan, berfungsi untuk

meningkatkan ekstenbilitas serta daya regang.


2.4 Diagnosis

Daya subyektif : Anamnesa

 Keluar air-air ( bening keputihan mengandung verniks kaseosa ), tidak ada

nyeRI maupun kontak uterus. Jika sudah terjadi infeksi intarpartum (

misalnya amnionitis) didapat keluhan demam tinggi, nyeri abdomen dan

keluar cairan pervagianam berbau.

 Riwayat haid

Ketuban pecah sebelum taksiran kelahiran. Umur kelahiran diperkirakan

dari haid terakhir.

Data obyektif :

Pemerikasaan fisik:

 Pemeriksaan umum : Tanda-tanda vital dapat seperti tensi, nadi, suhu

dan respirasi rate normal kecuali ada infeksi intra uterin

 Pemeriksaan Abdomen

Pemeriksaan penunjang

 USG : Untuk menilai jumlah air ketuban, menentukan umur kehamilan,

letak plasenta, letak janin dan berat janin

 Amniosentesis : Cairan dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi

kamatangan paru janin (rasio L/S : fosfatidilgliserol, fosfatidi (kolin

jenuh).Pewarnaan gram dan hitung koloni kuantitatif membuktikan

adanya infeksi intra uterin


 Protein C-reaktif : Serum menunjukkan peningkatan peringatan awal

korioamnionitis

Pada kasus ketuban pecah dini yang disertai infeksi intrauterine ditemukan :

 Ibu febris > 38° C

 Ibu Takikardia (> 160 denyut permenit)

 Nyeri abdomen, nyeri tekan usus

 Cairan amnion berwarna merah keruh atau hijau dan berbau

 Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm)

 Pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterse (+) hasil degradasi leukosit

normal/negatif ), pemeriksaan gram, kultur dareah, protein C- reaktif

Diagnosis banding

Diagnosis banding : inkontisia urine

Cara membedakan inkontinesia urin dengan ketuban pecah dini yaitu dengan

membandingkan PH urin dan PH vagina

PH urin biasanya asam, sedangkan pH vagina pada kasus ketuban pecah adalah basa,

yang disebabkan oleh cairan amnion pengubah PH asam normal vagian menjadi basa.

2.5 Tatalaksana

Menunda pelahiran mungkin bermanfaat apabila janin masih imatur. Shill

(1987) melaporkan pada 72 wanita dengan kehamilan antara 26 dan 37 minggu

secara klinis didiagnosa solusio plasenta. Sekitar separuh melahirkan dalam 3 hari

setelah dirawat karena semakin parahnya pendarahan, gawat janin, atau keduanya.
Yang menarik angka seksio seksarea adalah sekitar 50% bagi mereka yang

melahirkan segera setalah dirawat serta pada mereka yang pelahirannya ditunda

selama paling sedikit 3 hari. Pada studi lain Bond dkk (1989) menerapkan

panatalaksanaan menunggu terhadap wanita dengan solusio palsenta sebelum 35

minggu; 31 dari mereka mendapat terapi tokolisis. Rerata waktu sampai pelahiran

pada -43 kasus tersebut adalah sekitar 12 hari dan tidak ada kelahiran mati. Seksio

seksarea dilakukan pada 75% kasus.

Wanita dengan tanda-tanda solusio dini sering manglami oligohidramnion,

dengan atau tanpa ketuban pecah dini. Elliot dkk (1998) melaporkan dengan 24

wanita yang mengalami solusio dengan rerata usia gestasi 20 minggu dan juga

mengalami oligohidramnion. Mereka melahirkan pada usia gestasi rerat 28 minggu.

Tidak adanya deselarasi yang merugikan tidak menjamin lingkungan

intrauterine aman. Plasenta dapat mengalami pemisahan lebih lanjut setiap dan

sangat membahayakan yaitu mematikan janin kecuali apabila janin segera

dilahirkan. Beberapa kausa langsung rawat janin akibat solusio plasenta

diperlihatkan digambar 25-6. harus segera dilakukan langkah-langkah untuk

memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu, sehingga fungsi plasenta ynag

masih berimplantasi dapat dipulihkan dan dipertahankan demi kesejahteraan

janinyang mengalami kegawatan. Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk

memperbaiki kausa lain penyebab gawat janin kecuali dengan melahirkan janin.
1.6 Prognosis

Prognosis pada ketuban pecah dini sangat variatif tergantung pada :

 Usia kehamilan
 Adanya infeksi / sepsis
 Factor resiko / penyebab
 Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan

Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih
sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34
dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.
BAB III

KESIMPULAN

KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan


morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang
cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena
kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak
maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus
KPD terutama pada pengelolaan konservatif .

Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab
infeksi. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk
mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko
terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering
terjadi pada kehamilan kurang bulan..

Penatalaksanaan yang optimal harus mempertimbangkan 2 hal tersebut di atas


dan faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang
kurang bulan.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, IBG. ” Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berecana.

Jakarta ; Penerbit buku Kedokteran EGC. 1998, hal 229-231.

Wiknjosatro Hanifa. Ilmu kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta ; 2002.

Gabbe Gsteven, Niebly R jennifer, Simpson Lieghjoe. Obstetri normal and problem

pregnancies 4 th ed Philadelphia churcil living stone 2002. P 389

Cunningham, Jenevo, Gant, Gil Strab, Hauth, Wenstrom. William Obstetrik.

Pengkajian intrapartum edisi 21 volumme I. 2006. P 691-695

Panduan praktis pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan bina

pustaka 2002. hal M 112-115

The world wide Atosiban versus Beta Agonist Study group. Effectiveness and

safety of the oxytocin antagonist versus beta-adrenergic agonist in the treatment

of preterm labour. Br Journal of Obstetrics and Gynecology 2001; 108; 133-

142.

Katz VL, Farmer RM. Controversies in tocolytic therapy. Clinical Obstetrics and

Gynecology. 1999; 42;802-819

Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Clinical green top guidelines :

Tocolytic drug for women in preterm labour. http ://www.rcog.co.uk/guidelines

Anda mungkin juga menyukai