Anda di halaman 1dari 12

SEMINAR NASIONAL III

SDM TEKNOLOGI NUKLIR


YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

PENERAPAN EFEK INTERAKSI RADIASI


DENGAN SISTEM BIOLOGI
SEBAGAI DOSIMETER BIOLOGI

YANTI LUSIYANTI, MUKH SYAIFUDIN


Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN
Jl Lebak Bulus Raya No 49
Jakarta 12070 Telp (021) 7513906

Abstrak

PENERAPAN EFEK INTERAKSI RADIASI DENGAN SISTEM BIOLOGI SEBAGAI DOSIMETER


BIOLOGI. Interaksi radiasi pengion dengan sistem biologi dapat menyebabkan berbagai macam efek
biologik yang akan dimanifestasikan baik pada tingkat seluler, sitogenetik maupun tingkat molekuler.
Berbagai macam metode biologik yang dimaksudkan untuk memperkirakan dosis radiasi telah
dikembangkan oleh banyak peneliti menggunakan efek tersebut terutama dalam hal terjadinya peristiwa
kecelakaan radiasi. Hal ini dipertegas lagi dengan kenyataan bahwa dosimetri fisik tidak dapat diandalkan
secara sendirian. Dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, ulasan ulang ini memberikan
gambaran yang meluas akan pentingnya uji atau biomarker dalam dosimetri biologi seperti kromosom
disentrik, mikronuklei, fragmen kromosom, biokimia darah dan spermatogenesis. Adapun sampel biologik
yang dapat dipergunakan untuk pengkajian dosis radiasi yang diterima oleh pekerja maupun korban
kecelakaan antara lain darah, sperma, rambut, dan urin.

Kata kunci : Interaksi radiasi pengion, sistem biologi

Abstract

THE APPLICATION OF EFFECTS OF INTERACTION BETWEEN RADIATION AND BIOLOGICAL


SYSTEM AS BIOLOGICAL DOSIMETER. Interaction between ionizing radiation with biological system
could results in various types of biological effects which will be manifested either in cellular, cytogenetics or
molecular levels. Various types of biological methods with the aim for predicting radiation dose have been
developed by many researchers by using these effects mainly in the case of radiation accident. This case is
supported by the fact that physical dosimetry could not available as alone. With their own advantages and
disadvantages, this review provides a broader figure about the importance of assays or markers in biological
dosimetry such as dicentric chromosome, micronuclei, chromosomal fragment, biochemistry of blood and
spermatogenesis. Whereas the biological samples that can be used for assessing the radiation dose received
by workers or accidental victims are blood, sperm, hair, and urine.

Keywords: Interaction between ionizing radiation, biological system

teknik dan atau uji yang handal guna


PENDAHULUAN
menentukan besarnya dosis radiasi yang
Pemanfaatan teknologi nuklir untuk diterima oleh seseorang sehingga menjamin
kesejahteraan manusia telah merambah ke keselamatan para pengguna dan masyarakat
berbagai bidang kehidupan seperti kesehatan, pemakai lainnya. Meskipun untuk para pekerja
industri dan riset kebumian, energi, pangan dan radiasi hal ini telah dilakukan dengan
pertanian, ilmu fisika dan kimia, serta kelautan pemantauan dosis radiasi melalui pemakaian
dan hidrologi, dan lain-lain[1]. Seiring dengan dosimeter fisika, akan tetapi masih perlu
perkembangan pemanfatan teknologi nuklir ditunjang dengan metode biologi[2]. Pentingnya
tersebut, maka sangat dibutuhkan metode, metode biologi untuk memperkirakan dosis

Yanti Lusiyanti dkk 61 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN


SEMINAR NASIONAL III
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

telah ditunjukkan oleh dua peristiwa kecelakaan menyebabkan mutasi[7], aberasi kromosom[8],
radiasi yang serius yakni Chernobyl dan inaktivasi sel dan efek seluler lainnya yang
Goiania[3]. Dalam kedua kasus tersebut, metode tergantung pada integritas genom[9]. Pada
fisik dapat dikatakan sama sekali tidak berguna prinsipnya terdapat tiga tahapan interaksi antara
untuk dosimetri dan pengkajian untuk tindakan radiasi pengion dengan materi (DNA) yang
pengobatan terhadap korban. dilaluinya yakni pertama, perjalanan partikel
Penyerapan energi dari radiasi ke dalam pengion dalam lingkungan DNA, kedua,
bahan biologik dapat menyebabkan eksitasi simulasi target (sasaran) biologik dan ketiga
atau ionisasi. Eksitasi adalah munculnya satu adalah langkah atau proses menuju
elektron dalam suatu atom atau molekul pada pembentukan kerusakan awal biologik, dengan
tingkat energi yang lebih tinggi tanpa segala ketidak tentuannya. Studi lebih dari 40
pengusiran elektron. Jika radiasi memiliki tahun juga menunjukkan bahwa sel raksasa
cukup energi untuk mengusir satu atau lebih (giant) terbentuk baik secara in vivo maupun
elektron orbital dari atom atau molekul disebut secara in vitro setelah pajanan radiasi pengion.
ionisasi dan radiasi tersebut disebut radiasi Di dalam sel tersebut, volume sel dan DNA,
ionisasi (pengion) dimana karakteristiknya yang RNA serta massa protein bertambah hingga 20-
penting adalah pelepasan secara lokal sejumlah 200 kali lipat daripada sel normal. Sebagian
besar energi. Efek biologik radiasi besar pengamatan menunjukkan bahwa sel
menghasilkan kerusakan pada sel yang secara raksasa terbentuk setelah radiasi dosis 1,5 Gy
lebih mendetail berupa kerusakan DNA yang atau lebih, meskipun dapat juga terjadi pada
merupakan sasaran utama pajanan radiasi. dosis serendah 0,12 Gy[10].
Ketika suatu bentuk radiasi, baik sinar-X,
DOSIMETRI BIOLOGI
gamma atau partikel bermuatan maupun tidak
bermuatan mengenai atau berada dalam suatu Prinsip dosimetri biologi adalah
jaringan tubuh organisme, maka ada memperkirakan dosis (serap) radiasi dengan
kemungkinan akan berinteraksi langsung mengukur perubahan yang terjadi akibat radiasi
dengan sel atau sub seluler dengan sasaran pada tubuh manusia. Dosimetri ini memiliki
kritis dalam sel seperti inti sel yang sejumlah aplikasi. Salah satu yang paling
mengandung kromosom. Atom dalam sasaran menonjol adalah dalam kasus kecelakaan
dapat tereksitasi atau terionisasi dan akan radiasi yang tidak disertai dengan dosimetri
memulai serangkaian kejadian yang mengarah fisik. Kadangkala metode dosimetri fisik harus
ke perubahan biologik. Radiasi juga dapat dilengkapi atau didukung oleh uji biologik,
berinteraksi dengan atom atau molekul lain sebagai contoh terjadinya pajanan sebagian
dalam sel (terutama air) untuk menghasilkan tubuh (parsial) dengan dosimetri fisik diluar
radikal bebas yang dapat berdifusi lebih jauh area radiasi. Cek silang dosis yang diukur
untuk mencapai dan melukai sasaran kritik secara fisik memang diperlukan pada kondisi
dalam sel[4]. Semua perubahan yang terjadi tertentu. Akan tetapi, jika dosis ditentukan
akibat interaksinya dengan radiasi pengion secara biologik, variabilitas biologik akan
dalam materi biologik dapat digunakan untuk mempengaruhinya, karena diyakini untuk
menentukan besarnya dosis radiasi. individu yang radiosensitif akan memiliki efek
Interakasi radiasi pengion dalam sel yang lebih besar pada materi biologiknya
mamalia dapat menginduksi sejumlah besar daripada ukuran rata-rata. Metode fisik sama
jenis kerusakan molekuler dalam DNA seperti sekali tidak sesuai untuk maksud ini[11]. Dosis
single strand breaks (ssb), double strand breaks serap merupakan besaran fisik paling penting
(dsb), berbagai jenis kerusakan basa dan ikat untuk mengevaluasi potensi respon biologik
silang (cross-links) DNA-protein[5,6], serta sebagai akibat pajanan terhadap radiasi
kombinasi lokal dari semua kerusakan tersebut. pengion. Dosimetri fisik pada umumnya
Sifat yang khas dari radiasi pengion adalah dilakukan dengan menggunakan peralatan yang
kemampuannya dalam menyebabkan sejumlah sensitif terhadap efek fisik dari radiasi pengion.
kerusakan dengan dimensi DNA helix atau Akan tetapi dalam banyak kasus yang
lebih besar lagi. Perhitungan dan penelitian saat melibatkan pajanan akibat kecelakaan secara
ini difokuskan pada kerusakan radiasi pada nyata atau terduga, seseorang tersebut tidak
DNA karena terbukti berperan dalam menggunakan dosimeter, dan karena itu

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN 62 Yanti Lusiyanti dkk


SEMINAR NASIONAL III
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

dosimetri fisik tidak dapat mewakili. Dalam yang berharga tentang adanya konsekuensi pada
situasi demikian maka studi efek biologik dini kesehatan baik efek stokastik maupun
yang diinduksi oleh radiasi pengion telah determinisitik. Sebagai alternatif, pemeriksaan
diusulkan baik sebagai pelengkap maupun kondisi korban setelah kecelakaan radiasi yang
metode alternatif untuk penentuan dosis[12]. tidak memperbesar tingkat kerusakan
Untuk materi biologi, sel darah perifer kromosom saat ini dapat dijadikan sebagai info
merupakan salah satu diantara berbagai macam kepastian pada pasien, keluarganya dan dokter
materi yang dapat dimanfaatkan dengan sel yang menangani. Aberasi setelah irradiasi sel
limfosit menjadi andalan utama karena berbagai pada fase G0/G1 dari siklus sel adalah dicentric
kelebihannya. Materi biologi yang lain yang exchanges, centric rings, dan monocentric
dapat digunakan meliputi sel induk, kuku, gigi, exchanges (translocations). Aberasi kromosom
rambut, sperma dan urin. Limfosit manusia disentrik, cincin dan fragmen pada umumnya
adalah sel yang memiliki masa hidup panjang dikatergorikan sebagai spesifik untuk pajanan
serta mudah diperoleh dari sampel darah. radiasi, dan bentuk-bentuk aberasi tersebut
Karena sebagian besar dalam keadaan tidak dikelompokkan sebagai tidak stabil karena
membelah, maka mereka pada umunya pada keberadaannya dalam tubuh menurun dengan
keadaan fasa sel G0 yakni fase sebelum siklus pembelahan sel[15].
replikasi DNA. Sel ini dapat distimulasi secara Dari semua kerusakan sel akibat radiasi,
in vitro untuk melakukan pembelahan mitotik kromosom disentrik diyakini spesifik terjadi
dengan memberi suatu protein akibat pajanan radiasi sehingga aberasi
phytohemagglutinin (PHA) dan dapat disentrik ini digunakan secara luas sebagai
dihentikan pada metafase pertama dengan dosimeter biologi dan umumnya mudah diamati
menggunakan senyawa colcemid setelah 45 jam pada sel limfosit darah tepi. Selain mudah
dikultur pada 37oC. Visualisasi dapat dilakukan diambil, sel limfosit merupakan sel yang paling
dengan pewarna Giemsa atau dengan suatu sensitif terhadap radiasi; dosis tunggal 0,2 Gy
pelacak (probe) Fluoresence in situ sudah dapat menimbulkan aberasi kromosom
hybridization (FISH) dan dihitung kelainan yang dapat dideteksi. Frekuensi terjadinya
yang terjadi dalam sel. Untuk mengetahui ada aberasi kromosom bergantung pada jenis dan
tidaknya sel yang berasal dari metafase kedua dosis radiasi yang diterima. Penentuan dosis
maka dapat digunakan BrdU yakni pewarnaan radiasi pengion yang diterima seorang pekerja
fluoresen plus Giemsa (FPG)[13]. radiasi dapat ditentukan dengan menggunakan
kurva standar aberasi kromosom sebagai fungsi
DISENTRIK SEBAGAI DOSIMETER
dari jumlah disentrik per sel limfosit. Teknik ini
HANDAL
dapat digunakan untuk memperkirakan dosis
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa sinar gamma atau sinar-X dari 0,25 Gy sampai
dosimetri biologi (biodosimetri) didasarkan 6-8Gy.
pada pengamatan efek biologik akibat radiasi Aberasi translokasi dan delesi ternyata
(bioindikator) dalam rangka menghubung- masih dapat dijumpai pada para korban bom
kannya dengan dosis radiasi. Di antara atom Hiroshima dan Nagasaki, sehingga masih
bioindikator dalam biodosimetri, penghitungan dapat ditemukan sejak terjadi lebih dari
aberasi kromosom adalah metode yang paling setengah abad lalu. Dengan demikian,
sesuai untuk mengevaluasi pajanan pada meskipun selang waktunya cukup lama sejak
seseorang. Penghitungan aberasi kromosom terpajan radiasi atau pada kasus pajanan kronik,
akibat radiasi dari limfosit darah perifer telah masih mungkin memperkirakan dosis yang
dikembangkan sebagai alat dosimetrik yang diterima dengan menggunakan translokasi
berharga dalam proteksi radiasi. Penetapan sebagai indikator[16]. Tetapi kebolehjadian
frekuensi aberasi kromosom dalam sel limfosit translokasi secara spontan atau alamiah pada
manusia merupakan cara yang sangat berguna manusia dewasa sehat lebih besar yaitu sekitar
dalam mengkaji dosis serap dari radiasi pengion 5-10 translokasi/1000 sel dibandingkan dengan
terhadap seseorang[14]. Dengan demikian disentrik yang hanya 1-2 disentrik/1000 sel.
dosimetri biologi berperan penting dalam Kondisi ini ditambah dengan rumitnya prosedur
penelitian dan pengkajian suatu kecelakaan pewarnaan kromosom dengan teknik
radiasi karena dapat memberikan informasi fluoresence in situ hybridization untuk deteksi

Yanti Lusiyanti dkk 63 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN


SEMINAR NASIONAL III
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

aberasi translokasi terutama jika akibat pajanan Dalam penentuan dosis, ditemui beberapa
radiasi dosis rendah[17]. masalah antara lain kemungkinan tingginya
Analisis kromosom disentrik dosis radiasi yang menyebabkan berkurangnya
menggunakan pewarnaan Giemsa pada jumlah limfosit secara drastis sehingga
pembelahan sel limfosit pertama merupakan perkiraan dosisnya kurang tepat. Hal ini dapat
metode yang paling baik untuk dosimetri diatasi dengan penggunaan teknik PCC.
biologi jangka pendek. Penentuan dosis dari Masalah lain muncul yakni perlunya
hasil uji aberasi kromosom bentuk disentrik memperoleh informasi dosis dalam waktu yang
menggunakan kurva dosis-respon dapat dapat diterima. Hal ini selain dapat diatasi
membantu dalam memperkirakan dengan tepat dengan teknik PCC, juga dapat diatasi dengan
dosis serap pada seluruh tubuh. Sistem uji mekronuklei yang keduanya akan dibahas
sitogenetik kuantitatif yang dikembangkan dalam paragraf-paragraf berikut ini disamping
selama bertahun-tahun, terutama pada limfosit dan beberapa biomarker lainnya. Adalah
manusia fase G0, telah digunakan untuk merupakan hal yang penting untuk menetapkan
mempelajari efek dosis, laju dosis dan kualitas dosis serap sebelum munculnya tanda-tanda
radiasi. Ditinjau dari segi mekanistik, induksi klinis yang selanjutnya dipergunakan untuk
dan interaksi DNA double-strand breaks atau menentukan pengobatan dan pengkajian proses
lebih tepatnya double-stranded lesions kesembuhannya[20].
merupakan mekanisme utama pembentukan
DOSIMETER BIOLOGI
aberasi kromosom[18]. Namun frekuensi
kromosom disentrik dan cincin dalam sel Suatu dosimeter biologi yang ideal harus
limfosit akan menurun dengan bertambahnya memenuhi kriteria sebagai berikut[11]:
waktu karena tidak stabil, dimana sel yang a. Harus menunjukkan ketergantungannya
mengandung kromosom tersebut akan mati saat yang baik pada dosis dengan rentang dosis
mitosis, sehingga pemeriksaan aberasi tertentu yakni mulai dari batas dosis
kromosom (disentrik) sebaiknya dilakukan pajanan akibat bekerja (20-30 mSv untuk
sesegera mungkin pasca terpajan radiasi dan akut, 50 mSv untuk pajanan kronik) hingga
tidak lebih dari 30 hari[14]. pajanan akibat kecelakaan akibat pajanan
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya dosis beberapa gray.
peningkatan laju aberasi kromosom tak stabil b. Efek yang dipilih untuk perkiraan dosis
seperti disentrik dan cincin pada sejumlah harus sangat spesifik untuk radiasi
pekerja radiasi[19]. Akan tetapi jumlah aberasi pengion.
ini menurun dengan waktu sehingga sebagian c. Hasilnya harus bermanfaat segera setelah
peneliti berpendapat bukan merupakan pajanan radiasi (dalam beberapa hari)
indikator pajanan kumulatif yang baik. Aberasi untuk suatu kasus kecelakaan.
kromosom struktural seperti translokasi terbukti d. Efeknya harus permanen. Jika tidak
merupakan petanda (marker) yang lebih baik permanen maka harus diketahui
karena mereka relatif stabil dari waktu ke ketergantungannya pada waktu
waktu. Namun satu penelitian menunjukkan (menghilang dengan waktu). Waktu yang
bahwa hanya pada dosis di bawah 0,2 Gy, diperlukan untuk pengukuran juga harus
translokasi dikatakan stabil sepanjang waktu. dalam rentang waktu tertentu.
Satu studi menemukan secara nyata jumlah e. Pajanan sebagian tubuh harus dapat
rata-rata translokasi per sel (ekivalen genome) terdeteksi, terlebih lagi untuk pajanan lokal
para penerbang hingga tiga kali lebih tinggi dimana tempatnya harus tepat.
dengan teknik FISH dibanding kontrol. Nilai f. Metode harus dapat digunakan untuk
yang didapat pada umumnya lebih besar pajanan kronis maupun terfraksionasi.
daripada yang diperkirakan berdasarkan model
g. Semua kualitas radiasi harus dicakup oleh
untuk pajanan radiasi dosis rendah, tetapi tidak
metode ini. Terutama pajanan akibat
mengikuti hubungan dosis-respon. Hal ini
pengemisi interna yang harus terukur.
kemungkinan disebabkan sedikitnya sampel
maupun kontribusi faktor lain sehingga perlu
h. Bahan biologik yang menunjukkan efek
harus mudah diperoleh tanpa metode
ditentukan hubungan antara translokasi tersebut
invasif yang ekstensif.
dengan risiko terjangkit penyakit[20].

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN 64 Yanti Lusiyanti dkk


SEMINAR NASIONAL III
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

i. Evaluasi harus mudah dan cepat atau dapat akan menginduksi aberasi tipe kromosom dan
ditransfer ke suatu mesin. bukan tipe kromatid, karena kerusakan
kromosom terjadi sebelum replikasi DNA.
Berikut akan diulas satu demi satu
Setelah sampling darah, proliferasi limfosit
dosimeter biologi yang dapat digunakan untuk
yang istirahat distimulasi dengan penambahan
memperkirakan besarnya dosis radiasi dengan
phytohemagglutinin ke dalam medium kultur.
memfokuskan diri pada latar belakang,
Disentrik memberikan informasi sangat
kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
berguna untuk dosis radiasi. Banyak studi
Aberasi Kromosom menunjukkan bahwa masing-masing
laboratorium yang terlibat dalam dosimetri
Menghitung sel disentrik masih
biologi yang menggunakan disentrik harus
merupakan metode yang paling dapat
menetapkan sendiri kurva dosis-respon untuk
diandalkan dalam dosimetri biologi. Sebagian
berbagai macam kualitas radiasi dan berbagai
besar sel limfosit darah tidak membelah tetapi
kondisi pajanan yang berbeda[11].
mereka berada dalam fase G0 dari siklus sel
(Gambar 1). Dengan demikian pajanan radiasi

Gambar 1. Aberasi Kromosom Disentrik Sebagai Indikator Biologik


Yang Khas Untuk Radiasi Pengion

Kelebihan dari disentrik ini adalah informasi apakah pajanannya parsial atau tidak
merupakan dosimeter yang paling banyak yakni apabila variansi lebih tinggi daripada
dikembangkan (Gambar 2). Dengan snsitivitas rata-rata (over dispersi) dimana hal ini
yang tinggi (0,05 - 0,1 Gy untuk akut, radiasi disebabkan karena beberapa metafase yang
LET rendah) dan diketahui ketergantunganya rusak parah berada bersama-sama dengan
pada dosis hingga 4 Gy. Dari sejumlah studi sejumlah besar metafase yang normal.
pada kualitas radiasi, sinar gamma merupakan Pencacahan disentrik juga dipengaruhi oleh
jenis radiasi yang paling penting. Dari tinjauan variabilitas sensitivitas radiasi individual,
statiustik, dengan kejadian disentrik spontan bahkan untuk satu individu dengan kondisi
yang rendah (1-2 dalam 2000 metafase) adalah fisiologik yang berbeda.
kelebihan lain dari dosimeter ini. Terlebih lagi Kekurangan dari analisis disentrik adalah
disentrik adalah spesifik untuk radiasi secara bahwa diperlukan keahlian tinggi/menyeluruh
komparatif, hanya beberapa senyawa kimia yang diperlukan untuk analisis aberasi
(bleomisin dan endoxan) yang mungkin dapat kromosom. Dalam memperkirakan dosis radiasi
menyebabakn munculnya disentrik. Pengaruh dengan metode ini cenderung memerlukan
waktu antara pajanan dan analisis tidak menjadi waktu lama karena memerlukan waktu dua hari
masalah, paling tidak seseorang bergegas untuk waktu kultur limfosit dan antara 1 dan beberapa
mengeceknya dalam waktu 2 minggu. Bahkan hari untuk mencacah metafase. Disebabkan
beberapa puluh tahun setelah pajanan, disentrik karena gambaran mikroskopik yang kompleks
dapat terdeteksi meskipun frekuensinya lebih maka otomatisasi yang sempurna adalah sulit
rendah daripada sesaat setelah terkena meskipun beberapa pendukung dapat diperoleh
pajanan[11]. Over-dispersi dapat memberikan baik dari analisis sitometri atau citra, serta

Yanti Lusiyanti dkk 65 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN


SEMINAR NASIONAL III
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

sistem metaphase-finder yang sangat mahal. yang mampu mencapai mitosis dan kurva dosis-
Masalah lain muncul jika dosisnya tinggi responnya cenderung menjadi jenuh pada dosis
(melebihi 5 Gy) karena hanya sedikit limfosit sekitar 8 Gy[20,21].

Gambar 2. Fase G0 Dari Siklus Sel Yang Menunjukkan Fase


Dimana Sebagian Besar Sel Limfosit Berada Pada Fase ini

Mikronuklei
Mikronuklei (Gambar 3) adalah partikel
dalam sitoplasma yang mengandung bahan
yang sama dengan inti utama. Mereka tidak
termasuk dalam inti utama selama mitosis
karena kehilangan sentromer (fragmen
asentrik), atau lebih dari satu sentromer,
ataupun kekurangan kinetochore (centromer)
atau fiber gulungan yang terluka. Setelah
pajanan radiasi, mikronuklei dapat terlihat
dalam semua jenis sel. Di masa lalu, kendala
besar dalam menentukan mikronuklei dalam sel
limfosit adalah tidak dapat membedakan antara
sel limfosit yang telah terstimulasi, limfosit Gambar 3. Mikronuklei (Bulatan Kecil Di Samping
yang membelah sekali, dan limfosit yang Dua Inti Sel Di Dalam Sitoplasma)
membelah lebih dari sekali. Hal ini ditemukan Yang Diandalkan Oleh Para Peneliti
terutama pada fraksi limfosit yang tidak Sebagai Dosimeter Biologi
terstimulasi yang menyebabkan ketidak pastian Mirip dengan situasi untuk disentrik,
dalam memperkirakan dosis, karena tidak akan diharapkan setiap laboratorium melakukan uji
ada mikronuklei yang diharapkan terbentuk mikronuklei sebagai dosimeter biologi dalam
dalam limfosit tersebut. Masalah serius ini rangka menyusun kurva dosis-respon untuk
kemudian dapat diatasi dengan memberikan berbagai macam kualitas radiasi dan kondisi
cytochalasin-B ke dalam medium kultur[21]. pajanan. Kelebihan dari uji mikronuklei adalah
Cytochalasin-B mencegah pembelahan sel cepat dan relatif mudah. Otomatisasi
tanpa mengganggu pembelahan inti. Dengan dimungkinkan di masa mendatang. Paling tidak
demikian, semua limfosit yang membelah satu data in vitro mikronuklei sangat berguna
kali setelah pajanan radiasi akan menunjukkan sebagai dosimeter biologi[22]. Ada kemungkinan
dua inti dalam sitoplasma dan mikronuklei digunakan untuk mengetahui radiosensitivitas
hanya dihitung pada sel dengan dua inti[11]. setiap individu[23].
Setelah ditemukan sitochalasin-B maka
perkembangan uji mikronuklei sangat pesat.
Jika tingkat pajanan setiap individu untuk

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN 66 Yanti Lusiyanti dkk


SEMINAR NASIONAL III
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

frekuensi mikronuklei dapat diperoleh maka sejumlah sel darah menurun sesuai dengan
pajanan serendah 0,05 Gy dapat terdeteksi. sensitivitas dan angka harapan hidup, dimana
Tanpa control ini maka informasi tingkat limfosit yang pertama bereaksi, diikuti
deteksi 0,1 Gy akan lebih realistic. Kekurangan granulosit, trombosit dan terakhir etritrosit[25].
dari uji mikronuklei adalah bahwa untuk setiap Hal paling penting dalam diagnosa awal adalah
sel maka tidak sesensitif aberasi kromosom, laju hilangnya limfosit dan untuk prognosa
tetapi lebih banyak sel perlu dihitung dalam jumlah neutrofil dan platelet setelah beberapa
waktu tertentu. Dosis yang tinggi mengganggu hari[11].
pembelahan atau bahkan mitosis sekalipun. Kelebihan dari uji ini adalah bahwa
Pembedaan antara papara total dan sebagian sistem ini berperan sekali terutama karena
tubuh lebih sulit dilakukan dibandingkan kinetika kehilangan sel darah perifer akan
dengan aberasi kromosom dimana mikronuklei memberikan petunjuk bagi seorang dokter
menunjukkan over-dispersi[11]. mengenai informasi prognosa yang penting dan
pengobatan penderita. Karena hitung sel darah
Uji Fragment dengan Premature
telah digunakan secara rutin dan disamping itu
Chromosome Condensation (PCC)
banyak personil telah terlatih dalam
Penggabungan sel berinti satu darah menanganinya secara cepat. Perubahan
perifer dengan sel Chinese Hamster Ovary frekuensi sel darah yang terjadi cukup cepat
(CHO) mitotik pada kondisi bantuan polietilen dapat mendukung keputusan terapi korban
glikol (PEG) akan menyebabkan kondensasi kecelakan radiasi. Kekurangannya bahwa
prematur kromosom sel inter-fase[24]. Membran sensitivitasnya yang rendah. Pada umumnya
inti akan terlarut dengan cepat dan setelah diperlukan dosis lebih dari 1 Gy untuk
kromatin berkondensasi sempurna maka akan menyebabkan perubahan cacah darah.
muncul 46 kromosom kromatid-tunggal. Efek Variabilitasnya juga ditemukan dalam
radiasi akan dimanifestasikan sebagai fragment pencacahan sel darah tersebut. Untuk pajanan
yakni bahan kromatid yang melebihi 46 akut hal ini sulit dilakukan karena efek akutnya
kromosom kromatid dan dipergunakan sebagai tidak muncul. Perkiraan efek stokastik
petunjuk kerusakan sitogenetik. Kelebihan dari (karsinogenik dan risiko genetic) pun tidak
dari PCC adalah bahwa tidak diperlukan mudah dilakukan. Di samping itu tidak bisa
stimulasi pembelahan sel untuk mengevaluasi membedakan antara pajanan seluruh tubuh atau
kerusakan sitogenetik. Hal ini berlawanan parsial[11].
dengan aberasi kromosom atau mikronuklei
Sel-Sel Sperma
dalam limfosit. PCC juga menghindari
kesulitan dalam keberhasilan stimulasi dan juga Beberapa tahapan perkembangan
analisisnya jauh lebih cepat. Hasil dapat spermatogonia menjadi spermatid adalah sangat
diperoleh dalam 2 jam setelah pengambilan radiosensitif. Hal ini terutama ditemukan pada
0,5ml darah. Metode ini juga sesuai seklai efek radasi pada fraksi yang berbeda tahap
untuk papara dosis tinggi (melebihi 5 Gy) perkembangan fase S yang dapat diukur dengan
karena sel tidak perlu mencapai mitosis. sitometri alir dalam waktu singkat (15 menit)
Kekurangan dari teknik PCC adalah proses dan cara yang tepat. Dosis radiasi serendah
penggabungan yang kadangkala sulit, sekaligus 0,1Gy dapat terdeteksi. Keunggulan dari uji
menyebabkan seleksi sel[11]. sperma ini adalah sensitivitasnya yang
Komponen Hematopoietik cenderung tinggi dan hanya dibutuhkan waktu
pendek untuk analisis. Dan kenyataan bahwa
Pada kondisi tubuh biasa, kehilangan sel pajanan radiasi pada gonad diukur tidak lagi
dalam darah perifer akibat makanan maupun merupakan keunggulan utama karena diketahui
umur diseimbangkan oleh produksi sel darah risiko genetic pada manusia mungkin jauh lebih
sari sel stem terutama dalam sumsum tulang. rendah daripada perkiraan semula. Kelemahan
Setelah pajanan radiasi aktivitas mitotik sel dari uji ini adalah memilki kendala yakni hanya
stem terhambat atau berhenti sama sekali serta untuk populasi laki-laki, testis pun dipastikan
namun bergatung pada dosis radiasinya. berada pada medan radiasi,. Metodenya
Disamping itu, fraksi limfosit perifer akan invasive dan memerlukan peralatan mahal (flow
memicu kematian inter-fase. Dengan demikian, cytometer). Analisis segera setelah pajanan

Yanti Lusiyanti dkk 67 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN


SEMINAR NASIONAL III
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

(hingga 2 hari) tidak dimungkinkan. Tidak ada rambut displastik) ternyata kurang sensitif
informasi untuk manusia, dan data pada mencit (dosis radiasi berturut-turut 1-10 Gy dan 2-10
terbatas serta hanya untuk radiasi gamma dan Gy), dan efeknya memerlukan paling tidak 2-3
sinar-X, iradiasi akut dan dosis tunggal[26]. hari untuk ekspresi, dengan waktu optimum
antara 7-14 hari[27,28].
Sel Folikel Rambut
Komponen Biokimia Dalam Serum Darah
Kematian sel tergantung dosis dalam
folikel rambut dapat menyebabkan menipisnya Perubahan kadar komponen biokimia
rambut. Seseorang dapat mengukur persentase dalam serum darah dapat dijadikan sebagai
rambut displastik, jumlah aberasi kromosom indikator biologi akibat pajanan radiasi seperti
dalam epitel rambut dan jumlah kematian sel amilase dan diamine oksidase (DAO), tetapi
(apoptosis) folikel atau lebar rambut serta kedua indikator tersebut tidak bersifat spesifik
jumlah inti sel dalam medula rambut. Kelebihan untuk radiasi, ketergantungan dengan metode
dari uji ini adalah bahwa sistem ini sangat penetuannya, serta variabilitas konsentrasi yang
menarik karena rambut dapat dengan mudah tinggi dari molekul yang diuji. Di samping itu,
ditemukan pada hampir seluruh tubuh. nutrisi, pengobatan, stress dan lainnya juga
Sehingga pajanan parsial dapat diketahui, sangat mempengaruhi konsentrasi biokimia
bahkan yang lebih penting adalah identifikasi cairan tubuh. Amilase mengalami peningkatan
lokasi yang tepat dari pajanan. Informasi sampai 10 kali pada pasien yang menjalani
jumlah dosis radiasi dapat disimpan dalam radioterapi dimana kelenjar parotid termasuk
waktu lama, paling tidak jika lebar rambut dalam lapangan radiasi. Konsentrasi tertinggi
dapat diketahui. Kekurangannya adalah sistem terjadi dalam waktu 24–36 jam setelah pajanan
indikator paling sensitif (kematian sel folikel sampai 1 Gy (Gambar 4). Dosis fraksinasi
rambut, dan dosis antara 0,05-1 Gy) hanya radioterapi sekitar 1-2 Gy/hari menyebabkan
dapat diperoleh dengan tindakan invasif dan kerusakan kelenjar parotid dan penurunan
aplikasinya terbatas oleh waktu. Sedangkan konsentrasi amilase[29].
indikator yang mudah diperoleh (lebar rambut,

Gambar 4. Kandungan Amilase Dalam Serum Sebagai Fungsi Hari


Pada Pasien Yang Menerima Radioterapi Dengan 4 Variasi Fraksinasi

Diamine oksidase (DAO) adalah enzim responnya pasca pajanan radiasi belum diteliti.
dalam serum yang juga berpotensi sebagai Sejumlah indikator serum yang lain juga telah
dosimeter biologi. DAO diproduksi oleh vili diuji pada pasien yang menjalani radioterapi
usus halus selama pembelahan dan differensiasi namun hasil yang didapat masih sulit untuk
sel. Pada manusia, konsentrasi DAO telah diintrepretasikan.
digunakan untuk memantau pengaruh
kemoterapi pada usus manusia, namun

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN 68 Yanti Lusiyanti dkk


SEMINAR NASIONAL III
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

Komponen Urin menginterpretasi data, atau pada kasus dimana


seseorang diduga telah terkena pajanan radiasi
Perubahan pada komponen urin yang
namun tidak mengenakan dosimeter.
dapat dijadikan sebagai indikator biologi akibat
International Atomic Energy Agency (IAEA)
pajanan radiasi adalah kenaikan kandungan
telah lama menganjurkan untuk memanfaatkan
kreatinin, histamin, taurin, amilase, dan
dosimetri biologi ini sejak tahun 1978 melalui
prostaglandin. Terjadinya kenaikan kandungan
berbagai macam program yang ditawarkan.[24]
kreatinin pasca iradiasi terjadi pada manusia
Selama bertahun-tahun telah dilakukan
namun ternyata kenaikan tersebut dapat juga
penyempurnaan yang menjadikan analisis
sebagai akibat aktivitas olahraga atau
disentrik menjadi komponen penting dalam
kelaparan. Kenaikan kandungan histamin juga
program proteksi radiasi di seluruh negara
dapat terjadi pada darah pasien yang menerima
anggota IAEA. Sangat pentingnya pemanfaatan
radioterapi. Pada tikus dilaporkan bahwa
teknik ini telah terbukti dalam ribuan kasus
kenaikan histamin dalam urin terjadi pada hari
pemaparan berlebihan terduga yang
pertama setelah terkena pajanan sinar gamma
menunjukkan keandalan metode ini dan
Co-60 dosis 9 Gy. Metode ini belum
sekaligus memperbaiki keunggulannya.
memberikan hasil deteksi yang memuaskan
Indikator serum dan urin merupakan indikator
karena parameter tersebut tidak
yang kurang spesifik terhadap pajanan radiasi
memperlihatkan hasil yang konstan terhadap
namun demikian dapat digunakan sebagai data
radiasi[29].
pendukung dalam pengumpulan data analisa
PENUTUP indikator biologi akibat pajanan radiasi.
Sejumlah komponen biologi akan DAFTAR PUSTAKA
mengalami perubahan setelah pajanan radiasi
1. SYAIFUDIN, M. dan LUSIYANTI, Y., 2004,
sebagai akibat langsung dari kerusakan radiasi ”Nuklir Mengabdi Kemanusiaan”, Buletin
dan sebagai respon untuk proses perbaikan atau ALARA, Vol. 6 No. 1, Agustus.
regenerasi sel. Indikator hematopoitik yang
umum digunakan sebagai indikasi pajanan 2. RAO, B.S. and NATARAJAN, A.T., 2001,
radiasi adalah hitung limfosit absolut, neutrofil, Retrospective Biological Dosimetry Of
Absorbed Radiation, Radiation Protection
pletelet, dan sel darah merah. Sedangkan
Dosimetry, 95, 17-23.
indikator yang telah dianggap handal dalam
memperkirakan dan menunjukkan kerusakan 3. NATARAJAN, A.T. and KESAVAN, P., 2005,
sesungguhnya adalah metode analisis aberasi “Cytogenetics For Dosimetry In Cases Of
kromosom dalam limfosit darah perifer. Radiation Accidents And Assessing The
Dengan metode ini dapat diperkirakan dosis Safety Of Irradiated Food Material”, Current
Science, 89 (2), 360-365.
pajanan radiasi yang diterima individu pada
kasus kedaruratan nuklir. 4. HALL, E.J., 1994, Radiobiology For The
Telah dibahas juga metode analisis dan Radiologist, Edisi ke-empat, Lippincott
beberapa uji dengan masing-masing Williams & Wilkins, Philadelphia USA.
keunggulan dan kekurangannya. Namun semua 5. NIKJOO, H., O’NEILL, P., GOODHEAD, D.T.
yang dibahas tersebut masih terbatas terutama and TERRISSOL, M., 1997, “Computational
pada pengalaman pada manusia, kecuali sel Modeling Of Low-Energy Electron-Induced
limfosit darah perifer untuk analisis aberasi DNA Damage By Early Physical And
kromosom. Karena kelemahannya, maka tidak Chemical Events”, Int. J. Radiat. Biol. 71 (5),
hanya mengandalkan indikator biologik di atas 467-483.
tetapi diperlukan kajian hingga tingkat 6. FRANKENBERG, D., FRANKENBERG-
molekuler[24]. Di antara sejumlah indikator SCHWAGER, M., BLOECHER, M., and
biologik yang telah dibahas di atas, analisis HABBICH, R., 1981, “Evidence For DNA
aberasi kromosom merupakan metode Double Strand Breaks As The Critical Lesion
pengkajian dosis radiasi pengion yang paling In Yeast Cells Irradiated With Sparsely Or
dapat diandalkan. Indikator ini sangat berguna Densely Ionizing Radiation Under Oxic Or
dalam mengisi kesenjangan teknologi dosimetri Anoxic Conditions”, Radiation Research, 88,
terutama jika ditemui kesulitan dalam 524-532.

Yanti Lusiyanti dkk 69 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN


SEMINAR NASIONAL III
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

7. THACKER, J., 1992, “Radiation-Induced PLESHANOV, P., and NELSON,D.O., 2001,


Mutation In Mammalian Cells At Low Doses “Evaluation Of Three Somatic Genetic
And Dose Rates”, Advances in Radiation Biomarkers As Indicators Of Low Dose
Biology, 16, 77-124. Radiation Effects In Clean-Up Workers Of
The Chernobyl Nuclear Reactor Accident”,
8. NATARAJAN, A.T., 1994, “Recent Radiation Protection Dosimetry,97(1),61-67.
Development In The Assessment Of
Chromosomal Damage”, Int. J. Radiat. Biol., 18. BEDFORD, J.S., 1991, “Sublethal Damage,
66, 615-624. Potentially Lethal Damage, And
Chromosomal Aberrations In Mammalian
9. WARD, J.F., 1988, “DNA Damage Produced By Cells Exposed To Ionizing Radiation”, Int. J.
Ionizing Radiation In Mammalian Cells: Radiation Oncology Biol. Phys., 21, 1457-
Identities, Mechanisms Of Formation And 1469.
Repairability”, Progress in Nucleic Acid and
Molecular Biology, 35, 95-125. 19. OBE, G., JOHANNES, I., JOHANNES, C.,
HALLMAN, K., REITZ, G., and FACIUS,
10. PRIEUR-CARILLO, G., CHU, K., R., 1997, “Chromosomal Aberrations In
LINDQVIST, J. and DEWEY, W.C., 2003, Blood Lymphocytes Of Astronauts After
“Computerized Video Time-Lapse (CVTL) Long-Term Space Flights”, International
Analysis Of The Fate Of Giant Cells Journal of Radiation Biology, 72(6), 727-734.
Produced By x-Irradiating EJ30 Human
Bladder Carcinoma Cells”, Radiation 20. WANG, Z.Z., LI, W.J., ZHANG, H., YANG,
Research, 159, 705-712. J.S., QIU, R., and WANG, X., 2006,
“Comparison Of Clonogenic Assay With
11. MULLER, W.U., and STEFFER, C., 1991, Premature Chromosome Condensation Assay
“Biological Indicators For Radiation In Prediction Of Human Cell
Damage”, International Journal of Radiation Radiosensitivity”, World Journal of
Biology, 59, 863-873. Gastroenterology, 12(16), 2601-2605.
12. BARBOSA, I.S., MAGNATA, S.P., AMARAL, 21. FENECH, M. and MORLEY, A.A., 1985,
A., SOTERO, G. and MELO H.C., 2005, “Measurement Of Micronuclei In
“Dose Assessment By Quantification Of Lymphocytes”, Mutation Research, 147, 29-
Chromosome Aberrations And Micronuclei 36.
In Peripheral Blood Lymphocyte From
Patients Exposed To Gamma Radiation”, 22. PROSSER, J.S., MOWUET, J.E., LLOYD, D.C.
Genetics and Molecular Biology, 28, 452- and EDWARDS, A.A., 1988, “Radiation
457. Induction Of Micronuclei In Human
Lymphocytes”, Mutation Research, 199, 17-
13. NOWELL, P.C., 1960, “Phytohemagglutinin-An 45.
Initiator Of Mitosis In Cultures Of Normal
Human Leukocytes”, Cancer Research, 20, 23. ROSIN, M.P. and OCHS, H.D., 1986, “In Vivo
462-466. Chromosomal Instability In Ataxia-
Telangiectasia Homozygotes And
14. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY Heterozygotes”, Human Genetics, 74, 335-
AGENCY, 2001, “Cytogenetic Analysis For 340.
Radiation Dose Assessment”, Technical
Report Series no. 405, Vienna. 24. PANTELIAS, G.E. and MAILLIE, H.D., 1984,
“The Use Of Peripheral Blood Mononuclear
15. AMARAL, A., 2002, “Trends In Biological Cell Prematurely Condensed Chromosomes
Dosimetry: An Overview”, Braz Arch Biol For Biological Dosimetry”, Radiation
Technol, 45, 119-124. Research, 99, 140-150.
16. KODAMA, Y., PAWEL, D., NAKAMURA, N., 25. HACKER-KLON, U., GOHDE, W., and
PRESTON, D., HONDA, T., ITOH, M., SCHUMANN, J., 1984, “Mammlian
NAKANO, M., OHTAKI, K., FUMAMOTO, Spermatogenesis As A Biological Dosimeter
S., and Awa AA, 2001, “Stable Chromosome For Ionizing Radiation, Dalam : Biological
Aberrations In Atomic Bomb Survivors: Dosimetry”, (W.G. Eisert and M.L.
Results From 25 Years Of Investigation”, Mendelsohn Ed.), Springer Verlag, Berlin,
Radiation Research, 156(4), 337-346. pp. 127-137.
17. JONES, I.M., TUCKER, J.D., LANGLOIS,
R.G., MENDELSOHN, M.L.,

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN 70 Yanti Lusiyanti dkk


SEMINAR NASIONAL III
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

26. POTTEN, C.S., GENG, L. And TAYLOR, P., kronologi paparan dan analisis darah yang
1990, “Hair Medullary Cell Counts: A lanjut tentang leukosit dan yang lainnya
Simple And Sensitive Indicator Of Radiation untuk memberikan rekomendasi yang
Exposure”, International Journal of Radiation tepat.
Biology, 57, 13-21.
2. Sampel biologi yang dipakai adalah darah,
27. KHAN, R.F., RINK, W.J., and BOREHAM, kuku, gigi, sperma, urin serta rambut.
D.R., 2003, “Biophysical Dose Measurement 3. Pemilihan didasarkan pada beberapa factor
Using Electron Paramagnetic Resonance In seperti perolehannya invasive/noninvasive,
Rodent Teeth”, Appl Radiat Isot, 59 (2–3), sensitivitas, kecepatan dan keakuratan
189–196. metode yang digunakan serta biaya yang
28. DONS, R.F., and CERVENY,T.J., 1989, “Triage diperlukan.
And Treatment Of Radiation Injured Mass
Casualities”, Dalam : Walker, R.I., Cerveny,
T.J. ed., Medical Consequences of Nuclear
Warfare, TMM Publication, Maryland, 37-
54.
29. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY
AGENCY, 2001, “Cytogenetic Analysis For
Radiation Dose Assessment A Manual”,
Technical Reports Series No. 405, Vienna,
Austria.

TANYA JAWAB

Pertanyaan:
1. Apakah ada data di lingkungan BATAN
tentang populasi pegawai BATAN yang
telah terkena paparan radiasi, pegawai
yang tidak terkena paparan radiasi dan
masyarakat umum yang dekat lingkungan
reactor dan masyarakat umum yang jauh
dari reactor sehingga bisa dipercaya bahwa
adanya paparan radiasi meningkatkan
resiko mengalami abrasi kromosom serta
meningkatkan resiko terkena penyakit
kosmis yang disebabkan oleh radiasi
nuklir? (Sony H Sumarsono)
2. Sampel biologi yang digunakan apa saja?
(Sudaryo)
3. Apa dasar pemilihannya sampel?
(Sudaryo)

Jawaban :
1. Data di BATAN baru diperoleh dari
pekerja radiasi dan non-radiasi (staf biasa)
yang merupakan pegawai PT. BATEK
yang di duga terkena paparan radiasi
berlebihan. Data dari anggota masyarakat
di dekat reactor belum ada namun ada
rencana untuk kesana. Jika ada indikasi
kelainan kromosom maka dirujuk ke
dosimeter fisik dan riwayat bekerja serta

Yanti Lusiyanti dkk 71 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN


SEMINAR NASIONAL III
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 21-22 NOVEMBER 2007
ISSN 1978-0176

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN 72 Yanti Lusiyanti dkk

Anda mungkin juga menyukai