Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada pasien yang muda, gangguan pada satu organ akan menimbulkan
berbagai gejala tetapi pada pasien geriatri terdapat hubungan yang rumit.
Gangguan pada lebih dari satu organ bisa saja hanya menimbulkan satu gejala
(Kubo et al., 2005). Istilah geriatri (geros = geriatri, iatreia =
merawat/merumat), pertama kali digunakan oleh Ignas Leo Vascher, seorang
dokter Amerika pada tahun 1909. Tetapi ilmu geriatri ini baru dikatakan
berkembang dengan nyata pada tahun 1935 di Inggris oleh seorang dokter
wanita, Marjorie Warren dari West-Middlesex Hospital yang dianggap sebagai
pelopornya (Pranarka, 2011).
Saat ini ilmu geriatri menjadi sangat penting untuk dipahami oleh tenaga
kesehatan karena jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia yang semakin
meningkat (Setiati, 2013). Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas, 2014), jumlah lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa atau 8,03%
dari seluruh penduduk Indonesia sehingga termasuk negara dengan struktur
penduduk menuju tua atau ageing population. Hal ini juga mempengaruhi angka
harapan hidup yang meningkat mencapai 70,7 tahun (BPS, 2015). Diperkirakan
persentase lansia di Indonesia akan mencapai 11,34% pada tahun 2020 dan
Indonesia akan menjadi negara ke-5 yang paling banyak jumlah lansianya pada
tahun 2025.
Penyakit kronis didefinisikan World Health Organization (WHO) sebagai
penyakit dengan durasi yang lama dan biasanya menunjukkan progesifitas yang
lambat (Singh, 2008). Penyakit kronis berupa penyakit jantung, stroke, kanker,
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis), dan diabetes menempati urutan
tertinggi sebesar 61% di Indonesia sebagai penyebab kematian pada tahun 2002
(WHO, 2002).
Penyakit akut terjadi secara mendadak dalam waktu singkat dan biasanya
merupakan serangan penyakit yang serius. Bila digunakan untuk nyeri, akut
digunakan untuk menggambarkan rasa sakit yang hebat dan teramat sangat.

1
Masalah kesehatan pada penduduk lanjut usia bervariasi, baik dari segi
proses fisiologis maupun patologi kerentanan terhadap penyakit kronis dan
infeksi akut akan meningkat sejalan dengan proses penuaan. Keadaan ini
diperparah oleh menurunnya system pertahanan tubuh.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah definisi dari geriatric?
1.2.2 Bagaimanakah proses penuaan?
1.2.3 Apa sajakah perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia?
1.2.4 Apa sajakah permasalahan pada lansia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari geriatri
1.3.2 Untuk mengetahui proses penuaan
1.3.3 Untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
1.3.4 Untuk mengetahui permasalahan pada lansia

2
BAB II
KAJIAN TEORI, ANALISIS JURNAL DAN REKOMENDASI

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Geriatri
Istilah geriatri pertama kali digunakan oleh Ignas Leo Vascher pada tahun
1909. Namun ilmu geriatri sendiri, baru berkembang pada tahun 1935. Pada
saat itulah diterapkan penatalaksanaan terpadu terhadap penderita-penderita
lanjut usia (lansia) dilengkapi dengan latihan jasmani dan rohani (Martono
dan Pranarka, 2010).
Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang berusia lebih dari 60 tahun
serta mempunyai ciri khas multipatologi, tampilan gejalanya tidak khas, daya
cadangan faali menurun, dan biasanya disertai gangguan fungsional.
Penderita geriatri berbeda dengan penderita dewasa muda lainnya, baik dari
segi konsep kesehatan maupun segi penyebab, perjalanan, maupun gejala dan
tanda penyakitnya sehingga, tatacara diagnosis pada penderita geriatri
berbeda dengan populasi lainnya (Penninx et al., 2004).

2.1.2 Proses Penuaan


Proses menua pada seseorang sebenarnya sudah mulai terjadi sejak
pembuahan atau konsepsi dan berlangsung sampai saat kematian. Proses menua
(aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah secara umum maupun kesehatan
jiwa secara khusus pada usia lanjut (Kuntjoro, 2004).
Dengan demikian manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan
terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
stuktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti, hipertensi,
aterosklerosis, diabetes melitus dan kanker yang akan menyebabkan kita
menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke,
infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya (Martono dan
Darmojo, 2004).

3
2.1.3 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Boedi Darmojo (2004), menjadi tua bukanlah suatu penyakit atau
sakit, tetapi suatu perubahan dimana kepekaan bertambah atau batas
kemampuan beradaptasi menjadi berkurang yang sering dikenal dengan
geriatric giant yang merupakan suatu sindroma geriatri.
Sindroma geriatri adalah kumpulan gejala mengenai kesehatan yang
sangat sering dikeluhkan oleh para lanjut usia dan/atau keluarganya.
Sindroma itu bukanlah suatu penyakit, sehingga diperlukan upaya
penanganan lebih lanjut untuk mencari penyakit yang mendasari timbulnya
sindroma tersebut. Terdapat beberapa masalah tersering yang dialami oleh
populasi geriatri diantaranya immobilitas (immobility), impaksi (impaction),
ketidakseimbangan (instability), iatrogenik (iatrogenic), kemunduran
intelektual (intellectual impairment), gangguan/susah tidur (insomnia),
inkontinensia (incontinence), menutup diri (isolation), impoten (impotence),
menurunnya sistem imun (imuno-defficiency), mudah terkena infeksi,
malnutrisi (inanition), serta gangguan pengelihatan, pembauan, pendengaran
dan lain-lain (Solomon et al., 1994, Kuswardhani et al., 2008).
1. Immobility (kurang bergerak)
 Keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih.
 Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, masalah psikologis, depresi atau
demensia.
 Komplikasi yang timbul adalah luka di bagian yang mengalami
penekanan terus menerus timbul lecet bahkan infeksi, kelemahan otot,
kontraktur/kekakuan otot dan sendi, infeksi paru-paru dan saluran
kemih, konstipasi dan lain-lain.
 Penanganan: latihan fisik, perubahan posisi secara teratur,
menggunakan kasur anti dekubitus, monitor asupan cairan dan
makanan yang berserat.

4
2. Impaction (sulit buang air besar)
 Faktor yang mempengaruhi: kurangnya gerak fisik, makanan yang
kurang mengandung serat, kurang minum, akibat obat-obat tertentu dan
lain-lain.
 Akibatnya pengosongan usus menjadi sulit atau isi usus menjadi
tertahan, kotoran dalam usus menjadi keras dan kering dan pada keadaan
yang berat dapat terjadi penyumbatan didalam usus dan perut menjadi
sakit.
3. Instability (Instabilitas dan Jatuh)
 Penyebab jatuh misalnya kecelakaan seperti terpeleset,
sinkop/kehilangan kesadaran mendadak, dizzines/vertigo, hipotensi
orthostatik, proses penyakit dan lain-lain.
 Dipengaruhi oleh faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien
misalnya kekakuan sendi, kelemahan otot, gangguan pendengaran,
penglihatan, gangguan keseimbangan, penyakit misalnya hipertensi,
DM, jantung,dll ) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di
lingkungan misalnya alas kaki tidak sesuai, lantai licin, jalan tidak rata,
penerangan kurang, benda-benda dilantai yang membuat terpeleset dll).
 Akibat yang ditimbulkan akibat jatuh berupa cedera kepala, cedera
jaringan lunak, sampai patah tulang yang bisa menimbulkan imobilisasi.
 Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan
riwayat jatuh adalah: mengobati berbagai kondisi yang mendasari
instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa
latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang
sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan
yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin.
4. Iatrogenic (penyakit karena pemakaian obat-obatan)
 Lansia sering menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga
membutuhkan obat yang lebih banyak, apalagi sebagian lansia sering
menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan
dokter sehingga dapat menimbulkan penyakit.

5
 Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari
interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa.
5. Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti Demensia dan
Delirium)
 Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang
disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan
gangguan tingkat kesadaran sehingga mempengaruhi aktifitas kerja dan
sosial secara bermakna.
 Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia mencakup
berkurangnya kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau
mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh, pasien
menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas.
 Faktor risiko: hipertensi, DM, gangguan jantung, PPOK dan obesitas.
 Sindroma derilium akut adalah sindroma mental organik yang ditandai
dengan gangguan kesadaran dan atensi serta perubahan kognitif atau
gangguan persepsi yang timbul dalam jangka pendek dan berfluktuasi.
 Gejalanya: gangguan kognitif global berupa gangguan memori jangka
pendek, gangguan persepsi (halusinasi, ilusi), gangguan proses pikir
(diorientasi waktu, tempat, orang), komunikasi tidak relevan, pasien
mengomel, ide pembicaraan melompat-lompat, gangguan siklus tidur.
6. Insomnia (Sulit tidur)
 Dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang menyebabkan
seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga dapat
menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan gangguan kelenjar
thyroid, gangguan di otak juga dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur
yang sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
 Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh lansia
yaitu sulit untuk masuk kedalam proses tidur, tidurnya tidak dalam dan
mudah terbangun, jika terbangun sulit untuk tidur kembali, terbangun
dini hari, lesu setelah bangun di pagi hari.
 Agar bisa tidur: hindari olahraga 3-4 jam sebelum tidur, santai
mendekati waktu tidur, hindari rokok waktu tidur, hindari minum

6
minuman berkafein saat sore hari, batasi asupan cairan setelah jam makan
malam ada nokturia, batasi tidur siang 30 menit atau kurang, hindari
menggunakan tempat tidur untuk menonton tv, menulis tagihan dan
membaca.
7. Incontinence Urin dan Alvi (Beser BAB dan BAK)
 Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga
menimbulkan masalah sosial dan atau kesehatan.
 Inkontinensia urin akut terjadi secara mendadak dapat diobati bila
penyakit yang mendasarinya diatasi misalnya infeksisaluran kemih,
gangguan kesadaran, obat-obatan, masalah psikologik dan skibala.
 Inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau
ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses melalui
anus, penyebab cedera panggul, operasi anus/rektum, prolaps rektum,
tumor dll.
 Pada inkontinensia urin ntuk menghindari sering mengompol pasien
sering mengurangi minum yang menyebabkan terjadi dehidrasi.
8. Isolation (Depression)
 Isolation (terisolasi) / depresi, penyebab utama depresi pada lanjut usia
adalah kehilangan seseorang yang disayangi, pasangan hidup, anak,
bahkan binatang peliharaan.
 Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan,
menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga yang
mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien
akan merasa hidup sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat
melakukan usaha bunuh diri akibat depresi yang berkepajangan.
9. Impotence (Gangguan seksual), Impotensi/ ketidakmampuan melakukan
aktivitas seksual pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan
organik seperti gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah dan juga
depresi
10. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh),Daya tahan tubuh
menurun bisa disebabkan oleh proses menua disertai penurunan fungsi

7
organ tubuh, juga disebabkan penyakit yang diderita, penggunaan obat-
obatan,keadaan gizi yang menurun.
11. Infection (infeksi)
 Pada lanjut usia terdapat beberapa penyakit sekaligus, menurunnya daya
tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasipada
lanjut usia sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda
infeksi secara dini.
 Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan
meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada
usia lanjut, malah suhu badan yang rendah lebih sering dijumpai.
 Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa
konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-
tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering
terjadi pada pasien usia lanjut.
12. Inanition (malnutrisi), Asupan makanan berkurang sekitar 25% pada usia
40-70 tahun. Anoreksia dipengaruhi oleh faktor fisiologis (perubahan rasa
kecap, pembauan, sulit mengunyah, gangguan usus dll), psikologis (depresi
dan demensia) dan sosial (hidup dan makan sendiri) yang berpengaruh pada
nafsu makan dan asupan makanan.
13. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatandan penciuman)
 Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada lanjut usia dan
menyebabkan pasien sulit untuk diajak komunikasi
 Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatri adalah
dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan
bedah berupa implantasi koklea.
 Gangguan penglihatan bisa disebabkan gangguan refraksi, katarak atau
komplikasi dari penyakit lain misalnya DM, HT dll, penatalaksanaan
dengan memakai alat bantu kacamata atan dengan operasi pada katarak.

8
2.1.4 Permasalahan pada lansia
Penyakit kronis adalah suatu keadaan yang menyebabkan kesakitan dan kematian
yang membutuhkan pengobatan dan peralatan dalam jangka waktu yang lama,
jarang sembuh total, dan berangsur-angsur memburuk yang menyebabkan
ketidakmampuan dan keterbatasan fisik sehingga mengakibatkan penurunan
kualitas hidup yang sering terjadi pada lansia.
Beberapa penyakit yang termasuk dalam penyakit kronis yaitu penyakit jantung,
stroke, gangguan pernapasan kronis, kanker dan diabetes. Penyakit kronis biasanya
dialami oleh dewasa menengah dan lansia, penyakit kronis biasanya terjadi pada
usia 50 tahun ke atas, yakni dengan penyakit gagal jantung kongestif, penyakit
ginjal, stroke, kanker, penyakit muskuloskeletal, depresi dan diabetes.
Pada usia lanjut penyakit kronis merupakan gabungan dari kelainan-kelainan
yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
diri serta mempertahankan fungsi struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak
bertahan terhadap penyakit dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Depkes
RI, 2013).
Istilah akut bila digunakan untuk penyakit adalah penyakit yang terjadi secara
mendadak dalam waktu singkat dan biasanya merupakan serangan penyakit
yang serius. Bila digunakan untuk nyeri, akut digunakan untuk menggambarkan
rasa sakit yang hebat dan teramat sangat.
Lanjut usia diukur menurut usia kronologis, fisiologis dan kematangan mental.
Ketiga hal tersebut seringkali tak berjalan sejajar seperti yang diharapkan. Dalam
ilmu geriatri yang dianggap penting adalah usia fisiologis seseorang bukan usia
kronologisnya. Meskipun demikian, dengan berjalannya waktu, manusia berupaya
dengan segala macam cara agar sedapat mungkin dapat menunda atau
memperlambat proses penuaan, dengan begitu angka mortalitasnya pun dapat
menurun (Martono dan Pranarka, 2010).
Pada populasi usia lanjut konsep kesehatan agak berbeda dengan konsep
kesehatan pada populasi lain. Pada populasi usia lanjut ini terdapat pengertian
status/kapasitas fungsional yang dimanifestasikan dengan aktivitas hidup sehari-
hari. Kapasitas fungsional merupakan keadaan lansia sebagai akibat dari interaksi
antara fungsi kesehatan fisik, psikologik, sosial-ekonomi dan religius spiritual.

9
Interaksi dari hal-hal tersebut merupakan gambaran kesehatan secara luas pada
usia lanjut (Martono dan Pranarka, 2010).
Ada beberapa permasalahan yang sering dihadapi oleh populasi geriatri
diantaranya:
a. Permasalahan dari Aspek Fisiologis
Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh faktor
kejiwaan sosial, ekonomi dan medik. Perubahan tersebut akan terlihat dalam
jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan keriput, rambut
beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh,
pendengaran berkurang, indra perasa menurun, daya penciuman berkurang,
tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang berakibat badan
menjadi bungkuk, tulang keropos, massanya dan kekuatannya berkurang dan
mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas menjadi pendek, terjadi
pengurangan fungsi organ di dalam perut, dinding pembuluh darah menebal
sehingga tekanan darah tinggi, otot jantung bekerja tidak efisien, adanya
penurunan organ reproduksi terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi
menjadi lambat terutama pada pria, serta seksualitas tidak terlalu menurun.
b. Permasalahan dari Aspek Psikologis
Menurut Martono dan Pranarka (2010), beberapa masalah psikologis
lansia antara lain:
1) Kesepian (loneliness), yang dialami oleh lansia pada saat meninggalnya
pasangan hidup, terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan status
kesehatan seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama gangguan pendengaran harus dibedakan
antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak lansia hidup sendiri tidak
mengalami kesepian karena aktivitas sosialnya tinggi, lansia yang hidup
di lingkungan yang beranggota keluarga yang cukup banyak tetapi
mengalami kesepian.
2) Duka cita (bereavement), pada periode duka cita ini merupakan periode
yang sangat rawan bagi lansia. Meninggalnya pasangan hidup, teman
dekat, atau bahkan hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan
kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya memicu

10
terjadinya gangguan fisik dan kesehatannya. Adanya perasaan kosong
kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian suatu periode
depresi. Depresi akibat duka cita biasanya bersifat self limiting.
3) Depresi, persoalan hidup yang mendera lansia seperti kemiskinan, usia,
stress yang berkepanjangan, penyakit fisik yang tidak kunjung sembuh,
perceraian atau kematian pasangan, keturunan yang tidak bisa
merawatnya dan sebagainya dapat menyebabkan terjadinya depresi.
Gejala depresi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan dewasa muda,
dimana pada usia lanjut terdapat gejala somatik. Pada usia lanjut rentan
untuk terjadi: episode depresi berat dengan ciri melankolik, harga diri
rendah, penyalahan diri sendiri, ide faktor psikologik, sosial dan biologik.
Seorang usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja mengeluhkan mood
yang menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya depresi. Yang
sering terlihat adalah hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang,
tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri kecemasan dan
perlambatan motorik (Gumru and Arıcıoğlu, 2012).
4) Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia, gangguan
panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan
gangguan obsesif-kompulsif. Pada lansia gangguan cemas merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan biasanya berhubungan dengan sekunder
akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat atau gejala penghentian
mendadak suatu obat.
5) Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bisa terjadi
pada lansia, baik sebagai kelanjutan keadaan dari dewasa muda atau yang
timbul pada lansia.
6) Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering
terdapat pada lansia yang ditandai dengan waham (curiga) yang sering
lansia merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau tetangga
berniat membunuhnya. Parafrenia biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi atau diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
7) Sindroma diagnosis, merupakan suatu keadaan dimana lansia
menunjukkan penampilan perilaku yang sangat mengganggu. Rumah atau

11
kamar yang kotor serta berbau karena lansia ini sering bermain-main
dengan urin dan fesesnya. Lansia sering menumpuk barang-barangnya
dengan tidak teratur.

2.2 Analisa Jurnal


2.2.1 Jurnal 1
A. Judul Penelitian
Gambaran Polifarmasi Pasien Geriatri Dibeberapa Poliklinik RSUP Dr.
M. Djamil Padang
B. Peneliti
Aryaldy Zulkarnaini & Rose Dinda Martini
C. Ringkasan Jurnal
Obat-obatan adalah yang paling sering digunakan dan disalahgunakan
sebagai terapi untuk masalah kesehatan pada pasien geriatri. Layanan
kesehatan profesional bagian geriatri sangat bergantung pada
farmakoterapi untuk meringankan gejala, meningkatkan kualitas hidup
dan status fungsional, menyembuhkan atau pengelolaan penyakit yang
berpotensi untuk memperpanjang kelangsungan hidup.
Pada usia lanjut yang menderita lebih dari satu penyakit dan mendapat
berbagai macam obat secara bersamaan merupakan kelompok yang
rentan terhadap interaksi obat. Risiko interaksi obat meningkat sesuai
dengan jumlah obat yang diresepkan dan pasien geriatri biasanya
mendapatkan obat yang lebih banyak dibandingkan pasien usia lainnya.
Reaksi efek samping obat, termasuk interaksi obat pada pasien geriatri
yang merupakan masalah umum terjadi di rumah sakit dan merupakan
penyebab penting pada tingkat morbiditas dan mortalitas.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari peneliti adalah mengetahui gambaran penyakit kronis yang
multipatologis dengan prevalensi polifarmasi pada pasien geriatri di
poliklinik rawat jalan RSUP M.Djamil Padang.
E. Kelebihan Kekurangan
 Kelebihan

12
1. Pada penelitian ini dapat melihat gambaran dari hubungan penyakit
kronis yang multipatologi dengan prevalensi polifarmasi pada pasien
geriatric yang memiliki kontrol teratur ke poliklinik RS M.Djamil dalam
satu bulan.
 Kekurangan
1. Penelitian ini belum dapat mencatatkan secara terperinci kelompok
penyakit yang diderita oleh pasien geriatri, dan tidak menjelaskan
apakah pasien patuh dalam minum obat. Efek samping obat serta
interaksi obat dengan makanan, obat dengan obat, dan obat dengan
penyakit juga belum dilakukan pada penelitian ini.
F. Sumber
Jurnal Kesehatan Andalas. 2019 (http://jurnal.fk.unand.ac.id).

Pembahasan
A. Problem
Prevalensi polifarmasi telah dianalisis dalam banyak studi dengan
hasil yang berbeda dalam hal pengaturan klinis. Biasanya polifarmasi
ini terkait erat dengan jumlah penyakit atau multimorbiditi. Prevalensi
multimorbiditi pada pasien geriatri berkisar antara 35% menjadi 80%,
tergantung pada metode pengumpulan data, definisi dan kondisi kronis
multimorbiditi, jumlah dan kondisi kronis yang termasuk dalam analisis.
Proses penuaan menyebabkan terjadinya perubahan pada berbagai
organ di dalam tubuh seperti gastrointestinal, sistem genitouria, sistem
imunologi, sistem serebrovaskular, sistem saraf pusat dan sebagainya.
Penyakit pada populasi usia lanjut berbeda perjalanan dan
penampilannya dengan yang terdapat pada populasi lain, dimana
penyakit bersifat multipatologi, degeneratif, saling terkait, kronis,
cenderung menyebabkan kecatatan lama sebelum terjadinya kematian
dan dalam pengobatan sering terdapat polifarmasi. Pada usia lanjut yang
menderita lebih dari satu penyakit dan mendapat berbagai macam obat
secara bersamaan merupakan kelompok yang rentan terhadap interaksi
obat. Risiko interaksi obat meningkat sesuai dengan jumlah obat yang

13
diresepkan dan pasien geriatri biasanya mendapatkan obat yang lebih
banyak dibandingkan pasien usia lainnya.
B. Intervention
Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Jalan RSUP M.Djamil Padang.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional.
Populasi sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien geriatri (usia
≥ 60 tahun) yang datang ke Instalasi rawat jalan RSUP M.Djamil
Padang setiap hari rabu bulan April 2015, di poliklinik khusus geriatri,
poliklinik khusus rematologi, poliklinik jantung, poliklinik paru,
poliklinik syaraf, dan poliklinik urologi.
Kriteria inklusi adalah seluruh pasien dengan umur ≥ 60 tahun. Pasien
rawat jalan di poliklinik RSUP M.Djamil Padang. Pasien yang
menderita penyakit kronis yang berobat rutin setiap bulan. Kriteria
eklusi adalah pasien yang tidak mengambil resep obat dan pasien yang
diputuskan untuk dilakukan perawatan paliatif dirumah sakit.
C. Comparation
1. Penelitian di Jerman hanya 10 % prevalensi polifarmasi, disini
pengobatan berbasis pada asuransi kesehatan.
2. Di Norwegia prevalensi penggunaan polifarmasi sebanyak 47%
dalam penanganan penyakit, dan 57 % polifarmasi di swedia pada
pasien geriatric yang berumur lebih dari 75 tahun.
D. Outcome
Prevalensi polifarmasi sebanyak 64.72 % termasuk angka yang
tinggi. Tingginya angka polifarmasi pada penelitian ini mungkin karena
penelitian ini dilakukan pada pusat pengobatan rujukan dari berbagai
daerah karena memilki penyakit yang rumit atau multimorbiditas.
Risiko terjadinya interaksi obat meningkat sejalan dengan obat yang
diresepkan. Pasien dengan penyakit kritis dan pasien geriatri berisiko
tinggi untuk mengalami interaksi obat bukan hanya karena
mengkonsumsi obat yang lebih banyak, tetapi juga karena adanya
gangguan mekanisme homeostasis yang tidak memungkinkan untuk
menetralkan beberapa efek yang tidak diinginkan.

14
Pada penelitian ini penyakit jantung memiliki tingkat yang tinggi
untuk polifarmasi dan memiliki risiko ketergantungan obat dari
polifarmasi.

2.2.2 Jurnal 2
A. Judul Penelitian
Penyakit Kronis Lebih Dari Satu Menimbulkan Peningkatan Perasaan
Cemas Pada Lansia Di Kecamatan Cibinong
B. Peneliti
Beningtyas Kharisma Bestari & Dwi Nurviyandari Kusuma Wati
C. Ringkasan Jurnal
Penyakit kronis merupakan penyakit dengan ciri bersifat menetap,
menyebabkan ketidakmampuan pada penderitanya, dan untuk
menyembuhkannya penderita perlu melakukan perawatan dalam
periode waktu yang lama (Mayo, 1956 dalam Lubkin & Larsen, 2006).
Lansia berisiko mengalami penyakit kronis dikarenakan penurunan
fungsi tubuh. Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko yaitu perilaku
keseharian yang kurang baik, seperti merokok, alkohol, nutrisi tidak
baik, dan lain-lain (WHO, 2014; Smeltzer & Bare, 2002).
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan karakteristik lansia dengan
penyakit kronis (usia, jenis kelamin, status marital, pendapatan, bentuk
keluarga, dan jumlah penyakit kronis yang dimiliki), kecemasan lansia
dengan penyakit kronis, dan mengetahui hubungan jumlah penyakit
kronis yang dimiliki dengan kecemasan lansia dengan penyakit kronis
di wilayah binaan UPF Puskesmas X, Kecamatan Cibinong.
E. Sumber
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 19 No.1, Maret 2016, hal 49-54
pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203

15
Pembahasan
A. Problem
Lansia dengan penyakit kronis di Indonesia memiliki jumlah yang
cukup tinggi. Sebanyak 28,53% lansia berusia 60-69 tahun memiliki
keluhan kesehatan yang berkaitan dengan penyakit kronis. Persentase
ini terus meningkat pada kelompok usia yang lebih tua (Badan Pusat
Statistik, 2011).
Penyakit kronis dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan lansia,
dalam hal ini kesehatan jiwa yaitu kecemasan. Kecemasan merupakan
suatu perasaan dimana seseorang merasa tidak aman dan terancam atas
suatu hal atau keadaan (Stuart, 2013).
Kecemasan akibat penyakit kronis berhubungan dengan penyakit
kronis yang dapat menye-babkan kematian. Selain itu, kesembuhan
penyakit kronis yang tidak dapat dipastikan karena proses
perkembangan penyakit tidak dapat diketahui dengan pasti (Miller,
2012; Smeltzer & Bare, 2002).
B. Intervention
Penelitian dimulai bulan Oktober 2014 hingga Juni 2015. Analisis
data yang digunakan yaitu analisis univariat dan bivariat. Desain
penelitian yang digunakan yaitu deskriptif korelatif dengan pendekatan
cross sectional.
Pengambilan data dilakukan satu kali dengan melibatkan 105
responden lansia dengan penyakit kronis di wilayah binaan UPF Pus-
kesmas X, Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Kriteria inklusi
dalam penelitian ini yaitu lansia yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
penyakit kronis yang telah didiagnosa oleh tenaga medis, tinggal
bersama keluarga, dan memiliki pendengaran yang baik. Penyakit
kronis yang diteliti yaitu hipertensi, penyakit sendi atau rematik, stroke,
penyakit paru, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan kanker.
Data penelitian diperoleh dengan menggunakan kuesioner, terdiri
dari kuesioner karakteristik responden dan kuesioner Depression
Anxiety Stress Scale (DASS) skala kecemasan. Kuesioner DASS terdiri

16
dari 42 item pernyataan mengenai tanda dan gejala yang bersifat negatif,
terbagi menjadi 14 item pada masing-masing skala depresi, kecemasan,
dan stres.
C. Comparation
1. Penelitian Ralph, Mielenz, Parton, Flatley & Thorpe (2013) yang
menyatakan bahwa persentase keterbatasan dalam aktivitas dasar
sehari-hari meningkat seiring dengan jumlah kondisi kro-nis yang
dimiliki. Dengan beban yang semakin berat, perasaan khawatir dan
takut dalam menjalani kehidupan dengan kondisi tersebut semakin
meningkat
2. Penelitian Wijayanti dan Lailatushifah (2012) menunjukkan bahwa
sebanyak 6.67% pasien dengan diabetes me-ngalami kecemasan
terhadap kematian yang tinggi, dan 36.67% pasien dengan
kecemasan kematian yang sedang, dan sisanya mengalami
kecemasan yang ringan. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu
dengan penyakit kronis memiliki kecemasan akan masa depan
kesehatan dan terdapat kekhawatiran akan penyakitnya yang dapat
menyebabkan kematian.
D. Outcome
Mayoritas lansia dengan penyakit kronis berjenis kelamin
perempuan, berada pada usia lansia muda, berstatus janda/duda,
memiliki pendapatan kelu-arga sama dengan atau lebih besar dari upah
minimum Kabupaten Bogor, tinggal bersama keluarga besar, dan
memiliki satu jenis penyakit kronis. Lebih dari setengah responden tidak
mengalami kecemasan atau normal, yaitu 55.2%.
Terdapat 63.4% lansia yang memiliki lebih dari satu penyakit kronis
merasakan kecema-san. Hasil uji statistik didapatkan adanya hubungan
yang siginifikan antara jumlah penyakit kronis yang dimiliki dengan
kecemasan pada lansia dengan penyakit kronis.
Lansia yang memiliki lebih dari satu penyakit kronis memiliki risiko
3 kali lebih besar untuk merasa cemas. Pelayanan kesehatan disarankan

17
untuk memberikan edukasi kesehatan dan meningkatkan peran keluarga
untuk mengurangi kecemasan.

2.3 Rekomendasi

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masalah kesehatan pada penduduk lanjut usia bervariasi, baik dari segi proses
fisiologis maupun patologi kerentanan terhadap penyakit kronis dan infeksi akut
akan meningkat sejalan dengan proses penuaan. Keadaan ini diperparah oleh
menurunnya system pertahanan tubuh.

3.2 Saran
Bagi pembaca, hasil makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan terkait masalah-masalah yang terjadi pada lansia.

19
DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2015, available on


(https://www.bps.go.id/publication/2016/11/07/f9d00ad72285396ecb1801
dc/statistik-penduduk-lanjut-usia-2015.html), diakses pada tanggal 20
Desember 2019.
Darmojo & Martono, 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
FKUI: Jakarta.
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Kubo et al. 2005. Medical treatments and cares for geriatri syndrome: New
strategies learned from frail elderly. Department of Geriatri and Respiratory
Medicine, Tohoku University School of Medicine, Sendai, Japan. Tohoku
J. Exp. Med. 205(3): 205-214.
Kuntjoro Z, 2002. Dukungan Sosial Pada Lansia.http://www.e-psikologi.co.id
Diakses pada tanggal 20 Desember 2019.
Martono, H., Pranaka, K. editor. 2010. Buku ajar Boedhi-Darmojo geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Pranarka, Kris. 2011. Simposium geriatric syndromes: revisited. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-53.

Susenas. 2014. Indonesia - Survei Sosial Ekonomi Nasional, available on


(https://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php/catalog/631), diakses
pada tanggal 20 Desember 2019.

20

Anda mungkin juga menyukai