PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia baik dalam tingkatan preklinik
maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk
bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai
ilmunya dan penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Asuhan yang kompeten.
B. Tujuan
2. Mahasiswa dapat memahami tentang Konteks Legal Etik dalam Asuhan Keperawatan
Jiwa
C. Manfaat
1. Meningkatkan pemahaman perawat terhadap hak-hak pasien dan hak legal perawat.
3. Mengetahui keterkaitan keperawatan jiwa tentang konteks legal etik dalam asuhan
keperawatan jiwa.
ISI
Etika Keperawatan
Peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang
berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seorang perawat dalam
1. Otonomi (Autonomy)
Sikap:
a. Mandiri
b. Disiplin
c. Terbuka
Contoh perilaku:
4) Menerima masukan, kritikan, saran, baik dari pasien maupun perawat dan tenaga
kesehatan lain
Contoh perilaku:
1) Memberi nasihat tentang program latihan pada pasien, tetapi perawat juga menasihati
2) Menghargai klien yang tidak mau ditransfusi karena keyakinan dalam agamanya
Contoh perilaku:
4. Peduli (Altruism)
a. Caring
b. Ramah
c. Komitmen
d. Tekun
Contoh perilaku:
5. Keadilan (Justice)
Praktik professional keperawatan yang sesuai dengan hukum, standar praktik, dan keyakinan
yang benar
Sikap:
1) Objektif
2) Integritas diri
3) Bersemangat
Klien psikiatri memiliki hak legal, sama seperti klien ditempat lain. Isu legal dan etik yang
dibahas pada bagian ini terutama berkaitan dengan topik klien yang menunjukkan sikap
bermusuhan dan agresif, tetapi berlaku untuk semua klien di lingkungan kesehatan jiwa.
A. Hospitalisasi Involunter
Kebanyakan klien masuk ke tempat rawat inap atas dasar sukarela. Hal ini berarti mereka ingin
mencari terapi dan setuju dirawat di rumah sakit. Akan tetapi, beberapa klien tidak mau dirawat
di rumah sakit dan diobati. Keinginan mereka dihargai kecuali mereka berbahaya bagi diri
mereka sendiri atau orang lain (misalnya : mereka mengancam atau berupaya bunuh diri atau
membahayakan orang lain). Klien yang dirawat di rumah sakit di luar kemauan mereka dengan
kondisi seperti ini dimasukkan ke rumah sakit untuk perawatan psikiatri sampai mereka tidak
lagi berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain. Setiap negara bagian memiliki hukum
yang mengatur proses komitmen sipil, tetapi sama di setiap Negara bagian. Seseorang dapat
ditahan di fasilitas psikiatri selama 48 sampai 72 jam karena keadaan darurat sampai dapat
dilakukan pemeriksaan untuk menentukkan apakah klien harus dimasukkan ke fasilitas psikiatri
untuk menjalani terapi selama periode waktu tertentu. Banyak negara bagian memiliki hukum
yang sama, yang mengatur komitmen klien dengan masalah penyalahgunaan zat yang
membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain ketika di bawah pengaruh zat. Komitmen sipil
atau hospitalisasi involunter mengurangi hak klien untuk bebas atau meninggalkan rumah sakit
Klien yang masuk rumah sakit secara sukarela memiliki hak untuk meninggalkan rumah sakit
jika mereka tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain. Klien dapat menandatangani suatu
permintaan tertulis untuk pulang dan keluar dari rumah sakit tanpa saran medis jika mereka tidak
berbahaya. Apabila klien yang masuk rumah sakit secara sukarela yang berbahaya bagi dirinya
sendiri atau orang lain menandatangani surat permintaan untuk pulang, psikiater dapat
mengajukan komitmen sipil untuk menahan klien terhadap keinginannya sampai dapat dilakukan
Selama berada di rumah sakit, klien tersebut minum obat-obatan dan membaik cukup cepat
sehingga ia memenuhi syarat untuk pulang ketika ia tidak lagi berbahaya. Beberapa klien
berhenti minum obat-obatan setelah pulang dari rumah sakit dan kembali mengancam, agresif,
atau berbahaya. Klinisi kesehatan jiwa semakin bertanggung jawab secara hukum untuk tindak
kriminal klien tersebut, yang meningkatkan perdebatan tentang komitmen sipil yang luas untuk
klien yang berbahaya. Studi yang di lakukan Weinberger et al. (1998) menunjukkan bahwa
pengadilan menerima kurang dari 50% petisi profesional kesehatan jiwa untuk komitmen sipil
yang luas pada klien psikiatri yang berbahaya. Perhatian pengadilan adalah klien psikiatri
memiliki hak sipil dan tanpa alasan yang kuat tidak boleh ditahan di rumah sakit jika mereka
tidak menginginkannya ketika mereka tidak lagi berbahaya. Masyarakat menentang dengan
menuntut bahwa mereka patut dilindungi dari individu yang berbahaya, yang memiliki riwayat
C. Hak-hak Klien
Klien kesehatan jiwa tetap memiliki semua hak sipil yang diberikan kepada semua orang, kecuali
hak untuk meninggalkan rumah sakit dalam kasus komitmen involunter. Klien memiliki hak
untuk menolak terapi, mengirim dan menerima surat yang masih tertutup, dan menerima atau
menolak pengunjung. Setiap larangan ( misalnya : surat, pengunjung, pakaian) harus ditetapkan
oleh pengadilan atau instruksi dokter untuk alasan yang dapat diverifikasi dan didokumentasikan.
sepatu, atau gunting, karena benda tersebut dapat digunakan untuk membahayakan
dirinya.
b. Klien yang menjadi agresif setelah kunjungan seseorang dilarang dikunjungi orang
c. Klien yang mengancam orang lain di luar rumah sakit melalui telepon diizinkan
1. Pasien memiliki hak untuk mendapatkan perawatan yang penuh rasa hormat dan
perhatian.
2. Pasien memiliki hak dan dianjurkan untuk memperoleh informasi yang dapat dipahami,
terkini, dan relevan tentang diagnosa, terapi, dan prognosis dari dokter dan pemberi
3. Pasien memiliki hak untuk membuat keputusan tentang rencana perawatan sebelum dan
selama proses terapi dan menolak terapi yang direkomendasikan atau rencana perawatan
sejauh yang diperbolehkan oleh hukum dan kebijakan rumah sakit dan diinformasikan
tentang konsekuensi medis tindakan ini. Bila pasien menolak terapi, pasien berhak
memperoleh perawatan dan pelayanan lain yang tepat, yang disediakan rumah sakit,
atau dipindahkan ke rumah sakit lain. Rumah sakit harus memberi tahu pasien tentang
setiap kebijakan yang dapat memengaruhi pilihan pasien di dalam institusi tersebut.
4. Pasien memiliki hak untuk meminta petunjuk lanjutan tentang terapi ( misalnya living
perawatan kesehatan selama waktu tertentu), dengan harapan bahwa rumah sakit akan
menerima maksud petunjuk tersebut sejauh yang diperbolehkan oleh hukum dan
5. Pasien memiliki hak terhadap setiap pertimbangan privasi. Diskusi kasus, konsultasi,
pemeriksaan, dan terapi harus dilaksankan agar privasi setiap pasien terlindungi.
6. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa semua komunikasi dan catatan yang
berhubungan dengan perawatannya akan dijaga kerahasiannya oleh rumah sakit, kecuali
pada kasus seperti kecurigaan tentang penganiayaan dan bahaya kesehatan masyarakat,
ketika pelaporan kasus tersebut diizinkan atau diwajibkan oleh hukum. Pasien memiliki
hak untuk berharap bahwa rumah sakit akan menegaskan kerahasiaan informasi ini
ketika memberi tahu pihak lain yang berhak meninjau informasi dalam catatan tersebut.
7. Pasien memiliki hak untuk meninjau catatan yang berhubungan dengan perawatan
medisnya dan meminta penjelasan atau interpretasi informasi sesuai kebutuhan, kecuali
8. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa dalam kapasitas dan kebijakannya, rumah
sakit akan merespon dengan baik permintaan pasien untuk memperoleh perawatan dan
9. Pasien memiliki hak untuk bertanya dan diinformasikan tentang adanya hubungan bisnis
antara rumah sakit, institusi pendidikan, pemberi perawatan kesehatan lain, atau pihak
10. Pasien memiliki hak untuk menyetujui atau menolak partisipasi dalam studi penelitian
yang diajukan atau eksperimen pada manusia yang memengaruhi perawatan dan terapi
sepenuhnya tentang studi tersebut sebelum memberi persetujuan. Pasien yang menolak
untuk berpartisipasi dalam penelitian atau eksperimen tetap berhak mendapat perawatan
11. Pasien memiliki hak untuk menharapkan kontinuitas perawatan yang layak jika tepat
dan mendapat informasi dan dokter dan pemberi perawatan lain tentang pilihan
perawatan pasien yang realistis dan tersedia ketika perawatan rumah sakit tidak lagi
tepat.
12. Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang kebijakan dan praktik di rumah
sakit yang berhubungan dengan perawatan pasien, terapi, dan tanggung jawab. Pasien
memiliki hak untuk mendapat informasi tentang sumber yang tersedia untuk mengatasi
perselisihan, keluhan, dan konflik, misalnya komite etik, perwakilan pasien, dan
mekanisme lain yang tersedia di instusi. Pasien memiliki hak mendapat informasi
tentang biaya rumah sakit untuk pelayanan yang diberikan dan metode pembayaran
yang digunakan.
D. Konservator
Pengangkatan konservator atau pelindung hukum merupakan proses yang terpisah dari
komitmen sipil. Individu yang mengalami disabilitas berat terbukti tidak kompeten tidak dapat
menyediakan makanan, pakaian, dan tempat tinggal bagi diri mereka sendiri walaupun sumber-
sumber tersedia dan tidak dapat bertindak sesuai keinginan mereka sendiri, dapat memerlukan
pengangkatan seorang konservator. Pada kasus ini, pengadilan menunjuk seseorang untuk
bertindak sebagai pelindung hukum. Petugas ini memiliki banyak tanggung jawab untuk individu
tersebut, seperti memberi persetujuan tindakan, menulis cek, dan membuat kontrak. Klien yang
memiliki pelindung hukum tidak lagi memiliki hak untuk membuat kontrak atau persetujuan
hukum (misal, pernikahan atau penggadaian) yang memerlukan tanda tangan : hal ini
mempengaruhi banyak aktivitas sehari-hari yang kita anggap benar. Karena konservator atau
pelindung hukum berbicara atas nama klien, perawat harus mendapat persetujuan atau izin dari
konservator klien.
Klien memiliki hak untuk menjalani terapi di lingkungan yang kurang restriktif yang
tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini berarti bahwa klien tidak harus dirawat di
rumah sakit jika ia dapat diobati di lingkungan rawat jalan atau group home. Hal ini juga berarti
bahwa klien harus bebas dari restrein atau seklusi kecuali hal tersebut dibutuhkan.
Restrein adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa izin individu
tersebut, untuk membatasi kebebasan geraknya. Kekuatan fisik ini dapat menggunakan tenga
manusia, alat mekanis atau kombinasi keduanya. Restrein dengan tenaga manusia terjadi ketika
anggota staf secara fisik mengendalikan klien dan memindahkannya ke ruang seklusi. Restrein
mekanis adalah peralatan, biasanya restrein pada pergelangan kaki dan pergelangan tangan, yang
diikatkan ke tempat tidur untuk mengurangi agresi fisik klien, seperti memukul, menendang, dan
menjambak rambut.
Seklusi adalah pengurungan involunter individu dalam ruangan terkunci yang dibangun
secara khusus serta dilengkapi dengan jendela atau kamera pengaman untuk memantau klien
secara langsung (JCAHO, 2000). Ruangan tersebut sering kali dilengkapi dengan tempat tidur
yang diikatkan ke lantai dan sebuah kasur untuk keamanan. Setiap benda tajam atau berpotensi
berbahaya seperti pena, kacamata, ikat pinggang, dan korek api dijauhkan dari klien sebagai
lain dari klien, mencegah perusakan properti, dan memberi privasi kepada klien.
Tujuan seklusi ialah memberi klien kesempatan untuk memperoleh kembali pengendalian diri
Perawat juga harus menawarkan dukungan kepada keluarga klien. Keluarga mungkin
marah atau malu ketika klien direstrein atau diseklusi. Penting untuk memberi penjelasan yang
menyeluruh dan cermat tentang perilaku klien dan penggunaan restrein atau seklusi selanjutnya.
Akan tetapi, apabila klien adalah orang dewasa, diskusi tentang hal ini memerlukan persetujuan
pemberian informasi yang ditanda tangani. Pada kasus anak-anak, persetujuan yang ditanda
tangani tidak diperlukan untuk menginformasikan orang tua atau pelindung tentang penggunaan
restrein atau seklusi. Dengan memberi informasi kepada keluarga dapat membantu menghindari
kesulitan legal atau etik dan membuat keluarga tetap terlibat dalam terapi klien.
Pembatasan bisa dalam makna dibatasi secara fisik atau dibatasi pilihannya. Hirarki dari yang
a. Ekstrimitas tubuh
c. Batasan dalam aktivitas sehari-hari, misal acara TV, waktu merokok, komunikasi
e. Pilihan perawatan
Satu pengecualian terhadap hak klien dalam kerahasiaan ialah kewajiban untuk
memperingatkan, yang didasarkan pada keputusan Pengadilan Tinggi California, dalam Tarasoff
vs. Regents of the University of California. Akibat keputusan ini ialah klinisi kesehatan jiwa
berkewajiban untuk memperingatkan pihak ketiga yang dapat diidentifikasi tentang ancaman
yang dilakukan seseorang walaupun ancaman tersebut didiskusikan selama sesi terapi, yang
Klinisi harus mengajukan empat pertanyaan untuk menentukan apakah terdapat kewajiban untuk
Misalnya, jika seorang pria dimasukkan ke fasilitas psikiatri karena ia bermaksud membunuh
istrinya, ada suatu kewajiban yang jelas untuk memperingatkan istrinya. Akan tetapi, jika
individu paranoid yang masuk fasilitas psikiatri mengatakan, “ Saya akan menangkap mereka
sebelum mereka menangkap saya” tetapi tidak memberikan informasi lain, tidak ada pihak ketiga
spesifik yang diperingatkan. Keputusan tentang kewajiban untuk memperingatkan pihak ketiga
biasanya dibuat oleh psikiater, atau dilingkungan rawat jalan, keputusan dibuat oleh ahli terapi
Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal:
Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan antara hak dan tanggung jawab ini.
Penilaian keperawatan propsesinal memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam konteks asuhan
dilakukan perawat.
a) Dapat terjadi bila tidak tersedia tenaga keperawatan yg memadai tidak tersedia standar
b) Perawat profesional perlu memahami aspek legal untuk melindungi diri dan melindungi
hak-hak pasien dan memahami batas legal yang mempengaruhi praktek keperawatan.
c) Pedoman legal Undang-undang praktek, peraturan Kep Men Kes No 1239 dan Hukum
adat.
a. Tindakan kriminal yang dilakukan oleh seseorang yang diduga memiliki kelainan jiwa
perlu mendapatkan penyelididkan dari seorang ahli kesehatan jiwa ( Visum et repertum
psikiatrikum; VER)
b. Argumen yang menyebutkan bahwa seseorang yang didakwa melakukan tindakan
kriminal dianggap tidak bersalah karena orang tersebut tidak bisa mengontrol
perbuatannya atau tidak mengerti perbedaan antara benar dan salah yang dikenal
c. Saat orang tersebut memenuhi kriteria, dia dapat dinyatakan tidak bersalah karena
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan, bergantung pada institusi,
sikap keluarga dan teman, respons staf, dan jenis penerimaan masuk rumah sakit, tabel
memperlihatkan karakteristik yang membedakan dua jenis penerimaan masuk rumah sakit jiwa:
Hak-hak pasien mencakup hak untuk menerima dan menolak terapi, terlibat dalam
rencana keperawatan, menolak berpartisipasi dalam penelitian, serta pengunjung, surat, dan
Penggunaan seklusi dan restrein termasuk dalam domain hak pasien untuk lingkungan
yang kuran restriktif. Penggunaan jangka pendek restrein dan seklusi diizinkan hanya jika klien
terlihat akan melakuan tindakan agresif dan berbahaya bagi dirinya dan orang lain.
Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal, yaitu Perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan, Perawat sebagai pekerja, dan Perawat sebagai warga
Negara.
DAFTAR PUSTAKA
http://nuryantinoviana.wordpress.com/2010/05/15/prinsip-asuhan-keperawatan-jiwa/
Vidbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Psychiatric mental health nursing.
Jakarta : EGC.