Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DM TIPE 1

KONSEP DASAR DM TIPE 1

A. PENGERTIAN
Diabetes mellitus tipe 1 disebut insulin-dependent diabetes (IDDM), diabetes
yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil insulin
pada pulau-pulau langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes
tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita
diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai
dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya
normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

B. EPIDEMIOLOGI
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja ,
salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang
melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes
Mellitus.
Variasi siklik musiman dalam jangka lama terjadi pada insiden diabetes
insipidus tergantung insulin. Kasus yang baru diketahui tampak lebih sering pada
bulan-bulan musim semi dan musim dingin di belahan bumi uatara dan selatan.
Tabel 1. Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun 2000 (FKM,
Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007)
Orang dengan
No Rangking negara tahun 2000 DM (juta)
1. India 31,7
2. Cina 20,8
3. Amerika Serikat 17,7
4. Indonesia 8,4
5. Jepang 6,8
6. Pakistan 5,2
7. Federasi Rusia 4,6
8. Brazil 4,6
9. Italia 4,3
10. Banglades 3,2
C. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :
Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.
1. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk
terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan fenomena ini.
2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita
yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto
disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini
berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.

E. PATOFISIOLOGI TERJADINYA DIABETES MELITUS TIPE 1


Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang
orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya
suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor
ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan
oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen
kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh
imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan
dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya
kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga
meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan
gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya
predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya
(islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai
pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin
tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan
gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi
air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi
glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan
glukosa dari asam amino , laktat , dan gliserol yang dilakukan counterregulatory
hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin , sintesis dan pengambilan
protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Aseharusnya
terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan
keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut
ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180mg/dl ginjal tidak dapat mereabsorbsi
glukosa dari glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan
menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan
hilangnya elektrolit lewat urine, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat
merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan
bahan bakar (cell starvation ) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan
(polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-
kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang
berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan
suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin
dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon
semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen
untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.(Tandra,2007)

F. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal,
yang sering ditemukan :
a) Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c) Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat
peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh
terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan
yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien
dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f) Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang
disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi
dengan baik.

G. PEMERIKSAAN FISIK
Diabetes Melitus Tipe 1
Inspeksi : pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak banyak
makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat penurunan lapang
pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus otot
Palpasi : denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan terjadi
hipertensi.
Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh
berbeda.
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/Dl
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e) Elektrolit :
 Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
 Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
 Fosfor : lebih sering menurun
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM)
dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak
adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (
asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi
;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.

I. DIAGNOSTIK / KRITERIA DIAGNOSTIK


Diagnosis didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, serta data laboratorium, dengan
kriteria data lab: Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)(WHO)

Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa darah
sewaktu:
1. Plasma vena < 100 100 – 200 >200
2. Darah kapiler < 80 80 – 200 >200
Kadar glukosa darah
puasa:
1. Plasma vena < 110 110 – 120 >126
2. Darah kapiler < 90 90 – 110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
 Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
 Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
 Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
J. DIAGNOSIS BANDING
Produksi berlebihan glukokortikoid atau katekolamin pada :
 Tumor hipotalamus atau hipofisis
 Tumor atau hiperplasia adrenal
 Renal glukosuria (Pada keadaan ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia
maupun ketosis)
 Feokromositoma (Pada keadaan ini didapatkan uji toleransi glukosa yang abnormal
dan glukosuria tanpa ketosis, yang disebabkan oleh peningkatan glikogenolisis dan
glukoneogenesis).

K. PENATALAKSAAN
Diabetes Melitus baik Tipe 1 dan tipe 2. Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM
tipe 1 meliputi:
1. Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan
pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin
berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja
pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.
 Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin
 Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin.
 Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi
ini terutama untuk :
 Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal
 Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
 Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program
diet dan olahraga secara teratur
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
 Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
 Kadar glukosa darah sering tidak teratur
 Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
 Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
 Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut,
yakni :
 Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
 Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
 Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
 Mixed Insulin
 Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
 Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Cara Pemberian Insulin
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga
insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin
adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam
otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada
pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem
tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini
berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode
dan kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat
diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan
menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah
(split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas,
sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada
suhu 4-80C.
2. Pengaturan makan/diet
 Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat
juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 1000 + (usia dalam tahun x 100) =
....... Kalori/hari
 Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-
15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
 Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan
kecil sebagai berikut :
a. 20% berupa makan pagi.
b. 10% berupa makanan kecil.
c. 25% berupa makan siang.
d. 10% berupa makanan kecil.
e. 25% berupa makan malam.
f. 10% berupa makanan kecil.
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan
mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar
seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-
buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka,
anggur, tidak dianjurkan.
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H.
Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B
dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat
orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas 40 – 50% karbohidrat,
30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein. Diet B selain mengandung karbohidrat
lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet
tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel
beta pankreas.
 Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-
density lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet
dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar
dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan pembentukan
gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat pengosongan
lambung dan gerakan makanan yang melalui saluran cerna bagian atas. Efek
penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan tersebut mungkin
disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang
panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran
jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau,
labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol
darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah) serta buncis
baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat
menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.
 Alkohol
Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang
memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes
minum minuman beralkohol pada saat lambung kosong, maka kemungkinan
terjadinya hipoglikemia akan meningkat. Konsumsi alcohol yang berlebihan dapat
menggganggu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi serta mengatasi
keadaan hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti rencana makan yang sudah
diresepkan untuk mencegah hipoglikemian.
3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30
menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive
Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging,
lari, renang, dan bersepeda.
4. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian
obat berhasiat hipoglikemik.
a. Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
b. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan
untuk pasien gemuk.
c. Inhibitor α glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.
d. Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
5. Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan
komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.
6. Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah
dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya
pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan
secara tidak langsung (urin).

L. KOMPLIKASI
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
komplikasi akut dan komplikasi menahun.
a. Komplikasi Metabolik Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan
oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton
dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis
metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan
hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok
yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal
2) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia
jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa
atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan
fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat
penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi,
gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor,
pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan
glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh,
sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.
b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki
tahun ke 5)
1. Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3
penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit.
Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari
arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina
yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin
dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita
insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan
jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan
sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan
neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau
sistem syaraf otonom.
2. Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi
penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
a) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.
b) Hiperlipoproteinemia
c) Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan
vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi
vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas.
Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina
pektoris dan infark miokardium. Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika
pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara
keseluruhan.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS DM TIPE 1

PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-
tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa
lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.

a. Identitas

Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat
keadaan penyakit infeksi.

b. Keluhan utama

Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.

Ds yg mungkin timbul :
 Klien mengeluh sering kesemutan.
 Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
 Klien mengeluh sering merasa haus
 Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
 Klien mengeluh merasa lemah
 Klien mengeluh pandangannya kabur
Do :
 Klien tampak lemas.
 Terjadi penurunan berat badan
 Tonus otot menurun
 Terjadi atropi otot
 Kulit dan membrane mukosa tampak kering
 Tampak adanya luka ganggren
 Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c. Keadaan Umum

Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau


GCS dan respon verbal klien.

d. Tanda-tanda Vital

Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD
yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
 Pulse rate
 Respiratory rate
 Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
 Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot,
adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya
retinopati, kekaburan pandangan.
 Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
 Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
f. Pemeriksaan penunjang
1) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
2) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5) Elektrolit :
 Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
 Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
 Fosfor : lebih sering menurun
6) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM)
dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak
adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
7) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (
asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
8) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
9) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
10) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis
akut sebagai penyebab dari DKA.
11) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
12) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
14) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.

g. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus :
1. Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik
berlebihan, masukan yang terbatas.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
3. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,
perubahan sirkulasi.
4. Resti perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen
(ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
5. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain, penyakit
jangka panjang.
6. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. (Doengoes, 2000)

RENCANA INTERVENSI

Diagnosa 1,Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,


kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
Intervensi dan Rasional
1. Pantau tanda vital. R/ Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi dan takikardi.
2. Kaji suhu, warna kulit dan kelembaban. R/ Demam, kulit kemerahan, kering sebagai
cerminan dari dehidrasi.
3. Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj urin. R/ Memberikan perkiraan kebutuhan
akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan keefektifan terapi.
4. Ukur BB setiap hari. R/ Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status cairan
yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5. Pertahankan cairan  2500 cc/hari jika pemasukan secara oral sudah dapat diberikan.
R/ Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
6. Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis. R/ Menghindari
pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan menimbulkan kehilangan cairan.
7. Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi lambung.
R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering
menimbulkan muntah sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit.
Kolaborasi
8. Berikan terapi cairan sesuai indikasi. R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.
9. Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi. R
/Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.

Diagnosa. 2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral,hipermetabolisme
Intervensi dan Rasional
1. Timbang BB setiap hari. R/ Mengkaji pemasukan makananyang adekuat (termasuk
absorpsi).
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
dihabiskan pasien. R/ Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan.
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual, muntah. R /Hiperglikemi
dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi.
4. Identifikasi makanan yang disukai. R / Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan
dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
5. Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi. R/ Memberikan informasi
pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6. Kolaborasi dengan ahli diet. R/ Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian
diet untuk memenuhi kebutuhan pasien.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
lekosit/perubahan sirkulasi.
Intervensi dan Rasional
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. R/ Pasien mungkin masuk dengan
infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang yang
berhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri. R/ Mencegah timbulnya
infeksi nasokomial.
3. Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif. R/ Kadar glukosa tinggi akan menjadi
media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage daerah yang
tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang. R/ Sirkulasi perifer
bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya iritasi
kulit dan infeksi.
5. Bantu pasien melakukan oral higiene. R /Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
6. Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. R/ Menurunkan kemungkinan terjadinya
infeksi.
7. Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai. R/ Penanganan awal dapat
membantu mencegah timbulnya sepsis.

IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan pelaksanaan dari perencanaan yang dibuat.

EVALUASI
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik teratasi.
2. Keseimbangan nutrisi adekuat , glukosa darah dalam rentang normal, berat badan
normal.
3. Glukosa darah terpantau stabil dalam rentang normal. Puasa (70-110 mg/dl) , 2 jan PP
(120-200 mg/dl), sewaktu (< 200 mg/dl).
4. Pasien lebih mandiri .
5. Pasien lebih mengenal apa itu dm tipe 1 berkat pendidikan yang diberikan oleh perawat.

PENDIDIKAN KESEHATAN
 Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang menyebabkan,
pengobatan, komplikasi dan pencegahannya.
 Berikan penjelasan mengenai penggunaan insulin yang tepat.
 Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali tanda-tanda
hipodlikemia.
 Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan perkembangan yang
ditoleransi klien.
 Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah dan berkonsultasi
dengan pelayan kesehatan untuk mengontrol gula darah secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, Andi Diah. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu Mutakhir
Diabetes Mellitus. http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/10/epidemiologi-dm-
dan-isu-mutakhirnya/. (Akses 17 Maret 2010)
Carpenito, Lynda Juall. 1992. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi
6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Faizi, Mohamad. 2010. Diabetes Tipe 1. http:// www. pediatrik.com/
2010/02/diabetestipe1. html. (Akses 17 Maret 2010)
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE 1

A. PENGKAJIAN
1. Identitas

Nama : An. T
Umur : 10 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/bangsa : Makassar
Alamat : Jl. Toddopuli Raya
2. Keluhan utama : Lemas
3. Keadaan Umum
Baik, GCS 15
4. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernapsan : 28 x/menit
Suhu : 36,5 C
5. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : kulit dan membran mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot,
tampak pernapasan cepat dan dalam,
 Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menurun.
 Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
6. Pemeriksaan penunjang
Glukosa darah puasa : 130 mg/dL
Gula darah 2 jam PP : 150 mg/dL
HbA1C :7%
7. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat penyakit yang sama.
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Pasien mengalami diabetes melitus 3 tahun yang lalu,ibu pasien selalu
mengawasi aktivitas pasien.
 Aktivitas/ Istirahat : Lemah, Sulit Bergerak , tonus otot menurun.
 Integritas Ego : Ansietas
 Eliminasi : BAK 6-8 x/hari, BAB 1-2 x/hari
 Makanan / Cairan : sering haus
 Neurosensori : Pusing, kebas kelemahan pada otot.
 Nyeri : tidak ada
 Pernapasan : pola napas cepat
 Kenyamanan : kulit kering

B. ANALISA DATA
Data subjektif Data objektif
 Klien mengeluh merasa lemah  Klien tampak lemas.
 Klien mengeluh sering buang air  Kulit dan membrane mukosa tampak
kecil saat malam hari kering
 Klien mengeluh sering merasa haus  Tampak adanya pernapasan yang
cepat dan dalam

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

7. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic.


8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
9. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,
perubahan sirkulasi.

D. RENCANA INTERVENSI

Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi keperawatan


Hipovolemi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 10. Pantau tanda vital.
dengan diuresis osmotik keperawatan, diharapkan
pasien tidak mengalami R/Hipovolemia dapat
hipovolemi ditandai ditandai dengan hipotensi
dengan:pasien merasa dan takikardi.
nyaman,bersemangat 11. Kaji suhu, warna kulit dan
membran mukosa lembab kelembaban.
dan tidak ada tanda-tanda
R/ Demam, kulit
hipoglikemik.
kemerahan, kering sebagai
cerminan dari dehidrasi.
12. Pantau masukan dan
pengeluaran, catat bj urin.
R/ Memberikan perkiraan
kebutuhan akan
cairanpengganti, fungsi
ginjal dan keefektifan
terapi.
13. Ukur BB setiap hari.
R/ Memberikan hasil
pengkajian yang terbaik
dan status cairan yang
sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam
memberikan cairan
pengganti.
14. Pertahankan cairan  2500
cc/hari jika pemasukan
secara oral sudah dapat
diberikan.
R/ Mempertahankan
hidrasi/volume sirkulasi
15. Tingkatkan lingkungan
yang nyaman selimuti
dengan selimut tipis.
R/ Menghindari
pemanasan yang
berlebihan pada pasien
yang akan menimbulkan
kehilangan cairan.
16. Catat hal-hal yang
dilaporkan seperti mual,
nyeri abdomen, muntah,
distensi lambung.
R/ Kekurangan cairan dan
elektrolit mengubah
motilitas lambung, yang
sering menimbulkan
muntah sehingga terjadi
kekurangan cairan atau
elektrolit.
Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan 8. Observasi tanda-tanda
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan infeksi dan peradangan.
kadar glukosa tinggi tidak terjadi infeksi , ditandai
dengan tidak ada tanda-tanda R/ Pasien mungkin masuk
infeksi. dengan infeksi yang
biasanya telah
mencetuskan keadaan
ketuasidosis atau infeksi
nasokomial.
9. Tingkatkan upaya
pencegahan dengan
mencuci tangan bagi semua
orang yang berhubungan
dengan pasien, meskipun
pasien itu sendiri. R/
Mencegah timbulnya
infeksi nasokomial.
10. Pertahankan teknik aseptik
prosedur invasif.
R/ Kadar glukosa tinggi
akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman.
11. Berikan perawatan kulit
dengan teratur dan
sungguh-sugguh, massage
daerah yang tertekan. Jaga
kulit tetap kering, linen
tetap kering dan kencang.
R/ Sirkulasi perifer bisa
terganggu yang
menempatkan pasien pada
peningkatan resiko
terjadinya iritasi kulit dan
infeksi.
12. Bantu pasien melakukan
oral higiene. R
/Menurunkan resiko
terjadinya penyakit mulut.
13. Anjurkan untuk makan dan
minum adekuat.
R/ Menurunkan
kemungkinan terjadinya
infeksi.
14. Kolaborasi tentang
pemberian antibiotik yang
sesuai.
R/ Penanganan awal dapat
membantu mencegah
timbulnya sepsis.

E. IMLEMENTASI DAN EVALUASI

Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi


Hipovolemi o Memantau tanda vital S:
H : TD : 120/80 mmHg lebih bersemangat
N : 98 x/menit
O:
P : 24 x/menit
tampak bersemangat,
o Mengkaji suhu, warna kulit membran mukosa lembab,
dan kelembaban. suhu normal

H : S : 36,5 C, warna kulit A :


kemerahan,kulit lembab Masalaah teratasi
o Memantau masukan dan
P:
pengeluaran, catat bj urin. Pertahankan intervensi
o Mengkur BB setiap hari.
H : 32 kg
o Mempertahankan cairan 
2500 cc/hari jika pemasukan
secara oral sudah dapat
diberikan.
H : pasien minum  1800
cc/hari
o Meningkatkan lingkungan
yang nyaman selimuti dengan
selimut tipis.
H : pasien menggunakan
selimut yg tipis.
o Mencatat hal-hal yang
dilaporkan seperti mual, nyeri
abdomen, muntah, distensi
lambung.
H : tidak ada mual dan muntah
Risiko tinggi infeksi 1. Mengobservasi tanda-tanda S :
infeksi dan peradangan.
O:
H : tidak terdapat tanda-tanda Demam tidak ada, gula
infeksi darah dalam batas normal
2. Mempertahankan teknik
A:
aseptik prosedur invasif. Masalah teratasi
H : GDP : 125 mg/dL
P:
3. Memberikan perawatan kulit Pertahankan intervensi
dengan teratur dan sungguh-
sugguh, massage daerah yang
tertekan. Jaga kulit tetap kering,
linen tetap kering dan kencang.
H : ibu pasien membantu
memijit pasien.
4. Menganjurkan untuk makan
dan minum adekuat.
H : pasien mengikuti anjuran
5. Melakukan kolaborasi
pemberian antibiotik yang
sesuai.

Anda mungkin juga menyukai