Anda di halaman 1dari 3

1.

1 Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam
sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer's patch.
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan
demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama
dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan
oleh Salmonella enteriditis sedangkan demam enterik dipakai baik pada
demam tifoid maupun demam paratifoid. Terdapat 3 bioserotipe Salmonella
enteriditis yaitu bioserotipe paratypi A, paratyphi B (S. Schotsmuelleri) dan
paratyphi ( S. Hirscfeldii).

1.2 Epidemiologi
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di
berbagai negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid
di dunia ini sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai
gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari
150/100.000/tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di Asia. Umur
penderita yang terkena di Indonesi (daerah endemis) dilaporkan anatara 3-19
tahun mencapai 91% kasus. Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan dari
Amerika Selatan.
Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai
natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat
mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, tinja dalam jangka
waktu yang bervariasi. Salmonella typhi yang berada diluar tubuh manusia
dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es, debu atau
kotoran yang kering maupun pada pakaian, akan tetapi S. Typhi hanya dapat
hidup kurang dari 1minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan
klorinasi dan pasteurisasi (temp 63ºC).
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui
minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral
fekal = jalur oro-fekal).
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang
berada dalam bakterimia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-
fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada
bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.
1.3 Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan tirah
baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta
pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit
agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi
kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan
antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis
infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia.
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan
penderita demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg/ kgBB/hari dibagi
dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam
turun, sedang pada kasus dengan malnutrisi atau penyalit, pengobatan dapat
diperpanjang sampai 21 hari, 4-6 minggu untuk osteomielitis akut, dan 4
minggu untuk meningitis. Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya
angka relaps dan karier. Namun pada anak hal tersebut jarang dilaporkan.
Ampisilin memberikan respons perbaikan klinis yang kurang apabila
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksilin
dengan dosis 100mg/kgBB/hari dibagi dalah 4 kali pemberian per oral
memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan
demam lebih lama. Kombinasi trimethoprim sulfametoksazol (TMP-SMZ)
memberikan hasil yang kurang baik dibanding kloramfenikol. Dosis yang
dianjurkan adalah TMP 10 mg/kg/hari atau SMZ 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2
dosis. Di beberapa negara sudah dilaporkan kasus demam tifoid yang resisten
terhadap kloramfenikol. Di India resistensi ganda terhadap kloramfenikol,
ampisilin, dan TMP-SMZ terjadi sebanyak 49-83%. Strain yang resisten
umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga. Pemberian sefalosporin
generasi ketiga seperti Seftriakson 100 mg/kg/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis
(maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kg/hari
dibagi dalam 3-4 dosis efektif pada isolat yang rentan. Efikasi kuinolon baik
tetapi tidak dianjurkan untuk anak. Akhir-akhir ini cefixime oral 10-15
mg/KgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan sebagai alternatif, terutama
apabila jumlah leukosit <2000/µl atau dijumpai resistensi terhadap S. Typhi.
Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor, koma dan
shock, pemberian deksametason intravena (3 mg/kg diberikan dalam 30 menit
untuk dosis awal, dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam)
disamping antibiotik yang memadai, dapat menurunkan angka mortalitas dari
35-55% menjadi 10%. Demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang-
kadang memerlukan transfusi darah. Sedangkan apabila diduga terjadi
perforasi, adanya cairan pada peritoneum dan udara bebas pada foto abdomen
dapat membantu menegakkan diagnosis. Laparatomi harus segera dilakukan
pada perforasi usus disertai penambahan antibiotik metronidazol dapat
memperbaiki prognosis. Reseksi 10 cm di setiap sisi perforasi dilaporkan dapat
meningkatkan angka harapan hidup. Transfusi trombosit dianjurkan untuk
pengobatan trombositipenia yang dianggap cukupberat sehingga menyebabkan
perdarahan saluran cerna pada pasien-pasien yang masih dalam pertimbangan
untuk dilakukan intervwnsi bedah.
Ampisilin (atau amoksisilin) dosis 40 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral
ditambah dengan probenecid 30 mg/kg/hari dalam dosis peroral atau TMP-SMZ
selama 4-6 minggu memberikan angka kesembuhan 805 pada karier tanpa
penyakit saluran empedu. Bila terdapat kolelitiasis atau kolesistitis, pemberian
antibiotik saja jarangberhasil, kolesistektomi dianjurkan setelah pemberian
antibitik (ampisilin 200 mg/kgBB/hari dalam 4-6 dosis IV) selama 7-10 hari,
setelah kolesistektomi dilanjutkan dengan amoksisilin 30 mg/kBB/hari dalam
dosis 3 dosis peroral selama 30 hari.
Kasus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai
kasus demam tifoid serangan pertama.

Anda mungkin juga menyukai