Anda di halaman 1dari 14

I.

KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Malnutrisi (gizi buruk) adalah suatu istilah umum yang merujuk pada
kondisi medis yang disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak cukup.
Walaupun seringkali disamakan dengan kurang gizi yang disebabkan oleh
kurangnya konsumsi, buruknya absorpsi, atau kehilangan besar nutrisi atau
gizi, istilah ini sebenarnya juga mencakup kelebihan gizi (overnutrition) yang
disebabkan oleh makan berlebihan atau masuknya nutrien spesifik secara
berlebihan ke dalam tubuh. Seorang akan mengalami malnutrisi jika tidak
mengkonsumsi jumlah atau kualitas nutrien yang mencukupi untuk diet sehat
selama suatu jangka waktu yang cukup lama. Malnutrisi yang berlangsung
lama dapat mengakibatkan kelaparan, penyakit, dan infeksi.
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat
akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit
dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB
terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus,
kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor.
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama
akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland,
1998:649). Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein
dalam jumlah besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori.

B. ETIOLOGI
1. Penyebab langsung
 Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri
dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan,
kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian
makanan yang salah.
 Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah
asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh.
2. Penyebab tidak langsung
 Kemiskinan keluarga
 Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah
 Sanitasi lingkungan yang buruk
 Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
Selain itu ada beberapa penyebab dari gizi buruk seperti :
 Balita tidak mendapat makanan pendanping ASI (MP-ASI) pada umur
6 bulan atau lebih
 Balita tidakmendapat ASI ekslusif (ASI saja) atau sudah mendapat
makanan selain ASI sebelum umur 6 bulan
 Balita tidakmendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada umur
6 bulan atau lebih
 MP-ASI kurang dan tidak bergizi
 Setelah umur 6 bulan balita jarang disusui
 Balita menderita sakit dalam waktu lama,seperti diare,campak, TBC,
batukpilek
 Kebersihan diri kurang dan lingkungan kotor.
C. KLASIFIKASI
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP
ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak
sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3. Berat badan <60% : marasmus (MEP berat)
4. Berat badan <60% : marasmik kwashiorkor (MEP berat)

Keterangan Gizi Baik(%) Gizi Kurang(%) Gizi Buruk(%)


BB/U 80-100 60-80 <60
TB/U 95-100 85-95 <85
BB/TB 90-100 70-90 <70
LLA/U 85-100 70-85 <70
LLA/TB 85-100 75-85 <75

Malnutrisi , secara umum dibedakan menjadi marasmus dan kwashiorkor.


1. Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan kalori protein berat. Namun,
lebih kekurangan kalori dari pada protein. Penyebab marasmus adalah
sebagai berikut:
 Intake kalori yang sedikit.
 Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.
 Kelainan struktur bawaan.
 Prematuritas dan penyakit pada masa neonates.
 Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup.
 Gangguan metabolisme.
 Tumor hipotalamus.
 Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang
kurang.
2. Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein
dalam jumlah besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan
kalori. Penyebabnya adalah:
 Intake protein yang buruk.
 Infeksi suatu penyakit.
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda
walaupun dapat terjadi bersama-sama.

1. Manifestasi Klinik Kwashiorkor


Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari
standar).
a. Perkiraan Berat Badan (Kg)
 Lahir 3,25
 23-12 bulan (bln + 9)/2
 1-6 tahun (thn x 2) + 8
 6-12 tahun {(thn x 7) – 5}/2 (Soetjiningsih, 1995).
b. Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
 1 tahun 1,5 x TB lahir
 4 tahun 2 x TB lahir
 6 tahun 1,5 x TB 1 thn
 13 tahun 3 x TB lahir
 Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn
c. Perubahan mental (cengeng atau apatis)
 Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai
berat
 Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
 Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering,
halus, jarang dan mudah dicabut)
 Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan
gambaran crazy pavement dermatosis.
 Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba
kenyal, licin dengan batas yang tegas)
 Anemia akibat gangguan eritropoesis.
 Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia
dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
 Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda
fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
 Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan
terjadinya perubahan degeneratif pada semua organ
(degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan
sebagainya).
2. Manifestasi Klinik Marasmus:
a. Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
b. Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
c. Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
d. Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak
bawah kulit
e. Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga
wajah tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol,
f. Vena superfisial tampak lebih jelas
g. Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.
h. Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.
i. Ubun-ubun besar cekung.
j. Anoreksia.

E. PATOFISIOLOGI
1. Marasmus
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan
kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup
dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa)
dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya
kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga
setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme
protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino
yang segera diubah menjadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa
jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies.
Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber
energy. Jika kekurangan makanan ini berjalan menahun, tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh.
2. Kwashiorkor
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah
kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik
dan perubahan sel yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena
kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam
amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintesis dan
metabolisme. Selama diet mengandung cukup KH, maka produksi insulin
akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya
sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin
berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya
produksi albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan
hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga
transport lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat terjadinya
penimbunan lemak di hati.

F. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi menurut (Markum : 1999 : 168)
defisiensi Vitamin A, infestasi cacing, dermatis tuberkulosis,
bronkopneumonia, noma, anemia, gagal tumbuh serta keterlambatan
perkembangan mental dan psikomotor.
1. Defisiensi Vitamin A
Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang
terganggu. Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi,
sering terjangkit infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas) atau
pada penyakit hati. Karena Vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak
yang kurang dapat menimbulkan gangguan absorbsi.
2. Infestasi Cacing
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi
infeksi khususnya gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi
investasi parasit seperti cacing yang jumlahnya meningkat pada anak
dengan gizi kurang.
3. Tuberkulosis
Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan
membentuk “tuberkolosis primer”. Gambaran yang utama adalah
pembesaran kelenjar limfe pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak
dekat bronkus utama dan pembuluh darah. Jika pembesaran menghebat,
penekanan pada bronkus mungkin dapat menyebabkanya tersumbat,
sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki bagian paru, yang
selanjutnya yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus, biasanya
menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini.
Pada anak dengan keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat
memecahkan ke dalam bronkus, menyebarkan infeksi dan mengakibatkan
penyakit paru yang luas.
4. Bronkopneumonia
Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan
kelemahan otot yang menyeluruh atau menderita poliomeilisis dan
kelemahan otot pernapasan. Anak mungkin tidak dapat batuk dengan baik
untuk menghilangkan sumbatan pus. Kenyataan ini lebih sering
menimbulkan pneumonia, yang mungkin mengenai banyak bagian kecil
tersebar di paru (bronkopneumonia).
5. Noma
Penyakit mulut ini merupakan salah satu komplikasi kekurangan
kalori-protein berat yang perlu segera ditangani, kerena sifatnya sangat
destruktif dan akut. Kerusakan dapat terjadi pada jaringan lunak maupun
jaringan tulang sekitar rongga mulut. Gejala yang khas adalah bau busuk
yang sangat keras. Luka bermula dengan bintik hitam berbau diselaput
mulut. Pada tahap berikutnya bintik ini akan mendestruksi jaringan lunak
sekitarnya dan lebih mendalam. Sehingga dari luar akan terlihat lubang
kecil dan berbau busuk.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut FKUI (1985:364) pada pemeriksaan laboratorium
memperlihatkan :
1. Karena adanya kelainan kimia darah, maka :
a. kadar albumin serum rendah
b. kadar globumin normal atau sedikit tinggi
c. peningkatan fraksi globumin alfa 1 dan globumin gama
d. kadar globumin beta rendah
e. kadar globumin alfa 2 menetap
f. kadar kolesterol serum menurun
g. uji turbiditas timol meninggi
2. Pada biopsi hati ditemukan perlemahan yang kadang-kadang demikian
hebatnya sehingga hampir semua sela hati mengandung vakual lemak
besar. Sering juga ditemukan tanda fibosis, nekrosis dan infiltrasi sel
mononukleus.
3. Pada hasil outopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukan hampir
semua organ mengalami perubahan seperti degenerasi otot jantung,
osteoporosis tulang dan sebagainya.
Menurut Markum (1996:167) pada pemeriksaan
1. Laboratorium menunjukan
a. Penurunan badan albumin, kolesterol dan glukosa dalam serum
b. Kadar globumin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan
albumin dan globumin dapat terbalik kurang dari 1.
c. Kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada
asam amino non esensial.
d. Umumnya kadar imunoglubin serum normal atau meningkat.
e. Kadar Ig A serum normal, kadar Ig A sekretori rendah.
f. Uji toleransi glukosa menunjukan gambaran tipe diabetik.
g. Pemeriksaan air kemih menunjukan peningkatan sekresi hidroksiprolin
dan adanya aminoasi dunia.
2. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis,
nekrosis dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir
semua selhati mengandung vakual lemak yang besar.
3. Pemeriksaan outopsi menunjukan kelainan pada hampir semua organ
tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus
usus, detrofi sistem limfold dan atrofi kelenjar timus.
4. Pada pemeriksaan otopometri berat badan dibawah 90%, lingkar lengan di
bawah 14 cm.

H. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000 : 514 – 517) penatalaksanan marasmus adalah :
1. Atasi / cegah hipoglikemia
Periksa gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila <>oC, suhu rektal
35,5oC). Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah
kondisi tersebut.
2. Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal <>oC\
a. Segera beri makanan cair/fomula khusus.
b. Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala.
3. Atasi/cegah dehidrasi
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan pelan-
pelan untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung.
4. Koreksi gangguan keseimbang elektrolit
Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar
natrium plasma rendah.
a. Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan dalam bentuk
cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml
larutan pada 1 liter formula.
5. Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotik
6. Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :
Berikan setiap hari :
a. Tambahkan multivitamin
b. Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama).
c. Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari.
d. Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari.
e. Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14.
Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).
f. Mulai pemberian makan
Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan
harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein
untuk memenuhi metabolisme basal.
I. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus menurut (Lubis, 2008) dapat
dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut
memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan
kesehatan dan penyuluhan gizi, antara lain :
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi
yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6
tahun ke atas.
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan
dan kebersihan perorangan.
.4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu
kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang
endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
Konsep Medis

A. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak
kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak
kurang/tidak mau makan, sering menderita sakit yang berulang atau
timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang sampai seluruh tubuh
b. Pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
c. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang
meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area
kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria. Fokus
pengkajian pada anak dengan Kwashiorkor adalah :
1) Keadaan Umum
Pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial
serta asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya
edema. Penampilan anak kwashiorkor seperti anak gemuk (sugar
baby).
2) Tumbuh Kembang
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan,
tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
3) Keadaan Psikologis
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel.
4) Status cairan dan elektrolit
5) Rambut
Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang
mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut,
rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna
menjadi putih.
6) Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit
yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi
dan persisikan kulit karena habisnya cadangan energi maupun protein.
7) Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi,
osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan
caries pada gigi penderita.
8) Hepar
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi
hati yang hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar.
9) Sirkulasi
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor.
10) Pankreas
Pada pankreas terjadi atrofi sel asinus sehingga menurunkan produksi
enzim pankreas terutama lipase.
11) Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia
kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian
makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde
lambung.
12) Otot
Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga dibakar
untuk dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.
13) Ginjal
Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi
glomerulus sehingga GFR menurun.
d. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
(a) Mata : agak menonjol
(b) Wajah : membulat dan sembab
(c) Kepala : rambut mudah rontok dan kemerahan
(d) Abdomen : perut terlihat buncit
(e) Kulit : adakah Crazy pavement dermatosis, keadaan turgor kulit,
odema
2) Palpasi
Pembesaran hsti ± 1 inchi
3) Auskultasi
Peristaltic usus abnormal

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
2. Defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
diare.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status
metabolik.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.
C. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Gangguan nutrisi NOC : NIC :
kurang dari  Nutritional Status  Nutrition Management
kebutuhan tubuh  Nutritional Status : Food And  Nutrition Monitoring
berhubungan Fluid Intake
dengan intake  Nutritional Status : Nutrient 1. Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit
2. Timbang BB tiap hari
makanan tidak Intake
adekuat (nafsu  Weight Control 3. Berikan makanan dalam keadaan hangat

4. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi


makan
berkurang). Kriteria Hasil : seringsajikan makanan dalam bentuk
yang menarik
 Adanya peningkatan berat badan 5. Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat
sesuai dengan tujuan maka
 Berat badan ideal sesuai dengan 6. Kolaborasi pemberian vitamin penambah
tinggi badan nafsu makan
 Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi

2 Defisit volume NOC : NIC :


cairan kurang  Fluid Balance  Fluid Management
dari kebutuhan  Hydration  Fluid Monitoring
tubuh  Nutritional Status : Food and
berhubungan Fluid Intake
Intervensi Keperawatan :
dengan diare.
1. Monitor keseimbangan cairan
Kriteria Hasil: 2. Mencegah komplikasi akibat kadar
cairan yang abnormal
 Mempertahankan
3. Periksa order untuk terapi intravena
 Bunyi nurine output sesuai
4. Pilih dan siapkan intravena infusion
dengan usia dan BB, BJ urine
pump sesuai indikasi
normal, HT normal
5. Monitor TTV
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
dalam batas normal
 Tidak ada tanda- tanda
dehidrasi,elatisitas turgor kulit
baik, membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang
berlebihan
3 Gangguan NOC : NIC :
integritas kulit  Tissue Integrity : Skin And  Pressure Management
berhubungan Mucous Membranes  Insision Site Care
dengan gangguan  Hemodyalis Akses
nutrisi atau status
metabolik.
Kriteria Hasil : Aktivitas Keperawatan:

 Integritas kulit yang baik bisa 1. Anjurkan pasien untuk memakai


dipertahankan (sensasi, pakaian yang longgar
elastisitas, temperatur, hidrasi, 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
pigmentasi) 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
 Tidak ada luka/lesi pada kulit dan kering
 Perfusi jaringan baik 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)

 Menunjukkan pemahaman setiap dua jam sekali

dalam proses perbaikan kulit dan 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan

mencegah terjadinya cedera 6. Oleskan lotion atau minyak/ baby oil

berulang pada daerah yang tertekan

 Mampu melindungi kulit dan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

mempertahankan kelembaban 8. Monitor status nutrisi pasien

kulit dan perawatan alami 9. Memandikan pasien dengan sabun dan


air hangat
4 Resiko tinggi NOC : NIC :
infeksi  Immune Status  Infection Control
berhubungan  Knowledge : Infection Control
dengan kerusakan  Risk Control
pertahanan tubuh.
Aktivitas Keperawatan :
Kriteria Hasil :

1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai


 Klien bebas dari tanda dan gejala
pasien lain
infeksi
2. Pertahankan teknik isolasi
 Mendeskripsikan proses
3. Batasi pengunjung bila perlu
penularan penyakit, faktor yang
4. Instruksi pada pengunjung untuk
mempengaruhi penularan serta
mencuci tangan saat berkunjung dan
penatalaksanaannya
setelah berkunjung meninggalkan pasien
 Menunjukkan kemampuan untuk
5. Gunakan baju dan masker sebagai alat
mencegah timbulnya infeksi
pelindung diri
 Jumlah leukosit dalam batas
6. Gunakan sabun anti mikrobia untuk cuci
normal
tangan
 Menunjukkan perilaku hidup
7. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
sehat
melakukan tindakan keperawatan

5 Kurang  Coping NIC :


pengetahuan Kriteria Hasil :  Anxiety Reduction
berhubungan Aktivitas Keperawatan:
 Klien mampu mengidentifkasi
dengan kurang
dan mengungkapkan gejala 1. Tenangkan klien
nya informasi.
cemas 2. Berusaha memahami keadaan klien
 Mengidentifikasi, 3. Sediakan aktivitas untuk menurunkan
mengungkapkan dan ketegangan
menunjukkan teknik untuk 4. Berikan pengobatan untuk menurunkan
mengontrol cemas cemas dengan cara yang tepat
 Vital sign dalam batas normal 5. Monitor TTV
Postur tubuh, ekspresi wajah, 6. Hargai pemahaman pasien tentang proses
bahasa tubuh dan tingkat penyakit
aktivitas menunjukkan 7. Tentukan kemampuan klien untuk
berkurangnya cemas mengambil keputusan.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi 15, vol 1. Jakarta:EGC


Johnson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby

Lubis, N. U. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita.


http://www.cerminduniakedokteran.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media
Aescullapius.
Markum, A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby

NANDA .2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi & Klasifikasi,
Alih Bahasa: Budi Santoso. Prima Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC
Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai