Anda di halaman 1dari 13

Portofolio Kasus

No. ID dan Nama Peserta : Muhammad Irfan Widyastomo


No. ID dan Nama Wahana : RSI Hasanah Mojokerto
Topik : Kasus Kegawatan “Typhoid Fever”
Tanggal (kasus) : 26 September 2019
Nama Pasien: Ny. R/ 47 tahun No RM:774xxx
Tanggal Presentasi: Pendamping:
dr.Elies
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Demam hari ke 4 sebelum masuk rumah sakit

Tujuan: Mengetahui penegakan diagnosis dan tatalaksana demam tifoid


Bahan bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara Diskusi Presentasidan diskusi E-mail Pos
membahas

Data pasien Nama: Ny. R No RM: 774xxx


Nama Klinik: RSI Hasanah Telp: (-) Terdaftar sejak 26
Mojokerto September 2019
Data utama untuk bahan diskusi
Latar belakang
Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Tifus
abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran.
Demam paratifoid secara patologik maupun secara klinis sama dengan demam typhoid
namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh spesies Salmonella enteridis. Penyakit

1
ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 1962
tentang wabah. Anak-anak prasekolah dan yang berusia 5-19 tahun seringkali menjadi penderita
penyakit ini akibat perilaku jajan sembarangan yang makanan maupun minuman yang dikonsumsi
tidak tejamin kebersihannya. Demam tifoid terjadi pada 16-33 juta orang setiap tahunnya.
Menurut Standar Kompetensi Dokter oleh Konsil Kedokteran Indonesia pada tahun 2006,
Demam Tifoid merupakan salah satu penyakit dalam Kompetensi 4, yaitu penyakit yang harus
mampu didiagnosis dan ditatalaksana oleh dokter layanan primer secara mandiri hingga tuntas.
Oleh itu penting bagi dokter untuk dapat mengetahui mengenai penyakit demam tifoid.

Tinjauan pustaka
Demam Tifoid

Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella typhi .
Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja
atau urin orang yang terinfeksi. Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang ditandai
dengan demam insidius yang lama, sakit kepala, badan lemah, anoreksia, bradikardi relatif, serta
splenomegali, dan juga merupakan kelompok penyakit yang mudah menular serta menyerang
banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah

Etiologi dan Faktor Resiko

Demam Tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enteric serovar
typhi (S typhi). Salmonella enteric serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat menyebabkan infekai
demam paratifoid. Salmonella paratyphi menyebabkan penyakit lebih ringan.

Patofisiologi

Masuknya bakteri ke dalam tubuh Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh lewat
mulut melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Dibutuhkan jumlah bakteri untuk
dapat menimbulkan infeksi. Sebagian bakteri akan mati oleh asam lambung. Bakteri yang tetap
hidup akan melewati lambung melewati usus halus (ileum dan jejunum), bila respons imunitas

2
humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus dinding usus dan
selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit terutama
oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
dibawah ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kantung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan
melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang
sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis
kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, myalgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plaque Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S.
typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan
nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque
Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenteri
mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang
menyebabkan nekrosis sel, sistem vaskular yang instabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan
pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik .
Respon imunologik pada demam tifoid terjadi respon imun humoral maupun selular baik
di tingkat lokal (gastrointestinal) maupun sistemik, tetapi mekanismenya belum diketahui dengan
pasti, Imunitas selular lebih berperan.

3
Manifestasi Klinis

Masa inkubasi biasanya 7 – 14 hari, tapi bisa mencapai 3 – 30 hari tergantung dari sumber
penularan, cara penularan, status nutrisi, status imun. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi,
dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis sampai gambaran penyakit yang khas dengan
komplikasi dan kematian. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal seperti
penyakit infeksi akut pada umumnya, berupa rasa tidak enak badan, nyeri kepala, pusing, nyeri
otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan
epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua
gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam bradikardia relatif (peningkatan suhu 1º C tidak

4
diikuti peningkatan denyut nadi 10 kali permenit), lidah kotor yang ditutupi selaput kecoklatan
kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan limpa membesar dan nyeri pada
saat perabaan, meteorismus, gangguan kesadaran berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau
psikosis. Roseola (jarang ditemukan di Indonesia). Biasanya terdapat konstipasi, tetapi mungkin
normal atau mungkin diare.

Penegakkan Diagnosis
Diagnosis dini demam tifoid dan pemberian terapi yang tepat bermanfaat untuk
mendapatkan hasil yang cepat dan optimal sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi.
Gambaran darah tepi pada permulaan penyakit dapat berbeda dengan pemeriksaan pada keadaan
penyakit yang lanjut. Pada permulaan penyakit, dapat dijumpai pergeseran hitung jenis sel darah
putih ke kiri, sedangkan pada stadium lanjut terjadi pergeseran darah tepi ke kanan (limfositosis
relatif). Ciri lain yang sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah aneosinofilia.
Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan laboraturium didasarkan pada 3
prinsip, yaitu:
 Isolasi bakteri
 Deteksi antigen mikroba
 Titrasi antibody terhadap organisme penyebab
Kultur darah merupakan gold standard metode diagnostic dan hasilnya positif pada 60-80%
dari pasien. Peran pemeriksaan widal (untuk mendeteksi antibody terhadap antigen Salmonella
Typhi) masih kontroversial. Biasanya antibody antigen O dijumpai pada hari 6-8 dan antibody
terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit. Diagnosis didasarkan atas kenaikan titer
sebanyak 4 kali pada dua pengambilan berselang beberapa hari atau bila klinis disertai hasil
pemeriksaan titer widal di atas rata-rata titer orang sehat setempat.
Pemeriksaan lain adalah dengan Typhidot yang dapat mendeteksi IgM dan IgG.
Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan terdeteksinya IgG dan IgM
menunjukkan demam tifoid akut fase pertengahan. Yang lebih baru lagi adalah Typhidot M yang
hanya digunakan untuk mendeteksi IgM saja. Typhidot M memiliki sensitivitas dan spesifitas yang
lebih tinggi dibandingkan Typhidot.

5
Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap demam tifoid merupakan gabungan antara pemberian antibiotik yang
sesuai, perawatan penunjang termasuk pemantauan, manajemen cairan, serta pengenalan dini dan
tata laksana terhadap adanya komplikasi (perdarahan usus, perforasi dan gangguan hemodinamik).
Pengobatan akan berhasil dengan baik bila penegakan diagnosis dilakukan dengan tepat. Demam
lebih dari 7 hari disertai gejala gastointestinal, pada anak usia di atas 5 tahun, tanpa gejala penyerta
lain, dapat dicurigai menderita demam tifoid. Pemilihan antibiotik sebelum dibuktikan adanya
infeksi Samonella dapat dilakukan secara empiris dengan memenuhi kriteria berikut (1) spektrum
sempit, (2) penetrasi ke jaringan cukup, (3) cara pemberian mudah untuk anak, (4) tidak mudah
resisten, (5) efek samping minimal, dan (6) adanya bukti efikasi klinis.
Saat redanya demam (time of fever defervescence) merupakan parameter keberhasilan
pengobatan, dan saat tersebut menentukan efektifitas antibiotik. Bila suhu turun, berarti membaik,
sedang bila menetap mungkin ada infeksi lain, komplikasi, atau kuman penyebab adalah MDRST
(multidrug resistant S.typhi)
Penggunaan antibiotik yang dianjurkan selama ini adalah sebagai berikut :
1. Lini pertama
a. Kloramfenikol, masih merupakan pilihan pertama dalam urutan antibiotik,
diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari secara intravena dalam 4 dosis
selama 10-14 hari. Banyak penelitian membuktikan bahwa obat ini masih cukup
sensitif untuk Salmonella typhi namun perhatian khusus harus diberikan pada kasus
dengan leukopenia (tidak dianjurkan pada leukosit <2000/ul)
b. Ampisilin dengan dosis 150-200 mg/kgBB/hari diberikan peroral/iv selama 14 hari
c. Kotrimoksazol dengan dosis 10 mg/kgBB/hari trimetoprim, dibagi 2 dosis, selama
14 hari.
2. Lini ke dua, diberikan pada kasus-kasus demam tifoid yang disebabkan S.typhi yang
resisten terhadap berbagai obat (MDR=multidrug resistance), yang terdiri atas :
a. Seftriakson dengan dosis 50-80 mg/kgBB/hari, dosis tunggal selama 10 hari .
Penyembuhan sampai 90% juga dilaporkan pada pengobatan 3-5 hari.
b. Sefiksim dengan dosis 10-12 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 14
hari, adalah alternatif pengganti seftriakson yang cukup handal.

6
c. Florokinolon dilaporkan lebih superior daripada derivat sefalosporin diatas, dengan
angka penyembuhan mendekati 100% dalam kesembuhan kinis dan bakteriologis,
di samping kemudahan pemberian secara oral. Namun pemberian obat ini masih
kontroversial dalam pemberian untuk anak mengingat adanya pengaruh buruk
terhadap pertumbuhan kartilago. Siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis,
sudah dipakai untuk pengobatan. Demam biasanya turun dalam 5 hari. Lama
pemberian obat dianjurkan 2-10 hari. Penggunaan obat-obat ini dianjurkan pada
kasus demam tifoid dengan MDR.
d. Azitromisin dengan pemberian 5-7 hari juga telah dicoba dalam beberapa penelitian
dengan hasil baik, berupa penurunan demam sebelum hari ke 4. Aztreonam juga
diuji pada beberapa kasus demam tifoid pada anak dengan hasil baik, namun tidak
dianjurkan sebagai pengobatan lini pertama. Pengobatan suportif akan sangat
sangat menentukan keberhasilan pengobatan demam tifoid dengan antibiotik.
Pemberian cairan dan kalori yang adekuat sangat penting. Penderita demam tifoid
sering menderita demam tinggi, anoreksia dan diare, sehingga keseimbangan cairan
sangat penting diperhatikan. Pemberian antipiretik masih kontroversial, di satu
pihak demam diperlukan untuk efektifitas respons imun dan pemantauan
keberhasilan pengobatan, namun di pihak lain ketakutan akan terjadinya kejang dan
kenyamanan anak terganggu, sering membutuhkan pemberian antipiretik.
Dianjurkan pemberian antipiretik bila suhu di atas 38,5ºC. Terapi dietetik pada anak
dengan demam tifoid tidak seketat penderita dewasa. Makanan bebas serat dan
mudah dicerna dapat diberikan. Setelah demam turun, dapat diberikan makanan
lebih padat dengan kalori yang adekuat. Pengobatan terhadap demam tifoid dengan
antibiotik memerlukan acuan data adanya angka kejadian demam tifoid yang
bersifat MDR. Pemberian kortikosteroid juga dianjurkan pada demam tifoid berat,
misalnya bila ditemukan status kesadaran delir, stupor, koma, ataupun syok.
Deksametason diberikan dengan dosis awal 3 mg/kbBB, diikuti dengan 1 mg/kgBB
setiap 6 jam selama 2 hari. Pencegahan terhadap demam tifoid dilakukan dengan
memperbaiki sanitasi lingkungan dan perilaku sehari-hari, serta imunisasi secara
aktif dengan vaksin terhadap demam tifoid. Beberapa jenis vaksin telah beredar di
Indonesia saat ini. Pencegahan Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan
tercemar S.typhi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan

7
minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila
dipanasi setinggi 57ºC untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi.
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57ºC beberapa menit dan secara merata
juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu
negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan
pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi.
Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid. Vaksin
Demam Tifoid Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam
tifoid, yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi
dari Salmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang
dilemahkan (Ty-21a) diberikan peroral tiga kali dengan interval pemberian selang
sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin ini diberikan pada anak
berumur diatas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi
diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70% selama
3 tahun. Prognosis Penyembuhan sempurna adalah peran pada anak sehat yang
berkembang gastroenteritis Salmonella. Bayi muda dan penderita dengan gangguan
imun sering mempunyai keterlibatan sistemik, dalam perjalanan penyakit yang
lama, dan komplikasi. Prognosis jelek pada anak dengan meningitis Salmonella
(angka mortalitas 50%) atau endokarditis.
Kasus
Anamnesis
Keluhan Utama
Demam sejak 4 hari smrs
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dirasakan naik turun, demam dirasakan makin meningkat saat sore hari, keluhan
juga disertai mual (+), nyeri kepala (+), batuk (+), pilek (+), muntah (-). Nafsu makan
menurun Karen lidah terasa pahit serta badan terasa lemas semua. BAB dan BAK dbn.
Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes Melitus (-)
Hipertensi (-)
Alergi (-)

8
Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes Melitus (-)

Riwayat Penggunaan Obat


Tremenza
Paracetamol

Data Obyektif

Status Generalis

Keadaan umum : lemas


Kesadaran : GCS : 456
Tanda Vital : TD : 140/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, isi dan kuat angkat
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,8 º C
Kepala : mesosefal,
Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+)
Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-), rhinorrea(-)
Telinga : discharge (-/-), ottorhea(-),
Mulut : bibir sianosis (-), parrese (-)
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : simetris, trakhea ditengah, pembesaran limfonodi (-)
Thorax
Pulmo I : simetris statis dan dinamis, retraksi subkostal (+)
Pa : stem fremitus (sulit dinilai)
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : Suara dasar vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor I : ictus cordis tak tampak
Pa : ictus cordis teraba pada SIC V 2 cm medial Linea Midclavikularis
Sinistra
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal

9
Au : Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-).
Abdomen I : distensi (-), simetris (-)
Au : bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Pa : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan di epigastrium,
defans muskuler (-), turgor kulit normal.
Ekstremitas Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Sensibilitas +/+ +/+
Motorik:
Gerak +/+ +/+
Kekuatan 5/5 5/5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Lab. Darah
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah rutin :
Leukosit 7.700 UL 3.500-10.000
Hemoglobin 12,8 g/dl 11-16,5
Hematokrit 38,9 % 35-50
Trombosit 287.000 UL 150.000-390.000
LED 18 mm 0-20
SGOT 47,5 mg/dl P: <36
SGPT 50,6 mg/dl P: < 52
IgM Salmonella Positif (+4) <= 2

1. DIAGNOSIS KERJA
Typhoid Fever
2. PENATALAKSANAAN

10
Terapi :
- Infus RL 20Tpm
- Inj Ceftriaxon 2x1g
- Inj metoclopramide 3x1amp
- Inj Antrain 3x1
- PO Ericaf 3x1
Monitoring : Keadaan umum, kesadaran, tanda vital

Edukasi :
1. Edukasi tentang tanda dan gejala demam tifoid, penanganan sementara, dan hal lain
harus dilakukan.
2. Edukasi tentang obat-obatan yang dikonsumsi, tentang: dosis, waktu megkonsumsi,
efek samping.
3. Edukasi tentang berulangnya kondisi seperti ini.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

Daftar Pustaka:
1. Tjokroprawiro, A. dkk. 2015. Kegawatan Diabetes Mellitus dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit dalam. Edisi kedua. Surabaya : Airlangga University Press. Hal 118-120.

2. Soelistijo, SA. dkk. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe
2 di Indonesia. 2015. Jakarta : PB Perkeni. Hal 56-59.

3. Clayton, D. Woo, V. Yale, J.F. 2013. Clinical Practice Guidelines Hypoglycemia. Can J
Diabetes Vol. 37. S69-S71

Hasil pembelajaran:
 Definisi dan pathogenesis demam tifoid
 Diagnosis demam tifoid
 Tatalaksana demam tifoid
 Rencana tindak lanjut demam tifoid

11
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Kasus
1. Subyektif
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dirasakan naik turun, demam dirasakan makin meningkat saat sore hari, keluhan juga
disertai mual (+), nyeri kepala (+), batuk (+), pilek (+), muntah (-). Nafsu makan menurun
Karen lidah terasa pahit serta badan terasa lemas semua. BAB dan BAK dbn.
2. Obyektif
Pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung didapatkan pada pasien ini:
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran : GCS = 456
Abdomen I : distensi (-), simetris (-)
Au : bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Pa : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan di epigastrium, defans
muskuler (-), turgor kulit normal.
Laboratorium
IgM Salmonella +4
3. Assesment
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dirasakan naik turun, demam dirasakan makin meningkat saat sore hari, keluhan juga
disertai mual (+), nyeri kepala (+), batuk (+), pilek (+), muntah (-). Nafsu makan menurun
Karena lidah terasa pahit serta badan terasa lemas semua. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
IgM Salmonella +4. Keadaan tersebut sesuai dengan protokol yg ada harus dilakukan
konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam.
4. Plan
Diagnosis: Demam Tifoid
Terapi Unit Gawat Darurat
- Infus RL 20Tpm
- Inj Ceftriaxon 2x1g
- Inj metoclopramide 3x1amp
- Inj Antrain 3x1
- PO Ericaf 3x1

12
Monitoring
Keadaan umum, kesadaran, tanda vital

Edukasi :
1. Edukasi tentang tanda dan gejala demam tifoid, penanganan sementara, dan hal lain
harus dilakukan.
2. Edukasi tentang obat-obatan yang dikonsumsi, tentang: dosis, waktu megkonsumsi,
efek samping.
3. Edukasi tentang resiko berulangnya kondisi seperti ini.

13

Anda mungkin juga menyukai

  • Berita Acara Peruba
    Berita Acara Peruba
    Dokumen2 halaman
    Berita Acara Peruba
    Angga Yogi Laksmana
    Belum ada peringkat
  • Liburan Ke Pantai
    Liburan Ke Pantai
    Dokumen2 halaman
    Liburan Ke Pantai
    Angga Yogi Laksmana
    Belum ada peringkat
  • Bab 8
    Bab 8
    Dokumen4 halaman
    Bab 8
    Angga Yogi Laksmana
    Belum ada peringkat
  • Visum
    Visum
    Dokumen3 halaman
    Visum
    Angga Yogi Laksmana
    Belum ada peringkat
  • Teori Governance
    Teori Governance
    Dokumen2 halaman
    Teori Governance
    Angga Yogi Laksmana
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Pelvis A
    Fraktur Pelvis A
    Dokumen42 halaman
    Fraktur Pelvis A
    Angga Yogi Laksmana
    Belum ada peringkat