Anda di halaman 1dari 4

Bermedsos dengan Cerdas dan Berakhlak

Helma Nuraini: hnuraini@gmail.com

Dunia internet menawarkan kebebasan untuk mengakses informasi, menyalurkan ekspresi


dan mewujudkan kreasi. Melalui mesin pencari, para pembelajar dimudahkan untuk mencari
pengetahuan dari berbagai sumber. Para netizen bisa melampiaskan rasa ingin tahu dan
perasaannya melalui Whatssapp. Orang awam dan profesional dapat berkreasi dengan
memanfaatkan beragam vlog dan You tube.
Salah satu pemanfaatan internet yang paling populer yaitu media sosial (medsos). Tiada
hari tanpa Twitter, Instagram, Facebook. Dalam artikel yang dimuat di koran Kompas daring,
pengguna aktif media sosial mencapai 130 juta dari 265,4 populasi penduduk Indonesia. Rata-rata
orang Indonesia menghabiskan waktu lebih dari 3 jam berFacebook (41 persen), 40 persen
menggunakan WhatsApp, dan 38 persen mengaku sering mengakses Instagram.
Ya. Medsos telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari eksistensi diri. Orang akan
merasa terasing, kesepian dan bingung harus melakukan apa jika harus berpuasa sehari saja tanpa
medsos. Lihat saja, betapa terganggunya netizen dengan pemblokiran beberapa fitur medsos pasca
pengumuman pilpres 2019 oleh KPU. Berbagai keluhan, komentar dan harapan “kapan semuanya
kembali normal” menjadi topik thread yang disikapi dengan marah, kecewa, umpatan termasuk
candaan sarkastik atau solusi lucu yang kemudian ditertawakan bersama.
Salah satu fenomena membahayakan (kata meresahkan terlalu ringan) dalam medsos yaitu
hoax. Hoax telah menjadi satu penyakit serius yang menyebar dengan sangat masif dan hampir
menginfeksi semua orang, tanpa membedakan usia, status, tingkat pendidikan dan juga jenis
kelamin. Dibawah ini merupakan salah satu contoh kecil hoax yang ternyata sangat membodohi
korbannya:

Gambar di sebelah kiri saya dapatkan dari Facebook yang diposting


seseorang di tahun 2017. Foto sosok yang diberi nama dr. Bernard Mahfoudz,
Dokter Spesialis Anti Vaksin dari Amerika Serikat. “Ahli vaksin” ini
sebenarnya seorang aktor film porno. Foto di sebelah kanan adalah foto yang
sama, muncul dua tahun kemudian. Dr.Bernard telah berubah nama menjadi
dr. John Simpson dan muncul kembali sebagai seorang dokter ahli racun pada
peristiwa-peristiwa pasca pemilu, April 2019.

Hoax adalah virus yang akan dengan mudah menggandakan diri dengan cara disebarkan
oleh korban hoax. Para korban ini percaya dengan isi berita dan yakin bahwa menyebarkannya
memberi manfaat. Hoax dibuat dengan sengaja, diramu dengan fakta dan kepalsuan, bertujuan
menggiring opini yang seolah-olah suatu kebenaran. Hoax diseting dengan memanfaatkan insting
dasar manusia, salah satunya yaitu perasaan takut.
Sebagaimana virus, hoax hanya akan menyebar bila manusia pengguna medsos tidak
memiliki imunitas atau sedang lemah daya tahan tubuhnya. Kekuatan dan daya tahan individu
terhadap serangan hoax didasarkan pada kecerdasan dan akhlak pengguna medsos. Bagaimana
agar hoax bisa dicegah dan ditangkal? Jawabannya dengan meningkatkan daya kritis dan menjaga
akhlak.
Daya kritis merupakan kemampuan menalar dan menimbang benar dan salah. Tanpa daya
kritis, berpikir hanyalah sebatas common sense. Common sense merupakan bentuk “idola” yang
menyebabkan seseorang mengalami sesat pikir. Sir. Francis Bacon menemukan empat bentuk
idola, yakni idola tribus, idola specus, idola fori dan idola theatri. Idola tribus merupakan bentuk
prasangka kolektif, yang timbul karena penyimpulan yang terburu-buru tanpa pembuktian.
Sebagai contoh, kehebohan kasus penganiayaan terhadap aktivis perempuan yang segera diyakini
sebagai kasus pelanggaran HAM. Idola specus adalah kebiasaan untuk hanya melihat sesuatu
sesuai dengan selera pribadi, misalnya unfriend atau unfollow teman hanya karena berbeda
pendapat. Berikutnya, idola fori yakni menganggap benar suatu argumen hanya karena
disampaikan melalui forum atau media, dan terakhir yaitu idola theatric; suatu mitos yang diyakini
kebenarannya hanya karena ketersediaannya di alam pemikiran sekelompok orang.
Ada satu status di facebook yang sampai sekarang masih saya ingat; Awas, hoax. Kalau
salah jadi fitnah, kalau benar namanya ghibah. Menyebar hoax, walaupun tidak disengaja atau
disadari merupakan perilaku yang tidak baik. Bermedsos semestinya juga dipandu oleh akhlak.
Akhlak dalam Islam bukan hanya sekedar perilaku yang berkonsekuensi secara moral saja,
melainkan harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Teladan akhlak bagi muslim ada
pada sosok Nabi Muhammad SAW. Al Qur’an memerintahkan umat Islam untuk menjadikan
Beliau sebagai uswatun hasanah. Panduan beraktivitas di medsos cukup hanya dengan meneladani
sifat wajib beliau, maka Anda akan terhindar dari perbuatan tercela dan celaka.
Sifat wajib Beliau yang pertama yaitu siddiq. Dengan memegang prinsip siddiq, maka kita
tidak akan menyebarkan berita yang kita sendiri pun ragu. Jadi, tidak asal syar-syer berita yang
tidak jelas sumbernya. Sifat kedua yang perlu diteladani yakni amanah. Segala hal yang dibagikan
di medsos haruslah berprinsip menyebarkan kebaikan dan membawa kemanfaatan bagi diri sendiri
dan orang lain. Berikutnya, fathanah, suatu sikap dan keterampilan dalam memilah data dan
informasi secara cerdas dan kritis. Terakhir, yaitu sifat tabligh, menggunakan medsos sebagai
produsen konten yang bernilai dakwah. Bermedsos jangan hanya sebagai konsumen abadi, tetapi
jadilah produsen sebagai media pencerah bagi lebih banyak orang.
Referensi:
1. https://tekno.kompas.com/read/2018/03/01/10340027/riset-ungkap-pola-pemakaian-
medsos-orang-indonesia

2. https://www.google.com/search?q=hoax+dokter+vaksin&client=firefox-b-
d&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwi87PmB-
7biAhUILKwKHZ2xAIQQ_AUIDigB&biw=1025&bih=498#imgrc=ZoHraaRJ_X7V3M

3. https://www.google.com/search?q=dokter+ahli+racun+hoax+pemilu&client=firefox-b-
d&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwii466M-rbiAhVMS6wKHV-
bAyMQ_AUIDygC&biw=1025&bih=498#imgrc=ph6pYF9syX2YbM:

Anda mungkin juga menyukai