Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN ANAK

DENGAN DIARE

DI RUANG ANAK

Disusun oleh :

ERIN ELY LANA JULFA

CKR0160015

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2017 – 2018
A. KONSEP PENYAKIT
I. Definisi
 Diare adalah penyakit yang di tandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar dari
biasanya di sertai dengan adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita yang
bersangkutan. (Depkes RI, 2002).
 Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya di
tandai dengan peningkatanvolume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada
neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah. (Aziz, 2006).
 Diare adalah keadanan frekuensi air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari 3 kali
pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau adapat pula bercampur lendir dan
darah atau lendir saja (Ngastiyah, 1997).
 Menurut WHO (1992) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali
sehari.
 Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pengertian tersebut bahwa diare adalah buang air besar
(defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair yang dapat disertai lendir atau darah
dengan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari dimana diare akut berlangsung kurang dari dua
minggu dan diare kronik berlangsung lebih dari dua minggu.

II. Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam golongan :
a. Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
b. Alergi.
c. Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
d. Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
e. Infeksi bakteri
Beberapa jenis bakteri dapat termakan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi
dan menyebabkan diare seperti campylobacter, salmonella shigella dan escherichia coli.
f. Infeksi Virus
Virus yang menyebabkan diare yaitu rota virus,Norwalk,cytomegalovirus, virus herpes simplex
dan virus hepatitis.
g. Intoleransi Makanan
factor makanan misalnya makanan basi, beracun,atau alergi terhadap makanan. Penularan
melalui kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,seperti:
 makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi,baik yang sudah dicemari oleh
serangga atau terkontaminasi oleh tangan yang kotor.
 Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar.
 Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar.
h. Parasit
Masuk dalam tubuh melalui makanan minuman yang kotor dan menetap dalam system
pencernaan seperti giardia lamblia, entamoeba histolytica dan cryptosporidium.
i. Reaksi Obat
Seperti antibiotic, obat-obatan, tekanan darah dan antasida mengandung magnesium.
j. Penyakit Inflamasi
Penyakit inflamasi usus atau penyakit abdominalis gangguan fungsi usus seperti sindroma
iritasi usus dimana usus tidak dapat bekerja secara normal.

III. Klasifikasi Diare


a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang
lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung kurang dari 2 minggu.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat
di bedakan dalam empat kategori, yaitu :
 Diare tanpa dehidrasi
 Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan
 Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat
badan
 Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10% dari berat
badan.
b. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut
atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare Kronik
Diare kronis adalah diare hilang timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi,
seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolism yang menurun. Lama diare
kronik lebih dari 30 hari.
IV. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala penyakit diare dapat langsung dikenali atau dirasakan oleh penderita. Di antara gejala
tersebut adalah:
 Bising usus meningkat, sakit perut atau mules
 Bisa ada darah dan mukus (lendir) dalam feses (misalnya pada disentri amuba)
 Terdapat tanda dan gejala dehidrasi; turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun
dan mata cekung, membran mukosa kering
 Kram abdominal
 Demam
 Mual dan muntah
 Anoreksia
 Perubahan tanda-tanda vital; nadi dan pernapasan cepat
 Menurun atau tidak ada pengeluaran urine
 Buang air besar terus menerus disertai dengan rasa mulas yang berkepanjangan
 Tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari
 Pegal pada punggung, dan perut sering berbunyi
 Mengalami dehidrasi (kekurangan cairan tubuh)
 Diare yang disebabkan oleh virus dapat menimbulkan mual dan muntah-muntah
 Badan lesu atau lemah

V. Cara Penularan
 Kontak langsung dengan penderita
 Makanan yang tercemar
 Air minum yang tercemar
 Tangan yang kotor
 BAB disembarang tempat
 Botol susu yang kurang bersih

Cara terjadinya diare :


 Diare dapat ditularkan melalui tinja yang mengandung kuman penyebab diare.
 Tinja tersebut dikeluarkan oleh orang sakit atau pembawa kuman yang buang air besar
disembarang tempat.
 Tinja tadi mencemari lingkungan misalnya tanah,sungai, air sumur.
 Orang sehat yang menggunakan air sumur atau air sungai yang sudah tercemari kemudian
menderita diare.

VI. Pencegahan Diare


a. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting :
 sebelum makan,
 setelah buang air besar,
 sebelum memegang makanan,
 setelah menceboki anak,
 sebelum menyiapkan makanan.
b. Meminum air minum sehat,atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merebus,
pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi.
c. Pengolahan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas
dan lain-lain).
d. Membuang air besar dan air kecil pada tempat nya, sebaik nya menggunakan jamban dengan
tangki septic.
e. Bayi yang minum susu botol lebih mudah diserang diare dari pada bayi yang disusui ibunya,
tetaplah anak disusui walaupun anak menderita diare.
f. Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang.
g. Imunisasi campak.

VII. Patofisiologi dan Pathway


Diare disebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa spesies tertentu bakteri menghasilkan toksin yang
mengganggu absorbsi usus dan dapat menimbulkan sekresi berlebihan air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya timbul diare, karena terjadi penngkatan isi rongga usus. Akibat
terdapatnya zat-zat makanan yang tidak dapat di serap menyebabkan peningkatan tekanan osmotik di
dalam usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Gangguan motalitas usus seperti hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare dan sebaliknya jika peristaltic usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan sehingga menyebabkan diare (sacharin, RM).
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
 Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen
usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
 Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningklatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena
peningkatan isi lumen usus.
 Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
VIII. Konsekuensi atau akibat dari diare
 Kehilangan cairan dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolic dan hypokalemia
 Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagai akibat
diare dengan atau tanpa disertai muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan
asidosis metabolic bertambah berat, kesadran menurun dan bila tak cepat di obati dapat
meninggal
 Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan yang berlebihan karena diare dan muntah.

IX. Penatalaksanaan
Hal pertama yang harus di perhatikan dalam penanggulangan diare adalah masalah
kehilangancairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila tidak segera di atasi dapat membawa
bahaya terutama bagi balita dan anak-anak. Bagi penderita diare ringan di berikan oralit, tetapi bila
dehidrasi berat maka perlu di bantu dengan cairan intravena atau infuse. Hal yang tidak kalah penting
adalah pemberian makanan kembali (refeeding) sebab selama diare pemasukan makanan sangat
kurang karena akan kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara langsung melalui tinja
atau muntah dan peningkatan metabolism selama sakit. (sitorus, 2008).
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi seseorang
diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS) Seperti
oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita
dapat melakukan nya sendiri dirumah . kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru
dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara intravena
merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh , atau dengan kata lain perlu diinfus. Masalah
dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan
berbagai alas an, mulai dari biaya, kesulitan dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk
rumah sakit dan lain-lain.pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi
masalah diare semakin lama ,dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah yang fatal.
Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS . apabila kondisi stabil,
maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare dapat di atasi sendiri ole tubuh (self-
limited disease).
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti salmonella sp,giardia lamblia., entamoeba coli perlu
mendapat terapi antibiotic yang rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.oleh
karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotic, maka pengenalan
gejala dan pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus
diare akut dan parah pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan
lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.

Dasar pengobatan diare adalah :

1) Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan
umum.
a. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi rignan dan sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang
berisikan NaCl dan Na HCO3, KCl dan glukosa untuk diare akut dan karena pada anak di
atas umur 6 bulan kadar natrium 90 ml g/L. pada anak dibawah 6 bulan dehidrasi ringan /
sedang kadar natrium 50-60 mfa/L, formula lengkap sering disebut oralit.
b. Cairan parontenal
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pasien,
tetapi kesemuanya itu tergantung tersedianya cairan setempat. Pada umumnya cairan
Ringer laktat (RL) diberikan tergantung berat / ringan dehidrasi, yang diperhitungkan
dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan BB-nya.
 Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap defekasi.
 Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25 – 50 ml / kg BB per oral selanjutnya : 125 ml / kg BB / hari
 Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50 – 100 ml / kg BB per oral (sonde) selanjutnya 125 ml / kg BB / hari
 Dehidrasi berat
Tergantung pada umur dan BB pasien.
2) Pengobatan dietetic
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg jenis
makanan :
 Susu (ASI adalah susu laktosa yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak
tidak jenuh, misalnya LLM, al miron).
 Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila anak tidak mau
minum susu karena di rumah tidak biasa.
 Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan susu dengan tidak
mengandung laktosa / asam lemak yang berantai sedang / tidak sejuh.
3) Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan / tanpa
muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air
tajin, tepung beras sbb).
 Obat anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
 Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak beladora,
opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras
tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi
diare sehingg tidak diberikan lagi.
 Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas bila
penyebabnya kolera, diberiakan tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari. Antibiotik juga
diberikan bila terdapat penyakit seperti : OMA, faringitis, bronkitis /
bronkopneumonia.

X. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan tinja
 Makroskopis dan mikroskopis
 PH dan kadar gula dalam tinja
 Bila perlu diadakan uji bakteri
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan
cadangan alkali dan analisa gas darah.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

XI. Komplikasi Diare


 Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, atau hipertonik).
 Renjatan hipovolemik
 Hypokalemia (dengan gejala kelemahan, bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram)
 Hipoglikemia
 Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili
mukosa usus halus
 Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
 Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami
kelaparan.

XII. Diagnosa Banding


 Demam tifoid
 Kriptosporidia (pada penderita HIV)
 Kolitis pseudomembran
 Apendiksitis
B. Pengkajian
I. Wawancara
1. Identitas :
a) Nama
b) Umur
c) Jenis Kelamin
d) Alamat
e) Agama
f) Pendidikan
g) Pekerjaan
h) Tanggal Masuk RS
i) No. Medrek
j) Diagnosa medis

2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan oleh anak, dalam hal ini dalam melakukan
pengkajian adalah yang berhubungan pada sistem gastrointestinal atau pencernaan anak. Pada
bayi, keluhan tidak dapat diungkapkan, sehingga hanya dapat di manifestasikan melalui perilaku
bayi. Akan tetapi beda halnya dengan anak, keluhan utama sudah dapat diungkapkan seperti sakit
perut dan sering BAB ≥ 3 kali sehari.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit sekarang
Riwayat Penyakit sekarang merupakan keluhan yang terjadi sekarang. Jika pada keluhan
utama tidak dijelaskan proses munculnya riwayat penyakit sekarang, maka pada pengkajian
selanjutnya dapat dimunculkan berbagai keluhan lainnya. Hal yang ditanyakan pada anak
atau orang tuanya adalah bagaimana kronologis atau alur sehingga keluhan tersebut terjadi
dan tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya, termasuk pengobatan yang dilakukan
ketika keluhan tersebut terjadi. Berbagai keluhan yang muncul diantaranya seperti sakit perut,
badan lemas, berkeringat, muntah, dehidrasi, menangis, sering BAB ≥ 3 kali sehari dengan
konsistensi feses yang cair.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu, perawat dapat mengkaji waktu atau berapa lama klien
mengalami diare dan apakah sebelumnya mengalami penyakit yang dapat memicu terjadinya
diare, seperti alergi (fruktosa dan laktosa). Perlu ditanyakan juga apakah beberapa hari
sebelumnya pernah mengkonsumsi makanan pedas dan buah-buahan tertentu.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dapat ditanyakan apakah dalam keluargan juga ada yang
mengalami penyakit diare yang sama. Perlu dikaji juga keadaan atau lingkungan rumah dan
komunitas. Selain itu juga perlu ditanyakan makanan yang sering dikonsumsi oleh keluarga,
apakah suka mengkonsumsi makanan yang pedas sehingga dapat memicu terjadinya diare.
d. Riwayat Pemberian Imunisasi
Diare juga sering timbul apabila anak tidak diberi imunisasi. Oleh karena itu perlu ditanyakan
pada orang tua apakah anak pernah dilakukan imunisasi atau tidak. Jika tidak, anjurkan
campak segera setelah berumur sembilan bulan.

II. Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan Fisik Umum Diare pada Klien Anak
a) Keadaan umum: klien lemah, panas, muntah, gelisah, rewel, lesu, dan kesadaran
menurun
b) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat >
35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus,
minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
c) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)
d) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang
e) Sistem integumen: warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik, suhu meningkat >
37derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time
memanjang > 2 detik, kemerahan pada daerah perianal
f) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
2. Pemeriksaan Head to toe
a) Kepala : Ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur
1 tahun lebih.
b) Mata : Simetris, cekung, konjungtiva merah muda, sklera putih.
c) Mulut : Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, lidah bersih.
d) Hidung : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak
ada polip.
e) Telinga : Simetris, tidak ada benjolan, lubang telinga bersih, tidak ada serumen.
f) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, limfe, tidak ada bendungan vena
jugularis
g) Dada
 Inspeksi : Dada simetris, bentuk bulat datar, pergerakan dinding dada
simetris, tidak ada retraksi otot bantu pernapasan.
 Palpasi : Tidak ada benjolan mencurigakan
 Perkusi : Paru-paru sonor, jantung dullnes
 Auskultasi: Irama nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas
tambahan.
h) Perut
 Inspeksi : Simetris
 Auskultasi : Peristaltik meningkat 40x/mnt
 Palpasi : Turgor kulit tidak langsung kembali dalam 1 detik
 Perkusi : Hipertimpan,perut kembung
i) Punggung : Tidak ada kelainan tulang belakang (kyfosis, lordosis, skoliosis) tidak
ada nyeri gerak
j) Genetalia : Tidak oedem, tidak ada kelainan, kulit perineal kemerahan
k) Anus : Tidak ada benjolan mencurigakan,kulit daerah anus kemerahan
l) Ekstremitas : Lengan kiri terpasang infus, kedua kaki bergerak bebas, tidak ada
oedem.

III. Pemeriksaan Diagnostik


a) Pemeriksaan barium usus
Penderita menelan barium dan perjalanannya melewati kerongkongan dipantau melalui
fluoroskopi (teknik rontgen berkesinambungan yang memungkinkan barium diamati atau
difilmkan). Dengan fluoroskopi, dokter dapat melihat kontraksi dan kelainan anatomi
kerongkongan (misalnya penyumbatan atau ulkus). Gambaran ini sering kali direkam dengan
sebuah film atau kaset video. Selain cairan barium, bisa juga dengan makanan yang dilapisi
barium. Sehingga bisa ditentukan lokasi penyumbatan atau bagian kerongkongan yang tidak
berkontraksi secara normal. Cairan barium yang ditelan bersamaan dengan makanan yang
dilapisi barium dapat memperlihatkan kelainan seperti:
 Selapu kerongkongan (dimana sebagian kerongkongan tersumbat oleh jaringan fibrosa)
 Divertikulum Zenker (kantong kerongkongan)
 Erosi dan ulkus kerongkongan
 Varises kerongkongan
 Tumor
b) Sigmoideskopi atau kolonoskopi
Kolonoskopi adalah suatu pemeriksaan kolon (usus besar) mulai dari anus, rektum, sigmoid,
kolon desendens, kolon transversum, kolon asendens, sampai dengan sekum dan ileum
terminale.
1. Indikasi Kolonoskopi
 Perdarahan gastrointestinal baik segar (hematoschezia) atau melena.
 Diare kronik yang mengandung lendir dan atau darah
 Dugaan inflammatory bowel disea
 Nyeri abdomen menahun dan berulang
 Pengamatan kanker: inflammatory bowel disease, Polyposis syndrome
 Indikasi terapi: pengangkatan polip, pengangkatan benda asing,
dekompresi megakolon toksik, dilatasi striktura, kauterisasi lesi berdarah.
2. Kontraindikasi Kolonoskopi
 Kontraindikasi umum : Peritonitis, renjatan dan kejang
 Kontraindikasi khusus : megakolon toksik, aneurisma aorta abdominal,
hepatomegali atau splenomegali hebat, asites masif.
 Kontraindikasi relatif : Peradangan usus yang akut dan fulminan,
gangguan perdarahan atau gangguan fungsi trombosit, hepatitis virus
akut , HBs antigenemia, kifosis vertebra servikalis, hernia, anemia berat.
3. Biopsi
Diare inflamatorik dapat disertai dengan leukositosis, kenaikan laju endap darah
atau hipoalbuminemia. Ciri utama diare inflamatorik adalah ditemukannya darah
baik secara makroskopis maupun mikroskopis dan leukosit di dalam tinja. Evaluasi
lanjutan yaitu pemeriksaan endoskopi gastrointestinal bagian atas atau
kolonoskopi dengan biopsi untuk tindakan diagnostik.
4. Pemeriksaan radiologi abdomen
Tes radiologik dapat mempunyai peranan diagnostik pada pasien dengan dugaan
malabsorpsi. Radiograf abdomen dapat menunjukkan kalsifikasi pankreas pada
pasien dengan pankreatitis kronik. Pemeriksaan USG abdomen, pemindaian CT
atau endoskopik retrograd kolangiopankreatografi juga dapat digunakan dalam
mengevaluasi kemungkinan penyakit pankreas.
Suatu foto abdomen jarang dapat membantu dalam diagnosa nyeri abdomen yang
kronis kecuali bila terdapat indikasi klinis khusus tentang penyebabnya. Foto polos
abdomen tidak membantu menegakkan diagnosa kehamilan ektopik yang ruptur
dan juga tidak bisa mengesampingkan adanya apendisitis akut. Oleh karena itu
foto abdomen diperuntukkan bagi penderita-penderita yang klinis amat
mencurigakan misalnya obstruksi usus, perforasi ulcus duodeni/gaster/usus, nyeri
renal atau bilier dengan kolik yang khas, benda asing, pada bayi barulahir dengan
meconium. Kelainan radiologis yang didapat haruslah dikorelasikan dengan
riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis. Bila penderita nampaknya menderita akut
abdomen dan terdapat kesulitan untuk mendapatkan kelainan klinis yang khas,
bisa dipertimbangkan adanya suatu obstruksi. Walaupun demikian, bila penderita
amat sakit, kesan klinislah yang menentukan pengobatan meskipun hasil foto
tidaklah diagnostik.
5. Tes fungsi hati
Tes fungsi hati untuk mengukur kemampuan hati melakukan fungsi normal,
misalnya: albumin serum untuk mengukur sintesis protein, waktu protrombin untuk
mengukur faktor pembekuan, bilirubin untuk mengukur konjugasi dan ekskresi
garam empedu, atau pengukuran enzim hati (alkali fosfatase, transminase), yang
merupakan indikator kerusakan hati.
6. Pemeriksan tinja
Mikroskopis warna feses dimulai berwarna coklat muda sampai warna kuning yang
bercampur dengan lendir, darh atau pus yang mana konsestensinya encer.
Mikroskopis jumlah sel eitel leukosit dan eritrosit terdiri dari dari PH feces, biasanya
menurun yang menunjukan keadan feces yang asam dan kadar kadar gula yang
diduga (ada sugar itoleran)
7. Pemeriksan darah
Pemeriksaan darah lengkap dapat berupa PH cadangan alkali dan elektrolit untuk
menentukan gangguan untuk keseimbanagam asam basa.
IV. Analisa Data

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : data yang diperoleh dari pasien Penyebab atau asal muasal Masalah Keperawatan yang
maupun keluarga dari masalah keperawatan muncul pada pasien
yang muncul
DO :data yang diperoleh dari hasil
pengamatan dan pemeriksaan
perawat.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit pada tubuh.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi.
3. Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik usus.
4. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi

D. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional


Keperawatan
1. Kurang volume cairan NOC NIC 1. untuk
berhubungan dengan mengetahui
kehilangan cairan dan  Fluid balance Fluid management perbandingani
 Hydration ntake dan
elektrolit pada tubuh.
 Nutritional 1. Monitor output pasien
status: food masukan 2. untuk
snd fluid makanan / mengetahui
 Intake cairan dan perkembanga
hitung intake n hasil tanda-
kalori tanda vital
Kriteria hasil makanan pasien
2. Monitor vital 3. untuk
 Mempertahan sign menambah
kan urine 3. Kolaborasi pemasukan
output sesuai pemberian cairan pasien
dengan usia cairan IV 4. untuk
dan BB, BJ 4. Monitor mengetahui
urine normal, status nutrisi perkembanga
HT normal 5. Kolaborasi n nutrisi
 Tekanan dengan pasien
darah, nadi, dokter 5. untuk
suhu tubuh membantu
dalam batas proses
normal penyembuhan
 Tidak ada
tanda-tanda
dehidrasi
 Elastisitas
turgor kulit
baik
membran
mukosa
lembab, tidak
ada rasa
haus yang
berlebihan
2. Ketidakseimbangan NOC NIC 1. untuk
nutrisi kurang dari  menunjukkan mengetahui
kebutuhan tubuh status nutrisi 1. kaji adanya apakah
yang dekuat alergi pasien
berhubungan dengan
makanan mempunyai
gangguan absorbsi. 2. monitor riwayat alergi
Kriteria Hasil :
jumlah makanan atau
 Berat badan nutrisi dan tidak
stabil kandungan 2. untuk
 tigkat energy kalori mengetahui
adekuat 3. berikan kebutuhan
 masukan informasi kalori pasien
nutrisi adekuat tentang 3. untuk
kebutuhan mengetahui
nutrisi kebutuhan
4. monitor nutrisi pasien
adanya 4. untuk
mual dan mengetahui
muntah apakah
5. kolaborasi pasien ada
dengan ahli mual muntah
gizi untuk atau tidak
penyediaan 5. untuk
makanan meningkatkan
nafsu makan
pasien
3. Nyeri akut NOC 1. lakukan 1. untuk
berhubungan dengan pengkajian mengetahui
hiperperistaltik usus.  Pain level nyeri secara lokasi,
 Pain control komprehensi karakteristik,
 Comfort level f termasuk durasi,
lokasi, frekuensi, dan
Kriteria Hasil :
karakteristik, kualitas nyeri
 Mampu durasi, yang di
mengontrol frekuensi, rasakan
nyeri, (tahu kualitas, dan pasien
penyebab factor 2. untuk
nyeri, mampu presipitasi mengetahui
menggunakan 2. gunakan pengalaman
tehnik non tekhnik nyeri yang
farmakologi komunikasi pernah
untuk terapeutik dirasakan
menguragi untuk pasien
nyeri, mencari mengetahui 3. untuk
bantuan) pengalaman mengurangi
 Mampu nyeri pasien rasa nyeri
mengenali 3. control akibat factor
nyeri (skala, lingkungan lingkungan
intensitas, yang dapat 4. untuk
frekuensi dan mempengar mengontrol
tanda nyeri) uhi nyeri dan
 Menyatakan seperti suhu, mengurangi
rasa nyaman pencahayaa nyeri
setelah nyeri n, 5. untuk
berkurang kebisingan meningkatkan
4. pilih dan relaksasi
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi
dan
interpersonal
)
5. berikan
tindakan
untuk
meningkatka
n rasa
nyaman
4. Hipertermi NOC NIC 1. untuk
berhubungan dengan mengetahui
Thermoregulation
dehidrasi 1. monitor suhu keadaan suhu
sesering tubuh pasien
kriteria hasil : 2. untuk
mungkin
2. monitor mengetahui
 suhu tubuh kondisi suhu
warna dan
dalam rentang kulit pasien
suhu kulit
normal 3. untuk
3. monitor
 nadi dan RR mengetahui
tekanan
dalam rentang
normal darah, nadi hasil tanda-
 tidak ada dan RR tanda vital
perubahan 4. berikan pasien
warna kulit antipiretik 4. untuk
dan tidak ada 5. kompres membantu
pusing pasien pada proses
lipat paha penyembuhan
dan aksila 5. untuk
menurunkan
demam

Evaluasi :

1. Klien tidak diare lagi


2. Konsistensi feses berbentuk dan tidak cair
3. Klien tidak merasa mual dan nyeri
4. Menunjukkan pemenuhan cairan yang adekuat ditandai dengan tanda-tanda vital normal, turgor kulit
baik, ubun-ubun tidak cekung, membran mukosa lembab, dan mata tidak cekung.
5. Nutrisi klien adekut dan ditandai dengan peningkatan berat badan sesuai dengan usianya.
Daftar Pustaka

Huda,nurarif amin dan hardhi kusuma.2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda
nic-noc.jogjakarta:mediaction jogja.

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika

WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman bagi Rumah Sakit Tingkat Pertama
di Kabupaten/Kota. Jakarta: WHO dan DEPKES RI.

Arief, Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Jilid II Edisi 3. Media Aesculapius : Jakarta.

Dongoes , Mariliynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.

Carpenito-moyet, Lynda juall. 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai