Anda di halaman 1dari 8

BENCANA GUNUNG MELETUS

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Disaster Nursing

Disusun oleh :

Grahya Febriella M.N.P. 22020115120039


Novinda Kurnia Fitri 22020115120031
Ressy Amalia Anjani 22020115120030
Sinta Nurkhalisa 22020115120028

Program Studi Ilmu Keperawatan


Departemen Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
2016
Konsep Bencana Gunung Meletus
Definisi bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 yang
dikutip dari laman BNPD yaitu, peristiwa atau rangkaiann peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologi.
A. Bencana Gunung Meletus
Kutipan dari laman BPBD Kabupaten Malang, gunung meletus
merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut
bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma adalah
cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat
tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar
dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai
700-1.200 °C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat
menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa
membanjiri sampai sejauh radius 90 km. Tidak semua gunung berapi sering
meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung berapi aktif.
Menurut BPBD Kabupaten Malang, gunung berapi yang akan meletus
dapat diketahui melalui beberapa tanda antara lain, yaitu:
1. Suhu di sekitar gunung naik.
2. Mata air menjadi kering.
3. Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa).
4. Tumbuhan di sekitar gunung layu.
5. Binatang di sekitar gunung bermigrasi.
Mengutip dari laman BPBD Kabupaten Magelang, gunung meletus
mengeluarkan beberapa material seperti: gas vulkanik, gas tersebut antara
lain Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida
(H2S), Sulfur dioksida (S02), dan Nitrogen (NO2) yang dapat
membahayakan manusia; Lava, yaitu cairan magma dengan suhu tinggi
yang mengalir dari dalam bumi ke permukaan melalui kawah. Lava encer
akan mengalir mengikuti aliran sungai sedangkan lava kental akan
membeku dekat dengan sumbernya. Lava yang membeku akan membentuk
bermacam-macam batuan; lahar adalah lava yang telah bercampur dengan
batuan, air, dan material lainnya. Lahar sangat berbahaya bagi penduduk di
lereng gunung berapi; hujan abu, yakni material yang sangat halus yang
disemburkan ke udara saat terjadi letusan. Karena sangat halus, abu letusan
dapat terbawa angin dan dirasakan sampai ratusan kilometer jauhnya. Abu
letusan ini bisa menganggu pernapasan; awan panas, yakni hasil letusan
yang mengalir bergulung seperti awan. Di dalam gulungan ini terdapat
batuan pijar yang panas dan material vulkanik padat dengan suhu lebih
besar dari 600 °C.
Letusan gunung berapi berdampak pada populasi dan infrastruktur
dengan berbagai cara. Cedera traumatik dapat terjadi jika terkena materi
gunung berapi. Abu, gas, batu-batuan, dan magma yang super panas dapat
menyababkan luka bakar yang cukup serius untuk membunuh seseorang
secara tiba-tiba. Kerikil dan bebatuan yang berjatuhan juga dapat
menyebabkan tulang patah dan tipe cedera remuk yang lain. Gas dan asap
yang dihirup dapat menyebabkan gangguan pernapasan. (PAHO, 2006)
Fasilitas kesehatan dan infrastruktur lain dapat hancur seketika jika
bangunan itu berada di jalur aliran piroklastik dan lahar (aliran lumpur yang
menganduung reruntuhan vulkanik). Kumpulan abu di atas atap beresiko
besar menyebabkan keruntuhan. Abu gunung juga dapat mengganggu
kondisi kesehatan lingkungan, dampak ini semakin rumit saat penduduk
harus dievakuasi dan ditempatkan di penampungan sementara. Jika fase
letusan berkepanjangan dan berlanjut sampai beberapa tahun, dapat
mengakibatkan dampak kesehatan lain seperti, meningkatnya stres dan
kecemasan pada penduduk yang tetap tinggal menjadi sangat penting.
Penghirupan berkepanjangan abu yang mengandung silika mengakibatkan
silikosis paru pada tahun-tahun berikutnya. (PAHO, 2016)
B. Penanggulangan Gunung Meletus (BPBD Kabupaten Malang)
1. Persiapan Dalam Menghadapi Letusan Gunung Berapi
a. Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman
untuk mengungsi.
b. Membuat perencanaan penanganan bencana.
c. Mempersiapkan pengungsian jika diperlukan.
d. Mempersiapkan kebutuhan dasar
2. Terjadi Letusan Gunung Berapi
a. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan
daerah aliran lahar.
b. Ditempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas.
Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan.
c. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh seperti: baju lengan
panjang, celana panjang, topi dan lainnya.
d. Jangan memakai lensa kontak.
e. Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung
f. Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan
kedua belah tangan.
3. Setelah Terjadi Letusan Gunung Berapi
a. Jauhi wilayah yang terkena hujan abu.
b. Bersihkan atap dari timbunan abu. Karena beratnya, bisa merusak
atau meruntuhkan atap bangunan.
c. Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab
bisa merusak mesin
C. Mitigasi Bencana Gunung Berapi (BPBD Kabupaten Malang)
Upaya memperkecil jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda
akibat letusan gunung berapi, tindakan yang perlu dilakukan :
1. Pemantauan, aktivitas gunung api dipantau selama 24 jam
menggunakan alat pencatat gempa (seismograf). Data harian hasil
pemantauan dilaporkan ke kantor Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (DVMBG) di Bandung dengan menggunakan radio
komunikasi SSB. Petugas pos pengamatan Gunung berapi
menyampaikan laporan bulanan ke pemda setempat.
2. Tanggap Darurat, tindakan yang dilakukan oleh DVMBG ketika terjadi
peningkatan aktivitas gunung berapi, antara lain mengevaluasi laporan
dan data, membentuk tim Tanggap Darurat, mengirimkan tim ke lokasi,
melakukan pemeriksaan secara terpadu.
3. Pemetaan, Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung berapi dapat
menjelaskan jenis dan sifat bahaya gunung berapi, daerah rawan
bencana, arah penyelamatan diri, lokasi pengungsian, dan pos
penanggulangan bencana.
4. Penyelidikan gunung berapi menggunakan metoda Geologi, Geofisika,
dan Geokimia. Hasil penyelidikan ditampilkan dalam bentuk buku, peta
dan dokumen lainya.
5. Sosialisasi, petugas melakukan sosialisasi kepada Pemerintah Daerah
serta masyarakat terutama yang tinggal di sekitar gunung berapi.
Bentuk sosialisasi dapat berupa pengiriman informasi kepada Pemda
dan penyuluhan langsung kepada masyarakat.
D. Peran Perawat
1. Peran perawat fase Pre-Impact
a. Mengenali instruksi ancaman bahaya
b. Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan saat fase emergency
c. Melatih penanganan pertama korban bencana berkoordinasi
berbagai dinas pemerintahan organisasi lingkungan dan lembaga
kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dalam menghadapi
ancaman bencana kepada masyarakat
d. Usaha pertolongan diri sendiri ( Pada masyarakat tersebut )
e. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga
f. Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti
nomor BPBD
2. Peran perawat dalam keadaan darurat ( Impact phase )
Pertolongan pertama pada korban bencana gunung meletus
dilakukan tepat setelah keadaan stabil. Perawat harus melakukan
pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan
pertama. Ada saat dimana “seleksi” pasien untuk penanganan segera
( emergency ) akan lebih efektif ( triase ).
Prinsip – prinsip dan tata cara melakukan triase
Triase dilakukan berdasarkan observasi terhadap 3 hal yaitu :
a. Pernapasan ( Respiratory )
b. Sirkulasi ( Perfusion )
c. Status mental ( Mental State )
Pengelompokan triase berdasarkan tag label :
a. Prioritas nol ( Hitam )
Pasien meninggal atau cidera parah yang jelas tidak mungkin
untuk diselamatkan
b. Prioritas pertama ( Merah )
Misal menderita cidera berat dan memerlukan penilaian cepat
dan tindakan medis atau transport segera untuk menyelamatkan
hidupnya, misalnya penderita gagal napas, henti jantung, luka
bakar berat, pendarahan parah, dan cidera kepala berat
c. Prioritas kedua ( Kuning )
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cidera dan
tingkat yang kurang berat dan dipastikan tidak mengalami ancaman
jiwa dalam waktu dekat, misalnya : cidera abdomen tanpa
shock,luka bakar ringan, fraktur atau patah tulang tanpa shock dan
jenis – jenis penyakit lain.
d. Prioritas ketiga ( Hijau )
Pasien dengan cidera minor dan tingkat penyakit yang tidak
membutuhkan pertolongan cidera serta tidak mengancam nyawa
dan tidak menimbulkan kecacatan
3. Peran perawat fase post impact
Menurut Feri dan Makhfudli (2009), peran perawat pasca bencana
ialah perawat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan bantuan kesehatan kepada korban seperti pemeriksaan
fisik, wound care secara menyeluruh dan merata pada daerah bencana.
Saat terjadi stres psikollogis yang dapat terjadi bisa terus berkembang
hingga terjadi post-traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan
sindrim dengan tiga gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi,
ataupun peristiwa-peristiwa yang memacunya dan individu akan
menunjukkan gangguan fisik, perawat dapat berperan sebagai konseling
dalam keadaan yang seperti ini.
Tidak hanya itu, perawat bersama masyarakat dan profesi lain
yang terkait bekerja sama dengan unsur lints sektor menangani masalah
kesehatan masyarakat pasca-gawat darurat serta mempercepat fase
pemulihan menuju keadaan sehat dan aman. Selain itu juga, perawat
dapat melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan
berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam
bidang itu. Sehingga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana
akan mapu membangun kehidupannya ke depan lewat kemampuan
yang dimilikinya. (Feri dan Makhfudli, 2009)
Daftar Pustaka

BNPB. (2016). Definisi dan Jenis Bencana. Diambil pada 16 Agustus 2016, dari:
www.bnbp.go.id

BPBD Kabupaten Malang. (2016). Gunung Meletus. Diambil pada 16 Agustus


2016, dari: bpbd.malangkab.go.id

Feri dan Makhfudli. 2009, 12 Maret. Gunung Meletus. Koran Jateng, halaman 10

PAHO. (2006). Bencana Alam: Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:


EGC

Anda mungkin juga menyukai