Departemen Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 2016 Konsep Bencana Gunung Meletus Definisi bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 yang dikutip dari laman BNPD yaitu, peristiwa atau rangkaiann peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologi. A. Bencana Gunung Meletus Kutipan dari laman BPBD Kabupaten Malang, gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km. Tidak semua gunung berapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung berapi aktif. Menurut BPBD Kabupaten Malang, gunung berapi yang akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda antara lain, yaitu: 1. Suhu di sekitar gunung naik. 2. Mata air menjadi kering. 3. Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa). 4. Tumbuhan di sekitar gunung layu. 5. Binatang di sekitar gunung bermigrasi. Mengutip dari laman BPBD Kabupaten Magelang, gunung meletus mengeluarkan beberapa material seperti: gas vulkanik, gas tersebut antara lain Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida (H2S), Sulfur dioksida (S02), dan Nitrogen (NO2) yang dapat membahayakan manusia; Lava, yaitu cairan magma dengan suhu tinggi yang mengalir dari dalam bumi ke permukaan melalui kawah. Lava encer akan mengalir mengikuti aliran sungai sedangkan lava kental akan membeku dekat dengan sumbernya. Lava yang membeku akan membentuk bermacam-macam batuan; lahar adalah lava yang telah bercampur dengan batuan, air, dan material lainnya. Lahar sangat berbahaya bagi penduduk di lereng gunung berapi; hujan abu, yakni material yang sangat halus yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan. Karena sangat halus, abu letusan dapat terbawa angin dan dirasakan sampai ratusan kilometer jauhnya. Abu letusan ini bisa menganggu pernapasan; awan panas, yakni hasil letusan yang mengalir bergulung seperti awan. Di dalam gulungan ini terdapat batuan pijar yang panas dan material vulkanik padat dengan suhu lebih besar dari 600 °C. Letusan gunung berapi berdampak pada populasi dan infrastruktur dengan berbagai cara. Cedera traumatik dapat terjadi jika terkena materi gunung berapi. Abu, gas, batu-batuan, dan magma yang super panas dapat menyababkan luka bakar yang cukup serius untuk membunuh seseorang secara tiba-tiba. Kerikil dan bebatuan yang berjatuhan juga dapat menyebabkan tulang patah dan tipe cedera remuk yang lain. Gas dan asap yang dihirup dapat menyebabkan gangguan pernapasan. (PAHO, 2006) Fasilitas kesehatan dan infrastruktur lain dapat hancur seketika jika bangunan itu berada di jalur aliran piroklastik dan lahar (aliran lumpur yang menganduung reruntuhan vulkanik). Kumpulan abu di atas atap beresiko besar menyebabkan keruntuhan. Abu gunung juga dapat mengganggu kondisi kesehatan lingkungan, dampak ini semakin rumit saat penduduk harus dievakuasi dan ditempatkan di penampungan sementara. Jika fase letusan berkepanjangan dan berlanjut sampai beberapa tahun, dapat mengakibatkan dampak kesehatan lain seperti, meningkatnya stres dan kecemasan pada penduduk yang tetap tinggal menjadi sangat penting. Penghirupan berkepanjangan abu yang mengandung silika mengakibatkan silikosis paru pada tahun-tahun berikutnya. (PAHO, 2016) B. Penanggulangan Gunung Meletus (BPBD Kabupaten Malang) 1. Persiapan Dalam Menghadapi Letusan Gunung Berapi a. Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi. b. Membuat perencanaan penanganan bencana. c. Mempersiapkan pengungsian jika diperlukan. d. Mempersiapkan kebutuhan dasar 2. Terjadi Letusan Gunung Berapi a. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah aliran lahar. b. Ditempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas. Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan. c. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh seperti: baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya. d. Jangan memakai lensa kontak. e. Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung f. Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan. 3. Setelah Terjadi Letusan Gunung Berapi a. Jauhi wilayah yang terkena hujan abu. b. Bersihkan atap dari timbunan abu. Karena beratnya, bisa merusak atau meruntuhkan atap bangunan. c. Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin C. Mitigasi Bencana Gunung Berapi (BPBD Kabupaten Malang) Upaya memperkecil jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda akibat letusan gunung berapi, tindakan yang perlu dilakukan : 1. Pemantauan, aktivitas gunung api dipantau selama 24 jam menggunakan alat pencatat gempa (seismograf). Data harian hasil pemantauan dilaporkan ke kantor Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) di Bandung dengan menggunakan radio komunikasi SSB. Petugas pos pengamatan Gunung berapi menyampaikan laporan bulanan ke pemda setempat. 2. Tanggap Darurat, tindakan yang dilakukan oleh DVMBG ketika terjadi peningkatan aktivitas gunung berapi, antara lain mengevaluasi laporan dan data, membentuk tim Tanggap Darurat, mengirimkan tim ke lokasi, melakukan pemeriksaan secara terpadu. 3. Pemetaan, Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung berapi dapat menjelaskan jenis dan sifat bahaya gunung berapi, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, lokasi pengungsian, dan pos penanggulangan bencana. 4. Penyelidikan gunung berapi menggunakan metoda Geologi, Geofisika, dan Geokimia. Hasil penyelidikan ditampilkan dalam bentuk buku, peta dan dokumen lainya. 5. Sosialisasi, petugas melakukan sosialisasi kepada Pemerintah Daerah serta masyarakat terutama yang tinggal di sekitar gunung berapi. Bentuk sosialisasi dapat berupa pengiriman informasi kepada Pemda dan penyuluhan langsung kepada masyarakat. D. Peran Perawat 1. Peran perawat fase Pre-Impact a. Mengenali instruksi ancaman bahaya b. Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan saat fase emergency c. Melatih penanganan pertama korban bencana berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan organisasi lingkungan dan lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dalam menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat d. Usaha pertolongan diri sendiri ( Pada masyarakat tersebut ) e. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga f. Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti nomor BPBD 2. Peran perawat dalam keadaan darurat ( Impact phase ) Pertolongan pertama pada korban bencana gunung meletus dilakukan tepat setelah keadaan stabil. Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana “seleksi” pasien untuk penanganan segera ( emergency ) akan lebih efektif ( triase ). Prinsip – prinsip dan tata cara melakukan triase Triase dilakukan berdasarkan observasi terhadap 3 hal yaitu : a. Pernapasan ( Respiratory ) b. Sirkulasi ( Perfusion ) c. Status mental ( Mental State ) Pengelompokan triase berdasarkan tag label : a. Prioritas nol ( Hitam ) Pasien meninggal atau cidera parah yang jelas tidak mungkin untuk diselamatkan b. Prioritas pertama ( Merah ) Misal menderita cidera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medis atau transport segera untuk menyelamatkan hidupnya, misalnya penderita gagal napas, henti jantung, luka bakar berat, pendarahan parah, dan cidera kepala berat c. Prioritas kedua ( Kuning ) Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cidera dan tingkat yang kurang berat dan dipastikan tidak mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat, misalnya : cidera abdomen tanpa shock,luka bakar ringan, fraktur atau patah tulang tanpa shock dan jenis – jenis penyakit lain. d. Prioritas ketiga ( Hijau ) Pasien dengan cidera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan cidera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan 3. Peran perawat fase post impact Menurut Feri dan Makhfudli (2009), peran perawat pasca bencana ialah perawat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan bantuan kesehatan kepada korban seperti pemeriksaan fisik, wound care secara menyeluruh dan merata pada daerah bencana. Saat terjadi stres psikollogis yang dapat terjadi bisa terus berkembang hingga terjadi post-traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrim dengan tiga gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacunya dan individu akan menunjukkan gangguan fisik, perawat dapat berperan sebagai konseling dalam keadaan yang seperti ini. Tidak hanya itu, perawat bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan unsur lints sektor menangani masalah kesehatan masyarakat pasca-gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman. Selain itu juga, perawat dapat melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehingga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mapu membangun kehidupannya ke depan lewat kemampuan yang dimilikinya. (Feri dan Makhfudli, 2009) Daftar Pustaka
BNPB. (2016). Definisi dan Jenis Bencana. Diambil pada 16 Agustus 2016, dari: www.bnbp.go.id
BPBD Kabupaten Malang. (2016). Gunung Meletus. Diambil pada 16 Agustus
2016, dari: bpbd.malangkab.go.id
Feri dan Makhfudli. 2009, 12 Maret. Gunung Meletus. Koran Jateng, halaman 10