Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

TUGAS 2

Nama :Arief Rahman

Nim/kelas :201510410311127/Farmasi c

PRODI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
I. Tujuan

Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan glikosida saponin,


triterpenoid dan steroid dalam tanaman

II. Prosedur Kerja

a. Uji biji

1. Ekstrak sebanyak 0,2 gram dimasukan tabung reaksi, kemudian ditambah air
suling 10 ml, dikocok kuat-kuat selama kira-kira 30 derik.
2. Tes buih postif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil selama lebih
dari 30 menit dengan tinggi 3cm diatas permukaan cairan.

b. Reaksi warna

1. Preparasi sampel :
0,5 gram extrak dilarutkan dalam 15 ml etanol, lalu dibagi menjadi tiga bagian
masing-masing 5ml, disebut sebagai larutan 11A, 11B, dan IIC

2. Uji Liebermann-Burchard
1) Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB sebanyak 5ml ditambah
3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat, amati perubahan
warna yang terjadi.
Kemudian kocok perlahan dan diamati terjadinya perubahan warna.
2) Terjadinya warna hijau biru menunjukkan adanya saponin steroid, warna
merah ungu menunjukkan adanya saponin triteronoid/ seteroid jenuh.

3. Uji Salkowski
1) Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIC sebanyak 5ml ditambah
1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi
2) Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin warna merah
c. Kromatografi Lapis Tipis
1. Identifikasi sapogenin steroid / triterpenoid
1) Ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambah 5 ml HCL 2N, didihkan dan tutup
dengan corong berisi kapas basah selama 50 menit untuk menghidrolisis
saponin..
2) Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai basa, kemudian ekstraksi
dengan 4-5 ml n-heksana sebanyak 2x, lalu uapkan sampai tinggal 0,5 ml,
totolkan pada plat KLT.
Fase diam :Kiesel Gel 254
Fase Gerak :n-heksana – etil asetat (4:1)
Penampak noda :-Anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)
3) Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinya warna merah ungu
(ungu) untuk anesaldehida asam sulfat

2 Identifikasi terpenoid/steroid bebas secara KLT

1) Sedikit ekstrak ditambah beberapa tetes etanol, diaduk sampai larut,


totolkan pada fase diam

2) Uji Kromatografi lapis ini mengggunakan :

Fase diam :Kiesel Gel 254

Fase gerak :n-Heksana-etil asetat (4:1)

Penampak noda :Anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)

3)Adanya terpenoid/Steroid ditunjukkan dengan terjadinya warna merah


ungu atau ung
III. Bagan Aliran

a.Uji Buih

Ekstrak Sebanyak 0,2 gram dimasukkan


tabung reaksi, kemudian ditaambah air
suling 10 mlsuling 10ml,d ikocok kuat kuat
selama 30 detik

Tes buih postif mengandung saponin bila


terjadi buih yang stabil selama lebih dari 30
menit dengan tinggi 3 cm diatas permukaan
cairan

a. Reaksi Warna

1. Prepasi sampel

0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 15 ml etanol,


lalu dibagi menjadi tiga bagian masing masing
5ml, disebut larutan IIA, IIB dan IIC.

2. Uji Libermann-Burchard

Larutan IIA digunakan sebagi blanko,


larutan IIB sebanyak 5ml ditambah 3 tetes
asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4
pekat

Amati perubahan warna yang terjadi.


Kemudian kocok perlahan dan diamati
terjadinya perubahan warna.
Uji Salkowski

Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan


IIC sebantak 5 ml ditambah 1-2 ml H2SO4 pekat
melalui tak jenuh ditandai dengan timbulnya
cicin warna merah

b. Kromatografi lapis tipis

1. Identifkasi sapognein steroid/triterpenoid

Ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambah 5 ml HCL


2N, didihkan dan tutup dengan corong berisi
kapas basah selama 50 menit untuk
menghidrolisis saponin

Ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambah 5 ml HCL


2N, didihkan dan tutup dengan corong berisi
kapas basah selama 50 menit untuk
menghidrolisis saponin

Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai


basa, kemudian ekstraksi dengan 4-5 ml n-
heksana sebanyak 2 kali

Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai


basa, kemudian ekstraksi dengan 4-5 ml n-
heksana sebanyak 2 kali
Fase diam :Kiesel Gel 254

Fase Gerak :n-heksana – etil


asetat (4:1)

Penampak noda :-Anisaldehida asam


sulfat (dengan pemanasan

Lalu uapkan sampai tinggal 0,5 ml, totolkan paa


plat KLT

2. Klasifikasii Terpenoid/steroid bebas secata KLT

Identifikasi terpenoid/steroid bebas


secara KLT

Sedikit ekstrak ditambah beberapa tetes


etanol, diaduk sampai larut, totolkan pada
fase diam

Fase diam :Kiesel Gel 254

Fase Gerak :n-heksana – etil


asetat (4:1)

Penampak noda :-Anisaldehida asam


sulfat (dengan pemanasan

Fase diam :Kiesel Gel 254

Fase Gerak :n-heksana – etil


asetat (4:1)

Penampak noda :-Anisaldehida asam


sulfat (dengan pemanasan
IV. Tinjauan Pustaka

Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Sapindales
Famili: Sapindaceae
Genus: Sapindus
Spesies: Sapindus rarak Dc
Sapindus rarak Dc
a) Tanaman lerak (Sapindus rarak DC)
Tanaman lerak (Sapindus rarak DC) merupakan tanaman industri yang cukup
baik untuk dikembangkan, termasuk dalam famili Sapindaceae yang tumbuh
dengan baik pada ketinggian 450 sampai 1.500 m dpl. Di Jawa tanaman ini
tumbuh liar, tinggi tanaman dapat mencapai 42 m dan mempunyai diameter
batang 1 m. Tanaman ini mempunyai nama yang berbeda pada setiap daerah,
seperti di Palembang disebut lamuran, di Jawa lerak dan di Jawa Barat sering
disebut rerek. Kayunya sangat ringan dan biasa digunakan sebagai papan cor,
batang korek api dan kerajinan dari kayu. Kulit batang dapat digunakan sebagai
pembersih rambut, buahnya yang bulat dapat dimanfaatkan sebagai pengganti
sabun untuk mencuci berbagai macam kain, biasa digunakan dalam industri batik
karena tanaman ini buahnya mengandung saponin.

Lerak biasa tumbuh liar di hutan dengan tinggi 15 - 42 m dengan diameter


batang 1 m dan tumbuh rindang, bentuk Tanaman ini mempunyai bunga majemuk
tidak terbatas (inflorescentia centripetala) dimana bunga mekar dari bawah ke atas
sehingga berbentuk tandan dengan tangkai bunga tumbuh dari ujung batang. Buah
lerak merupakan buah tunggal berbentuk bulat dengan diameter 2 cm, biji
dilindungi oleh kulit biji dengan warna kulit biji berwarna hijau, bila telah masak
berwarna cokelat bila dikeringkan berwarna hitam. Biji bersama kulitnya bila
direndam akan mengeluarkan busa karena kulit biji banyak mengandung saponin
(28%), sehingga dapat digunakan dalam pembuatan sabun, obat cuci rambut dan
berbagai alat kosmetika.
Tanaman lerak mempunyai bentuk daun majemuk, menyirip ganjil anak daun
bentuk lanset (lanceolatus), bentuk ujung daun runcing, pangkal daun tumpul, tepi
rata, dengan panjang 5 - 18 cm, lebar 2,5 - 3,0 cm, bertangkai pendek dan
berwarna hijau. Lerak menghasilkan bunga dan buah yang tumbuh langsung dari
kuncup dorman pada batang utama atau cabang utama. Bunga lerak berbentuk
tandan (racemes), bunga majemuk, mahkota bentuk periuk (hypanthodium),
warna kuning keputihan, mahkota empat dan kelopak lima.
b) Penyebaran

Tanaman lerak tersebar di berbagai daerah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Akan tetapi tanaman ini belum dibudidayakan secara luas dan masih
terbatas sebagai tanaman sampingan saja.

c) Lingkungan tumbuh
Tanaman lerak paling sesuai pada iklim tropik dengan kelembaban tinggi,
berdrainase baik, subur dan mengandung banyak humus. Lerak tumbuh pada
ketinggian di bawah 1.500 m di atas permukaan laut, dengan pertumbuhan paling
baik pada daerah berbukit dataran rendah dengan ketinggian 0 - 450 m di atas
permukaan laut, curah hujan rata-rata 1.250 mm/tahun. Lerak termasuk dalam
kelas Dicotyledone, berakar tunggang dengan perakaran yang kompak. Oleh
karena itu tanaman ini dapat digunakan sebagai pengendali erosi dan penahan
angin, sebagai tanaman pekarangan yang agak jauh dari rumah. Tanaman mulai
berbuah pada umur 5 - 15 tahun, musim berbuah pada awal musim hujan dan
menghasilkan biji sebanyak 1.000 - 1.500 biji.
d) Budidaya
Penyiapan bahan tanaman Perbanyakan secara generatif dengan biji. Buah lerak
tersusun dalam tandan dengan jumlah 8 - 12 biji, berbentuk bulat dengan ukuran
2,0 cm, berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam. Biji yang akan digunakan
untuk perbanyakan harus sudah cukup tua dan sehat. Biji disimpan di tempat
teduh dan dibasahi secara teratur sebelum disemaikan, kemudian biji disemaikan
hingga menjadi benih.
e) Bercocok tanam
Jarak tanam untuk tanaman lerak, adalah 6 x 6 m, 8 x 8 m atau 10 x 10 m. Benih
berasal dari biji, dan dapat dipindah ke lapangan pada umur 3 bulan dengan tinggi
30 - 40 cm dengan cara membuka tanaman dari polibeg dan dimasukkan ke dalam
lubang tanam dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm. Pupuk kandang yang diberikan
sebanyak 5 kg/lubang tanam. Cara pemeliharaan tanaman lerak tidak memerlukan
penanganan khusus. Penyiangan dan pembumbunan dilakukan sampai tanaman
berumur 2 tahun
f) Panen buah
Tanaman lerak mulai berbuah pada umur 5 - 10 tahun, musim berbuah setiap
tahunnya yaitu pada setiap awal musim hujan bulan Nopember-Januari. Bentuk
buah lerak bulat kelereng, berukuran diameter 2 cm, berkulit tipis dengan
permukaan licin, tangkai pendek. Buah masak ditandai dengan warna hijau tua
sampai cokelat. Panen buah dilakukan dengan memotong tangkai buah yang telah
matang dengan galah bambu yang diberi pisau atau dibiarkan jatuh. Buah yang
telah dipetik dikeringkan dengan cara dijemur sehingga kulit biji berkerut keriput.

g) Manfaat buah lerak


Tinggi tanaman dapat mencapai 15 - 42 meter, bertajuk rindang dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan, dan pohon pelindung. Sebagai
tanaman pekarangan dekat rumah. Kayu dari tanaman lerak dapat digunakan
sebagai papan, dan batang korek api. Biji lerak kering bila direndam dalam air
akan mengeluarkan busa saponin yang
Glikosida

Pengertian Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan dua bagian
senyawa, yaitu gula dan bukan gula. Keduanya dihubungkan oleh suatu bentuk
ikatan berupa jembatan oksigen (O – Glikosida, dioscin ), jembatan nitrogen (N-
glikosida, adenosine ), jembatan sulfur (S-glikosida, singrin), maupun jembatan
karbon (C- glikosida, barbaloin). Bagian gula biasa disebut glikon saling terikat
maka senyawa ini disebut sebagai glikosida. Jembatan oksigen yang
menghubungkan glikon – aglikon ini sangat basa maupun semakin panas
lingkungannya maka glikosida akan semakin mudah dan cepat terhidrolisis. Saat
glikosida terhidrolisis maka molekul akan pecah menjadi dua bagian, yaitu bagian
gula dan bagian bukan gula. Dalam bentuk glikosida, senyawa ini larut dalam
pelarut polar seperti air. Namun bila terurai maka aglikonnya, tidak larut dalam air
karena larut dalam pelarut organik non polar. Glikon  O  Aglikon.
(Gunawa,didik,2004)

Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon c30 asiklik, yaitu
skualena. Senyawa ini berstruktur skilik yang nisbri rumit, kebanyakan berupa
alkhol, aldehida, atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanwarna,
berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik, yang umumnya
sukar dicicirkan karena tak ada kreatifan kimianya. Uji yang banyak digunakan
ialah reaksi Lieberman- Burchard (Anhidrida asetat – H2So4 pekat). Yang dengan
kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau – biru.
(J.B.Harbrone,1987)

Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat sida jantung.


Kedua golongan sebenanrya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Kedua
golongan yang terakhir sebnarnya triterpena atau steroid yang terutama terdapat
glikosida. Ada juga alkaloid steroid, yang terutama terdapat sebagai glikosida.
Ada juga alkaloid steroid, tetapi dalam buku ini senyawa tersebut dibahas bersama
–sama dengan alkaloid lain. Banyak triterpena dikenal dalam tumbuhan dan
secara berkala senyawa baru ditemukan dan dicirikan misalnya das dan mahkota ,
1983 . sampai saat ini hanya beberapa saja yang diketahui tersebar luas.
Senyawa tersebut ialah triterpna pentaskilik α-amirin serta asam turunanya, yaitu
asam ursolat dan asam oleanoat senyawa ini dan senyawa sekerabatnya terutama
terdapat dalam lapisan malam daun dan dalam buah seperti apel, dan per, dan
mungkin mereka berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan
serangan mikroba. Triterpena terdapat juga dalam damar, kulit batang dan getah
(euphorbia , heavea, dan lain lain )
Triterpena tertentu terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya. Contohnya
limonin, suatu senyawa pahit yang larut dalam lemak dan terdapat dalam buah
jeruk, citrus. Senyawa itu termasuk dalam deret triterpena pentaskilik yang
rasanya pahit serta dikenal sebagai limonoid dan kuasinoid. Mereka terutama
terdapat dalam rutaceae, meliacceae dan simaruobaceae dan dari segi taksonomi
kimia sangat menarik perhatian (waterman dan grundon, 1983) kelompok
triterpena biji berbagai cucurbitaceae, meskipun dapat juga dideteksi pada suku
lain termask cruciferae (crutis dan maedae , 1971 )

Steroid

Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana


perihidofenatrena. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa
(sebagai hormon kelamin, asam empedu, dan lain lain ) Yang ditemukan dalam
jaringan tumbuhan. Memang, tiga yang baisa disebut filosterol mungkin terdapat
pada setiap tumbuhan tinggi : sitosterol (dahulu dikenal sebagai β – sitosterol ),
stigmasterol, dan kampasterol . sterol umum ini terdapat dalam bentuk bebas dan
sebagai glukosida sederhana. Sterol tumbuhan yang kurang umum ialah α-
soinasterol, yaitu isomer stigmasterol yang terdapat dalam bayam, Amanrathus
alfaalfa, Medicago sativa, dan akar Polygala senega, sterol terntentu hanya
terdapat dalam khammir dan sejumlah fungus. Sterol lain terutama terdapat dalam
tumbuhan rendah, tetapi kadang – kadang terdapat juga dalam tumbuhan tinggi,
misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga cokelat dan juga terdeteksi
pada kelapa.
Dari segi struktur kimia fitosteol berbeda dengan sterol hewan, sehingga
penemuan sterol hewan dalam jaringan tumbuhan akhir-akhir ini sangat menarik
perhatian. Salah satu yang paling menarik ialah esterogen hewan, yaitu esteron,
dalam biji korma dan tepungsari (bennet dkk, 1966). Sumber esteron ialah
ditemukannya sesepora kolesterol dalam beberapa tumbuhan tinggi, termasuk
korma dan sejumlah alga merah (Gibbons dkk., 1967). Akhirnya, harus disebut
juga aganya hormon ganti kulit serangga, yaitu edikson, untuk dapat memahami
hal yang menarik, yaitu cara tumbuhan berevolusi untuk melindungi dirinya dari
serangga pemangsa.

Saponin dan Sapogenin

Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu


memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin.
Memang betul, bila dalam tumbuhan terdapat banyak saponin, sukar untuk
memkatkan ekstrak alkhol- saponin yang sederhana iala mengocok ekstrak alkhol
air dari tumbuhan dalam tabung reaksi dan diperhatikan apakah ada terbentuk
busa tahan lama pada permukaan cairan. Saponin dapat juga diperiksa dalam
ekstrak kasar berdasarkan kemampuannya menghemolisis sel darah tetapi,
biasanya lebih baik bila uji sederhana itu dipastikan dengan cara KLT dan
pengukuran spektrum.

Saponin jauh lebih polar daripada sapogenin karena ikatan glikosidanya lebih
mudah dipisahkan dengan KKt atau dengan KLT pada selulosa. Tetapi, KLT pada
silika gel berhasil juga dengan memakai pengembangan seperti butanol yang
dijenuhkan dengan air atau kloroform.

Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikianhingga memenuhibakuyang telahditetapkan.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara
perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan utamaobatsesedikitmungkinterkenapanas.
Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai
pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak
dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap ml ekstrak mengandung
bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat.
Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring
atau bagian yang bening dienaptuangkan. Beningan yang diperoleh memenuhi
persyaratanFarmakope. Ekstrak cairdapatdibuatdariekstrakyangsesuai.

Uji Liebermann – Burchard

Pereaksi liebermann – burchard telah disesuaikan untuk KLT dan juga anhidrida
asetat 20 ml dan chcl3 50ml , lalu dipanaskan pada 85 – 95 c selama 15 menit.
Disinipun terjadi berbagai warna yang disebabkan oleh triterpena yang berlainan
dan kepekaanya sanat baik (2-5 µg ).

Uji salkowski

Uji salkowski digunakan untuk menguji adanya fluouresensi dari reaksi kolesterol.
Prinsip kerjanya adalah mencampurkan larutan klorofrom dan asam sulfat
kemudian menambahkan dengan asam sulfat pekat dan campurkan larutan dengan
digojok.

Pada percobaan diperoleh hasil terbentuk dua lapisan yaitu larutan bagian atas
berupa klorofrom yang berwarna orange pekat sedangkan pada lapisan bawah
berupa asam sulfat berwarna orange jernih. Hal ini tidak sesuai dengan teori
seharusnya terbentuk cincin coklat yang menunjukkan terjadinya reaksi antara
kolesterol dengan asam sulfat pekat[3]. Dengan terbentuk 2 lapisan dimana
lapisan bawah berwarna coklat muda ang menunjukan adanya ikatan kolesterol
yang kehilangan gugus karboksilnya sedang lapisan atas berwarna kuning yang
menunjukan adanya karbosulfida.
Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar , selain


kromatografi kertas dan elektroforesis. KLT merupakan metode pemisahan campuran
analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat
komponen / analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pengecatan. Dalam
bentuknya yang paling sederhana, lempeng lempeng KLT dapat disiapkan di
laboratorium, lalu lempeng diletakkan dalam wadah dengan ukuran yang sesuai, lalu
kromatogram hasil dapat di scanning secara visual. Dalam bentuk yang lebih canggih,
termasuk alat penotol sampel yang telah di otomatisasi, tempat pengembangan, alat
pendeteksi, serta penjerap (fase diam) yang banyak tersedia di pasaran dengan
berbaga jenis.

Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diiskan atau di kemas
di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berpa lapisan yang seragam
(unifrom) pada permukaan bidang datar yang di dukung oleh lempeng kaca, lempeng
alumunium atau lempeng plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat
dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromagorgradi kolom.

Instrumentasi

Sistem yang paling sering di gunakan adalah pelat kaca atau pelat plastik yang
dilapisi dengan gel silikia; untuk penggunaan rutin, ukuran partikel gel silika berada
dalam kisaran 2-25 µm. Metode yang digunakan untuk sistem ini adalah sebagai
berikut :

1. Beberapa µl Larutan sampel ditotolkan secara perlahan pada pelat di garis awal.jika
lebih dari ± 1µl digunakan sekaligus, bercak akan menyebar terlalu jauh.bercak
tersebut harus dapat mengering diantara masing masing penotolan sebanyak 1µl.
Sampel yang dimasukkan biasanya 20 µg.
2. 0,5cm bagian bawah pelat tersebut dicelupkan kedalam fase gerak yang terdapat
3. didalam tangki dan fase gerak cair dapat bergerak naik pada pelat gel silika melalui
kerja kapiler.
4. Semakin polar suatu senyawa, semakin besar mengadospsi (partisi kedalam) fase
diam gel silika, semakin sedikit waktu yang di butuhkan fase gerak untuk bergerak
menaiki pelat sehingga semakin pendek jarak tempuh senyawa tersebut menaiki pelat
pada waktu tertentu.

Teori dan prinsip


Gambaran utama yang mengatur kemampuan daya pisah lempeng KLT adalah ukuran
bercak (spot) dan dimensi fisik lempeng, dengan diameter sebesar 0,5 cm dan panjang
lempeng pada umumnya 10 cm. dengan ukuran seperti ini , lempeng hanya mampu
memisahkan 20 analit secara optimal supaya terpisah secara sempurna. Kecepatan fase
gerak bervariasi disepanjang lempeng KLT. Semakni jauh fase gerak melewati lempeng
maka kecepatannya akan menurun.
Prinsip kromatografi, koefisien distribusi suatu komponen didefinisikan sebagai
perbandingan konsentrasi solute dalam fase diam (Cs) dan Dallam fase gerak (Cm).
K= Cs/Cm
K menggambarkan afinitas relative komponen dalam dua fase, karenanya terkait dengan
kecepatandan jarak yang ditempuh oleh komponen yang akan dipisahkan dalam lempeng
KLT. Dalam KLT dan juga kromatografi kertas, hasil-hasil yang diperoleh digambarkan
dengan mencantumkan nilai Rf nya yang merujuk pada migrasi relative analit terhadap
ujung depan fase gerak aatau eluen, dan nilai ini terkait dengan koefisien distribusi
komponen.
Rf= jarak yang ditempuh solute / jarak yang ditempuh fase gerak.
Daftar Pustaka

1. Sastrohamidjojo.H. (1996). Sintesis Bahan Alam. Gajahmada University


press.Jogjakarta
2. Sudjadi,2012, kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, yogyakarta.
3. J.B.Harbrone,1987, Metode Fitokimia. Institut Tekhnologi Bandung . bandung
4. Ibnu Gholib Gandjar, Analisis Obat , Gajahmada University press.Jogjakarta
5. Gunawan, Didik. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai