Anda di halaman 1dari 5

LO VIII PEMERIKSAAN DAN PERAWATAN KANKER MULUT

8.1 Pemeriksaan kanker mulut


8.1.1 Sitologi mulut
Sitologi mulut telah banyak digunakan untuk menyelidiki berbagai
macam penyakit mulut, dimana prosedurnya paling bermanfaat dalam
evaluasi terhadap suatu keadaan yang dicurigai sebagai suatu keganasan,
khususnya bila keadaan tersebut merupakan suatu lesi merah yang tidak
berkeratin (Lynch, 1994).
Secara defenisi, pemeriksaan sitologi mulut merupakan suatu
pemeriksaan mikroskopik gel-gel yang dikerok/dikikis dari permukaan
suatu lesi di dalam mulut (Coleman dan Nelson, 1993). Klasifikasi dan
interpretasi yang digunakna dalam laporan sitologi mulut adalah:
a. Kelas I : gel-gel normal
b. Kelas II : gel-gel yang tidak khas (stipik), tidak ada bukti
keganasan
c. Kelas III : perubahan pada pola nuklear yang sifatnya tidak
jelas, tidak ada tanda-tanda keganasan, tetapi terdapat gel yang
menyimpang dari normal
d. Kelas IV : memebri kesan kepada suatu keganasan
e. Kelas V : perubahan keganasan terlihat jelas
Untuk kelas I-III lakukan ulangan sitologi III bulan kemudian, bila hasil
sama dapat dilakukan biopsi. Untuk kelas IV dan V indikasi untuk
dilakukan biopsi.1
8.1.2 Biopsy
Biopsi merupakan pengambilan spesimen baik total maupun sebagian
untuk pemeriksaan mikroskopis dan diagnosis (Pedersen, 1996;
Coleman dan Nelson, 1993). Cara ini merupakan cara yang penting dan
dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosa defenitif dari lesi-lesi
mulut yang dicurigai (Bolden, 1982).
Teknik biopsi memerlukan bagian dari lesi yang mewakili dari tepi
jaringan yang normal. Biopsi dapat dilakukan dengan cara insisional
atau eksisional. Biopsi insisional dipilih apabila lesi permukaan besar
(>1cm) dan biopsi eksisional yaitu insisi secata intoto apabila lesi kecil
(Pedersen, 1996; Bolden, 1982; Coleman dan Nelson, 1993).
8.1.3 Brush biopsy
Untuk memenuhi kebutuhan yang lebih seksama dalam
mengidentifikasi kanker rongga mulut pada tahap ini, telah
dikembangkan suatu cara biopsi dengan menggunakan sikat (Oral CDx).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sciubba (1999) dengan
menggunakan biopsi dengan cara sikat menunjukkan bahwa cara ini
dapat memberikan bantuan yang tidak terhingga nilainya dalam
memeriksa lesi di rongga mulut. Pada penelitian tersebut, biopsi dengan
memakai sikat merupakan alat deteksi yang sepadan dengan biopsi
memakai skalpel. Walaupun begitu, harus ditekankan bahwa Oral CDx
bukanlah pengganti untuk biopsi dengan memakai skalpel (Sciubba,
1999).
8.1.4 Touluidine Blue
Pemeriksaan Touluidine Blue dilukakan dengan cara berkumur
menggunakan suatu larutan. Larutan ini akan memberikan warna biru
pada sel kanker dan pada jaringan yang normal tidak akan menyerap.
Teknik memberikan warna rongga mulut adalah :
1) Kumur dengan larutan asam asetat 1%: 20 detik
2) Kumur dengan air: 20 detik 2 kali
3) Kumur larutan toluidine blue 1% 5-10 cc
4) Kumur lagi dengan larutan asam asetat 1%: 1 menit
5) Kumur dengan air
Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan 24 jam kemudian.1
8.1.5 Positron Emission Tomoghrapy (PET)
Positron Emission Tomography (PET) adalah pemeriksaan non invasif
yang dapat menggambarkan fungsi metabolisme molekuler dari tubuh
pasien secara tiga dimensi dengan menggunakan cairan radiofarmaka
FDG (Fluorodeoxyglucose). PET scan dengan radiofarmaka FDG akan
mendeteksi aktivitas metabolik dari sel-sel tubuh, seperti sel-sel kanker
yang mempunyai aktivitas metabolik berlebih.
Cara kerja PET CT ini ialah dengan menyuntikkan radiofarmaka FDG
ke dalam pembuluh darah pasien. Radiofarmaka akan ditangkap sel-sel
kanker, karena sel kanker membutuhkan banyak glukosa dan
metabolisme dalam pertumbuhannya. Ketika sel kanker berkumpul,
PET akan mengambil citra dari seluruh tubuh pasien. Pencitraan ini akan
menunjukkan lokasi radiofarmaka berkumpul. Artinya, di situlah lokasi
sel-sel kanker yang hidup.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor <4 mm, untuk staging
memiliki sensitivitas 71% dan spesifitas 99%, sedangkan untuk deteksi
kekambuhan sensitivitas 92% dan spesifitas 81%.

8.2 Perawatan kanker mulut


8.2.1 Kemoterapi
Kemoterapi merupakan salah satu bentuk terapi paliatif, digunakan
apabila sel kanker timbul kembali pada pasien atau telah terjadi
metastase. Kemoterapi merupakan terapi yang menggunakan bahan
kimia yang berfungsi untuk menghancurkan sel kanker. Terdapat enam
jenis bahan yang digunakan untuk kemoterapi, di antaranya alkylating
agent, nitrosoureas, anti metabolite, anti tumor antibiotic, plant alkoloid,
dan steroid hormone.
Bahan alkylating agent bekerja dengan mengikat DNA di inti sel,
sehingga sel-sel tersebut tidak dapat melakukan replikasi. Contoh bahan
ini adalah Cyclophosphamide dan Mechlorethamine. Bahan
nitrosoureas bekerja seperti alkylating agent yaitu menghalangi
perubahan pada sel DNA, misalnya Carmustine dan Lomustine. Bahan
anti metabolite dapat bekerja langsung pada molekul basal inti sel, yang
berakibatmenghambat sintesis DNA, misalnya 6-mercaptopurine dan 5-
fluorouracil.
Sementara bahan anti tumor antibiotik bekerja dengan menghambat
sintesis RNA, misalnya Doxorubicin dan Mitomycin-C. Bahan plant
alkoloid bekerja dengan menghalangi pembelahan sel, antara lain
Vincristine dan Vinblastine. Sementara bahan steroid hormone bekerja
dengan memodifikasi pertumbuhan hormon yang menyebabkan
terjadinya kanker. Contoh bahan ini adalah Tamoxifen dan Flutamide.2
8.2.2 Radiasi
Radiasi merupakan pengobatan yang menggunakan sinar ion. Terapi
radiasi ini dapat menghasilkan energi yang bisa menghancurkan sel-sel
kanker, dengan menghancurkan sel DNA pada sel kanker tersebut
sehingga sel kanker tersebut tidak dapat berkembang lagi. Radiasi jarang
digunakan sebagai pengobatan yang utama. Radiasi sering digunakan
untuk mengecilkan sel kanker sebelum dilakukan pembedahan, dan
untuk mencegah sel kanker timbul kembali atau untuk menghancurkan
sisa-sisa sel kanker yang tidak terambil keseluruhannya ketika
pembedahan.
Dosis yang digunakan pada perawatan ini kecil. Terapi radiasi ini
dilakukan lima hari berturut-turut dan diberikan selang waktu dua hari
untuk istirahat. Waktu yang digunakan untuk terapi radiasi ini antara 10-
15 menit. Terapi ini dilakukan antara 2-8 minggu, agar sel yang baru
dapat tumbuh dan meminimalkan efek yang timbul akibat radiasi.
8.2.3 Terapi Kombinasi
Bagi pasien yang pertumbuhan sel kanker telah menyebar luas atau telah
terjadi regional metastase dapat dilakukan terapi kombinasi yang terdiri
dari pembedahan, radiasi dan kemoterapi.
8.2.4 Perawatan pemulihan setelah operasi
a. Setelah operasi pasien kanker rongga mulut diberikan makanan
cair, setelah satu minggu kemudian berubah menjadi semi-cair.
b. Setelah operasi perhatikan warna, suhu dan elastisitas flap pasien
kanker rongga mulut, apabila suhu flap menurun, menunjukkan warna
hijau keunguan dan semakin memburuk, segera melaporkan ke dokter.
c. Secara tepat waktu menghisap keluar sekresi dimulut, hidung
dan kerongkongan pasien kanker rongga mulut, demi menjaga
kelancaran saluran pernafasan.
Apabila pasien kanker rongga mulut setelah operasi tidak dapat
berbicara, tidak dapat mengatakan gejala tidak enak yang dirasakan,
perlu secara teliti mengamati ada tidaknya gejala dysphoria (cemas,
gelisah, tidak tenang), nasal inflamasi dan gejala penyumbatan saluran
pernafasan lainnya pada pasien kanker rongga mulut dan segera
melaporkan kepada dokter2
8.2.5 Edukasi
Edukasi dapat diberikan kepada pasien kanker rongga mulut melalui
dokter gigi atau ahli kesehatan yang lain. Bagi pasien yang sering
merokok, mengkonsumsi alkohol, dan menyirih agar mengurangi atau
menghentikan kebiasaan tersebut. Di India, beberapa kampanye yang
dilakukan untuk mengurangi penggunaan tembakau berhasil
mengurangi resiko terjadinya kanker. Beberapa peneliti dari University
of Harvard membuktikan bahwa lelaki yang banyak mengkonsumsi
buah-buahan sitrus, vitamin C, dan sayur-sayuran, 30-40% dapat
mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kanker.
8.2.6 Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan pada jaringan lunak dan jaringan keras.
Sering dilakukan pembedahan pada kanker yang melibatkan
tenggorokan, tetapi dapat juga dilakukan pada kanker rongga mulut.
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat keseluruhan lesi untuk
mencegah terjadinya penyebaran sel kanker pada nodul limfa, pembuluh
darah, dan saraf. Setelah pembedahan untuk mengangkat sel kanker,
dilakukan pembedahan rekonstruktif bertujuan untuk mempercepat
proses penyembuhan, mengembalikan fungsi, serta meningkatkan
kualitas hidup pasien.3

Daftar Pustaka

1. Sudiono, Janti. 2008. Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma Mulut. Jakarta
: EGC
2. Vermey A, 1988. Treatment of parotid tumors and cancer of the oral cavity. Head and
Neck Oncology. Dutch Foundation For Post Graduate Courses In Indonesia, FK Unair-
RSU Dr. Soetomo.
3. Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Volume 2
edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai