Anda di halaman 1dari 45

i

USULAN PENELITIAN

KEWENANGAN BADAN PERACANGAN PEMBANGUNAN DAERAH


(BAPPEDA) DALAM MEWUJUDKAN PENATAAN RUANG
DI KABUPATEN DOMPU

Program Studi Ilmu Hukum

oleh:

FAISAL
NIM. 61511A0029

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
MATARAM
2019
ii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

PROPOSAL

KEWENANGAN BADAN PERACANGAN PEMBANGUNAN DAERAH


(BAPPEDA) DALAM MEWUJUDKAN PENATAAN RUANG
DI KABUPATEN DOMP

OLEH
FAISAL
NIM. 61511A0029

Menyetujui;
Pembimbing I Pembimbing II

Fitriani Amalia, S.H., MH Ady Supryadi, SH., MH


NIDN. 0826058302 NIDN. 0803128501
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7
A. Perencanaan Pembangunan Daerah ................................................. 7
1. Pengertian Perencanaan ............................................................. 7
2. Pengertian Pembangunan .......................................................... 8
3. Pengertian Perencanaan Pembangunan Daerah ......................... 9
B. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ...................................... 15
1. Pengertian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.............. 15
2. Organisasi Bappeda ................................................................... 16
3. Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda............................................. 17
C. Tinjauan Umum Tentang Penataan Ruang ...................................... 23
1. Pengertian Penataan Ruang ....................................................... 23
2. Prinsip-prinsip dasar dan Tujuan Penataan Ruang .................... 33
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 36
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 36
B. Sumber Bahan Hukum/Data ............................................................ 37
C. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 38
D. Teknik Analisis Bahan Hukum/Data ............................................... 39
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep Negara kesatuan menggambarkan penyelenggaraan urusan

pemerintahan baik di tingkat pemerintah maupun pada tingkat pemerintah

daerah senantiasa dijalankan sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku, sejak reformasi tahun 1997 terjadi perubahan yang cukup besar dan

komplek dalam bidang ketatanegaraan, hal ini ditandai dengan lahirnya

sejumlah peratuan perundang-undangan yang baru, khususnya yang berkaitan

dengan pemerintahan daerah.

Kewenangan pemerintah terdapat enam urusan, selain itu terdapat

pula urusan pemerintah yang bersifat concurent, urusan pemerintah yang

penanganannya dengan pemerintah daerah. Setiap urusan yang bersifat

concurrent senantiasa ada bagian urusan yang diserahkan kepada pemerintah

provinsi dan ada pula urusan yang diserahkan kepada pemerintah

kabupaten/kota.

Perwujudan pembagian kewenangan yang conccurrent tentunya

tidaklah mudah untuk dilaksanakan apabila tidak dilakukan secara

proporsional antara peerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota, untuk itulah diperlukan kriteria sebagai standar dalam

melakukan pembagian kewenangan.1 Urusan pemerintahan wajib adalah

urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti

1
Undang-ndndang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
2

pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, dan

prasarana lingkungan dasar. Urusan pilihan berkaitan erat dengan potensi

unggulan dan kekhasan daerah.

Pembangunan dapat diartikan sebagai setiap kegiatan terencana yang

dilakukan demi mendapatkan perubahan ke arah yang lebih baik, Menurut

Dissaynake, pembangunan sebagai sebuah proses menuju perubahan sosial

yang mengarah ke kualitas hidup yang lebih baik dari seluruh ataupun

mayoritas masyarakat tanpa merusak lingkungan, budaya atau kultur

lingkungan mereka dan berusaha melibatkan sebanyak mungkin anggota

masyarakat dalam usaha ini, serta membuat mereka menjadi penentu untuk

tujuan mereka sendiri.2

Badan perencanaan pembangunan daerah (BAPPEDA) mempunyai

tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan

Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam BAPPEDA, salah satu

tugas pokoknya yaitu menyusunan rencana pembangunan Daerah untuk

jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek serta melakukan

mengkoordinasi perencanaan dan mengusahakan keserasian diantara rencana-

rencana tersebut kedalam suatu rencana pembangunan.

Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Dompu adalah salah

satu satuan kerja perangkat daerah Kabupaten Dompu yang secara umum

membantu Kepala Daerah dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten

2
Zulkarimen Nasution, Komunikasi Pembangunan Pengenalan Teori dan Penerapannya,
(PT Raja Grafindo Persada : Jakarta 2007) hal. 254
3

Dompu. Peran serta masyarakat sebagai wujud dari keseriusan masyarakat

mengawal jalannya pembangunan perlu disertai dengan tersedianya ruang

partisipasi publik dalam memberikan masukan-masukan yang mencerminkan

aspirasi masyarakat.

Peran serta masyarakat sebagai wujud dari keseriusan masyarakat

mengawal jalannya pembangunan perlu disertai dengan tersedianya ruang

partisipasi publik dalam memberikan masukan-masukan yang mencerminkan

aspirasi masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai pemerintahan integral

dari sistem pemerintahan dalam konteks Negara Kesatuan Republik

Indonesia telah mengalami berbagai perubahan yang ditandai dengan

lahirnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan hasil obsevasi sementara terdapat faktor-faktor

permasalahan yang dihadapi dalam proses perencanaan pembangunan di

Kabupaten Dompu antara lain, rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses

perencanaan pembangunan, lemahnya kapasitas lembaga pelaksana

perencanaan pembangunan

Fenomena yang dihadapi oleh pemerintah daerah di bidang penataan

lingkungan pemukiman adalah semakin berkembangnya lingkungan

pemukiman kumuh dan tidak memenuhi kualitas kesehatan. Hal ini

disebabkan oleh konsep penataan yang umumnya berkembang secara bertahap

tetapi tanpa dilandasi perencanaan yang menyeluruh dan terpadu. Penataan

ruang tidak dipersiapkan atau direncanakan untuk menampung pertumbuhan


4

penduduk yang besar dalam waktu yang relatif pendek. Indonesia

menampilkan wajah ganda, di satu sisi terlihat perkembangan pembangunan

yang serba mengesankan dalam wujud arsitektur modern di sepanjang tepi

jalan utama, namun di sisi lain nampak menjamurnya lingkungan kumuh

dengan sarana dan prasarana yang sangat tidak memadai untuk mendukung

keberlangsungan kehidupan manusia yang hidup di wilayah tersebut, sehingga

menunjukkan adanya krisis dalam perencanaan. Pembangunan yang tidak

terencana dengan baik, pada perkembangan berikutnya berdampak pada

munculnya masalah dalam kehidupan masyarakat, seperti munculnya kesan

kumuh, mudah terjangkitnya penyakit pada masyarakat di pemukiman kumuh

dan munculnya anggapan bahwa pemerintah setempat tidak mampu

mengelola peningkatan kualitas penataan ruang yang berkualitas.3

Ketentuan lanjutan adalah Tentang Kewajiban Dalam

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah khususnya penataan perumahan, tata

ruang dan pengawasan bangunan Kabupaten Dompu Telah Dibentuk Dinas

Perumahan,Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan Kabupaten Dompu

(DPTRPB) Dalam Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2011 tentang

Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perumahan, Tata Ruang dan

Pengawasan Bangunan Kabupaten Dompu .

Dengan dibentuknya Perda Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2011

tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perumahan, Tata

Ruang dan Pengawasan Bangunan Kabupaten Dompu diharapkan mampu

3
Ruddy Williams. Klasifikasi Perncanaan Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan.
Penerbit Widiatama. Jakarta. 2001. hal. 52
5

mewujudkan penataan ruang Kabupaten Dompu yang indah, damai, nyaman

dan dinamis sebagai kota yang terdepan dalam pelayanan pendidikan,

perdagangan dan jasa, industri, pemerintahan, dan permukiman dengan

mempertahankan kelestarian lingkungan hidup bagi pembangunan

berkelanjutan.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis meneliti tentang

“Kewenangan Badan Peracangan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Dalam

Mewujudkan Penataan Ruang Di Kabupaten Dompu”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Fungsi Perencanaan BAPPEDA di Bidang tata ruang di

Kabupaten Dompu?

2. Bagaimanakah Pelaksanaan Perencanaan Tata Ruang di Dinas Tata

Ruang di Kabupaten Dompu?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka

tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui Bagaimanakah Fungsi Perencanaan BAPPEDA di

Bidang tata ruang di Kabupaten Dompu?

b. Untuk mengetahui Pelaksanaan Perencanaan Tata Ruang di Dinas

Tata Ruang di Kabupaten Dompu?


6

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan

Hukum Tata Negara pada khususnya mengenai pengelolaan dana desa

pasca bencana alam. Dan dapat bermanfaat juga selain sebagai

informasi juga sebagai bahan literatur atau bahan informasi ilmiah

yang dapat di gunakan untuk mengembangkan teori yang sudah ada

dalam Hukum Tata Negara.

b. Manfaat Praktis

Dapat memberikan masukan dan dijadikan dasar informasi bagi

masyarakat untuk lebih jauh menggali permasalahan dan pemecahan

masalah yang ada relevansinya dengan hasil penelitian ini, yang

berkaitan dengan Kewenangan Badan Peracangan Pembangunan

Daerah (BAPPEDA) Dalam Mewujudkan Penataan Ruang Di

Kabupaten Dompu.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perencanaan Pembangunan Daerah

1. Pengertian Perencanaan

Perencanaan adalah proses continue, yang terdiri dari keputusan

atau pilihan dan berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada,

dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu dimasa mendatang. Pada

dasarnya segala kegiatan pembangunan itu baru akan terarah apabila

dilandaskan pada suatu perencanaan pembangunan dan dikontrol, serta

dievaluasi.4 Menurutnya perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran

penentuan secara matang dari hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang

akan datang dalam rangka yang telah ditentukan.

Sementara itu menurut Pariata Westra,5 perencanaan adalah

aktivitas pokok dalam manajemen yang menggambarkan hal-hal yang

akan dikerjakan dan cara mengerjakannya dalam rangka mencapai tujuan

yang telah ditentukan. Perkerjaaan perencanaan ini merupakan salah satu

fungsi manajer, disamping fungsi-fungsi pokok lainnya, yaitu

penggerakan dan pengontrolan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Bintaro Tjokroamidjojo,6 bahwa

perencanaan merupakan suatu hal yang sangat penting, yaitu :

4
Sondang P Siagian. Administrasi Pembangunan, Gunung Agung, Cetakan 10, Jakarta.
1983. hal. 18
5
Westra, Pariata. Ensklopedia Administrasi. Gunung Agung. Jakarta. 1982. hal.26
6
Tjokroamidjojo, Bintaro, Perencanaan Pembangunan, Haji Masagung, Jakarta. 1987. hal.
17
8

a. Dengan adanya perencanaan diharapakan terdapatnya suatu


pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan bagi
kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan
pembangunan.
b. Dengan perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan terhadap
hal-hal dalam pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan
dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek
perkembangan tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan
resiko-resiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan
mengusahakan supaya ketidakpastian dapat dibatasi sedikit
mungkin.
c. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai
alternatif tentang cara yang terbaik (the best alternative) atau
kesempatan untuk memiliki kombinasi cara yang terbaik (the
best combinasition)
d. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas,
memilih urutan- urutan dari segi pentingnya suatu tujuan,
sasaran maupun kegiatan usahanya.
e. Dengan adanya rencana maka akan ada suatu alat pengukur
atau standar untuk mengadakan pengawasan/kontrol.

Memperhatikan pendapat di atas dapat ditarik pengertian bahwa

perencanaan adalah suatu proses yang menghasilkan suatu rencana

merupakan pemikiran-pemikiran kedepan secara matang yang

mewujudkan pengambil keputusan sebagai persiapan untuk melakukan

tindakan-tindakan terhadap pencapaian tujuan tersebut dilakukan satu

himpunan pengambilan keputusan.

2. Pengertian Pembangunan

Sondang P siagian7 mendefinisikan Pembangunan yaitu: “Suatu

usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana

yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa negara dan pemerintah

menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (natton building)”.

7
Sondang P Siagian, Op.cit. hal.21
9

Pembangunan dapat pula diartikan sebagai proses tindakan untuk

mengubah kehidupan dan penghidupan penduduk, sehingga dapat

memenuhi segala macam dan bentuk kebutuhan secara layak, bahkan

mampu memenuhi peningkatan kebutuhan perkembangan penduduknya

serta sesuai ilmu tekhnologi dan tekhnik yang semakin maju. Apabila

definisi di atas dijabarkan lebih lanjut akan terlihat beberapa ide pokok

yang terkandung didalamnya.8

3. Pengertian Perencanaan Pembangunan Daerah

Setelah kita mengetahui definisi pembangunan, maka selanjutnya

perlu diketahui pengertian perencanaan pembangunan. Perencanaan

pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan yang merupakan proses

mempersiapkan secara sistematis kegiatan pembangunan yang akan

dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dimana

pemilihan tujuan dilakukan secara sadar atas dasar skala kebutuhan dan

dengan memperhatikan faktor-faktor keterbatasan yang ada.

Ketika menyusun suatu perencanaan pembangunan, maka ada lima

hal pokok yang perlu mendapat perhatian, yaitu :

a. Permasalahan dan potensi yang ada

b. Tujuan serta sasaran yang ingin dicapai

c. Kebijaksanaan dan cara untuk mencapai tujuan dan sasaran etrasebut

d. Penerjemahan rencanan kedalam bentuk program yang nyata.

e. Jangka waktu pencapaian tujuan

8
Ibid, hal. 22
10

Pengertian perencanaan pembangunan sebagaimana telah diuraikan

di atas, merupakan pengertian perencanaan pembangunan secara umum.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini perencanaan pembangunan yang

dimaksudkan adalah perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan

pembangunan daerah dalam arti sempit adalah perencanaan pembangunan

yang akan dilaksanakan oleh aparat Pemerintah Daerah, Sedangkan

perencanaan pembangunan daerah dalam arti luas adalah seluruh

kegiatan perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah,

baik oleh aparat Pemerintah Daerah, Pusat maupun masyarakat.

4. Proses Pengambilan Keputusan Perencanaan

Perencanaan merupakan kegiatan pengambilan keputusan dari

sejumlah pilihan mengenai sasaran dan cara-cara yang akan dilaksanakan

dimasa depan guna mencapai tujuan yang diinginkan, serta perantaraan

dan penilaian atas perkembangan hasil pelaksanaannya yang akan

dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.9

Proses pengambilan keputusan perencanaan secara sistematis dan

berkesinambungan dapat dilaksanakan melalui perencanaan jangka

panjang, menengah dan tahunan.

a. Perencanaan Jangka Panjang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang

selanjutnya disingkat RPJP Daerah Kabupaten Dompu Tahun 2005-

2025 adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 20 (dua

9
Solihin, Dadang, Proses pengambilan Keputusan Perencanaan, disampaikan pada kursus
Tehnik dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Tingkat Dasar Angkatan ke-28 Pendidikan dan
Latihan LPEM-FE Universitas Indonesia, Jakarta. 2002
11

puluh) tahun, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 10

Tahun 2008. Kurun waktu dua puluh tahun dipergunakan sebagai tolak

ukur waktu perubahan generasi suatu bangsa. Visi adalah gambaran

masa depan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu visi

bersifat kearifan yang menyentuh hati dan menggerakan jiwa untuk

berbuat. Rumusan visi menjadi inspirasi, motivasi dan bernegara

menuju masa depan yang dicita-citakan. Visi Kabupaten Dompu

2025 mencakup aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dengan

memperhatikan tantangan yang dihadapi saat ini dan masa akan

datang, serta memperhitungkan kecenderungan terlaksananya secara

terukur pada tahun 2025 sebagai visi 2025 adalah “Terwujudnya

masyarakat Indonesia yang religious, bersatu, demokrasi, adil,

sejahtera, maju dengan penyelenggaraan yang baik dan bersih”.

Dengan visi tersebut jelaslah kearahmana perecanaan 25 tahun yang

akan datang, terutama yang menyangkut masalah Pembangunan

Bangsa Indonesia kedepan dengan harapan mencakup seluruh aspek

kehidupan bangsa dan Negara.

Perwujudan visi Indonesia 2025, tidak lepas dari berbagai

tantangan, ada 7 (tujuh) macam tantangan keadaan dan perubahan saat

ini dan masa depan, baik dari dalam maupun dari luar negeri, yaitu:10

1) Pemantapan peraturan bangsa dan kesatuan Negara,


2) Sistem hukum yang adil
3) Sistem politik yang demokratif,
4) Sistem ekonomi yang adil dan produktif,
5) Sumber daya manusia yang bermutu
6) Sistem social yang beradab

10
Ibid
12

7) Globalisasi

Tantangan-tantangan tersebut akan terjadi dimana saja dan

kapan saja diseluruh wilayah Indonesia, baik dari tingkat daerah

sampai ketingkat pusat.

b. Perencanaan Jangka Menengah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang

selanjutnya disingkat RPJM Daerah Kabupaten Dompu Tahun 2009-

2014 adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima)

tahun. Perwujudan visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah, melalui misi sebagai berikut :11

1) Pengamalan Pancasila secara konsisten dalam


kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
2) Penegakan kedaulatan rakyat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
3) Peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan
sehari-hari untuk mewujudkan kualitas keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan
dan mantapnya persaudaraan umat beragama yang
berakhlak, toleran, rukun dan damai.
4) Penjaminan kondisi aman, damai, tertib dan ketentraman
masyarakat.
5) Perwujudan sistem hukum nasional, dan menjalin
tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia
berlandaskan keadilan dan kebenaran
6) Perwujudan kehidupan social budaya yang berkepribadian,
dinamis, kreatif dan berdaya tahan pengaruh globalisasi
7) Pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi
nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi
dan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang
bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan yang
berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia
yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.

11
Ibid
13

8) Perwujudan kesejahteraan rakyat yang ditandai oleh


meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan
bermartabat serta member perhatian utama pada
tercukupnya kebutuhan dasar yaitu pangan,
sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan lapangan
kerja.
9) Perwujudan aparatur Negara yang berfungsi melayani
masyarakat, professional, berdaya guna, produktif,
transparan, beban dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
10) Perwujudan sistem iklim pendidikan nasional yang
demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia,
kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas,sehat,
berdisiplin dan bertanggungjawab, berketrampilan serta
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
rangka mengembangkan kualitas manusia.
11) Perwujudan politik luar negeri yang berdaulat,
bermartabat, bebas dan produktifbagi kepentingan nasional
dalam menghadapi perkembangan global.

c. Perencanaan Tahunan

Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Rapetada) merupakan

pelaksanaan Program Pembangunan Nasional (Propenasi). Rapetada

memuat keseluruhan kebijakan publik yang terkait dengan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara. Kebijakan tersebut ditetapkan

bersama-sama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.

Dengan cakupan dan cara penetapan tersebut Rencana Pembangunan

Tahunan mempunyai fungsi pokok :12

1) Menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa


(penyelenggara Negara baik di pusat maupaun di daerah)
dan masyarakat (termasuk dunia usaha), karena memuat
keseluruhan kebijakan publik.
2) Menjadi pedoman dalam menyusun Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, karena memuat arah kebijakan
pembangunan nasional dalam satu tahun.

12
Ibid
14

3) Menciptakan kapasitas kebijakan, karena merupakan


komitmen bangsa yang ditetapkan oleh eksekutif dan
legislatif.

Mengingat ketersediaan sumber daya yang terbatas, maka perlu

ditetapkan fokus prioritas pembangunan nasional tahunan yang

mengarah pada rencana tindak. Pemecahan akan permasalahan

prioritas pembangunan nasional ditetapkan dengan pertimbangan :

1) Berdampak luas pada penyelesaian permaslahan yang dihadapi

bangsa

2) Bersifat penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan

dalam tahun yang bersangkutan.

Salah satu permasalahan yang menonjol adalah bidang

ekonomi. Masalah kronis dibidang ini lambat laun akan merembet

pada bidang-bidang lain dalam Perencanaan Nasional yang mencakup

seluruh bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Beberapa masalah

kronis tersebut antara tercermin pada membengkaknya pinjaman luar

negeri (pemerintah dan swasta), ketahanan perubahan yang relatif

masih terbatas, dan kekayaan sumber daya alam yang belum

bermanfaatkan secara optimal bagi kepentingan bangsa dan Negara.

Permasalahan tersebut, tidak menutup kemungkinan akan

terjadi pula di daerah-daerah, terutama di Kabupaten/Kota, sehingga

upaya mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri perlu

dicarikan solusinya, yaitu dengan cara menggunakan kerangka

kebijakan (regulatory framework) untuk merangsang partisipasi

masyarakat dalam melaksanakan pembangunan sehingga


15

memungkinkan pemerintah berkonsentrasi pada tugas yang memang

harus dilaksanakan.

B. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

1. Pengertian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Pembentukan BAPPEDA Republik Indonesia ditetapkan dengan

keputusan Presiden Republik Indonesia No. 27 Tahun 1980 tentang

Pembentukan BAPPEDA R.I yang mana Bappeda mempunyai dua

tingkat kedudukan. Yang Pertama, Bappeda tingkat I (Pemerintahan

Provinsi) dan Bappeda Tingkat II (Pemerintahan Kabupaten/Kota)

BAPPEDA merupakan singkatan dari Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah yang mana Badan ini menurut aturan KEPRES No.

27 Tahun 1980, dalam Bab I bahwa badan ini adalah Badan Staf yang

langsung dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.Dimana

Bappeda berperan sebagai pembantu kepala daerah dalam menentukan

kebijakan di bidang perencanaan pembangunan Daerah. Untuk

menyempurnakan peraturan daerah khususnya dalam implementasi

pembangunan daerah yang merata berdasarkan prinsip otonomi yang

seluas- luas maka Pemerintahan mengeluarkan Undang-Undang No.25

Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang

mana dalam Pasal 23 di tegaskan sebagai berikut:13

“Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab


terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan di
Daerah Provinsi, Kabupaten, atau Kota adalah kepala badan

13
KEPRES No. 27 Tahun 1980 tentang Pembentukan BAPPEDA Republik Indonesia
16

perencanaan pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut kepala


Bappeda”.

Dengan demikian Bappeda adalah Badan penyusun Rencana Kerja

Pembangunan Daerah (RKPD) di daerah baik dalam jangka panjang,

jangka menengah maupun rencana tahunan. Pembentukan BAPPEDA

Republik Indonesia ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik

Indonesia No.27 Tahun 1980 tentang pembentukan BAPPEDA R.I, yang

mana Bappeda mempunyai dua tingkat kedudukan. Yang pertama,

Bappeda tingkat I (sekarang Pemerintah Provinsi) dan Bappeda tingkat II

(sekarang Pemerintah Kabupaten/Kota).Dalam melaksanakan perencanaan

Pembangunan di Daerah, BAPPEDA Tingkat I dan Tingkat II

berkewajiban mengusahakan keterpaduan antara rencana Nasional dan

Daerah. Dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) Bappeda Tingkat I dan Bappeda Tingkat II

mengkoordinasikan aspek-aspek perencanaan dari seluruh unit vertikal

yang terdapat pada wilayahnya.

2. Organisasi Bappeda

Tugas pokok BAPPEDA adalah melaksanakan urusan pemerintah

daerah dibidang perencanaan pembangunan daerah berdasarkan asas

otonomi dan tugas pembantuan. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud, Bappeda menyelenggarakan fungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis dibidang perencanaandan pembangunan

daerah;
17

b. Penyelenggara urusan pemerintahan, pelayanan umum, dan koordinasi

dibidang perencanaan pembangunan daerah;

c. Pembinaan, pengendalian dan pelaksanaan tugas dibidang perencanaan

pembangunan daerah;dan

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dibentuk

berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota dan merupakan unsur

staf dalam bidang perencanaan Pembangunan Daerah yang bertanggung

jawab kepada Bupati dan Walikota.

Menurut Pemendagri No.57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis

Penataan Organisasi Perangkat Daerahsebagai unsur perencanaan yang

memiliki tugas dan fungsi:14

a. Perumusan kebijakan perencanaan daerah


b. Koordinasi penyusunan rencana yang memuat visi,
misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kebijakan,
pembangunan masing- masing satuan kerja perangkat daerah.

3. Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda

Untuk mendukung dan mengakomodasi peran Bappeda selaku

institusi perencanaan telah disusun Peraturan Daerah untuk mengatur

pembentukan, kedudukan, tugas, fungsi dan struktur organisasi dan tata

kerja Bappeda dan UPT Bappeda Kabupaten. Adapun penjabaran tugas

tertuang dalam Peraturan Bupati Dompu Nomor 42 tahun 2016 tentang

14
Pemendagri No.57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat
Daerah
18

Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Dompu

dapat di jelaskan sebagai berikut:15

a. Kepala Badan
Kepala Badan mempunyai tugas pokok memimpin, mengendalikan
dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas serta penyusunan kebijakan
dibidang perencanaan pembangunan daerah dalam rangka mendukung
tugas-tugas pembangunan pemerintah daerah. Untuk melaksanakan
tugas tersebut Kepala Badan menyelenggarakan fungsi:
1) Perumusan kebijakan teknis dibidang perencanaan
pembangunan daerah;
2) Pengkoordinasian penyusunan, penataan dan pelaksanaan
kelembagaan perencanaan pembangunan daerah;
3) Pembinaan, pengendalian dan pelaksanaan tugas perencanaan
pembangunan daerah;dan
4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuaidengan
ketentuan yang berlaku.
b. Sekretariat
Sekretariat mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas kesekretriatan
sertta memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh
satuan organisasi di lingkungan Badan. Untuk melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud Sekertriat menyelenggarakan fungsi:
1) Penyusunan rencana kegiatan internal Bappeda;
2) Perencanaan pengembangan sumber daya aparatur Bappeda;
3) Pengelolaan administrasi keuangan; dan
4) Pelaksanaan urusan administrasi umum, meliputi urusan
ketatausahaan, kepegawaian, perlengkapan, dan kerumah tanggaan.
c. Kabid Ekonomi
Mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasi dan
mengendalikan tugas-tugas di bibang perencanaan pembangunan
perekonomian yang meliputi perencanaan pembangunan Subbidang
Pertanian dengan leading koordinasi yaitu satuan kerja
Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan, Dinas Kelautan dan
Perikanan, dan Dinas Ketanahan Pangan. Subbidang Penanaman
Modal dan Dunia Usaha dengan leading koordinasi yaitu satuan kerja
Dinas Penanaman Modal, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas
Koperasi dan UMKM, Subbidang Transmigrasi, Tenaga Kerja Energi
dan Sumber Daya Mineral dengan leading koordinasi yaitu satuan
kerja Dinas Transmigrasi, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Energi dan
Sumber daya Mineral. Untuk menyelenggarakan tugas pokok
sebagaimana dimaksud Bidang Ekonomi mempunyai fungsi:

15
Peraturan Bupati Dompu No.42 Tahun 2016 tentang Struktur Organisasi Dan Tata Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten Dompu
19

1) Penyusunan rencana program kerja operasional kegiatan dan


bahan rancangan kebijakan pembangunandaerah di bidang
ekonomi;
2) Menyiapkan bahan pengendalian dan evaluasi perencanaan
pembangunan daerah di bidang ekonomi;
3) Menyiapkan bahan koordinasi penyusunan dokumen perencanaan
pembangunan di bidang ekonomi;
4) Penyusunan pengelolaan data dan informasi pembangunan
perekonomian;
5) Menyusun proyeksidan analisis permasalahan di bidang Ekonomi
serta merumuskan alternative langkah-langkah kebijakan
pemecahannya;
6) Penyusunan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
kegiatan di bidang Ekonomi;
7) Fasilitas bimbingan, supervisi dan konsultasi kerjasama
pembangunan antar kecamatan/desa dan antara kecamatan/desa
dengan swasta;
8) Pelaksanaan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan unit
kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang Ekonomi.
d. Bidang Sosial Budaya
Bidang Sosial Budaya mempuyai tugas pokok pelakasanaan analis
dan merumuskan rancangan kebijakan pembangunan, koordinasi
kegiatan perencanaan pembangunan di bidang sosial dan budaya.
Rincian Tugas Bidang Sosial dan Budaya menyelenggarakan fungsi:
1) Penyusunan bahan rancangan kebijakan pembangunan daerah di
bidang sosial dan budaya;
2) Perumusan dan melakukan analisis rancangan kebijakan
pembangunan di bidang sosial dan budaya;
3) Pelaksanaan koordinasi penyusunan dokumen serta
mensinergikan perencanaan pembangunan daerah di bidang
sosial dan budaya;
4) Pelaksanaan analisis terhadap permasalahan di bidang sosial dan
budaya serta merumuskan alternatif-alternatif kebijakan;
5) Pelaksanaan monitoring, pengendalian dan evaluasi
perencanaan pembangunan daerah di bidang sosial dan
budaya;
6) Pembinaan dan fasilisasi perencanaan pembangunan di bidang
sosial dan budaya.
e. Bidang Perencanaan Evaluasi dan Informasi
Pembangunan Daerah
Bidang Perencanaan Evaluasi dan Informasi Pembangunan Daerah
mempunyai tugas pokok pelaksanaan analisis dan merumuskan
rancanagan kebijakan pembangunan, koordinasi kegiatan perencanaan
pembangunan dibidang perencanaan evaluasi dan informasi
Pembangunan Daerah. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana
20

dimaksud, Bidang Perencanaan Evaluasi dan Informasi Pembangunan


Daerah mempunyai fungsi sebagai berikut:
1) Merencanakan, mengatur, membina, mengkoordinasikan, dan
mengendalikan pelaksanaan tugas perencanaan, penyusunan
program kerja, penyusunan rencana kerja, penyusunan anggaran,
memverifikasi usulan rencana kerja anggaran, pemantauan ,
pengendalian, evaluasi, pengelolahan data, penyusunan laporan
akuntabilitas kinerja pemerintah;
2) Mendistribusikan dan mengkoordinasikan tugas-tugas kepada
bawahan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
3) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan seksi berdasarkan realisasi
program kerja untuk bahan penyempurnaan program berikutnya;
4) Menyusun dan memberikan laporan pertanggungjawaban
tugas bidang kepala badan melalui seketaris;
5) Menyelenggarakn tugas lain yang diberikan oleh atasan.
f. Bidang Prasarana dan Pengembangan Wilayah
Bidang Prasarana dan Pengembangan Wilayah mempunyai tugas
pokok mengkoordinasikan kegiatan perencanaan pembangunan
Prasarana dan Pengembangan Wilayah dibidang pekerjaan umum,
perumahan dan permukiman, lingkungan hidup, pertanahan, penataan
ruang, pengembangan, wilayah, perhubungan, komunikasi dan
informasi. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud,Bidang
Prasarana dan Pengembangan Wilayah, menyelenggarakan fungsi
sebagai berikut:
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan kegiatan perencanaan
terkait dengan Prasarana dan Pengembangan Wilayah
dibidang pekerjaan umum, perumahan dan permukiman,
lingkungan hidup, pertnahaan, penataan ruang, pengembangan
wilayah, perhubungan, komunikasi dan informasi;
2) Pelaksanaan koordinasi rencana pembangunan yang berkaitan
dengan Prasarana dan Pengembangan Wilayah di bidang pekerjaan
umum, perumahan, dan permukiman, lingkungan hidup,
pertnahaan, penataan ruang, pengembangan wilayah, perhubungan,
komunikasi dan informasi;
3) Pelaksanaan analisis permasalahan di bidang pembangunan
Prasarana dan Pengembangan Wilayah, serta merumuskan
altermatif pemecahan langkah-langkah kebijakan.

Bappeda adalah Badan staff yang langsung berada dibawah dan

tanggung jawab kepada kepala daerah yang bersangkutan. Hal ini dengan jelas
21

disrbutkan dalam Kepres nomor 27 tahun 1980 tentang Pembentukan Bappeda

R.I tersebut yang dalam pasal 2 (dua)nya berbunyi ;16

Ayat (1)

Bappeda tingkat I, adalah badan staf yang langsung berada dibawah


dan tanggung jawab kepada Gubernur/kepala daerah tingkat I.

Ayat (2)

Bappeda tingkat II, adalah badan staf yang langsung berada dibawah
dan tanggung jawab kepada Bupati/Walikota madya kepala daerah tingkat
II.

Jadi jelaslah bahwa Bappeda itu mempunyai tugas atau pekerjaan yang

sangat penting dalam membentuk kepala daerah untuk mewujudkan

pelaksanaan pembangunan didaerah.

Selanjutnya sebagai pelaksanaan Kepres Nomor 27 tahun 1980 itu, di

lingkungan Departemen Dalam Negeri telah menerbitkan Keputusan Menteri

Dalam Negeri Nomor 185 tahun 1980 tentang ; “Pedoman Organisasi dan

Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tingkat

I(PemerintahanProvinsi) dan Tingkat II (Pem.Kab./Kota), yang mulai berlaku

pada tanggal 28 Agustus 1980. Sebagaimana ketentuan yang telah diatur dalam

tersebut, dapat diketahui bahwa Kedudukan Bappeda adalah merupakan Badan

staf Kepala daerah yang secara lengkap dan jelas diatur melalui pasal 2 dari

Keputusan Presiden yang berbunyi :17

1. Bappeda Tingkat I, adalah Badan staf yang langsung berada dibawah


dan bertanggung jawab kepada Gubernur/Kepala daerah Tingkat I
(pasal 2 ayat 1).
2. Bappeda Tingkat II, adalah Badan staf yang langsung berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota madya Kepala
Daerah Tingkat II (pasal 2 ayat 2).

16
Kepres nomor 27 tahun 1980 tentang Pembentukan Bappeda R.I
17
Keputusan Presiden Nomor 27 tahun 1980 tentang Pembentukan BAPPEDA R.I
22

Dari ketentuan diatas, maka dapat diketahui bahwa, Bappeda tersebut

adalah merupakan Badan staf yang langsung berada dibawah dan bertanggung

jawab kepada Kepala Daerah. Hal ini berarti bahwa Bappeda bukanlah

merupakan Badan Perencanaan Pembangunan yang berdiri sendiri diluar

daripada tanggung jawab dari Kepala Daerah yang bersangkutan, tetapi Badan

tersebut dibentuk adalah untuk bekerja dan membantu Kepala Daerah dalam

melaksanakan pekerjaan sebagai kepala daerah yang bertugas untuk

merencanakan pembangunan serta mengadakan penilaian atas pelaksanaannya.

Bappeda Tingkat I mempunyai tugas membantu Gubernur/Kepala

Daerah Tingkat I (Pemerintahan Provinsi) dalam menentukan kebijaksanaan

dibidang Perencanaan Pembangunan daerah Tingkat I serta penilaian atas

pelaksanaannya.

Bappeda tingkat II (Pemerintahan Kabupaten/Kota) mempunyai tugas

membantu Bupati/Walikota Daerah Tingkat II dalam menentukan

kebijaksanaan dibidang Perencanaan Pembangunan di daerah tingkat II serta

penilaian atas pelaksanaannya. Selanjutnya dalam Keputusan Presiden tersebut

pada pasal 4 ditentukan bahwa :18

Dalam melaksanakan perencanaan pembangunan di daerah, Bappeda


tingkat I dan Bappeda tingkat II berkewajiban mengusahakan
keterpaduan antar rencana nasional dan daerah (pasal 4 ayat 1
KEPRES No. 5 tentang Pembentukan Bappeda R.I).”Dalam rangka
melaksanakan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Bappeda tingkat I
dan Bappeda tingkat II mengkoordinasikan aspek-aspek perencanaan
dari seluruh unit vertikal yang terdapat dalam wilayahnya.

Dengan demikian jelas lah bahwa dengan dibentuknya Badan dan

Perencanaan Pembangunan Daerah, maka tugas pembangunan, pengawasan

18
pasal 4 ayat 2 KEPRES No. 5 tentang Pembentukan Bappeda R.I
23

dan penilaian menjadi tugas daripada Bappeda tersebut, artinya bahwa badan

itu bukan hanya bertugas sebagai perencanaan saja tetapi harus turut serta

aktif dalam mengadakan pengawasan dan pelaksanaan dari yang sudah

direncanakan semula. Hanya saja perlu diingat bahwa melalui pengawasan,

badan ini akan dapat menyusun perencanaan pembangunan berikutnya dengan

mempelajari hal-hal yang telah dilihat melalui pelaksanaan yang sudah

dilakukan. Oleh sebab itu, Bappeda tidaklah boleh terlepas dari semua badan-

badan maupun instansi-instansi yang ada didaerah itu dalam melakukan

tugasnya sebagai Badan Perencanaan Pembangunan di daerah.

C. Tinjauan Umum Tentang Penataan Ruang

1. Pengertian Penataan Ruang

Ruang dapat diartikan sebagai wadah kehidupan manusia dan

makhluk hidup lainnya dan sebagai sumber daya alam. Ruang baik sebagai

wadah maupun sebagai sumber daya alam terbatas. Sebagai wadah ia

terbatas pada besaran wilayah, sedangkan sumber daya, ia terbatas daya

dukungnya. Oleh karena itu menurut.pemanfaatan ruang perlu ditata agar

tidak terjadi pemborosan dan penurunan kualitas ruang. 19 Ruang (space)

diartikan pula sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan

biosfera, tempat hidup tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Ruang

dapat merupakan suatu wilayah yang mempunyai batas geografis yatu

batas menurut keadaan fisik, sosial atau pemerintahan yang terjadi dari

sebagian permukaan bumi dan lapisan tanah dibawahnya serta lapisan

udara diatasnya.

19
Kantaatmadja, M.K. Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang. Mandar Maju
Bandung. 1994. hal. 115
24

Kartasasmita mengemukakan bahwa Penataan Ruang secara umum

mengandung pengertian sebagai suatu proses yang meliputi proses

perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pelaksanaan atau

pemanfaatan ruang yang harus berhubungan satu sama lain.20

Penataan ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut

dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan

wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya, hidup melakukan

kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.21 Ruang sendiri terbagi

dalam beberapa kategori, yaitu:

a. Ruang Daratan adalah ruang yang terletak diatas dan


dibawah permukaan daratan, termasuk permukaan perairan
darat dan sisi darat dari garis laut terendah.
b. Ruang Lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah
permukaan laut di mulai dari sisi laut dari sisi garis laut
terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi dibawahnya,
dimanan negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya.
c. Ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan
dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat pada
bumi, dimanan negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya.

Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang (disingkat UUPR), ruang terdiri dari ruang wilayah dan ruang

kawasan. Pengertian wilayah dalam Pasal 1 butir 17 UUPR adalah

ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenapnya unsur

terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

administartif dan/atau aspek fungsional. Sedangkan pengertian kawasan

20
Kartasasmita, G. Administrasi Pembangunan (Perkembangan Pemikiran dan
Prakteknya di Indonesia). LP3ES. Jakarta, 1997). hal. 51
21
Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
25

dalam Pasal 1 butir 20 UUPR adalah wilayah yang memiliki fungsi

utama lindung atau budi daya.

Pasal 1 butir 2 UUPR, menjelaskan yang dimaksud dengan tata

ruang adalah wujud struktural dan pola ruang. Struktur ruang dalam

Pasal 1 butir 3 UUPR adalah susunan pusat-pusat permukiman dan

sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung

kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki

hubungan fungsional. Sedang pola ruang dalam Pasal 1 butir 4 adalah

distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi

peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang fungsi

budi daya.

Pengertian penataan ruang dalam Pasal 1 butir 5 UUPR

adalah suatu sistem proses yang terdiri dari perencanan tata ruang,

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Proses

penataan ruang tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak

dapat terpisahkan satu sama lainnya. Sesuai dengan Pasal 6 ayat (3)

yuridiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat,

ruang laut dan ruang udara, termasuk di dalam bumi sebagai satu

kesatuan.

Hukum haruslah menjadi sarana pembangunan, artinya bahwa

hukum haruslah mendorong proses modernisasi, sejalan dengan fungsi

tersebut maka pembentuk Undang-Undang meletakkan berbagai dasar

yuridis dalam melakukan berbagai kegiatan pembangunan, sebagai


26

salah satunya yaitu dalam pembuatan undang-undang mengenai

penataan ruang.22 Sebagai keberlanjutan dari pengaturan dalam

kosnstitusi, berbagai undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya

telah dibentuk oleh pemerintah, salah satunya adalah Undang- Undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

UUPR merupakan Undang-Undang pokok yang mengatur

tentang pelaksanaan penataan ruang. Keberadan undang-undang

tersebut diharapkan selain sebagai konsep dasar hukum dalam

melaksanakan perencanaan tata ruang juga diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan acuan pemerintah dalam penataan dan pelestarian

lingkungna hidup. Setiap pembangunan yang dilakukan dalam suatu

negara harus terarah, supaya terjadi keseimbangan, keserasian

(keselarasan), berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

Untuk perlu disusun suatu rencana yang disebut rencana tata ruang.

Rencana tata ruang ada yang bersifat Nasional, artinya meliputi

bidang Nasional ada pula yang hanya berlaku untuk wilayah, atau

regional tertentu seperti RUTR.

Tata ruang berarti susunan ruang yang teratur. Kata teratur

mencakup pengertian serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami

dan dilaksanakan. Karena pada tata ruang, yang ditata adalah tempat

berbagai kegiatan serta sarana dan prasarananya dilaksanakan. Suatu

tata ruang yang baik dapat dilaksanakan dari segala kegiatan menata

22
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni
Bandung, 2002 hal 104
27

yang baik disebut penataan ruang. Dalam hal ini penataan ruang terdiri

dari tiga kegiatan utama yakni perencanaan tata ruang, perwujudan tata

ruang dan pengendalian tata ruang.23

Secara geografis ruang wilayah Indonesia yang terdiri dari ruang

daratan, ruang lautan, dan ruang udara beserta seluruh sumber daya

alam yang terkandung di dalamnya merupakan aset besar bangsa

Indonesia yang harus dimanfaatkan secara terkoordinir, terpadu, dan

seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor politik, ekonomi,

sosial, budaya, pertahanan keamanan, serta kelestarian, pertahanan

kemamanan, serta kelestarian kemampuan lingkungan hidup.24 Semua

pertimbangan-pertimbangan tersebut dimaksudkan agar sumber

kekayaan bangsa Indonesia itu semaksimal mungkin dapat menopang

terlaksananya pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil

dan makmur.

Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas

wilayah. Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang

aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan

Nusantara dan Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan

otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab, penataan

ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya

demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan

antardaerah, antara pusat dan daerah, antar sektor, dan antarpemangku

23
Silalahi, M. Daud. 2006. Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia. Alumni Bandung. hal 80
24
Marsono, Undang- Undang dan Peraturan-Peraturan di Bidang Perumahan dan
Pemukiman. Jakarta: Penerbit Djambatan, 1995, hal. 115-168.
28

kepentingan. Dalam Undang-Undang ini, penataan ruang didasarkan

pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah

administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.25

Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang

penyelenggaraan penataan ruang oleh Pemerintah dan pemerintah

daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan,

dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan

wilayah dengan batasan wilayah administratif. Dengan pendekatan

wilayah administratif tersebut, penataan ruang seluruh wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas wilayah nasional, wilayah

provinsi, wilayah kabupaten, dan wilayah kota, yang setiap wilayah

tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan administratif. Di

dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan

berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber

daya buatan, dan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda,

yang apabila tidak ditata dengan baik dapat mendorong ke arah adanya

ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta

ketidaksinambungan pemanfaatan ruang.26

Selanjutnya, penataan ruang dengan pendekatan kegiatan utama

kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan

ruang kawasan perdesaan. Kawasan perkotaan, menurut besarannya,

dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil, kawasan perkotaan sedang,

25
Ibid
26
Ibid, hal 2
29

kawasan perkotaan besar, kawasan metropolitan, dan kawasan

megapolitan. Penataan ruang kawasan metropolitan dan kawasan

megapolitan, khususnya kawasan metropolitan yang berupa kawasan

perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling

memiliki keterkaitan fungsional dan dihubungkan dengan jaringan

prasarana wilayah yang terintegrasi, merupakan pedoman untuk

keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah administrasi di dalam

kawasan, dan merupakan alat untuk mengoordinasikan pelaksanaan

pembangunan lintas wilayah administratif yang bersangkutan.

Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada kawasan

perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten atau pada

kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2

(dua) atau lebih wilayah kabupaten pada 1 (satu) atau lebih wilayah

provinsi. Kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah

kabupaten dapat berupa kawasan agropolitan.27

Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan

dimaksudkan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi

dan/atau mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis

kawasan yang bersangkutan demi terwujudnya pemanfaatan yang

berhasil guna, berdaya guna, dan berkelanjutan. Penetapan kawasan

strategis pada setiap jenjang wilayah administratif didasarkan pada

pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan,

27
Ibid, hal. 3
30

keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk

kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia.28

Pengaruh aspek kedaulatan negara, pertahanan, dan keamanan

lebih ditujukan bagi penetapan kawasan strategis nasional, sedangkan

yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan,

yang dapat berlaku untuk penetapan kawasan strategis nasional,

provinsi, dan kabupaten/kota, diukur berdasarkan pendekatan

ekternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan yang

bersangkutan.

Harus disadari bahwa setiap manusia dan makhluk hidup lainnya

membutuhkan ruang sebagai wadah dan pusat kegiatannya, sementara

ketersediaan wadah dan pusat kegiatan tersebut sangat terbatas dan

bahkan tidak pernah bertambah luas, maka pemanfaatan ruang

tersebut perlu diatur dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi

pemborosan dan penurunan kualitas ruang. Oleh karena itu, kehadiran

berbagai kebijakan penataan ruang harus dimaknakan sebagai upaya

untuk mengatur pemanfaatan ruang berdasarkan besaran kegiatan, jenis

kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika lingkungan.29

Lebih lanjut, Kebijakan penataan ruang tersebut meliputi ruang

wilayah nasional, ruang wilayah provinsi, dan ruang wilayah

kabupaten/kota. Masing-masing ruang wilayah tersebut merupakan

subsistem ruang menurut batasan administrasi belaka, karena secara

28
Ibid, hal. 4
29
Edy Lisdiono. 2008. Legislasi Penataan Ruang (Studi tentang Pergeseran Kebijakan
Hukum Tata Ruang dalam Regulasi Daerah di Kota Semarang). Disertasi Program Doktor Ilmu
Hukum Universitas Diponegoro - Semarang. hal. 247
31

alamiah ketiga wilayah tersebut merupakan suatu kesatuan dan tidak

dapat dipilah-pilah. Sebagai satu kesatuan wilayah ruang yang utuh

maka dalam kadar-kadar tertentu pengelolaan salah satu bagian

(subsistem) jelas akan berpengaruh pada subsistem yang lain, yang pada

akhirnya akan mempengaruhi subsistem ruang secara keseluruhan. Oleh

karena itu, pengaturan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem

keterpaduan sebagai ciri utamanya. Ini berarti perlu adanya suatu

kebijaksanaan nasional penataan ruang yang dapat memadukan dan

pengendalian pemanfaatan ruang dalam satu kesatuan sistem, maka

diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan yang dapat

memberi dasar yang jelas, tegas, dan menyeluruh dalam upaya

pemanfaatan ruang.30

Dalam sejarah penataan ruang, Indonesia pertama kali memiliki

Undang-Undang penataan ruang yaitu Undang-undang No. 24 Tahun

1992 tentang Penataan Ruang, yang disahkan pada tanggal 13 Oktober

1992, kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang. Perubahan tersebut didasarkan pada

pertimbangan, antara lain: (a) situasi nasional maupun internasional

yang menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan,

demokrasi dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang

yang baik; (b) pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang

memberikan wewenang yang semakin besar kepada pemerintah daerah

dalam penyelenggaraan penataan ruang sehingga pelaksanaan

kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan


30
Ibid, hal. 247-248
32

keterpaduan antardaerah demi menghindari kesenjangan antardaerah;

dan (c) kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi

terhadap penataan ruang yang memerlukan pengaturan, pembinaan,

pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang agar sesuai dengan

perkembangan yang terjadi di masyarakat.31

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, dalam

mencapai tujuan penyelenggaraan penataan ruang nasional, Undang-

undang yang baru ini memuat beberapa ketentuan pokok sebagai

berikut:32

a. Pembagian wewenang antara pemerintah (pusat), pemerintah


provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan pemanfaatan ruang untuk memberikan kejelasan
tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
b. Pengaturan penataan ruang yang dilakukan melalaui penetapan
peraturan pewrundang-undangan termasuk pedoman bidang
penataan ruang sebagai acuan penyelenggaraan penataan ruang;
c. Pembinaan penataan ruang melalui berbagai kegiatan untuk
meningkatkan kinerja penyelengagaraan penataan ruang;
d. Pelaksanaan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang
pada semua tingkat pemerintahan;
e. Pengawasan penataan ruang yang mencakup pengawasan terhadap
kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang
termasuk pengawasan terhadap kinerja pemenuhan standar
pelayanan minimal biodang penataan ruang melalui
kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan;
f. Hak, kewajiban, dan peraan masyarakat dalam penyelenggaraan
penataan ruang untuk menjamin keterlibatan masyarakat, termasuk
masyarakat adat dalam setiap proses penyelenggaraan penataan
ruang;
g. Penyelesaian sengketa, baik sengketa anatar daerah maupun antar
pemangku kepentingan lain secara bermartabat;

31
Angka 8 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang
32
Angka 9 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang
33

h. Penyidikan, yang mengatur tentang penyidik pegawai negari sipil


beserta wewenang dan mekanisme tindakan yang dilakukan;
i. Ketentuan sanksi administratif dan sanksi pidana sebagai dasar
untuk penegakan hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang;
dan
j. Ketentuan peralihan yang mengatur keharusan penyelesuaian
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang baru, dengan
masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.

2. Prinsip-prinsip dasar dan Tujuan Penataan Ruang

Penataan ruang wilayah Indonesia, baik untuk kepentingan

pemerintah maupun kepentingan masyarakat, pada dasarnya diletakkan di

atas beberapa prinsip dasar, yakni:33

a. Prinsip keterpaduan adalah bahwa penataan ruang


diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai
kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan
lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan, antara
lain, adalah Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
b. Prinsip keserasian, keselarasan, dan keseimbangan” adalah
bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan
keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan
antara kehidupan manusia dengan lingkungannya,
keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah
serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
c. Prinsip keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan
dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.
d. Prinsip keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah
bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang
terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang
yang berkualitas.
e. Asas keterbukaan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-
luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan penataan ruang.
f. Prinsip kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan
ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan.

33
Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
34

g. Prinsip pelindungan kepentingan umum adalah bahwa


penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan
kepentingan masyarakat.
h. Prinsip kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa
penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan
hukum/ketentuan peraturan perundangundangan dan bahwa
penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa
keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban
semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.
i. Prinsip akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan
ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya,
pembiayaannya, maupun hasilnya.

Selain prinsip-prinsip dasar penataan ruang sebagaimana dimaksud

di atas, penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan

ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan

berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: (a)

terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan

buatan; (b) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam

dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;

dan (c) terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak

negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.34

Makna aman dalam tujuan penyelenggaraan tata ruang tersebut

adalah situasi masyarakat dapat menjalankan aktivitas kehidupannya

dengan terlindungi dari berbagai ancaman. Nyaman adalah keadaan

masyarakat dapat mengartikulasikan nilai sosial budaya dan fungsinya

dalam suasana yang tenang dan damai. Produktif dimaksudkan sebagai

proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu

memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat,

34
Pasal 3 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
35

sekaligus meningkatkan daya saing. Sedangkan berkelanjutan adalah

kondisi kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat

ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi

ekonomi kawasan setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan.35

Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang daratan, ruang

laut, ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.

Dalam Pasal 6 Ayat (5) UUPR, bahwa ruang laut dan ruang udara

pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri. Penataan ruang

untuk wilayah Laut, diatur lebih lanjut dalam UUPWP3K, khususnya

berkaitan dengan Rencana Zonasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil (Pasal 1 Angka 14, Pasal 7 Ayat (1) b, Pasal 9, 10 dan 11) dan UU

Kelautan (Pengelolaan Ruang Laut, Pasal 42 s.d. 49). Lebih lanjut

mengenai penataan ruang laut (termasuk wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil) diuraikan pada bagian lain naskah ini.

35
Penjelasan Pasal 3 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Normatif Empiris

yaitu dengan metode penelitian sebagai berikut :

1. Penelitian Normatif

Penelitian Hukum Normatif yaitu mencakup penelitian trhadap

asas-asas hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, sejarah

hukum, dan perbandingan hukum. Penelitian ini dilakukan untuk

mengumpulkan data sekunder yang merupakan kerangka dasar yang

bersifat teoritis sebagai pendukung data empiris. Penelitian ini dilakukan

dengan cara menelaah dan mempelajari berbagai refrensi berupa buku,

jurnal, media cetak, dan perundang-undangan yang berkaitan dengan

permasalahan yang penulis teliti. Sehingga penelitian hukum normatif

menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam

arti sederhana adalah sistem atau kaidah atau aturan.36

2. Penelitian Empiris

Penelitian hukum sosiologi atau empiris, yang mencakup penelitian

terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap

efektifitas hukum. Penelitian hukum empiris datanya diperoleh dari data

primer atau data yang diperoleh langsung dari masyarakat, dalam hal ini

peneliti terjun langsung untuk mengamati dan mencari data dengan cara

36
Ranuhandoo, 2013, Terminologi Hukum, Grafika, Jakarta, hal. 419.
37

melakukan pendekatan terhadap masyarakat dan pemerintah desa ditempat

penelitian dengan cara melakukan Wawancara,

B. Sumber Bahan Hukum/Data

1. Bahan Hukum

Jenis dan sumber Hukum yang digunakan dalam penelitian ini,

yaitu terdiri dari:

a) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat atau bahan

hukum yang berkaitan erat dengan permasalahan yang diteliti:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang

b) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat

hubungannya dengan bahan hukum primer:

1. Buku-buku yang berkaitan dengan judul dan permasalah yang akan

dikaji dalam penulisan skripsi ini:

2. Hasil penelitian dan karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan

penulisan skripsi ini;

3. Makalah-makalah yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.


38

c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi

tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus

istilah hukum.

2. Sumber Data

a) Data primer

Data primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti

langsung dari sumber pertama, dengan cara peneliti terjun langsung ke

lokasi atau lapangan guna untuk mengamati situasi dan kondisi

pelaksaanaan kegiatan.

b) Data sekunder

Data sekunder adalah berupa pendapat subjek atau (orang) secara

individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),

kejadian atau kegiatan dan hasil pengkajian. Dengan menggunakan

metode untuk mendapatkan data yaitu : wawancara.

c) Data tersier

Data tersier merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan dan

petunjuk terhadap hukum primer dan bahan hukum skunder.37

Data tersier merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan

dan petunjuk terhadap hukum primer dan bahan hukum skunder.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan tehnik dan

pengumpulan bahan hukum/data sebagai berikut:

37
Furqon, 2010, Metode Penelitian dan Analisis Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 181
39

a. Tahap pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini di lakukan dengan

berbagai tahap antara lain: Studi kepustakaan yaitu penelitian yang

dilakukan dengan cara pengumpulan data yang terdapat dalam

buku-buku, literlatur, perundang-undangan, majalah serta makalah yang

berhubungan dengan obyek yang diteliti.

b. Penelitian lapangan yaitu penelitian dilakukan dengan turun langsung

kepihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian ini

dilakukan dengan menentukan :

1) Lokasi penelitian : lokasi penelitian di Kantor Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) di Kabupaten Dompu

2) Wawancara : Wawancara merupakan metode pengumpulan data

dengan cara bertanya langsung (berkomunikasi langsung) dengan

responden. Dalam berwawancara terdapat proses interaksi antara

pewawancara dengan responden.38

Wawancara dilakukan dengan Kepala dan sekdes Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA), serta Para pihak yang

berhubungan dengan penelitian ini.

D. Teknik Analisis Bahan Hukum/Data

Dalam suatu penelitian, setelah data terkumpul maka dapat diadakan

pengolahan data atau analisis data. Analisis data menurut Bogdan dan Bikden

sebagaimana dikutip Ahmad Tanzeh dan Suyitno adalah proses pencarian dan

pengaturan secara sistematik hasil wawancara, catatan-catatan dan

bahan-bahan yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap

38
Abdurrahman Fatoni, Metodelogi Penelitian dan Tehnik Penyusunan Tesis (Jakarta: PT.
Rinekha Cipta. 2006), 104-105.
40

semua hal yang dikumpulkan dan memungkinkan menyajikan apa yang

ditemukan.39

Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data. Data

tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat.

Untuk menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direduksi,

dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan.40

Penulis dalam mengolah dan menganalisis data/bahan hukum

mengunakan analisis kualitatif atau data yang dikumpulkan bersifat deskriptif

dalam bentuk kata-kata atau gambar, data tersebut diperoleh dari hasil

wawancara, catatan, pengamatan lapangan, dokumen perorangan,

memorendum dan dokumen resmi, sehingga dapat dilakukan untuk responden

yang jumlahnya sedikit.41

39
Ahmad Tanzeh dan Suyitno,Dasar-dasar Penelitian.(Surabaya:el.Kaf,2006),hlm.31.
40
Lexy J. Moeleong.Metode Penelitian Kualitatif.(Bandung:PT Remaja
Roasdakarya,2006).28.
41
Burhan Ashofa, 2007, Metode Penelitian Hukum,Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 181
41

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdurrahman Fatoni, Metodelogi Penelitian dan Tehnik Penyusunan Tesis


(Jakarta: PT. Rinekha Cipta. 2006),

Ahmad Tanzeh dan Suyitno, Dasar-dasar Penelitian.(Surabaya:el.Kaf,2006).

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007.

Edy Lisdiono. Legislasi Penataan Ruang (Studi tentang Pergeseran Kebijakan


Hukum Tata Ruang dalam Regulasi Daerah di Kota Semarang). Disertasi
Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro - Semarang. 2008.

Furqon, Metode Penelitian dan Analisis Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2010.

Kantaatmadja, M.K. Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang. Mandar Maju
Bandung. 1994.

Kartasasmita, G. Administrasi Pembangunan (Perkembangan Pemikiran dan


Prakteknya di Indonesia). LP3ES. Jakarta, 1997.).

Lexy J. Moeleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung:PT Remaja


Roasdakarya,2006).

Marsono, Undang- Undang dan Peraturan-Peraturan di Bidang Perumahan


dan Pemukiman. Jakarta: Penerbit Djambatan, 1995.

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni


Bandung, 2002.

Ranuhandoo, Terminologi Hukum, Grafika, Jakarta, 2013.

Ruddy Williams. Klasifikasi Perncanaan Pembangunan Kota Berwawasan


Lingkungan. Penerbit Widiatama. Jakarta. 2001.

Silalahi, M. Daud. Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum


Lingkungan Indonesia. Alumni Bandung. 2006.

Solihin, Dadang, Proses pengambilan Keputusan Perencanaan, disampaikan pada


kursus Tehnik dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Tingkat Dasar
Angkatan ke-28 Pendidikan dan Latihan LPEM-FE Universitas Indonesia,
Jakarta. 2002

Sondang P Siagian. Administrasi Pembangunan, Gunung Agung, Cetakan 10,


Jakarta. 1983.
42

Tjokroamidjojo, Bintaro, Perencanaan Pembangunan, Haji Masagung, Jakarta.


1987.

Westra, Pariata. Ensklopedia Administrasi. Gunung Agung. Jakarta. 1982.

Zulkarimen Nasution, Komunikasi Pembangunan Pengenalan Teori dan


Penerapannya, (PT Raja Grafindo Persada : Jakarta 2007).

B. PERUNDANG-UNDANGAN

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang

5. KEPRES No. 27 Tahun 1980 tentang Pembentukan BAPPEDA Republik

Indonesia

Anda mungkin juga menyukai