Anda di halaman 1dari 7

REVIEW INTERVENSI PEMBERIAN TERAPI JUS MENTIMUN PADA

PASIEN LANSIA DENGAN HIPERTENSI

Oleh:
Farid Fristyantama
Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan
Stikes Guna Bangsa Yogyakarta;
email: faridfristyantama@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang:
Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang sering munculnya tanpa
disadari. Beberapa faktor penyebab hipertensi yaitu umur, pola makan yang salah, aktifitas
yang kurang, gaya hidup dan stres.
Jika tidak dilakukan penanganan terhadap pasien penderita hipertensi maka akan
mengkibatkan penyakit komplikasi yaitu stroke yang merupakan salah satu penyakit
dengan angka kematian tertinggi di Indonesia.
Intervensi alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan terapi pemberian jus mentimun
yang dapat menurunkan tekanan darah.
Tujuan: untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi jus mentimun pada pasien lansia
dengan hipertensi
Metode: metode pencarian jurnal ini menggunakan artikel yang dipubikasikan pada search
engine khusus yaitu google scholar yang pencariannya dibatasi pada tahun 2013-2018,
dengan menggunakan kata kunci terapi jus mentimun, hipertensi, tekanan darah, dan
lansia.
Hasil: Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh pemberian terapi jus mentimun pada
pasien lansia dengan hipertensi
Kesimpulan: Pemberian terapi jus mentimun dapat dijadikan salah satu intervensi
alternatif pada pasien lansia dengan hipertensi
Kata kunci: terapi jus mentimun, hipertensi, lansia , dan tekanan darah\

LATAR BELAKANG
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala, yang akan
berkelanjutan pada organ target, seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner
(untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi vertikel kanan (untuk otot jantung). (
Bustan.N.M.2007) Makin tinggi tekanan darah, maka makin keras jantung harus bekerja
untuk tetap memompa melawan hambatan. Jika, dengan berjalannya waktu, otot jantung
lelah, bias terjadi kelemahan jantung dan akhirnya gagal jantung. Karna beban berlebihan
yang di letakannya pada arteri, Tekanan darah tinggi dapat mempercepat pelapukan dan
kerusakannya,terutama pada organ-organ yang dituju, yakni otak,koroner, dan ginjal. Oleh
karena itu, hipertensi yang tidak di obati sering mengakibatkan stroke dan serangan jantung
yang berbahaya . stroke dan serangan jantung yang fatal mempunyai peluang dua kali lebih
besar pada orang yang menderita hipertensi yang tidak diobati dibandingkan pada mereka
yang memiliki tekanan darah normal di usia yang sama. (Wolff Peter Hanns.2006)
Beberapa penyebab hipertensi dikarenakan asupan makanan yang tinggi sodium,stress
psikilogi, kegelisahan dan hiperaktivitas. (Wolff Peter Hanns.2006) Sekitar 20% dari
semua orang dewasa menderita hipertensi dan menurut statistic angka ini terus meningkat.
Sekitar 40% dari semua kematian dibawah usia 65 tahun adalah akibat hipertensi. (Wolff
Peter Hanns.2006) Dengan melihat hal-hal teresbut diatas maka penulis terdorong untuk
melakukan review terhadap artikel terkait intervensi yang dapat diberikan bagi pasien
lansia dengan hipertensi, khususnya dalam hal ini yaitu pemberian jus mentimun.

TUJUAN
Pemilihan artikel ini bertujuan untuk mengetahui hasil penelitian terhadap pemberian jus
mentimun pada lansia dengan hipertensi yang dapat menjadi salah satu alternative
pengobatan.

METODE
Analisis jurnal ini menggunakan artikel yang dipublikasikan melalui mesin pencari Google
Schoolar dengan membatasi tahun pencarian antara 2013-2018 dan menggunakan kata
kunci terapi jus mentimun, hipertensi, tekanan darah, dan lansia. Artikel dapat diakses
dengan teks lengkap, sudah dilakukan tinjauan ahli, serta desain penelitian kuasi
eksperimental dan percobaan control acak. Artikel penelitian tersebut kemudian melewati
proses penilaian kualitas, pengklasifikasian, pembahasan, dan penarikan kesimpulan.

HASIL
(Kepatuhan Lansia Penderita Hipertensi Dalam Pemenuhan Diet Hipertensi)
Hasil penelitian didapatkan hasil bahwa sebanyak 34 orang (56,7%) responden tidak patuh
dalam pemenuhan diet hipertensi dan sebanyak 26 orang (43,3%) yang patuh dalam
pemenuhan diet hipertensi . Hal ini yang menjadi penyebab semakin bertambahnya
penderita hipertensi dan kambuhnya penyakit hipertensi pada penderita hipertensi. Faktor
makanan (kepatuhan diet) merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada penderita
hipertensi. Penderita hipertensi sebaiknya patuh menjalankan diet hipertensi agar dapat
mencegah terjadinya komplikasi yang lebih lanjut. Penderita hipertensi harus tetap
menjalankan diet hipertensi setiap hari, dengan ada atau tidaknya sakit dan gejala yang
timbul. Hal ini dimaksudkan agar keadaan tekanan darah penderita hipertensi tetap stabil
sehingga dapat terhindar dari penyakit hipertensi dan komplikasinya.
(Pengaruh Pemberian Jus Mentimun (Cucumis Sativus L.) Terhadap Tekanan Darah
Sistolik Dan Diastolik Pada Penderita Hipertensi)
Pemberian jus mentimun dengan dosis 150 ml (kalium 153 mg dan magnesium 11 mg)
setiap hari selama 7 hari berpengaruh secara bermakna terhadap penurunan tekanan darah
sistolik dan diastolik pada pria dan wanita dengan hipertensi ringan. Ada perbedaan tekanan
darah sistolik dan diastolic antara kelompok kontrol dan perlakuan.
(Pengaruh Pemberian Jus Mentimun Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Dengan
Hipertensi di Posyandu di Kabupaten Demak)
Ada pengaruh yang signifikan jus mentimun terhadap tekanan darah sistolikdan diastolik
pada lansia dengan hipertensi di Dusun Genggongan Desa Mangunjiwan Kabupaten
Demak dengan nilai p value sebesar 0,000 (p < 0,05).
PEMBAHASAN
Menurut artikel pertama, karakteristik responden (umur, jenis kelamin pendidikan,
pekerjaan), pengetahuan, sikap, dan kepatuhan meiliki pengaruh yang berbeda-beda pula
terhadap pemenuhan diit hipertensi. Distribusi responden menurut umur penderita
hipertensi di Kelurahan Sidomulyo Barat Kota Pekanbaru, didapatkan responden yang
berumur 40 - 50 tahun sebanyak 27 orang (45%) dan responden yang berumur 51 - 65 tahun
sebanyak 33 orang (55%).Sugiharto dkk (2003), kejadian hipertensi berbanding lurus
dengan peningkatan usia. Pembuluh darah arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan
seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang tekanan darahnya meningkat ketika usia 50-
60 tahun keatas. Nursalam (2002) menyatakan bahwa semakin cukup usia seseorang,
tingkat kematangan dan kemampuan seseorang dalam berpikir akan lebih baik. Namun
demikian tingkat kematangan dan berpikir seseorang juga dipengaruhi oleh pengalaman
dan informasi-informasi dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa
faktor usia tidak menjamin seseorang untuk memiliki pengetahuan yang baik dan sikap
yang positif bila tidak didukung oleh faktor-faktor seperti tingkat pendidikan, pengalaman
pribadi, maupun informasi dari lingkungan yang ada disekitarnya.
Distribusi responden menurut jenis kelamin penderita hipertensi di Kelurahan
Sidomulyo Barat Kota Pekanbaru, didapatkan responden yang berjenis kelamin perempuan
sebanyak 35 orang (58,3%) dan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25
orang (41,7%). Jenis kelamin perempuan memang lebih menonjol dari pada laki-laki, hal
ini dapat dihubungkan dengan faktor hormonal yang lebih besar terdapat didalam tubuh
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Faktor hormonal inilah yang menyebabkan
peningkatan lemak dalam tubuh atau obesitas. Selain faktor hormonal yang menyebabkan
timbulnya obesitas pada perempuan, obesitas juga disebabkan karena kurangnya aktifitas
pada kaum perempuan dan lebih sering menghabiskan waktu untuk bersantai dirumah.
(Junaidi, 2010).
Distribusi responden menurut pendidikan penderita hipertensi di Kelurahan
Sidomulyo Barat Kota Pekanbaru, didapatkan responden yang terbanyak berpendidikan
SLTA yaitu sebanyak 22 orang (36,7%) dan responden yang paling sedikit berpendidikan
PT yaitu sebanyak 7 orang (11,7%).Sugiharto dkk (2003), tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan seseorang dalam menerapkan perilaku hidup
sehat, terutama mencegah penyakit hipertensi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
semakin tinggi pula kemampuan Kepatuhan seseorang dalam menjaga pola hidupnya agar
tetap sehat. Menurut Nursalam (2002), bahwa makin tinggi pendidikan seseorang, maka
makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
Responden yang berpendidikan tinggi akan mudah menyerap informasi dan akan memiliki
pengetahuan yang lebih baik daripada responden dengan tingkat pendidikan yang rendah.
Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh responden maka semakin mudah menerima
informasi yang diberikan sehingga dapat menjalankan diet hipertensi dengan baik dan
benar.
Distribusi responden menurut pekerjaan penderita hipertensi di Kelurahan
Sidomulyo Barat Kota Pekanbaru, didapatkan responden yang terbanyak bekerja sebagai
IRT yaitu sebanyak 19 orang (31,7%) dan responden yang paling sedikit bekerja sebagai
PNS yaitu sebanyak 7 orang (11,7%). Perempuan yang tidak bekerja atau hanya sebagai
ibu rumah tangga berisiko lebih tinggi menderita hipertensi dibandingkan dengan
perempuan yang bekerja. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya aktivitas yang
dilakukan ibu rumah tangga , dimana kebanyakan hanya berdiam diri dirumah dengan
rutinitas yang membuat suntuk. Berbeda dengan ibu yang bekerja, justru lebih banyak
aktivitasnya dan menyempatkan waktu untuk melakukan olahraga. Selain itu, biasanya ibu
yang bekerja lebih aktif daripada ibu yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah
tangga. Individu yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% dari individu
yang aktif (Waren, 2008). Kehidupan modern membuat orang jadi malas bergerak, waktu
dihabiskan dengan menonton TV atau bekerja dimeja makan hingga setiap hari. Begitu juga
dengan penderita hipertensi yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, karena sibuk dengan
pekerjaan rumah tangga membuat ibu menjadi malas. Setelah pekerjaan selesai ibu lebih
banyak berdiam dirumah dengan menonton TV, memakan makanan (mengemil) tidak
sesuai diet, tidur siang yang terlalu lama, dan jarang melakukan olahraga sehingga
pelaksanaan diet hipertensi tidak berjalan dengan semestinya
Distribusi responden menurut kepatuhan diet penderita hipertensi di Kelurahan
Sidomulyo Barat Kota Pekanbaru, didapatkan responden pada kategori tidak patuh yaitu
sebanyak 34 orang (56,7%) dan responden pada kategori patuh yaitu sebanyak 26 orang
(43,3%). Pada umummya responden tidak patuh untuk melakukan diet hipertensi. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh pengetahuan ataupun sikap penderita hipertensi itu sendiri.
Pengetahuan yang kurang dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh oleh penderita,
baik dari petugas kesehatan maupun media cetak atau elektronik. Faktor sikap negatif yang
sering muncul dikarenakan kejenuhan serta tidak terbiasanya penderita hipertensi untuk
menjalankan diet hipertensi, yang disebabkan oleh budaya responden itu sendiri yang sudah
melekat sejak lahir sehingga sangat sulit sekali untuk dihilangkan.
Penelitian Kharisna (2008), yang menghubungkan jus mentimun dengan hipertensi,
menunjukkan bahwa penderita yang rajin mengonsumsi jus mentimun secara teratur dapat
menurunkan tekanan darah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardiyati (2009) juga
menunjukan bahwa kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalankan diet hipertensi
seperti diet rendah garam dapat mencegah timbulnya penyakit hipertensi. Dari penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa, perilaku berkaitan dengan kebiasaan yang dapat
menghasilkan suatu yang bersifat positif maupun negatif. Sehingga perilaku penderita
hipertensi yang secara rutin mengonsumsi jus mentimun dapat menurunkan tekanan darah
dalam tubuh penderita hipertensi, dan perilaku penderita yang menghindari konsumsi
garam setiap harinya dapat mencegah timbulnya penyakit hipertensi. Begitu juga dalam
penelitian ini, menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap mempengaruhi penderita
hipertensi untuk berperilaku/bertindak patuh tidaknya terhadap diet hipertensi.
Suatu perilaku juga dipengaruhi oleh keyakinan bahwa, perilaku tersebut akan
membawa hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan yang bersifat normatif dan
memotivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan. Harapan normatif tersebut membentuk
norma-norma subjektif dalam diri individu. Hal ini ditentukan oleh pengalaman masa lalu
dan pengalaman orang disekitar serta individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya
untuk melakukan perilaku tersebut.
Hasil penelitian Ginting (2006), yang berjudul “hubungan antara pengetahuan
dengan kepatuhan diet hipertensi pada lansia di Kecamatan Medan Johor” menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan diet hipertensi.
Pada penelitian didapatkan hasil bahwa lansia yang memiliki pengetahuan yang baik patuh
menjalankan diet hipertensi. Hal ini berarti, keputusan penderita hipertensi untuk patuh
melakukan diet hipertensi juga akan semakin baik jika pengetahuannya tinggi. Begitu juga
sebaliknya, jika pengetahuan penderita rendah, maka keputusan penderita hipertensi untuk
patuh melakukan diet hipertensi juga akan berkurang.
Menurut artikel kedua, analisa Univariat menggambarkan hasil bahwa tekanan
darah sistolik sebelum dan sesudah perlakuan, rata-rata para lansia menderita hipertensi
ringan (stadium 1). Tekanan darah sistolik sebelum perlakuan tertinggi mencapai 176
mmHg dan terendah mencapai 144 mmHg. Tekanan darah sistolik sesudah perlakuan
tertinggi mencapai 151 mmHg dan terendah mencapai 131 mmHg. Penelitian ini sejalan
dengan Lailatul Muniroh, Bambang Wirjatmadi, Kuntoro (2005) yang menyimpulkan
bahwa semakin bertambahnya umur seseorang bisa mengakibatkan peningkatan tekanan
darah terutama tekanan darah sistolik.
Secara teoritis, lansia memang cenderung mengalami peningkatan tekanan darah
seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan tekanan darah pada lansia umumnya terjadi
akibat penurunan fungsi organ pada sistem kardiovaskular. Katup jantung menebal dan
menjadi kaku, serta terjadi penurunan elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya
(Ismayadi, 2004). Selain itu, terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah perifer ketika
ventrikel kiri memompa, sehingga tekanan sistolik dan afterload meningkat (Gunawan,
2009).
Menggambarkan hasil bahwa tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah
perlakuan, rata-rata para lansia menderita hipertensi ringan (stadium 1). Tekanan darah
diastolik sebelum perlakuan tertinggi mencapai 111 mmHg dan terendah mencapai 92
mmHg. Tekanan darah diastolik sesudah perlakuan tertinggi mencapai 98 mmHg dan
terendah mencapai 80 mmHg. Penelitian ini sejalan dengan Ryan Ardian (2006) yang
menyimpulkan bahwa adanya perbedaan antra tekanan darah diastolik sebelum dan
sesudah diberikannya perlakuan yang diberikan kepada lansia.
Tekanan darah diastolic meningkat sesuai dengan meningkatnya umur.
Tekanan darah diastolik meningkat sampai umur 50-60 tahun, dan kemudian cenderung
menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan
adanya kekakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan (compliance) arteri, dan ini
mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur (Rigaud, 2001).
Berdasarkan Analisa Bivariat ada pengaruh jus mentimun terhadap tekanan darah
pada lansia dengan hipertensi di Dusun Genggongan Desa Mangunjiwan Kabupaten
Demak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Zauhani Kusnul dan Zainal Munir
(2011) dan Yuniati Valentina (2010) yang menyimpulkan ada pengaruh bermakna
(signifikan) dari pemberian jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah.
Penurunan tekanan darah terjadi karena mentimun mempunyai kandungan kalium
menyebabkan penghambatan pada Renin-Angiotensin System juga menyebabkan terjadinya
penurunan sekresi aldosteron, sehingga terjadi penurunan reabsorpsi natrium dan air di
tubulus ginjal. Akibat dari mekanisme tersebut, maka terjadi peningkatan diuresis yang
menyebabkan berkurangnya volume darah, sehingga tekanan darah pun menjadi turun.
Selain itu, kalium juga akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer,
akibatnya terjadi penurunan resistensi perifer, dan tekanan darah juga menjadi turun. Hal
tersebut tejadi karena kandungan didalam mentimun yaitu potassium, magnesium, dan
fosfor pada mentimun yang berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi. Mentimun juga
bermanfaat sebagai detoksifikasi karena kandungan air sangat tinggi hingga 90% membuat
mentimun memiliki efek diuretic. Mineral yang kaya dalam mentimun memang mampu
mengikat garam dan dikeluarkan melalui urin (Kholis, 2011).
Konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi individu dari
hipertensi. Fungsi dari kalium adalah bersama natrium, kalium memegang peranan dalam
pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam basa. Bersama
kalsium, kalium berperan dalam transmisi saraf dan relaksasi otot. Di dalam sel, kalium
berfungsi sebagai katalisator dalam banyak reaksi biologik, terutama dalam metabolisme
energi dan sintesis glikogen dan protein. Kalium berperan dalam pertumbuhan sel. Taraf
kalium dalam otot berhubungan dengan masa otot dan simpangan glikogen, oleh karena itu
bila otot berada dalam pembentukan dibutuhkan kalium dalam jumlah cukup. Tekanan
darah normal memerlukan perbandingan antara natrium dan kalium yang sesuai di dalam
tubuh. Perkiraan kebutuhan kalium di dalam tubuh, karena merupakan bagian esensial
semua sel hidup, kalium banyak terdapat dalam bahan makanan, salah satunya adalah
mentimun. Kebutuhan minimum akan kalium sebanyak 2000 mg sehari. Pemenuhan
kalium kurang dari minimum maka jantung akan berdebar-debar detaknya dan menurunkan
kemampuan untuk memompa darah. Asupan kalium yang meningkat akan menurunkan
tekanan darah sistolik dan diastolic.
Menurut artikel ketiga, Karakteristik subjek dalam penelitian ini sebagian besar
berjenis kelamin laki-laki, berusia 46-55 tahun dengan status gizi overweight dan obesitas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik subjek pada penelitian ini sudah sesuai
dengan faktor yang dapat meningkatkan risiko hipertensi. Risiko hipertensi semakin
bertambah setelah usia 40 tahun.21 Hal ini terjadi akibat perubahan struktur pada pembuluh
darah besar yang mengakibatkan penyempitan lumen dan pengurangan sifat vaskositas dan
elastisitas pembuluh darah.21 Gambaran status gizi juga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi tekanan darah. Menurut Institut Kesehatan Nasional Amerika (NIH), status
gizi obesitas meningkatkan risiko hipertensi menjadi dua sampai enam kali
lipat.Penimbunan lemak viseral maupun di jaringan adiposa dapat memicu Angiotensin II
memproduksi stress oksidatif, faktor pro-inflamatory, dan memicu pelepasan sitokin yang
menyebabkan disfungsi endotelial dan inflamasi vaskuler.Tekanan darah sistolik dan
diastolik serta asupan makan subjek sebelum intervensi pada kedua kelompok tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna. Angka kecukupan kalium yang dianjurkan
menurut AKG 2013 adalah 4700 mg, angka ini sama dengan yang dikemukakan oleh
International Food Information Council Foundation.23,12 Kecukupan magnesium
menurut AKG 2013 untuk laki-laki adalah 350 mg dan 320 mg untuk perempuan.23 Rerata
asupan kalium subyek sebelum intervensi adalah sebesar 1152 mg untuk kelompok
perlakuan dan 1228 mg untuk kelompok kontrol. Setelah diberikan intervensi, rerata asupan
kalium pada kelompok perlakuan meningkat secara bermakna menjadi 1457 mg. Nilai ini
memenuhi 31% dari angka kecukupan. Pada kelompok kontrol, asupan kalium sebelum
intervensi adalah 1228 mg dan menurun menjadi 1185 mg selama perlakuan.
Rerata asupan natrium subyek kelompok perlakuan dan kontrol sebelum intervensi
adalah 1255 mg dan 1170 mg. Selama perlakuan, asupan natrium pada kelompok perlakuan
dan kontrol sama-sama meningkat, yaitu 1286 mg pada kelompok perlakuan dan 1266 mg
pada kelompok kontrol. Bila dibandingkan, rasio asupan kalium : natrium pada kelompok
perlakuan adalah 0,7:1, pada kelompok kontrol rasio yang terjadi adalah 0,6 : 1. Dapat
dilihat bahwa rasio kalium pada kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok
kontrol. Jika dikaitkan dengan selisih penurunan tekanan darah sistolik, penurunan lebih
besar terjadi pada kelompok perlakuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh rasio kalium yang
lebih besar daripada kelompok kontrol, namun tidak jauh berbeda. Oleh karena itu,
penurunan juga terjadi pada kelompok kontrol namun tidak bermakna. Kemampuan kalium
dalam mengurangi sensitifitas norepinefrin dan angiotensin II, meningkatkan natriuresis,
memperbesar ukuran sel endothelial vaskuler, mengurangi kekakuan pembuluh darah, dan
mempertahankan fungsi sel endotelial dengan meningkatkan produksi nitric oxide (NO)
berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik.3,11,13,15
Penelitian tentang pengaruh pemberian kalium secara bertahap dari 2 mmol sampai 8 mmol
pada
kultur jaringan endotelial sapi, menunjukkan bahwa peningkatan asupan kalium
berbanding lurus dengan ukuran sel endotel dan dapat mengurangi kekakuan sel endothelial
Homeostasis natrium dan kalium memainkan peran penting dalam vasodilatasi-terkait-
endotelium. Keadaan hipertensi menyebabkan peningkatan sekresi renin dan aktifasi RAS
menjadi tidak bisa dikendalikan. Kalium berperan dalam meningkatkan sensitifitas syaraf
simpatetik sehingga pengeluaran renin dapat dicegah. Selain itu, asupan kalium dalam
jumlah cukup dapat mengurangi retensi natrium dan cairan. Rasio asupan kalium dan
natrium juga memiliki peran penting dalam kontrol tekanan darah.15,24 Efek penurunan
tekanan darah sistolik pada kalium bekerja paling maksimal ketika asupan natrium juga
tinggi, dibandingkan pada asupan natrium rendah.24,25,26 Eksresi natrium dan rasio
kalium-natrium berpengaruh secara signifikan terhadapt tekanan darah sistolik dan
diastolik pada asupan natrium lebih dari 6 g/hari.26 Rasio asupan kalium-natrium yang
dianjurkan adalah 5:1 dimana jumlah kalium dan natrium yang dianjurkan adalah 120
mmol/hari (4700 mg) dan 60 mmol/hari (1500 mg).15 Konsumsi kalium diatas 120 mmol
tidak memberikan efek bermakna pada tekanan darah. Asupan magnesium subyek sebelum
intervensi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah 179 mg. Setelah intervensi
selama 7 hari, didapatkan rerata asupan magnesium pada kelompok perlakuan meningkat
menjadi 199 mg, sedangkan pada kelompok kontrol turun menjadi 177 mg. Pada kelompok
perlakuan, asupan magnesium sudah memenuhi 57% kebutuhan berdasarkan AKG 2013.
Magnesium mempengaruhi tekanan darah dengan memodulasi reaktivitas dan
pergerakan vaskuler. Selain itu magnesium juga beperan dalam memproduksi prostasiklin
vasodilator dan nitric oxide.14 Namun mekanisme lebih lanjut pengaruh magnesium
terhadap tekanan darah masih diteliti lebih lanjut karena pada penelitian yang menguji
suplementasi 184 mg magnesium dua kali sehari pada 14 subjek laki-laki
normomagnesemik menunjukkan tidak ada penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik
yang bermakna.27 Hasil yang berbeda didapatkan pada eksperimen suplementasi 450 mg
magnesium pada 42 subyek hipertensi dengan hipomagnesemik dapat menghasilkan
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik yang signifikan (20,4 mmHg dan 8,7
mmHg).28 Penyebab terjadinya penurunan ini diduga akibat mekanisme calcium channel
antagonist dan penghambatan kerja angiontensi II yang berakibat pada pencegahan sekresi
norepinefrin. Selain itu suplementasi magnesium oral akan bekerja lebih baik pada
peningkatan aktivitas plasma renin.28 Untuk mengontrol tekanan darah, asupan
magnesium yang disarankan adalah 400 mg/hari.1,24

KESIMPULAN
Dari hasil telaah artikel ketiga jurnal dapat di simpulkan bahwa pemberian terapi jus
mentimun pada pasien lansia dengan hipertensi memiliki pengaruh yang signifikan,
sehingga dapat dijadikan sebagai tindakan alternatif lain untuk menangani pasien lansia
dengan hipertensi selain dengan penggunaan obat-obatan medis.

DAFTAR PUSTAKA

Agrina, Sunarti Swastika Rini, Riyan Hairitama. (2014) Kepatuhan Lansia Penderita
Hipertensi Dalam Pemenuhan Diet Hipertensi.

Agung Prakoso, Fery Agusman, Sonhaji. (2014) Pengaruh Pemberian Jus Mentimun
Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi di Posyandu di Kabupaten
Demak.

Lovindy Putri Lebalado. (2014) Pengaruh Pemberian Jus Mentimun (Cucumis Sativus L.)
Terhadap Tekanan Darah Sistolik Dan Diastolik Pada Penderita Hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai