Anda di halaman 1dari 7

Anmal 5

g. Bagaimana interpretasi darah samar pada feses?

Jawab :

Feses

Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar. Tes
terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak
dapat dinyatakan secara makroskopik atau mikroskopik. Adanya darah dalam tinja selalu
abnormal. Pada keadaan normal tubuh kehilangan darah 0,5 – 2 ml / hari. Pada keadaan
abnormal dengan tes darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2 ml/ hari.

Interpretasi : darah samar Mira (+) itu artinya Mira kehilangan darah > 2 ml/hari. Tes darah
samar positif mungkin disebabkan oleh : karsinoma kolon, Colitis ulcerative, Adenoma,
Hernia diapragmatik, karsinoma lambung, Divertikulitis, Ulkus lambung.

Mekanisme :
Pada keaadaan feses yang diuji darah samar positif khususnya pada kasus Mira, ini
kemungkinan disebabkan oleh Mira yang sering terlambat makan sehingga ada gangguan
pada lambung dalam waktu yang lama dan terlalu sering. Sehingga menyebabkan lambung
yang terus bekerja tanpa adanya makanan yang masuk sehingga lama-kelamaan terjadi luka
pada lambung.

h. Bagaimana cara pemeriksaan darah samar pada feses?


Jawab :
Ada beberapa metode pemeriksaan darah samar tinja antara lain menggunakan tes
benzidine, guaiac test, imunokimia. Dari beberapa penelitian disimpulkan bahwa
pemeriksaan benzidine dikatakan sensitif tetapi kurang spesifik, karena banyak
dipengaruhi oleh diet dan obat yang diminum oleh penderita. Di samping itu benzidine
memiliki efek karsinogenik dan mulai banyak ditinggalkan. Guaiacum test masih banyak
memberi hasil positif palsu, dan dipengaruhi oleh diet, obat, dan non-human hemoglobin,
rehidrasi. Metode imunokimia menggunakan antibodi terhadap hemoglobin manusia.
Metode, ini dapat dipakai sebagai metode alternatif karena cara pemeriksaannya praktis,
cepat, tidak memerlukan persiapan diet sebelum pemeriksaan, dan noninvasive.
Pemeriksaan darah samar tinja dengan cara imunokimia:
1) reagen dan larutan dapar dikeluarkan dari lemari pendingin dan dibiarkan sejenak
pada suhu ruang. Sebelum dipakai larutan dapar diperiksa terlebih dahulu apakah warna
tetap jernih dan volume tidak berkurang,
2) sampel tinja diambil di 4 tempat yang berbeda dengan menggunakan batang (stik)
yang terdapat di penutup botol larutan dapar,
3) batang (stik) dimasukkan ke botol plastik berisi larutan dapar dan dikocok sampai
tinja tercampur dengan larutan dapar,
4) ujung penutup tabung plastik dipatahkan, kemudian larutan diteteskan 2 tetes di
sumuran sampel (S) pada simpai uji (strip tes),
5) simpai (strip) diletakkan di tempat datar dan dibaca dalam waktu 5 menit,
6) tafsiran (Interpretasi) hasil: Jika tidak terbentuk garis merah di area pembanding
(control/C), maka hasil tidak diikutkan dalam perhitungan hasil penelitian. Negatif: jika
hanya terbentuk 1 garis merah di area pembanding (control/C), Hasil positif: jika
terbentuk 2 garis merah, yaitu di area pembanding (control/C), dan di area uji (tes/T)

i. Bagaimana klasifikasi dari anemia?


Jawab :
Berdasarkan gambaran morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis anemia:
1) Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis,
dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan
jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks
eritrosit normal pada anak: (MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %),
bentuk dan ukuran eritrosit.
2) Anemia makrositik hiperkrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena
konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl,
MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi
vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati dan
myelodisplasia).
3) Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH
< 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
2) Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
3) Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

j. Bagaimana tatalaksana dari anemia mikrositik hipokrom?


Jawab :
Prinsip penatalaksnaan Anemia Defesiensi Besi (ADB) adalah mengetahui faktor
penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.
Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat
dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral.

k. Bagaimana cara penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi?


Jawab:

Metode penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan


pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat.
A. Anamnesis
1. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang
cepat, menstruasi, dan infeksi kronis.
b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat
malabsorpsi besi.
c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn,
colitis ulserativa).
2. Pucat, lemah, lesu, gejala anemis.

B. Pemeriksaan fisik
a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati.
b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah.
c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung.

C. Pemeriksaan laboratorium
a. Hemoglobin, Ht dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun.
Didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin
mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl
hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red
cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks
eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.
Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia
yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan.
b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik.
Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis,
poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia
dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan
thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan
derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat serta saturasi menurun.
Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat.
Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding
dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi
besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat
menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari
jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar
feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
e. Sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat.
Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast basofil.
Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.
f. Pemeriksaan Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
g. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop,
pemeriksaan ginekologi.
h. Free Erythocyte Protophorph
Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah
meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC.

l. Apa saja diagnosis banding yang bisa ditentukan dari hasil pemeriksaan lab?
1. Anemia akibat penyakit kronis
2. Anemia sideroblastik
3. Thalasemia

m. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk pemeriksaan anemia mikrositik hipokrom?


1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit
2. Konsentrasi besi serum dan TIBC
3. Pemeriksaan sumsum tulang
4. Pemeriksaan feses

n. Bagaimana metabolisme fisiologis besi dalam tubuh?


Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-
heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan
bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi
dan bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan
dari ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi
reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.
Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum
proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan
terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam
lambung. Pada brush border dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut
sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase ,
mungkin dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor
melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1). Setelah besi
masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan
melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus.
Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara
lain oleh hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler
usus. Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin
membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa
dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali
ke dalam lumen usus (Zulaicha, 2009)

Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus.
Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul
transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin
(Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang
terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas.
Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh
klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk
endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi
pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma
dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin
mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.
Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan
sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk
pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol
ini diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat dari
enam posisi ordinal fero menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme
sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan
protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya.

o. Bagaimana tindakan dokter di puskesmas terhadap Mira?

Penatalaksanaan (Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007)


1. Keberhasilan pengobatan sangat tergantung pada kemampuan untuk menegakkan
diagnosis pada tingkat awal.
2. Anemia pasca perdarahan diatasi dengan transfusi darah sebanyak 10 – 20ml/kgBB,
atau plasma expander. Bila tak ada keduanya, cairan intravenalainnya juga dapat
digunakan.
3. Dampak lambat dapat diatasi dengan transfusi packed red cell.
4. Anemia defisiensi besi diatasi dengan makanan yang memadai, sulfas ferosus 10
mg/kgBB 3 x sehari atau Besi elementer 1mg/kgBB/hari
5. Anemia megaloblastik diobati spesifik, oleh karena itu harus dibedakan
penyebabnya, defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat.
•Dosis vitamin B12100 mcg/hari im, selama 5 – 10 hari sebagai terapi awaldiikuti
dengan terapi rumat 100-200 mcg/bulan sampai dicapai remisi.
•Dosis asam folat 0,5 – 1mg/hari secara oral selama 10 hari, dilanjutkan dengan 0,1 –
0,5 mg/hari.Penggunaan vitamin B12 oral tidak ada gunanya pada anemia pernisiosa.
Selain itu sediaan oral lebih mahal.
6. Hemolisis autoimun diatasi dengan prednison 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral dan
testosteron 1 – 2 mg/kgBB / hari i.v, untuk jangka panjang.
7. Transfusi darah hanya diberikan bila diperlukan saja.
8. Rujuk ke rumah sakit

Anda mungkin juga menyukai