Industrialisasi di Indonesia
Disusun Oleh :
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Perkembangan dan Strategi Pembangunan Industrialisasi di Indonesia.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Perkembangan dan Strategi
Pembangunan Industrialisasi di Indonesia ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadappembaca.
penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Industri dan Industrialisasi.........................................................................................
3
2.2 Strategi Industrialisasi di Indonesia...............................................................................5
2.3 Perkembangan Industri di Indonesia.................................................................................... 6
2.3.1 Peran Sektor Industri Terhadap PDB Nasional ....................................................6
2.3.2 Perkembangan Sektor Industri Non Migas ...............................................................8
2.3.3 Kontribusi Sektor Industri Manufaktur.....................................................................12
2.3.4 Kontribusi Industri Kecil dan Menengah..................................................................13
2.4 Potensi dan Permasalahan Industrialisasi di Indonesia.......................................................15
2.4.1 Masalah Umum.........................................................................................................18
2.5 Fase-fase Industrialisasi......................................................................................................19
2.6 Dampak dan Tantangan Pembangunan Industri..................................................................20
2.7 Kebijakan Industri Nasional Tahun 2015-2019..................................................................21
2.7.1Sasaran Pembangunan Industri..................................................................................21
2.7.2Fokus Pembangunan Industri dan Tahapan Capaian Pembangunan Industri ...........22
2.7.3Tahapan Capaian Pembangunan Industri...................................................................23
2.7.4 Program Pengmbangan Industri................................................................................26
2.7.5 Pemberdayaan Industri..............................................................................................27
2.7.6 Fasilitas Fiskal dan Non Fiskal ................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pesatnya perkembangan teknologi berdampak sangat ketatnya persaingan dan
cepatnya terjadi perubahan lingkungan usaha. Produk-produk hasil manufaktur di
dalamnegeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk luar.
Dunia usaha pun harusmenerima kenytaaan bahwa perkembangan teknologi telah
mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin seingkatnya masa edar produk,
serta semakin rendahnya margin keuntungan.
Dalam situasi seperti itu, maka untuk mempercepat proses industrialisasi, menjawab
tantangan dari dampak negatif globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia, serta
mengantisipasi perkembnagan di masa ynag akan datang, pembangunan industri nasional
memerlukan arahan dan kebijakan yang jelas. Kebijakan yang mampu menjawab pertanyaan
kemana dan seperti apa pembangunan industri Indonesia dalam jangka mennegah maupum
jangka panjang.
Sebagai negara agraris, peranan industri dalam perekonomian Indonesia dengan
sejarah perkembangannya tidaklah begitu amat berarti. Di zaman dahulu,kalaupun beberapa
penduduk menggunakan industri kerajinan sebagai salah satumata pencaharian. Peranannya
hanya sekedar untuk tambahan penghasilan atau pekerjaan sambilan. Biasanya mala lebih
berupa kerajinan yang bertendensiartistik daripada kewiraswastaan atau lebih berupa aspek
kerja budaya daripada komersial. Hal ini sangat berbeda dari kondisi saat ini, dimana sektor
pertanian kurang mendapat respek mendalam namun manufakturlah yang diunggulkan.
2
3. Untuk mengetahui strategi yang diterapkan Indonesia dalam menghadapi tantangan
dunia.
4. Untuk mengetahui kebijakan yang dibuat untuk mengarahkan indusri dalam jangka
panjang ataupun menengah.
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Teori keunggulan komparatif kelebihannya dalam hal efisien alokasi sumber daya
demean mengembangkan industri-industri yang secara komparatif unggul. Sumber daya
ekonomi akan teralokasi ke penggunaan yang paling mens.’.untungkan kelebihannya
terletak pada pendekatannya yang menyadarkan pada sisi produk yang memiliki
keunggulan komparatif boleh jadi barang yang kurang diminati konsumen, sehingga
meskipun efisien diproduksi mungkin sulit dipasarkan.
4
4. Teori loncatan tekhnologi merupakan pandangan bare dalam jajaran teori
industrialisasi. Kekuatan teori ini terletak pada optimisme tekhnologi, bahwa
pengembangan industri berteknologi tinggi akan memacu kemajuan teknologi di sektor-
sektor lain. Kelemahannya teori ini ”tidak perlu biaya”, tidak menghiraukan masalah
ketersediaan modal, sehingga potensial boros devisa. Selain itu, teori ini juga
kurang peduli akan kesiapan kultur masyarakat dalam menghadapi loncatan teknologi
yang dikembangkan
Selaras dengan negara- negara lain, di indonesia sektor industri juga diharapkan
mampu menjadi penggerak sektor- sektor lain. Dalam perkembangan perekonomian
indonesia selalu diwarnai dengan pertumbuhan dan perkembangan industrialisasi.
Argumentasi industrialisasi indonesia pada mulanya didominasi dengan argumentasi
keterkaitan industrial (industrial linkage), namun sekarang berubah menjadi argumentasi
loncatan teknologi (hi- tech). Industri di indonesia pada awalnya mengembangkan substansi
impor namun seiring berkembangnya zaman indonesia mengubah sustansi industrialisasinya
menjadi substansi ekspor.
Dari sudut pandang kepentingan perekonomian suatu bangsa, industrialisasi memang
penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi tinggi dan stabilitas. Namun, industrialisasi
bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh
untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan
perkapita tinggi. Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antar negara, periode
industrialisasi merupakan tahapan logis dalam proses perubahan struktur ekonomi. Tahapan
5
ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam
permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan kesempatan kerja (Tambunan, 2001).
Dapat dipahami bahwa ketika membahas masalah industrialisasi, selalu terkait dengan
sektor pertanian. Sehingga setiap persoalan industrialisasi akan dibahas secara serempak
dengan keterkaitan ke masalah pertanian. Proses pembangunan di Indonesia tetap diawali
dengan perhatian pada bagaimana menggerakkan perekonomian yang berbasis pertanian.
Karena itu diutamakanlah industri yang menciptakan mesin-mesin pertanian dan sebagainya.
Sasaran pembangunan jangka panjang tahap satu adalah, mengubah struktur ekonomi dari
struktur yang lebih berat dari pada pertanian kepada struktur yang seimbang antara sektor
pertanian dan sektor industri.(Hamzah Haz, 2003). Dengan struktur yang seimbang inilah
maka ekonomi rakyat dapat ditumbuhkan.
Kelemahan mendasar pada pembangunan di masa lalu adalah, pertumbuhan tidak
berhasil mencapai upaya mengaitkan pertumbuhan dengan pemanfaatan sumber daya alam,
pertanian, dan kemaritiman. Ini mungkin salah satu alasan mengapa ketika awal
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dibentuk Menteri Negara Urusan Perikanan dan
Sumber Daya Maritim, karena ketika itu, walaupun dasadari bahwa 60% wilayah Republik
Indonesia adalah lautan. Kenyataan ini merupakan salah satu penyebab gagalnya proses
industrialisasi di Indonesia dalam menciptakan lapangan kerja, sehingga ketika krisis terjadi
sebagian besar angkatan kerja lebih 50% masih bekerja di sektor pertanian, sementara hanya
10% saja yang bekerja di sektor industri.
Berdasarkan tabel di bawah dapat diketahui bahwa dari tahun 2010-2015 sektor
industri merupakan sektor dengan kontribusi terbesar terhadap PDB Nasional kemudian
barula diikuti dengan sketor pertanian dan pertambangan. Nilai kontribusi industri
pengolahan khususnya industri pengolahan nonmigas yang selalu terbesar dibanding dengan
lapangan usaha lain ini menjadi bukti pentingnya peranan sektor industri sebagai penggerak
perekonomian nasional.
Pada indikator kinerja utama kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional
sampai dengan tahun 2015 memiliki kontribusi sebesar 18,18 persen. Apabila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB
nasional mengalami peningkatan setelah pada tahun lalu hanya mencapai 17,87 persen.
6
Nilai kontribusi industri pengolahan khususnya industri pengolahan nonmigas yang
selalu terbesar dibanding dengan lapangan usaha lain ini menjadi bukti pentingnya
peranan sektor industri sebagai penggerak perekonomian nasional. Lapangan usaha
yang menjadi kontributor terbesar setelah industri pengolahan pada tahun 2015
adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 13,52 persen, sektor
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 13,29 persen,
sektor konstruksi sebesar 10,34 persen dan sektor pertambangan dan penggalian yang
menyumbang sebesar 7,62 persen.
Tabel 1.1 Peran Sektor Industri Terhadap PDB Nasional (Persen) Tahun 2010-2015
N
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014** 2015**
o
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13.51 13.37 13.39 13.34 13.52
2 Pertambangan dan Penggalian 11.81 11.61 10.95 13.34 13.52
3 Industri Pengolahan 21.76 21.45 20.98 21.01 20,84
a. Industri Migas 3.63 3.46 3.26 3.11 2.67
b. Industri Non Migas 18.13 17.99 17.72 17.89 18.18
4 Pengadaan Listrik dan Gas 1.17 1.11 1.04 1.08 1.14
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
5 0.08 0.08 0.08 0.07 0.07
Limbah dan Daur Ulang
6 Konstruksi 9.09 9.35 9.51 9.86 10,34
Perdagangan Besar dan Eceran;
7 13.61 13.21 13.27 13.44 13.29
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8 Transportasi dan Pergudangan 3.53 3.63 3.87 4.42 5.02
Penyediaan Akomodasi dan Makan
9 2.86 2.93 3.04 3.04 2.96
Minum
10 Informasi dan Komunikasi 3.6 3.61 3.58 3.5 3.53
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 3.46 3.72 3.87 3.87 4.03
12 Real Estate 2.79 2.76 2.77 2.79 2,86
13 Jasa Perusahaan 1.46 1.48 1.52 1.57 1,65
Secara umum terjadi pertumbuhan di beberapa sektor lapangan usaha, namun berdasarkan
analisa per sektor akan terlihat beberapa lapangan usaha mengalami perlambatan.
7
Perlambatan beberapa lapangan usaha ini dapat disebabkan karena beberapa hal, diantaranya
sebagai berikut:
1. Turunnya nilai mata uang rupiah kepada USD, Melemahnya rupiah mengakibatkan
beberapa sektor menjadi sulit untukkompetitif khususnya yang tergantung pada produk-
produk impor. Keuntungan yang harusnya diterima oleh para eksportir pun tidak dapat
meningkatkan neraca transaksi berjalan akibat industri manufaktur yang belum efisien
dan berdaya saing.
2. Turunnya harga komoditas dunia, Melemahnya harga-harga komoditas dunia sebagai
akibat melemahnya permintaan di China dan Negara-negara utama Eropa mengakibatkan
industri yang mengandalkan harga komoditas mengalami pelemahan permintaan.
3. Pemberlakuan UU Minerba, Pada 11 Januari 2014, presiden SBY
menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014. Peraturan itu
merupakan tindak lanjut dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor
4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Dimana undang-undang
tersebut mewajibkan semua perusahaan tambang membangun smelter dan
dilarang untuk mengekspor bahan mentah. Hal ini bertujuan untuk
menaikkan nilai tambah berupa nilai ekonomi dan menciptakan lapangan
pekerjaan. Akibat dari kebijakan tersebut, sehingga terjadi perlambatan pada
sektor industri migas sebesar 1,76 persen.
8
Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman menurun
sebesar 0,11 persen. Sedangkan industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik;
dan peralatan listrik menjadi sektor industri dengan pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 7,83
persen, disusul oleh industri makanan dan minuman sebesar 7,54 persen; Industri mesin dan
perlengkapan sebesar 7,49 persen; Industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 8,52
persen; dan industri logam dasar sebesar 6,48 persen.
Bila dibandingkan dengan tahun 2014, sektor industri tekstril dan pakaian jadi
mengalami penurunan pertumbuhan dari 1,56 persen menjadi -4,79 persen di tahun 2015. Hal
ini dikarenakan sektor industri ini memiliki buyer dan supplier dari luar negeri terlihat dari
jumlah ekspor yang tinggi, maka ketika terjadi pelemahan ekonomi global sangat terasa
dampaknya di sektor ini.
9
Sektor industri lain yang mengalami penurunan yang cukup signifikan juga dialami
oleh industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan
sejenisnya. Hal ini yang disebabkan oleh infrastruktur dan biaya logistik yang tidak
kompetitif. Akibatnya, biaya pengiriman barang antarpulau lebih mahal jika dibandingkan
dengan biaya ekspor. Selain itu, pangsa pasar produk jadi industri pengolahan kayu dan rotan
dalam negeri sangat kecil dan pengusaha mengandalkan pasar ekspor. Sebanyak 98,8 persen
produk jadi olahan kayu dan rotan Indonesia diekspor, 90 persen di antaranya diserap Eropa
dan Amerika. Industri olahan kayu dan rotan dalam negeri tertekan oleh meningkatnya
persaingan dari negara-negara pesaing utama yaitu Cina dan Vietnam yang dapat
memproduksi barang jadi pengolahan kayu dan rotan berkualitas tinggi dengan harga murah.
Penetrasi Vietnam ke pasar Amerika terus meningkat hingga US$ 1,3 miliar pada 2015 dari
US$ 13 juta pada 2006. Dalam 10 tahun, pasar ekspor industri pengolahan kayu dan rotan
indonesia ke Amerika tumbuh nol persen. Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI)
menyata produksi kertas dalam negeri. Tekanan LSM asing itu dilakukan melalui kampanye
negatif ke berbagai negara tujuan ekspor pada 2015. Industri pulp dan kertas Indonesia
diserang kampanye negatif yang dilakukan LSM asing seperti Greenpeace, World Wildlife
Fund, Greenomics, Rainforest Action Network, Mongabay dan sejumlah LSM dalam negeri.
Adapun alasan LSM tersebut ialah kerusakan hutan atau deforestasi yang berakibat terjadinya
spesies langka baik flora maupun fauna yang berujung pada permintaan untuk memboikot
kertas yang diproduksi Indonesia. Para penggiat lingkungan itu selalu aktif meributkan
masalah praktek pembalakan liar yang hinga kini masih terjadi, kemudian terjadinya lahan
terlantar yang masih banyak serta terakhir kebakaran hutan dan lahan yang masih sulit
dikendalikan.
Upaya yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Industri Agro mengatasi
berbagai permasalahan yang ada adalah melalui program dan kebijakan serta pelaksanaan
kegiatan yang mendorong peningkatan daya saing industri agro, yaitu:
1. Memperkuat struktur industri dengan mendorong investasi di bidang industri hilir agro
melalui promosi investasi dan usulan pemberian insentif untuk investasi di bidang
industri agro tertentu maupun di daerah tertentu serta disinsentif (seperti BK kakao dan
CPO serta larangan ekspor bahan baku rotan).
2. Mengurangi beban biaya energi, logistik dan distribusi dengan berpartisipasi aktif
mengusulkan perbaikan infrastruktur (pelabuhan dan jalan) dan efisiensi pelayanan (jasa
pelabuhan, transportasi).
10
3. Meningkatkan penerapan sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada
industri pengolahan kayu dan rotan, industri pengolahan kertas dan industry furniture
serta pemberlakuan SNI Wajib Industri Agro
4. Meningkatkan promosi investasi dan kerjasama industri agro melalui Pameran dan
Buyers Night di beberapa negara tujuan ekspor industri agro yaitu Jerman, Shanghai,
Hongkong dan Amerika Serikat.
5. Mendorong pemberlakuan regulasi Permendag No.64/2012 tentang hasil hutan dan
pertanian dari voluntari menjadi mandatori untuk produk kertas meningkatkan promosi
investasi dan kerjasama industri agro melalui Pameran dan Buyers Night di beberapa
negara tujuan ekspor industri agro yaitu Jerman, Shanghai, Hongkong dan Amerika
Serikat.
6. Melakukan kampanye atas negative campaign terhadap komoditi industry agro melalui
penyusunan Buku Putih dan sosialisasi di media cetak dan media elektronika.
Kelompok industri mesin dan perlengkapan di tahun 2015 tumbuh sebesar 7,49
persen, tetapi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya industri ini mengalami penurunan,
setelah pada tahun 2014 mencapai 8,67 persen. Kementerian Perindustrian melalui Direktorat
Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) ikut berperan
serta dalam membina kelompok industri mesin dan perlengkapan, dimana selama tahun 2015
sektor industri permesinan dan alat mesin pertanian terus bertumbuh dalam hal kemampuan
produksi, disain produk, kualitas produk dan diversifikasi produk. Secara umum,
pertumbuhan sektor industri permesinan dan alat mesin pertanian terjadi sebagai
implementasi kebijakan fasilitas investasi yang disediakan oleh Pemerintah. Industri
mesin/peralatan dalam negeri juga bertumbuh seiring dengan pelaksanaan proyek-proyek
infrastruktur seperti Proyek Infrastruktur Ketenagalistrikan, Proyek Revitalisasi Industri Alat
Pertahanan, Program Revitalisasi Mesin/Peralatan Pabrik Gula, Program Diversifikasi BBM
ke BBG, Program Pembangunan Rumah Murah, Proyek Pembangunan Infrastruktur Jalan
dan Jembatan, dsb. Beberapa industri mesin/peralatan yang terlibat pada proyekproyek
tersebut antara lain adalah PT. Barata Indonesia, PT. Boma Bisma Indra, PT. Basuki Pratama
Engineering, PT. ZUG Industry Indonesia, PT. Super Andalas Steel, PT. Alstom Indonesia,
dll..
Bila dilihat dari tabel kontribusi terhadap PDB industridi bawah ini, industri non
migas memberikan kontribusi sebesar 18,18 persen dengan industri makanan dan minuman
menjadi sektor industri dengan kontribusi tertinggi, yaitu sebesar 5,61 persen, disusul oleh
11
industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik sebesar 1,96
persen, dan industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 1,81 persen.
Tabel 1.3 Tiap Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 2015 Atas Tahun
Dasar 2010 (Persen)
N
Lapangan Usaha 2012 2013 2014* 2015**
o
1 Industri Makanan dan Minuman 5,31 5,41 5,32 5,61
2 Industri Pengolahan Tembakau 0,92 0,86 0,91 0,94
3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 1,35 1,36 1,32 1,21
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas
4 0,25 0,26 0,27 0,27
Kaki
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus
5 dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan 0,70 0,70 0,72 0,67
dan sejenisnya
Industri Kertas dan Barang dari Kertas:
6 Percetakan dan Reproduksi Media 0,86 0,78 0,80 0,76
Rekaman
Industri Kimia, Farmasi dan Obat
7 1,67 1,65 1,70 1,81
Tradisional
Industri Karet, Barang dari Karet dan
8 0,89 0,80 0,76 0,74
Plastik
9 Industri Barang Galian bukan Logam 0,73 0,73 0,73 0,72
10 Industri Logam Dasar 0,75 0,78 0,78 0,78
Industri Barang Logam; Komputer, Barang
11 1,89 1,95 1,87 1,96
Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik
12 Industri Mesin dan Perlengkapan 0,29 0,27 0,31 0,32
13 Industri Alat Angkutan 1,93 2,02 1,96 1,91
14 Industri Furnitur 0,26 0,26 0,27 0,27
Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi
15 0,19 0,17 0,18 0,18
dan Pemasangan Mesin dan Peralatan
Industri Non Migas 17,99 17,72 17,90 18,18
Industri Pengolahan 21,45 20,98 21,01 20,84
Tabel 1.4 Kontribusi Sektor Industri Manufaktur di Jawa dan Luar Jawa (Dalam
Persen)
Wilayah
2011 2012 2013 2014 2015
Jawa 73.41 73.07 72.78 72.64 71.03
Luar Jawa 26.59 26.93 27.22 27.36 28.97
Nasional 100 100 100 100 100
12
Sumber: BPS, diolah Kemenperin
Manufaktur adalah suatu cabang industri yang mengaplikasikan peralatan dan suatu
medium proses untuk transformasi bahan mentah menjadi barang jadi untuk dijual. Upaya ini
melibatkan semua proses antara yang dibutuhkan untuk produksi dan integrasi komponen-
komponen suatu produk. Beberapa industri, seperti produsen semikonduktor dan baja, juga
menggunakan istilah fabrikasi atau pabrikasi. Sektor manufaktur sangat erat terkait dengan
rekayasa atau teknik. Industri manufaktur adalah kelompok perusahaan sejenis yang
mengolah bahan-bahan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang bernilai tambah
lebih besar. Contoh industri manufaktur, misalnya Pakaian dan Tekstil, Minyak, Kimia dan
Plastik, Elektronika, Komputer dan Transportasi, Makanan, Logam, Kayu, Kulit dan Kertas.
Dalam tiga tahun terakhir menunjukkan adanya kecenderungan meningkatnya
peranan sektor industri manufaktur di luar Pulau Jawa. Kondisi yang diharapkan adalah
secara perlahan-lahan kontribusi sektor industri manufaktur di luar Pulau Jawa meningkat
sehingga dalam jangka panjang yaitu pada tahun 2025 kontribusinya menjadi sekitar 40
persen.
Tercapainya target untuk IKU Rasio PDB industri luar jawa terhadap PDB industri
jawa disebabkan pertumbuhan sektor industri manufaktur di luar Pulau Jawa sesuai
dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti pembangunan
infrastruktur yang memadai, energi gas dan listrik dan ketersediaan tenaga kerja yang
kompeten sehingga menyebabkan investasi- investasi baru khususnya di sektor industri
manufaktur tumbuh secara bertahap dan beralih lokasi ke luar Pulau Jawa.
Sejalan dengan peningkatan kontribusi PDB industri di luar Jawa, jumlah unit usaha
IKM di luar Jawa dibandingkan dengan di Jawa juga meningkat dalam kurun waktu lima
13
tahun terakhir. Dari target yang ditetapkan yakni 32 persen pada tahun 2015, berhasil tercapai
hingga 38,8 persen. Berdasarkan data BPS tahun 2014, pada tahun 2011 jumlah IKM di luar
Jawa sebesar 1,05 juta unit usaha atau 35 persen dari total unit usaha. Angka ini meningkat
hingga 1,32 juta di tahun 2014 atau 37,7 persen dari total unit usaha. Dengan laju
pertumbuhan 7,16 persen, jumlah ini diproyeksikan naik menjadi 1,45 juta unit usaha di
tahun 2015, atau 38,8 persen dari total unit usaha IKM nasional.
Meskipun sebarannya sudah mencapai target dan terjadi peningkatan secara konsisten
setiap tahunnya, akselerasi pertumbuhan IKM di luar Jawa harus ditingkatkan kembali agar
sebaran IKM lebih seimbang dan tidak terpusat di Jawa. Adapun upaya yang telah dilakukan
untuk menambah jumlah IKM di luar Jawa adalah melalui program kewirausahaan IKM
yakni penumbuhan wirausaha baru, serta penguatan kemampuan IKM agar menjadi
wirausaha yang mandiri dan profesional. Program kewirausahaan ini dilakukan melalui dua
pendekatan, yakni by design dan fast track. Pendekatan by design dilakukan melalui
serangkaian kegiatan rekruitmen, pelatihan, magang, dan pemberian modal usaha, yang
ditujukan kepada mahasiswa perguruan tinggi atau lulusan SMK. Sedangkan pendekatan fast
track dilakukan melalui serangkaian kegiatan rekruitmen, pelatihan, dampingan tenaga ahli,
dan pemberian modal usaha, yang ditujukan kepada masyarakat umum atau karyawan IKM
Tantangan dalam program ini adalah kemampuan bertahan hidup para wirausaha baru setelah
mendapat bimbingan dari pemerintah. Karena itu, pemerintah memberikan fasilitas lanjutan
seperti akses untuk pemasaran dan pengembangan produk agar memenuhi standar dan
berdaya saing tinggi.
Tabel 1.6 Kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri Tahun 2011-2015
14
Terlepas dari capaian target di atas, masih terdapat permasalahan yang kerap dialami
IKM terkait peningkatan daya saing, di antaranya adalah kapabilitas SDM yang rendah atau
stagnan, sulitnya menembus akses permodalan, dan penerapan teknologi modern belum
dipandang perlu (masih mengandalkan metode tradisional). Solusi atas kendala tersebut salah
satunya adalah melalui program restrukturisasi mesin/peralatan IKM dan
pendampingan/bimbingan teknis kepada IKM agar memiliki sertifikat produk maupun
kompetensi tenaga kerja.
15
1. Faktor Sumber Daya Alam
Kekuatan Kelemahan
1. Lahan Luas dan Subur 1. Rendahnya produktivitas sector pertanian
& agrobisnis
2. Penanaman sepanjang tahun 2. Melambatnya pertumbuhan sektor
pertanian
3. Cadangan hutan produksi cukup luas 3. Meningkatnya ketergantungan terhadap
impor makanan
4. Pembukaan lahan baru sector pertanian 4. Bahaya kerusakan ekologi
5. Ketersediaan sumber daya laut & potensi 5. Terjadinya penebangan hutan berlebihan
penangkapan ikan 7 juta ton pertahun
6. Ketersediaan sumber daya mineral cukup 6. Bahaya atas terjadinya penangkapan ikan
besar berlebihan di beberapa wilayah
Kekuatan Kelemahan
1. Jumlah Penduduk Besar Tidak meratanya penyebaran penduduk dan
pendapatan
3. Faktor Geografi
Kekuatan Kelemahan
1. Terdiri dari ribuan pulau 1. Belum bisa didayagunakan sebagai
penggerak pertumbuhan industry
2. Terletak di geo stasioner 2. Peluang baru akan diambil oleh
perusahaan-perusahaan asing
3. Posisi strategis 3. Infrastruktur telekomunikasi relatif
belum memadai
4. Faktor Permodalan
16
Kekuatan Kelemahan
1. Telah adanya investasi ekstensi selama 1. Rendahnya pemanfaatan kapasitas
dua dekade lalu dalam bentuk aset tetap terpasang pada beberapa subsektor industry
(bangunan, mesin, & peralatan)
2. Terdapat mesin-mesin sudah tua di
beberapa sector industry
3. Cadangan devisa, perbankan, pasar
Modal belum cukup menunjang
Kekuatan Kelemahan
1. Pernah melakukan investasi secara berarti 1. Beberapa prasarana (jalan raya,
dan adanya pertumbuhan selama dua dekade pelabuhan, dll) & sarana kurang memadai
lalu sebelum krisis
2. Ketergantungan tinggi terhadap bantuan
asing dan swasta dalam pengembangan
prasarana
3. Angkutan Laut dikuasai asing dan
belum memadai
5. Faktor Teknologi
Kekuatan Kelemahan
1. Investasi mendorongterjadinya 1. Kegiatan R&D industri dilakukan
impor teknologi oleh pemiliknya di luar negeri
2. Jumlah SDM relatif besar pada 2. Relatif rendahnya tingkat
lembaga-lembaga R&D Pemerintah pengembangan teknologi
3. Penyebaran Teknologi secara nyata 3. Rendahnya respon lembaga-
lebih efektif melalui impor dan lembaga R&D terhadap permintaan
pengenalan mesin pasar
4. Rendahnya produktivitas sector
manufaktur
5. Relatif rendahnya biaya R&D per
orang
6. Lemahnya keterkaitan antara
lembaga-lembaga R&D pemerintah
dengan swasta
7. Lemahnya koordinasi & arah
pengembangan lembaga riset
17
pada tahun 1998. Berbagai masalah baik yang secara umum menghambat pertumbuhan
industri, maupun yang secara khusus dihadapi oleh beberapa industri (penting) tertentu
dipaparkan pada uraian di bawah ini.
18
2.5 Fase-fase Industrialisasi
Ada tiga fase dengan penekanan kebijakan yang berbeda-beda dalam pengerjaan proyek
industrialisasi selama Orde Baru, yaitu :
1. Strategi substitusi impor tahap pertama (awal 1970an sampai akhir 1970an), yaitu
mengembangkan industry-industri yang menghasilkan barang-barang yang
sebelumnya di impor. Pengembangan industry ini didukung oleh sejumlah besar
kebijakan tarif bea masuk dan pajak penjualan barang impor yang dibebankan
sekaligus.
2. Substitusi impor tahap kedua, dengan menggalakkan pengembangan industri-industri
hulu, terutama industri dasar pengolahan sumber daya seperti industri baja dan
industri aluminium.. Untuk mendorong proses ini, pemerintah mulai melakukan non-
tariff barriers, terutama pembatasan impor kuantitatif dan program-program
penghapusan.
3. Strategi Industri Promosi Ekspor, dimana strategi ini dikembangkan terutama
terjadinya kemerosotan harga minyak pada tahun 1982, sehingga pemerintah
menempuh kebijakan pengembangan sektor industri manufaktur yang berorientasi
ekspor.
19
4. Industri padat teknologi, dengan ciri-ciri : semakin berorientasi ekspor, kepemilikan
ada di tangan asing dan swasta, kandungan impor dan tingkat konsentrasi yang tinggi.
20
5. Tumbuhnya perilaku konsumerisme dalam masyarakat dan gaya hidup yang
boros.
c. Tantangan Pembangunan Industri di Indonesia
Ada tujuh tantangan pengembangan sektor industri.
1. Postur industri yang tidak imbang dengan komposisi terbesar merupakan industri
berskala mikro dan kecil serta peran Industri Kecil Menengah (IKM) dalam rantai
industri manufaktur Indonesia yang masih belum optimal.
2. Kualitas sumber daya manusia masih relatif rendah.
3. Belum tersediannya energi yang andal dengan harga kompetitif.
4. Kebijakan yang belum terintegrasi antar lembaga terkait.
5. Struktur industri yang belum berimbang yang menciptakan ketergantungan bahan
baku pada luar negeri.
6. Keterbatasan sumber pembiayaan industri.
7. Masih rendahnya daya beli masyarakat.
21
2.7.2 Fokus Pengembangan Industri dan Tahapan Capaian Pembangunan Industri
Kebijakan pengembangan industri nasional merupakan bagian kebijakan perindustrian
yang diamanatkan dalam RIPIN 2015 – 2035 dan RPJMN 2015 - 2019. Prinsip kebijakan
pengembangan industri harus mendorong pertumbuhan industri serta peningkatan daya saing
industri nasional. Kebijakan pengembangan industri nasional difokuskan pada:
1. Peningkatan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis agro, mineral,
serta migas dan batu bara dalam rangka penguatan struktur industri melalui
pembangunan industri hulu yang diintegrasikan dengan industri antara dan industri
hilirnya
2. Peningkatan kapabilitas industri melaluipeningkatan kompetensi SDM dan
penguasaan teknologi
3. Pembangunan industri di seluruh wilayah Indonesia melalui pembangunan wilayah
pusat pertumbuhan industri (WPPI, kawasan peruntukan industri (KPI), kawasan
industri, dan serta industri kecil dan industri menengah (Sentra IKM ).
22
3. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi industri
Pengembangan dan pemanfaatan teknologi industri dilakukan melalui pungutan
infrastuktur penelitian dan pengembangan
Peningkatan adopsi dan alih teknologi, serta
23
c. Pemberdayaan Industri, dilakukan melalui:
1. Industry Hijau
Penetapan Standar industry hijau
Pembangunan dan pengembangan lembaga sertifikasi indutri hijau
Peningkatan kompetensi auditor industry hijau
Pemberian fasilitas untuk industry hijau
2. Industry strategis
Penetapan industry strategis
Pengaturan kepemilikan, penyertaan modal pemerintah, produksi, distribusi, harga
dan pengawasan.
Pemberian fasilitas kepada indutri strategis
3. Peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN)
Peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk dalam negeri
Penyusunan daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri
Pemberian insentif
Pelaksaan audit kepatuhan kewajiban peningkatan penggunaan produk dalam
negeri.
Pemberian penghargaan Cinta Karya Bangsa
4. Kerjasama Internasional
Perlindungan terhadap industry nasional
Peningkatan akses industry nasional terhadap pasar dan sumber daya industry
diluar negeri.
Pengembangan jaringan rantai supply global
Peningkatan kerjasama investasi di sector industry
5. Pengamanan dan penyelamatan Industri
Perlindungan dengan mekanisme tarif dan non tarif dan program restrukturisasi
industry
Pemberian stimulus fiscal dan kredit program
24
4. Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (IKM)
Pemetaan lokasi
Pembentukan kelembagaan
Pengadaan tanah
Pembangunan infrastruktur
25
Perusahaan industri didorong dan diarahkan untuk melakukan pemetaan, evaluasi, uji
coba, adopsi, dan adaptasi teknologi industri yang diperlukannya sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya
a. Standardisasi Industri
Pengembangan standarisasi industri ditujukan untuk meningkatkan daya saing industri
nasional, menjamin keamanan, kesehatan dan keselamatan atas penggunaan produk
industri, pelestarian fungsi lingkungan hidup, pengembangan industri hijau, dan
mewujudkan persaingan sehat.
b. Infrastruktur Industri
Dua komponen utama infrastruktur industri yang perlu disediakan dalam rangka
pembangunan industri nasional adalah energi dan lahan industri. Penyediaan energi
dan lahan industri dilakukan bagi industri yang berada di dalam dan/atau di luar
kawasan industri.
26
Pemberdayaan industri kecil dan industri menengah (IKM) dilakukan melalui
kebijakan afirmatif yang ditujukan untuk meningkatkan perkembangan, pertumbuhan
dan produktifitas IKM
27
BAB III
KESIMPULAN
28
dilakukan melalui program pembangunan industri dilakukan melalui, 2 (dua) langkah yaitu
Kebijakan yang bersifat lintas sektoral dan program pembangunan industri prioritas
DAFTAR PUSTAKA
Januarman dkk. 2013. Analisis Perkembangan Industri Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial:
Universitas Padang.
Kemenperin, Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010 – 2014, tahun 2010
Muljana, B.S., 1983. Pembangunan Ekonomi dan Tingkat Kemajuan Ekonomi Indonesia,
Lembaga Penerbit FEUI.
Kemenperin.go.id
29