Anda di halaman 1dari 32

Perkembangan dan Strategi Pembangunan

Industrialisasi di Indonesia

Disusun Oleh :

1. Ihsan Darmawan Syahputra (01021181520008)


2. Putri Ramadini (01021181520034)
3. Donna Juliana (01021181520043)
4. Dianti Prihatini (01021181520057)
5. Nadya Soraya (01021281520182)

Fakultas Ekonomi / Jurusan Ekonomi Pembangunan


Universitas Sriwijaya
Tahun Ajaran 2017/2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Perkembangan dan Strategi Pembangunan Industrialisasi di Indonesia.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Perkembangan dan Strategi
Pembangunan Industrialisasi di Indonesia ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadappembaca.

Palembang , 25 Februari 2018

penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................................................


1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................
2
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................................
2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Industri dan Industrialisasi.........................................................................................
3
2.2 Strategi Industrialisasi di Indonesia...............................................................................5
2.3 Perkembangan Industri di Indonesia.................................................................................... 6
2.3.1 Peran Sektor Industri Terhadap PDB Nasional ....................................................6
2.3.2 Perkembangan Sektor Industri Non Migas ...............................................................8
2.3.3 Kontribusi Sektor Industri Manufaktur.....................................................................12
2.3.4 Kontribusi Industri Kecil dan Menengah..................................................................13
2.4 Potensi dan Permasalahan Industrialisasi di Indonesia.......................................................15
2.4.1 Masalah Umum.........................................................................................................18
2.5 Fase-fase Industrialisasi......................................................................................................19
2.6 Dampak dan Tantangan Pembangunan Industri..................................................................20
2.7 Kebijakan Industri Nasional Tahun 2015-2019..................................................................21
2.7.1Sasaran Pembangunan Industri..................................................................................21
2.7.2Fokus Pembangunan Industri dan Tahapan Capaian Pembangunan Industri ...........22
2.7.3Tahapan Capaian Pembangunan Industri...................................................................23
2.7.4 Program Pengmbangan Industri................................................................................26
2.7.5 Pemberdayaan Industri..............................................................................................27
2.7.6 Fasilitas Fiskal dan Non Fiskal ................................................................................28

BAB III KESIMPULAN


DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................30

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Strategi Industrialisasi merupakan pandangan ynag dianggap sebuah keniscayaan


untuk memajukan proses pembangunan di sebuah negara. Industrialisasi dianggap sebagai
satu-satunya jalan pintas untuk meretas nasib kemakmuran suatu negara secara lebih cepat di
bandingkan apabila tanpa melalui proses tersebut. Dengan pegangan itulah, maka hampir
semua negara di dunia ini telah dan sedang menempuh strategi industrialisasi tersebut,
tentunya dengan beberapa karakteristik yang berbeda antara satu negara demgan negara
lainnya.
Indonesia sebagai negara berkembang juga tak luput dari virus industrialisasi tersebut.
Semenjak pembangunan ekonomi dimulai secara terencana sejak tahun 1969, sesungguhnya
pendekatan ynag digunakan Indonesia adalah strategi industrialisasi tersebut. Di Indonesia,
secara historis, proses industrialisasi itu telah berlangsung lama walaupun berbeda tingkat
intensitasnya. Jika dikaitkan dengan kontribusi sektor industri kepada pendapatan domestik
bruto, perubahan besar kecilnya kontribusi menunjukkan besarnya peran dalam perjalanan
suatu sektor terhadap perekonomian bangsa. Persoalannya adalah seberapa besar peranan
transformasi industri kepada perekonomian rakyat secara menyeluruh.
Sejarah telah mencatat bahwa industrialisasi di Indonesia pada akhirnya juga
menggeser aktivitas eknomi masyarakat, dari semula bertumpu pada sektor pertanian untuk
kemudian bersandar pada sektor industri. Pada awal sejarah kehidupan, manusia baru
mengenal dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah disediakan alam. Perekonomian pada
tahap ini disebut perekonomian yang berbasis pertanian, di mana kegiatan pertanian
mendominasi seluruh aspek kehidupan. Kegiatan menghasilkan barang hanyalah terbatas
pada industri rumah tangga. Demikian pula kegiatannya belumlah menonjol seperti keadaan
sekarang. Tentu saja perkembangan ini akan menyangkut beberapa aspek, sehingga perlu
diidentifikasi, ada perkembangan apa saja, serta bagaimana pola pengaruhnya kepada
kontribusi kedua sektor yakni pertanian dan industri.

1
Pesatnya perkembangan teknologi berdampak sangat ketatnya persaingan dan
cepatnya terjadi perubahan lingkungan usaha. Produk-produk hasil manufaktur di
dalamnegeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk luar.
Dunia usaha pun harusmenerima kenytaaan bahwa perkembangan teknologi telah
mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin seingkatnya masa edar produk,
serta semakin rendahnya margin keuntungan.
Dalam situasi seperti itu, maka untuk mempercepat proses industrialisasi, menjawab
tantangan dari dampak negatif globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia, serta
mengantisipasi perkembnagan di masa ynag akan datang, pembangunan industri nasional
memerlukan arahan dan kebijakan yang jelas. Kebijakan yang mampu menjawab pertanyaan
kemana dan seperti apa pembangunan industri Indonesia dalam jangka mennegah maupum
jangka panjang.
Sebagai negara agraris, peranan industri dalam perekonomian Indonesia dengan
sejarah perkembangannya tidaklah begitu amat berarti. Di zaman dahulu,kalaupun beberapa
penduduk menggunakan industri kerajinan sebagai salah satumata pencaharian. Peranannya
hanya sekedar untuk tambahan penghasilan atau pekerjaan sambilan. Biasanya mala lebih
berupa kerajinan yang bertendensiartistik daripada kewiraswastaan atau lebih berupa aspek
kerja budaya daripada komersial. Hal ini sangat berbeda dari kondisi saat ini, dimana sektor
pertanian kurang mendapat respek mendalam namun manufakturlah yang diunggulkan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka permasalahan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan perindustrian di Indonesia?
2. Bagaimana kontribusi dari perindustrian terhadap PDB Indonesia?
3. Strategi apa yang diterapkan Indonesia dalam menghadapi tantangan dunia?
4. Apa saja kebijakan yang dibuat untuk mengarahkan perindustrian Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


Berkaitan dengan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Memenuhi persyaratan dalam mata kuliah Perekonomian Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan kontribusi perindustrian di
Indonesia.

2
3. Untuk mengetahui strategi yang diterapkan Indonesia dalam menghadapi tantangan
dunia.
4. Untuk mengetahui kebijakan yang dibuat untuk mengarahkan indusri dalam jangka
panjang ataupun menengah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Industri dan Industrialisasi


Industri mempunyai dua pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara
sempit. Dalam pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan dibidang
ekonomi yang bersifat produktif. Sedangkan pengertian secara sempit, industri atau industri
pengolahan adalah suatu kegiatan yang mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia,
atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dalam hal ini
termasuk kegiatan jasa industri dan pekerja perakitan (assembling).
Dalam istilah ekonomi, industri mempunyai dua pengertian. Pertama, industri
merupakan himpunan perusahaan-perusahaan sejenis, contoh industri kertas berarti himpunan
perusahaan-perusahaan penghasil kertas. Kedua, industri adalah sektor ekonomi yang
didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah barang mentah menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi. Menurut Sukirno (2006) pengertian industri adalah suatu unit
atau kesatuan produk yang terletak pada suatu tempat tertentu yang meletakan kegiatan untuk
mengubah barang-barang secara mekanis atau kimia, sehingga menjadi barang (produk yang
sifatnya lebih dekat pada konsumen terakhir), termasuk disini memasang bahagian dari suatu
barang (assembling).
Industrialisasi dalam pengertian lain adalah proses modernisasi ekonomi yang
mencakup seluruk sektor ekonomi yang mempunyai kaitan satu sama lain dengan industri
pengolahan. Artinya industrialisasi bertujuan meningkatkan nilai tambah seluruh sektor
ekonomi dengan sektor industri pengolahan sebagai leading sector, maksudnya adalah
dengan adanya perkembangan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan
sektor-sektor lainnya.

Ada empat argumentasi dalam industrialisasi, dimana masing-masing argumentasi


mempuyai kelebihan dan kekurangannya sendiri.

3
1. Teori keunggulan komparatif kelebihannya dalam hal efisien alokasi sumber daya
demean mengembangkan industri-industri yang secara komparatif unggul. Sumber daya
ekonomi akan teralokasi ke penggunaan yang paling mens.’.untungkan kelebihannya
terletak pada pendekatannya yang menyadarkan pada sisi produk yang memiliki
keunggulan komparatif boleh jadi barang yang kurang diminati konsumen, sehingga
meskipun efisien diproduksi mungkin sulit dipasarkan.

Jenis keunggulan kelebihan Kekurangan


Argumentasi keunggulan Industri akan unggul, Jenis produk kurang
komparatif (compartive sumber daya ekonomi diminati
advantage) akan teralokasikan
dengan baik
Teori keterkaitan Mampu menggerakan Kurang efisien
industrial sektor lain
Argumentasi kesempatan Sangat manusiawi Kurang dapat
kerja karena berbasis pada menggerakan sektor
penciptaan lapangan lain
kerja
Argumentasi loncatan Memicu Boros defisa
teknologi perkembangan industri
sektor lain

2. Teori keterkaitan industrial sangat peduli akan kemungkinan-kemungkinan


berkembangnya sektor lain, yaitu terletak pada keterkaitannya kedepan (forward
linkage). Maupun keterkaitan kebelakang (backward linkage). Sektor industrial
diharapkan bisa berperan sebagai motor penggerak perkembangan sektor lain.
Kelemahan teori ini kurang memperlihatkan pertimbangan efisiensi. Industri yang
dikembangkan memiliki kaitan luas. Sehingga diprioritaskan, dan boleh jadi
merupakan industri-industri yang memerlukan modal besar atau menyerap banyak
devisa, atau industri yang tidak memiliki keunggulan komparatif.
3. Teori penciptaan kesempatan kerja unggul karena titik tolaknya yang sangat
manusiawi. Dengan menempatkan manusia sebagai subyek (bukan objek)
pembangunan. Teori ini sangat populis dan cocok bagi negara-negara berkembang yang
memiliki jumlah penduduk dalam jumlah besar. Namun industri-industri yang
dikembangkan berdasarkan penciptaan kesempatan kerja, mungkin saja
industriindustri yang tidak memiliki kaitan luas dengan sektor-sektor lain. Sehingga
tidak dapat berperan sebagai sektor yang memimpin (leading sector).

4
4. Teori loncatan tekhnologi merupakan pandangan bare dalam jajaran teori
industrialisasi. Kekuatan teori ini terletak pada optimisme tekhnologi, bahwa
pengembangan industri berteknologi tinggi akan memacu kemajuan teknologi di sektor-
sektor lain. Kelemahannya teori ini ”tidak perlu biaya”, tidak menghiraukan masalah
ketersediaan modal, sehingga potensial boros devisa. Selain itu, teori ini juga
kurang peduli akan kesiapan kultur masyarakat dalam menghadapi loncatan teknologi
yang dikembangkan

2.2 Strategi Industrialisai di Indonesia


Terdapat dua macam pola dalam industrialisasi yang mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing- masing.

Pola strategi kelebihan Kekurangan


industrialisasi
Pola substitusi impor Industri akan Industri akan tidak
bertumbuh besar kunjung dewasa
(ketergantungan)
Pola substitusi ekspor Menumbuhkan devisa Tergantung pada pasar
negara

Selaras dengan negara- negara lain, di indonesia sektor industri juga diharapkan
mampu menjadi penggerak sektor- sektor lain. Dalam perkembangan perekonomian
indonesia selalu diwarnai dengan pertumbuhan dan perkembangan industrialisasi.
Argumentasi industrialisasi indonesia pada mulanya didominasi dengan argumentasi
keterkaitan industrial (industrial linkage), namun sekarang berubah menjadi argumentasi
loncatan teknologi (hi- tech). Industri di indonesia pada awalnya mengembangkan substansi
impor namun seiring berkembangnya zaman indonesia mengubah sustansi industrialisasinya
menjadi substansi ekspor.
Dari sudut pandang kepentingan perekonomian suatu bangsa, industrialisasi memang
penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi tinggi dan stabilitas. Namun, industrialisasi
bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh
untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan
perkapita tinggi. Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antar negara, periode
industrialisasi merupakan tahapan logis dalam proses perubahan struktur ekonomi. Tahapan

5
ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam
permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan kesempatan kerja (Tambunan, 2001).
Dapat dipahami bahwa ketika membahas masalah industrialisasi, selalu terkait dengan
sektor pertanian. Sehingga setiap persoalan industrialisasi akan dibahas secara serempak
dengan keterkaitan ke masalah pertanian. Proses pembangunan di Indonesia tetap diawali
dengan perhatian pada bagaimana menggerakkan perekonomian yang berbasis pertanian.
Karena itu diutamakanlah industri yang menciptakan mesin-mesin pertanian dan sebagainya.
Sasaran pembangunan jangka panjang tahap satu adalah, mengubah struktur ekonomi dari
struktur yang lebih berat dari pada pertanian kepada struktur yang seimbang antara sektor
pertanian dan sektor industri.(Hamzah Haz, 2003). Dengan struktur yang seimbang inilah
maka ekonomi rakyat dapat ditumbuhkan.
Kelemahan mendasar pada pembangunan di masa lalu adalah, pertumbuhan tidak
berhasil mencapai upaya mengaitkan pertumbuhan dengan pemanfaatan sumber daya alam,
pertanian, dan kemaritiman. Ini mungkin salah satu alasan mengapa ketika awal
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dibentuk Menteri Negara Urusan Perikanan dan
Sumber Daya Maritim, karena ketika itu, walaupun dasadari bahwa 60% wilayah Republik
Indonesia adalah lautan. Kenyataan ini merupakan salah satu penyebab gagalnya proses
industrialisasi di Indonesia dalam menciptakan lapangan kerja, sehingga ketika krisis terjadi
sebagian besar angkatan kerja lebih 50% masih bekerja di sektor pertanian, sementara hanya
10% saja yang bekerja di sektor industri.

2.3 Perkembangan Industri di Indonesia


2.3.1 Peran Sektor Industri Terhadap PDB Nasional

Berdasarkan tabel di bawah dapat diketahui bahwa dari tahun 2010-2015 sektor
industri merupakan sektor dengan kontribusi terbesar terhadap PDB Nasional kemudian
barula diikuti dengan sketor pertanian dan pertambangan. Nilai kontribusi industri
pengolahan khususnya industri pengolahan nonmigas yang selalu terbesar dibanding dengan
lapangan usaha lain ini menjadi bukti pentingnya peranan sektor industri sebagai penggerak
perekonomian nasional.
Pada indikator kinerja utama kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional
sampai dengan tahun 2015 memiliki kontribusi sebesar 18,18 persen. Apabila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB
nasional mengalami peningkatan setelah pada tahun lalu hanya mencapai 17,87 persen.

6
Nilai kontribusi industri pengolahan khususnya industri pengolahan nonmigas yang
selalu terbesar dibanding dengan lapangan usaha lain ini menjadi bukti pentingnya
peranan sektor industri sebagai penggerak perekonomian nasional. Lapangan usaha
yang menjadi kontributor terbesar setelah industri pengolahan pada tahun 2015
adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 13,52 persen, sektor
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 13,29 persen,
sektor konstruksi sebesar 10,34 persen dan sektor pertambangan dan penggalian yang
menyumbang sebesar 7,62 persen.

Tabel 1.1 Peran Sektor Industri Terhadap PDB Nasional (Persen) Tahun 2010-2015

N
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014** 2015**
o
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13.51 13.37 13.39 13.34 13.52
2 Pertambangan dan Penggalian 11.81 11.61 10.95 13.34 13.52
3 Industri Pengolahan 21.76 21.45 20.98 21.01 20,84
a. Industri Migas 3.63 3.46 3.26 3.11 2.67
b. Industri Non Migas 18.13 17.99 17.72 17.89 18.18
4 Pengadaan Listrik dan Gas 1.17 1.11 1.04 1.08 1.14
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
5 0.08 0.08 0.08 0.07 0.07
Limbah dan Daur Ulang
6 Konstruksi 9.09 9.35 9.51 9.86 10,34
Perdagangan Besar dan Eceran;
7 13.61 13.21 13.27 13.44 13.29
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8 Transportasi dan Pergudangan 3.53 3.63 3.87 4.42 5.02
Penyediaan Akomodasi dan Makan
9 2.86 2.93 3.04 3.04 2.96
Minum
10 Informasi dan Komunikasi 3.6 3.61 3.58 3.5 3.53
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 3.46 3.72 3.87 3.87 4.03
12 Real Estate 2.79 2.76 2.77 2.79 2,86
13 Jasa Perusahaan 1.46 1.48 1.52 1.57 1,65

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan


14 3.89 3.95 3.9 3.83 3.91
dan Jaminan Sosial Wajib

15 Jasa Pendidikan 2.97 3.14 3.25 3.24 3.37


Sumber: BPS, diolah Kemenperin

Secara umum terjadi pertumbuhan di beberapa sektor lapangan usaha, namun berdasarkan
analisa per sektor akan terlihat beberapa lapangan usaha mengalami perlambatan.

7
Perlambatan beberapa lapangan usaha ini dapat disebabkan karena beberapa hal, diantaranya
sebagai berikut:
1. Turunnya nilai mata uang rupiah kepada USD, Melemahnya rupiah mengakibatkan
beberapa sektor menjadi sulit untukkompetitif khususnya yang tergantung pada produk-
produk impor. Keuntungan yang harusnya diterima oleh para eksportir pun tidak dapat
meningkatkan neraca transaksi berjalan akibat industri manufaktur yang belum efisien
dan berdaya saing.
2. Turunnya harga komoditas dunia, Melemahnya harga-harga komoditas dunia sebagai
akibat melemahnya permintaan di China dan Negara-negara utama Eropa mengakibatkan
industri yang mengandalkan harga komoditas mengalami pelemahan permintaan.
3. Pemberlakuan UU Minerba, Pada 11 Januari 2014, presiden SBY
menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014. Peraturan itu
merupakan tindak lanjut dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor
4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Dimana undang-undang
tersebut mewajibkan semua perusahaan tambang membangun smelter dan
dilarang untuk mengekspor bahan mentah. Hal ini bertujuan untuk
menaikkan nilai tambah berupa nilai ekonomi dan menciptakan lapangan
pekerjaan. Akibat dari kebijakan tersebut, sehingga terjadi perlambatan pada
sektor industri migas sebesar 1,76 persen.

2.3.2 Perkembangan Sektor Industri Non Migas

Perkembangan pertumbuhan industri non migas menunjukkan penurunan dibanding


tahun sebelumnya. Dimana industri pengolahan non migas pada tahun 2014 mengalami
peningkatan dari tahun 2013 namun pada tahun 2015 terjadi perlambatan yaitu tumbuh
sebesar 5,04 persen dibanding tahun 2014 yang tumbuh sebesar 5,61 persen.
Pertumbuhan industri non migas di tahun 2015, didorong oleh beberapa lapangan
usaha. Industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik
merupakan industri dengan pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 7,83 persen, disusul
kemudian industri makanan dan minuman sebesar 7,54 persen, dan industri mesin dan
perlengkapan sebesar 7,49 persen.
Pada tahun 2015, hampir semua sektor industri mengalami pertumbuhan, hanya tiga
sector industri yang mengalami pertumbuhan negatif, yaitu sector industri tekstil dan pakaian
jadi menurun sebesar 4,79 persen; sektor industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan
barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya menurun sebesar 1,84 persen; serta

8
Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman menurun
sebesar 0,11 persen. Sedangkan industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik;
dan peralatan listrik menjadi sektor industri dengan pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 7,83
persen, disusul oleh industri makanan dan minuman sebesar 7,54 persen; Industri mesin dan
perlengkapan sebesar 7,49 persen; Industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 8,52
persen; dan industri logam dasar sebesar 6,48 persen.

Tabel 1.2 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas Menurut Cabang-Cabang


Industri Tahun Dasar 2010

No Lapangan Usaha 2012 2013 2014* 2015**


1 Industri Makanan dan Minuman 10.33 4.07 9.49 7.54
2 Industri Pengolahan Tembakau 8.82 -0.27 8.33 6.43
3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 6.04 6.58 1.56 -4.79
4 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki -5.43 5.23 5.62 3.98
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus
5 dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan -0.8 6.19 6.12 -1.84
Sejenisnya
Industri Kertas dan Barang dari Kertas;
6 -2.89 -0.53 3.58 -0.11
Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman
7 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 12.78 5.1 4.04 7.36
8 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 7.56 -1.86 1.16 5.05
9 Industri Barang Galian bukan Logam 7.91 3.34 2.41 6.18
10 Industri Logam Dasar -1.57 11.63 6.01 6.48
Industri Barang Logam; Komputer, Barang
11 11.64 9.22 2.94 7.83
Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik
12 Industri Mesin dan Perlengkapan -1.39 -5 8.67 7.49
13 Industri Alat Angkutan 4.26 14.95 4.01 2.33
14 Industri Furnitur -2.15 3.64 3.6 5
Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi
15 -0.38 -0.7 7.65 4.89
dan Pemasangan Mesin dan Peralatan
Industri Non Migas 6.98 5.45 5.61 5.04
Produk Domestik Bruto 6.03 5.58 5.02 4.76
Sumber: BPS, diolah Kemenperin

Bila dibandingkan dengan tahun 2014, sektor industri tekstril dan pakaian jadi
mengalami penurunan pertumbuhan dari 1,56 persen menjadi -4,79 persen di tahun 2015. Hal
ini dikarenakan sektor industri ini memiliki buyer dan supplier dari luar negeri terlihat dari
jumlah ekspor yang tinggi, maka ketika terjadi pelemahan ekonomi global sangat terasa
dampaknya di sektor ini.

9
Sektor industri lain yang mengalami penurunan yang cukup signifikan juga dialami
oleh industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan
sejenisnya. Hal ini yang disebabkan oleh infrastruktur dan biaya logistik yang tidak
kompetitif. Akibatnya, biaya pengiriman barang antarpulau lebih mahal jika dibandingkan
dengan biaya ekspor. Selain itu, pangsa pasar produk jadi industri pengolahan kayu dan rotan
dalam negeri sangat kecil dan pengusaha mengandalkan pasar ekspor. Sebanyak 98,8 persen
produk jadi olahan kayu dan rotan Indonesia diekspor, 90 persen di antaranya diserap Eropa
dan Amerika. Industri olahan kayu dan rotan dalam negeri tertekan oleh meningkatnya
persaingan dari negara-negara pesaing utama yaitu Cina dan Vietnam yang dapat
memproduksi barang jadi pengolahan kayu dan rotan berkualitas tinggi dengan harga murah.
Penetrasi Vietnam ke pasar Amerika terus meningkat hingga US$ 1,3 miliar pada 2015 dari
US$ 13 juta pada 2006. Dalam 10 tahun, pasar ekspor industri pengolahan kayu dan rotan
indonesia ke Amerika tumbuh nol persen. Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI)
menyata produksi kertas dalam negeri. Tekanan LSM asing itu dilakukan melalui kampanye
negatif ke berbagai negara tujuan ekspor pada 2015. Industri pulp dan kertas Indonesia
diserang kampanye negatif yang dilakukan LSM asing seperti Greenpeace, World Wildlife
Fund, Greenomics, Rainforest Action Network, Mongabay dan sejumlah LSM dalam negeri.
Adapun alasan LSM tersebut ialah kerusakan hutan atau deforestasi yang berakibat terjadinya
spesies langka baik flora maupun fauna yang berujung pada permintaan untuk memboikot
kertas yang diproduksi Indonesia. Para penggiat lingkungan itu selalu aktif meributkan
masalah praktek pembalakan liar yang hinga kini masih terjadi, kemudian terjadinya lahan
terlantar yang masih banyak serta terakhir kebakaran hutan dan lahan yang masih sulit
dikendalikan.
Upaya yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Industri Agro mengatasi
berbagai permasalahan yang ada adalah melalui program dan kebijakan serta pelaksanaan
kegiatan yang mendorong peningkatan daya saing industri agro, yaitu:
1. Memperkuat struktur industri dengan mendorong investasi di bidang industri hilir agro
melalui promosi investasi dan usulan pemberian insentif untuk investasi di bidang
industri agro tertentu maupun di daerah tertentu serta disinsentif (seperti BK kakao dan
CPO serta larangan ekspor bahan baku rotan).
2. Mengurangi beban biaya energi, logistik dan distribusi dengan berpartisipasi aktif
mengusulkan perbaikan infrastruktur (pelabuhan dan jalan) dan efisiensi pelayanan (jasa
pelabuhan, transportasi).

10
3. Meningkatkan penerapan sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada
industri pengolahan kayu dan rotan, industri pengolahan kertas dan industry furniture
serta pemberlakuan SNI Wajib Industri Agro
4. Meningkatkan promosi investasi dan kerjasama industri agro melalui Pameran dan
Buyers Night di beberapa negara tujuan ekspor industri agro yaitu Jerman, Shanghai,
Hongkong dan Amerika Serikat.
5. Mendorong pemberlakuan regulasi Permendag No.64/2012 tentang hasil hutan dan
pertanian dari voluntari menjadi mandatori untuk produk kertas meningkatkan promosi
investasi dan kerjasama industri agro melalui Pameran dan Buyers Night di beberapa
negara tujuan ekspor industri agro yaitu Jerman, Shanghai, Hongkong dan Amerika
Serikat.
6. Melakukan kampanye atas negative campaign terhadap komoditi industry agro melalui
penyusunan Buku Putih dan sosialisasi di media cetak dan media elektronika.

Kelompok industri mesin dan perlengkapan di tahun 2015 tumbuh sebesar 7,49
persen, tetapi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya industri ini mengalami penurunan,
setelah pada tahun 2014 mencapai 8,67 persen. Kementerian Perindustrian melalui Direktorat
Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) ikut berperan
serta dalam membina kelompok industri mesin dan perlengkapan, dimana selama tahun 2015
sektor industri permesinan dan alat mesin pertanian terus bertumbuh dalam hal kemampuan
produksi, disain produk, kualitas produk dan diversifikasi produk. Secara umum,
pertumbuhan sektor industri permesinan dan alat mesin pertanian terjadi sebagai
implementasi kebijakan fasilitas investasi yang disediakan oleh Pemerintah. Industri
mesin/peralatan dalam negeri juga bertumbuh seiring dengan pelaksanaan proyek-proyek
infrastruktur seperti Proyek Infrastruktur Ketenagalistrikan, Proyek Revitalisasi Industri Alat
Pertahanan, Program Revitalisasi Mesin/Peralatan Pabrik Gula, Program Diversifikasi BBM
ke BBG, Program Pembangunan Rumah Murah, Proyek Pembangunan Infrastruktur Jalan
dan Jembatan, dsb. Beberapa industri mesin/peralatan yang terlibat pada proyekproyek
tersebut antara lain adalah PT. Barata Indonesia, PT. Boma Bisma Indra, PT. Basuki Pratama
Engineering, PT. ZUG Industry Indonesia, PT. Super Andalas Steel, PT. Alstom Indonesia,
dll..
Bila dilihat dari tabel kontribusi terhadap PDB industridi bawah ini, industri non
migas memberikan kontribusi sebesar 18,18 persen dengan industri makanan dan minuman
menjadi sektor industri dengan kontribusi tertinggi, yaitu sebesar 5,61 persen, disusul oleh

11
industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik sebesar 1,96
persen, dan industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 1,81 persen.

Tabel 1.3 Tiap Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 2015 Atas Tahun
Dasar 2010 (Persen)
N
Lapangan Usaha 2012 2013 2014* 2015**
o
1 Industri Makanan dan Minuman 5,31 5,41 5,32 5,61
2 Industri Pengolahan Tembakau 0,92 0,86 0,91 0,94
3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 1,35 1,36 1,32 1,21
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas
4 0,25 0,26 0,27 0,27
Kaki
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus
5 dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan 0,70 0,70 0,72 0,67
dan sejenisnya
Industri Kertas dan Barang dari Kertas:
6 Percetakan dan Reproduksi Media 0,86 0,78 0,80 0,76
Rekaman
Industri Kimia, Farmasi dan Obat
7 1,67 1,65 1,70 1,81
Tradisional
Industri Karet, Barang dari Karet dan
8 0,89 0,80 0,76 0,74
Plastik
9 Industri Barang Galian bukan Logam 0,73 0,73 0,73 0,72
10 Industri Logam Dasar 0,75 0,78 0,78 0,78
Industri Barang Logam; Komputer, Barang
11 1,89 1,95 1,87 1,96
Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik
12 Industri Mesin dan Perlengkapan 0,29 0,27 0,31 0,32
13 Industri Alat Angkutan 1,93 2,02 1,96 1,91
14 Industri Furnitur 0,26 0,26 0,27 0,27
Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi
15 0,19 0,17 0,18 0,18
dan Pemasangan Mesin dan Peralatan
Industri Non Migas 17,99 17,72 17,90 18,18
Industri Pengolahan 21,45 20,98 21,01 20,84

2.3.3 Kontribusi Sektor Industri Manufaktur

Tabel 1.4 Kontribusi Sektor Industri Manufaktur di Jawa dan Luar Jawa (Dalam
Persen)
Wilayah
2011 2012 2013 2014 2015
Jawa 73.41 73.07 72.78 72.64 71.03
Luar Jawa 26.59 26.93 27.22 27.36 28.97
Nasional 100 100 100 100 100

12
Sumber: BPS, diolah Kemenperin

Manufaktur adalah suatu cabang industri yang mengaplikasikan peralatan dan suatu
medium proses untuk transformasi bahan mentah menjadi barang jadi untuk dijual. Upaya ini
melibatkan semua proses antara yang dibutuhkan untuk produksi dan integrasi komponen-
komponen suatu produk. Beberapa industri, seperti produsen semikonduktor dan baja, juga
menggunakan istilah fabrikasi atau pabrikasi. Sektor manufaktur sangat erat terkait dengan
rekayasa atau teknik. Industri manufaktur adalah kelompok perusahaan sejenis yang
mengolah bahan-bahan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang bernilai tambah
lebih besar. Contoh industri manufaktur, misalnya Pakaian dan Tekstil, Minyak, Kimia dan
Plastik, Elektronika, Komputer dan Transportasi, Makanan, Logam, Kayu, Kulit dan Kertas.
Dalam tiga tahun terakhir menunjukkan adanya kecenderungan meningkatnya
peranan sektor industri manufaktur di luar Pulau Jawa. Kondisi yang diharapkan adalah
secara perlahan-lahan kontribusi sektor industri manufaktur di luar Pulau Jawa meningkat
sehingga dalam jangka panjang yaitu pada tahun 2025 kontribusinya menjadi sekitar 40
persen.
Tercapainya target untuk IKU Rasio PDB industri luar jawa terhadap PDB industri
jawa disebabkan pertumbuhan sektor industri manufaktur di luar Pulau Jawa sesuai
dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti pembangunan
infrastruktur yang memadai, energi gas dan listrik dan ketersediaan tenaga kerja yang
kompeten sehingga menyebabkan investasi- investasi baru khususnya di sektor industri
manufaktur tumbuh secara bertahap dan beralih lokasi ke luar Pulau Jawa.

2.3.4 Kontribusi Industri Kecil dan Menengah


Tabel 1.5 Rasio Jumlah IKM di Pulau Jawa dan Luar Jawa Tahun 2010-2015
Persentase IKM 2010 2011 2012 2013 2014 2015*)
Pulau Jawa 63,45% 65,04% 64,35% 62,39% 62,27% 61,21%
Luar Pulau Jawa 36,55% 34,96% 35,65% 37,61% 37,73% 38,79%
Jumlah Unit Usaha 2010 2011 2012 2013 2014 LP 2015*)
(%)
Pulau Jawa 1,75 juta 1,95 juta 2,08 juta 2,14 juta 2,19 juta 5,81 2,28 juta
Luar Pulau Jawa 1 juta 1,05 juta 1,15 juta 1,29 juta 1,32 juta 7,16 1,45 juta
Total 2,75 juta 3 juta 3,23 juta 3,43 juta 3,52 juta 6,31 3,73 juta
Sumber : BPS 2014, diolah Ditjen IKM
Ket: (*) Data sementara

Sejalan dengan peningkatan kontribusi PDB industri di luar Jawa, jumlah unit usaha
IKM di luar Jawa dibandingkan dengan di Jawa juga meningkat dalam kurun waktu lima

13
tahun terakhir. Dari target yang ditetapkan yakni 32 persen pada tahun 2015, berhasil tercapai
hingga 38,8 persen. Berdasarkan data BPS tahun 2014, pada tahun 2011 jumlah IKM di luar
Jawa sebesar 1,05 juta unit usaha atau 35 persen dari total unit usaha. Angka ini meningkat
hingga 1,32 juta di tahun 2014 atau 37,7 persen dari total unit usaha. Dengan laju
pertumbuhan 7,16 persen, jumlah ini diproyeksikan naik menjadi 1,45 juta unit usaha di
tahun 2015, atau 38,8 persen dari total unit usaha IKM nasional.
Meskipun sebarannya sudah mencapai target dan terjadi peningkatan secara konsisten
setiap tahunnya, akselerasi pertumbuhan IKM di luar Jawa harus ditingkatkan kembali agar
sebaran IKM lebih seimbang dan tidak terpusat di Jawa. Adapun upaya yang telah dilakukan
untuk menambah jumlah IKM di luar Jawa adalah melalui program kewirausahaan IKM
yakni penumbuhan wirausaha baru, serta penguatan kemampuan IKM agar menjadi
wirausaha yang mandiri dan profesional. Program kewirausahaan ini dilakukan melalui dua
pendekatan, yakni by design dan fast track. Pendekatan by design dilakukan melalui
serangkaian kegiatan rekruitmen, pelatihan, magang, dan pemberian modal usaha, yang
ditujukan kepada mahasiswa perguruan tinggi atau lulusan SMK. Sedangkan pendekatan fast
track dilakukan melalui serangkaian kegiatan rekruitmen, pelatihan, dampingan tenaga ahli,
dan pemberian modal usaha, yang ditujukan kepada masyarakat umum atau karyawan IKM
Tantangan dalam program ini adalah kemampuan bertahan hidup para wirausaha baru setelah
mendapat bimbingan dari pemerintah. Karena itu, pemerintah memberikan fasilitas lanjutan
seperti akses untuk pemasaran dan pengembangan produk agar memenuhi standar dan
berdaya saing tinggi.

Tabel 1.6 Kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri Tahun 2011-2015

Indikator 2011 2012 2013 2014 2015*


PDB IKM (Rp triliun) 193,8 203,4 212,9 222,5 232,0
PDB Industri (Rp triliun) 576 598,6 621,2 643,8 666,4
% kontribusi PDB IKM 33,65 33,97 34,28 34,56 34,82
Sumber: BPS, diolah Kemenperin (Menurut harga konstan tahun 2000)
Ket: (*) Angka proyeksi

Meningkatnya kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri mengindikasikan adanya


peningkatan daya saing pada produk-produk IKM. Hal ini sejalan dengan program
pemberdayaan dan pengembangan IKM yang menjadi salah satu prioritas Kemenperin
melalui kegiatan pelatihan, bimbingan teknis dan nonteknis, serta promosi di dalam dan luar
negeri.

14
Terlepas dari capaian target di atas, masih terdapat permasalahan yang kerap dialami
IKM terkait peningkatan daya saing, di antaranya adalah kapabilitas SDM yang rendah atau
stagnan, sulitnya menembus akses permodalan, dan penerapan teknologi modern belum
dipandang perlu (masih mengandalkan metode tradisional). Solusi atas kendala tersebut salah
satunya adalah melalui program restrukturisasi mesin/peralatan IKM dan
pendampingan/bimbingan teknis kepada IKM agar memiliki sertifikat produk maupun
kompetensi tenaga kerja.

2.4 Potensi dan Permasalahan Industrialisasi di Indonesia


Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun suatu
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin meningkatnya
populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi meningkat juga.
Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan bahan baku yang
tidak dapat diperbarui. Pada awal perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai
suatu unit proses yang tersendiri, terpisah dengan industri lain dan lingkungan. Proses
industri ini menghasilkan produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke
lingkungan.Adanya sejumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi, mengharuskan
industri menambah investasi untuk memasang unit tambahan untuk mengolah limbah hasil
proses sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan dengan cara
pengolahan limbah (pendekatan end of pipe) menjadi sangat mahal dan tidak dapat
menyelesaikan permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak, daya dukung alam
semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis.
Potensi Sumber daya alam Indonesia (cadangan hutan, kelautan dan perikanan, migas,
mineral dan batubara, dsb) sangat potensial untuk menumbuhkembangkan industri berbasis
sumber daya alam. Letak Indonesia yang sangat strategis dapat mengakomodasi kepentingan
berbagai negara serta kerjasama yang saling menguntungkan dengan negara-negara di
sekelilingnya.
Indonesia yang terdiri dari atas ribuan pulau dan penduduknya yang besar merupakan
“captive market” bagi berbagai industri. Penduduk Indonesia yang besar tersebut tidak saja
dapat merupakan modal bagi tumbuhnya industry (khususnya IKM) yang berbasis tenaga
kerja, tetapi juga peluang bagi tumbuhnya sektor industri yang berbasis padat iptek dan daya
kreatif. Dengan Sumber Daya Industri yang begitu besar yang dimiliki baik itu Sumber Daya
Alamnya maupun Sumber Daya Manusianya, masing-masing memiliki kekuatan dan
kelemahan antara lain sebagai berikut :

15
1. Faktor Sumber Daya Alam
Kekuatan Kelemahan
1. Lahan Luas dan Subur 1. Rendahnya produktivitas sector pertanian
& agrobisnis
2. Penanaman sepanjang tahun 2. Melambatnya pertumbuhan sektor
pertanian
3. Cadangan hutan produksi cukup luas 3. Meningkatnya ketergantungan terhadap
impor makanan
4. Pembukaan lahan baru sector pertanian 4. Bahaya kerusakan ekologi

5. Ketersediaan sumber daya laut & potensi 5. Terjadinya penebangan hutan berlebihan
penangkapan ikan 7 juta ton pertahun
6. Ketersediaan sumber daya mineral cukup 6. Bahaya atas terjadinya penangkapan ikan
besar berlebihan di beberapa wilayah

2. Faktor Sumber Daya Manusia

Kekuatan Kelemahan
1. Jumlah Penduduk Besar Tidak meratanya penyebaran penduduk dan
pendapatan

2. Tingkat upah kompetitif Tingkat pendidikan, keterampilan, dan


produktifitas tenaga kerja relatif rendah

3. Keterampilan Seni (craftmanship) tinggi Disiplin rendah

4. Tekun dan mudah menerima pelatihan

5. Kemampuan bidang rancang bangun dan


perekayasaan sudah berkembang

3. Faktor Geografi

Kekuatan Kelemahan
1. Terdiri dari ribuan pulau 1. Belum bisa didayagunakan sebagai
penggerak pertumbuhan industry
2. Terletak di geo stasioner 2. Peluang baru akan diambil oleh
perusahaan-perusahaan asing
3. Posisi strategis 3. Infrastruktur telekomunikasi relatif
belum memadai

4. Faktor Permodalan

16
Kekuatan Kelemahan
1. Telah adanya investasi ekstensi selama 1. Rendahnya pemanfaatan kapasitas
dua dekade lalu dalam bentuk aset tetap terpasang pada beberapa subsektor industry
(bangunan, mesin, & peralatan)
2. Terdapat mesin-mesin sudah tua di
beberapa sector industry
3. Cadangan devisa, perbankan, pasar
Modal belum cukup menunjang

5. Faktor Prasarana (Fisik)

Kekuatan Kelemahan
1. Pernah melakukan investasi secara berarti 1. Beberapa prasarana (jalan raya,
dan adanya pertumbuhan selama dua dekade pelabuhan, dll) & sarana kurang memadai
lalu sebelum krisis
2. Ketergantungan tinggi terhadap bantuan
asing dan swasta dalam pengembangan
prasarana
3. Angkutan Laut dikuasai asing dan
belum memadai

5. Faktor Teknologi

Kekuatan Kelemahan
1. Investasi mendorongterjadinya 1. Kegiatan R&D industri dilakukan
impor teknologi oleh pemiliknya di luar negeri
2. Jumlah SDM relatif besar pada 2. Relatif rendahnya tingkat
lembaga-lembaga R&D Pemerintah pengembangan teknologi
3. Penyebaran Teknologi secara nyata 3. Rendahnya respon lembaga-
lebih efektif melalui impor dan lembaga R&D terhadap permintaan
pengenalan mesin pasar
4. Rendahnya produktivitas sector
manufaktur
5. Relatif rendahnya biaya R&D per
orang
6. Lemahnya keterkaitan antara
lembaga-lembaga R&D pemerintah
dengan swasta
7. Lemahnya koordinasi & arah
pengembangan lembaga riset

Walau telah dicapai berbagai perkembangan yang cukup penting dalam


pengembangan industri, namun dirasakan industri belum tumbuh seperti yang diharapkan,
khususnya bila dibandingkan dengan kinerja industri pada masa sebelum krisis multidimensi

17
pada tahun 1998. Berbagai masalah baik yang secara umum menghambat pertumbuhan
industri, maupun yang secara khusus dihadapi oleh beberapa industri (penting) tertentu
dipaparkan pada uraian di bawah ini.

2.4.1 Masalah Umum


a. Masalah Internal Industri
1. Struktur industri masih belum kuat.
2. Industri dasar yang menjadi pemasok bahan baku dan bahan penolong industri jumlah
dan kemampuannya masih terbatas, dan sama halnya dengan kemampuan produksi
barang setengah jadi dan komponen, sehingga ketergantungan impor masih tetap
tinggi.
3. Masih terbatasnya populasi industri berteknologi tinggi.
4. Kapasitas produksi masih belum optimal.
5. Penurunan kinerja di beberapa cabang industri akibat terpaan krisis global.
6. Terganggunya penguasaan pasar domestik (khususnya akibat penyelundupan).
7. Ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi dan beberapa Negara tujuan.
8. Lemahnya penguasaan desain dan rancang bangun untuk pembangunan industri.
9. Tidak tersedianya dana penelitian dan pengembangan produk industry untuk produk
buatan lokal yang cukup di perusahaan industri.
10. Penerapan standar produk komponen dan bahan baku yang tersedia di pasar dalam
negeri tidak atau belum memenuhi standar yang telah ditetapkan, sehingga
menyulitkan dalam proses fabrikasi dan manufacturing.
11. Belum kuatnya peranan industri kecil dan menengah.

b. Masalah Eksternal Industri


1. Keterbatasan infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas).
2. Birokrasi yang belum pro-bisnis.
3. Arus barang impor ilegal yang tinggi (penyelundupan), walau pada satu tahun terakhir
ini sudah menunjukkan perbaikan yang berarti.
4. Masalah perburuhan (pesangon, premi Jamsostek, UMR dan lain–lain).
5. Masalah kepastian hukum.
6. Insentif fi skal yang belum bersaing dibanding dengan yang ditawarkan oleh negara
tetangga.
7. Suku bunga perbankan yang masih tinggi.
8. Ketentuan limbah B3 (limbah batu bara, baja, dan lain–lain) yang sering kali
menyulitkan dunia usaha. Kurangnya keberpihakan serta kesadaran masyarakat untuk
menggunakan produk dalam negeri.
9. Belum tersedianya perbankan yang khusus ditunjuk pemerintah untuk pembangunan
industri per sektor (misalnya: bank khusus untuk agro, untuk industri, untuk migas,
untuk IKM, dan lain sebagainya), dengan tingkat bunga kompetitif.
10. Belum terjalinnya komunikasi/hubungan yang intensif antara hasil riset dari balai riset
industri dalam negeri dengan perusahaan industri local.

18
2.5 Fase-fase Industrialisasi
Ada tiga fase dengan penekanan kebijakan yang berbeda-beda dalam pengerjaan proyek
industrialisasi selama Orde Baru, yaitu :
1. Strategi substitusi impor tahap pertama (awal 1970an sampai akhir 1970an), yaitu
mengembangkan industry-industri yang menghasilkan barang-barang yang
sebelumnya di impor. Pengembangan industry ini didukung oleh sejumlah besar
kebijakan tarif bea masuk dan pajak penjualan barang impor yang dibebankan
sekaligus.
2. Substitusi impor tahap kedua, dengan menggalakkan pengembangan industri-industri
hulu, terutama industri dasar pengolahan sumber daya seperti industri baja dan
industri aluminium.. Untuk mendorong proses ini, pemerintah mulai melakukan non-
tariff barriers, terutama pembatasan impor kuantitatif dan program-program
penghapusan.
3. Strategi Industri Promosi Ekspor, dimana strategi ini dikembangkan terutama
terjadinya kemerosotan harga minyak pada tahun 1982, sehingga pemerintah
menempuh kebijakan pengembangan sektor industri manufaktur yang berorientasi
ekspor.

Fase-fase industrialisasi yang ditempuh Indoensia sebetulnya mirip dengan yang


dilakukan negara-negara berkembang lain seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Hongkong.
Sektor pertanian diletakkan sebagai pondasi pembangunan sejalan dengan keyakinan bahwa
peningkatan sektor pertanian merupakan prasyarat keberhasilan industrialisasi. Skenarionya
adalah, peningkatan sektor pertanian akan meningkatkan permintaan awal (input) bagi
barang-barang industri. Sedangkan proses industrialisasi sangat membutuhkan bahan mentah
maupun setengah jadi dari komoditas primer, khusunya produk pertanian.
Namun, di Indonesia jenis industri yang dikembangkan sangat beraneka sehingga
tidak mudah untuk dianalisis. Jenis industri manufaktur di Indonesia terdiri dari :
1. Industri padat karya, dengan ciri-ciri : penyerapan tenga kerja tinggi, berorientasi
ekspor, sebagian besar dimiliki swasta, dan tingkat konsentrasi yang rendah.
2. Industri padat modal dan tenaga trampil, dengan ciri-ciri : berorientasi pasar
domestik, sebagian besar kendali ada di pemerintah atau PMA, dan tingkat
konsentrasi yang tinggi.
3. Industri padat sumber daya alam, dengan ciri-ciri : orientasi ekspor yang tinggi,
sebagian besar kepemilikan di tangan swasta, dan tingkat konsentrasi yang rendah.

19
4. Industri padat teknologi, dengan ciri-ciri : semakin berorientasi ekspor, kepemilikan
ada di tangan asing dan swasta, kandungan impor dan tingkat konsentrasi yang tinggi.

2.6 Dampak dan Tantangan Pembangunan Industri


Berikut dampak dan kendala dengan adanya pembangunan industri.
a. Dampak Positif Pembangunan Industri
Pada umumnya, negara-negara maju di dunia, sebagian besar perekonomiannya
ditunjang oleh sektor industri. Pembangunan industri banyak memberikan dampak positif
bagi kehidupan bangsa, di antaranya:
1. Terpenuhinya kebutuhan masyarakat oleh hasil industri dalam negeri sehingga
pada barang-barang buatan luar negeri.
2. Industri turut meningkatkan pemasukan devisa bagi negara.
3. Pembangunan industri berarti membutuhkan tenaga kerja yang akan mengurangi
pengangguran.
4. Meningkatkan pendapatan (income) masyarakat.
5. Memungkinkan terbukanya usaha-usaha lain di luar bidang industri, misalnya jasa
angkutan, perbankan, perumahan, dan lain-lain.
6. Mendorong masyarakat berpikir lebih maju dan ekonomis, dan.
7. Menunda usia perkawinan (usia subur) generasi muda/moral restrain.

b. Dampak Negatif Pembangunan Industri


Pembangunan industri memang tidak selalu menguntungkan karena ada beberapa
dampak negatif yang merugikan, yaitu:
1. Berkurangnya lahan pertanian yang subur, karena pembangunan industri
memerlukan lahan yang cukup luas, baik untuk mendirikan industri itu sendiri
maupun untuk prasarana lainnya, seperti perumahan, perkantoran, dan lain-lain.
2. Industri dapat menimbulkan pencemaran, terutama berupa pencemaran udara, air,
tanah dan pencemaran suara. Limbah industri yang tidak melalui pengolahan lebih
dahulu akan merugikan kesehatan dan mata pencaharian petani di sekitarnya.
3. Timbulnya gaya hidup yang lebih menyukai buatan luar negeri (impor) karena
tuntutan gengsi semata.
4. Terjadinya arus urbanisasi yang meningkat di kota-kota.

20
5. Tumbuhnya perilaku konsumerisme dalam masyarakat dan gaya hidup yang
boros.
c. Tantangan Pembangunan Industri di Indonesia
Ada tujuh tantangan pengembangan sektor industri.
1. Postur industri yang tidak imbang dengan komposisi terbesar merupakan industri
berskala mikro dan kecil serta peran Industri Kecil Menengah (IKM) dalam rantai
industri manufaktur Indonesia yang masih belum optimal.
2. Kualitas sumber daya manusia masih relatif rendah.
3. Belum tersediannya energi yang andal dengan harga kompetitif.
4. Kebijakan yang belum terintegrasi antar lembaga terkait.
5. Struktur industri yang belum berimbang yang menciptakan ketergantungan bahan
baku pada luar negeri.
6. Keterbatasan sumber pembiayaan industri.
7. Masih rendahnya daya beli masyarakat.

2.7 Kebijakan Industri Nasional Tahun 2015-2019


2.7.1 Sasaran Pembangunan Industri
1. Meningkatkan laju pertumbuhan industri pengolahan tanpa migas hingga mencapai
8,4% pada tahun 2019.

2. Meningkatkan peran industri pengolahan tanpa migas dalam perekonomian menjadi


19,4% pada tahun 2019.

3. Mengurangi ketergantungan terhadap impor.

4. Meningkatkan ekspor produk industri.

5. Meningkatkan persebaran dan pemerataan kegiatan industri.

6. Meningkatkan peran industri kecil dan menengah.

7. Meningkatkan inovasi dan pemanfaatan teknologi.

8. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

9. Memperkuat struktur industri.

10. Meningkatkan nilai tambah sumber daya alam.

11. Memperkokoh konektivitas ekonomi nasional.

21
2.7.2 Fokus Pengembangan Industri dan Tahapan Capaian Pembangunan Industri
Kebijakan pengembangan industri nasional merupakan bagian kebijakan perindustrian
yang diamanatkan dalam RIPIN 2015 – 2035 dan RPJMN 2015 - 2019. Prinsip kebijakan
pengembangan industri harus mendorong pertumbuhan industri serta peningkatan daya saing
industri nasional. Kebijakan pengembangan industri nasional difokuskan pada:
1. Peningkatan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis agro, mineral,
serta migas dan batu bara dalam rangka penguatan struktur industri melalui
pembangunan industri hulu yang diintegrasikan dengan industri antara dan industri
hilirnya
2. Peningkatan kapabilitas industri melaluipeningkatan kompetensi SDM dan
penguasaan teknologi
3. Pembangunan industri di seluruh wilayah Indonesia melalui pembangunan wilayah
pusat pertumbuhan industri (WPPI, kawasan peruntukan industri (KPI), kawasan
industri, dan serta industri kecil dan industri menengah (Sentra IKM ).

2.7.3 Tahapan Capaian Pembangunan Industri


RIPIN 2015-2035 menetapkan bahwa arah rencana pembangunan industri selama periode
2015-2019 adalah meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Pelaksanaan pembangunan
industri dalam bentuk pembangunan sumber daya industri, pengembangan sarana dan
prasarana industri, pemberdayaan industri, perwilayahan industri dan kebijakan afirmatif
industri kecil dan industri menengah selama periode 2015-2019 sebagai berikut:
a. Pembangunan Sumber Daya Industri, dilakukan melalui:
1. Pembangunan SDM Industri
 Pembangunan infrasturktur ketenagakerjaan berbasis kompetensi
 Peningkatan kompetensi SDM industri, dan

 Peningkatan produktivitas SDM industri utamanya pada industri pengolahan


sumber daya alam
2. Pemanfaatan, Penyediaan dan Penyaluran SDA
 Pemetaan potensi dan kebutuhan SDA
 Penyusunan aturan perundangan yang menjamin kepastian pasokan bahan baku
untuk industri dalam negeri secara berkelanjutan, dan

 Pembangunan industri berbasis SDA

22
3. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi industri
 Pengembangan dan pemanfaatan teknologi industri dilakukan melalui pungutan
infrastuktur penelitian dan pengembangan
 Peningkatan adopsi dan alih teknologi, serta

 Pemanfaatan teknologi industri dalam negeri


4. Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi
 Penyediaan ruang, wilayah dan infrastuktur bagi pengembangan kreativitas dan
inovasi
 Pengembangan sentra industri kreatif, pelatihan teknologi dan desain, fasilitas
perlindungan hak kekayaan intelektual, dan

 Promosi atau pemasaran produk industri kreatif


5. Penyediaan sumber pembayaran industri
 Pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan industri

b. Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri, dilakukan melalui:


1. Standardisasi Industri
 Penyusunan dan penetapan standar industry
 Pengembangan infrastruktur standardisasi
 Pengakuan bersama(mutual recognition) atas hasil pengujian laboratorium dan
sertifikasi produk
2. Infrastruktur Industri
 Penyusunan rencana penyediaan energy
 Pembangunan pembangkit listrik serta jaringan transmisi dan distribusinya
 Pengembangan sumber energy yang terbarukan
 Pengembangan industry pendukung pembangkit energy
 Pembentukan kelembagaan dan regulasi bank tanah
 Penetapan kawasan peruntukan industry dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW)
kabupaten/kota, dan pembangunan kawasan industry.
 Penjaminan sumberdaya air bagi WPPI
 Pengembangan, pemanfatan dan pengelolaan jaringan air untuk kebutuhan
kawasan industry;
 Pengolahan air limbah
3. Sistem Informasi Industri Nasional
 Penyusunan rencana induk
 Pengembangan system informasi
 Pengolahan data dan penyebaran informasi
 Kerjasama interkoneksi.

23
c. Pemberdayaan Industri, dilakukan melalui:
1. Industry Hijau
 Penetapan Standar industry hijau
 Pembangunan dan pengembangan lembaga sertifikasi indutri hijau
 Peningkatan kompetensi auditor industry hijau
 Pemberian fasilitas untuk industry hijau
2. Industry strategis
 Penetapan industry strategis
 Pengaturan kepemilikan, penyertaan modal pemerintah, produksi, distribusi, harga
dan pengawasan.
 Pemberian fasilitas kepada indutri strategis
3. Peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN)
 Peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk dalam negeri
 Penyusunan daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri
 Pemberian insentif
 Pelaksaan audit kepatuhan kewajiban peningkatan penggunaan produk dalam
negeri.
 Pemberian penghargaan Cinta Karya Bangsa
4. Kerjasama Internasional
 Perlindungan terhadap industry nasional
 Peningkatan akses industry nasional terhadap pasar dan sumber daya industry
diluar negeri.
 Pengembangan jaringan rantai supply global
 Peningkatan kerjasama investasi di sector industry
5. Pengamanan dan penyelamatan Industri
 Perlindungan dengan mekanisme tarif dan non tarif dan program restrukturisasi
industry
 Pemberian stimulus fiscal dan kredit program

d. Perwilayahan Industri, dilakukan melalui:


1. Pengembangan WPPI
 Penetapan WPPI sebagai kawasan strategis nasional
 Penyusunan master plan
 Pengintegrasian pengembangan WPPI ke dalam rencana pembangunan industry
provinsi / kabupaten / kota.
 Pembangunan berbagai infrasturktur pendukung
 Pembangunan sumber daya industry
 Peningkatan kerjasama antar daerah
 Promosi investasi dan pemberian insentif
2. Pengembangan KPI
 Penetapan KPI dalam RTRW Kabupaten/Kota, dan
 Pembangunan infrastruktur, penyediaan energy, sarana dan prasarana dalam
mendukung pengembangan KPI
3. Pembangunan kawasan industri baru yang diprioritaskan di luar pulau Jawa dan
peningkatan daya saing kawasan industri yang sudah ada

24
4. Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (IKM)
 Pemetaan lokasi
 Pembentukan kelembagaan
 Pengadaan tanah
 Pembangunan infrastruktur

5. Kebijakan Afirmatif Industri Kecil dan Industri Menengah


 Penguatan Kelembagaan
 Penumbuhan wirausaha baru
 Pemberian fasilitas

2.7.4 Program Pengembangan Industri


Kebijakan Lintas Sektoral
1. Pengembangan Sumber Daya Industri, dilakukan melalui: Program pembangunan industri
dilakukan melalui, 2 (dua) langkah:
a. Kebijakan Yang Bersifat Lintas Sektoral

b. Program Pembangunan Industri Prioritas

Kebijakan lintas sektoral dimaksudkan untuk mendorong kemajuan, pertumbuhan dan


peningkatan daya saing industri. Kebijakan lintas sektoral meliputi:

a. Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri


Pengembangan SDM Industri mencakup wirausaha industri, tenaga kerja industri,
pembina industri, dan konsultan Industri, dengan fokus utama pada peningkatan
kompetensi dan produktivitas pekerja industri serta penyediaan infrastruktur
ketenagakerjaan berbasis kompetensi dalam rangka menyiapkan tenaga kerja industri
yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan industri, dan meningkatkan penyerapan
tenaga kerja di sektor industri.
b. Pemanfaatan, Penyediaan dan Penyaluran Sumber Daya Alam
Pemanfaatan, penyediaan dan penyaluran SDA mencakup pemetaan potensi dan
kebutuhan SDA, serta penyusunan aturan perundangan dengan tujuan menjamin
penyediaan dan penyaluran SDA untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, bahan
penolong, energi, dan air baku bagi industri nasional.
c. Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri
Pengembangan dan pemanfaatan teknologi industri bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian industri nasional.

25
Perusahaan industri didorong dan diarahkan untuk melakukan pemetaan, evaluasi, uji
coba, adopsi, dan adaptasi teknologi industri yang diperlukannya sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya

2. Pengembangan Sarana dan Prasarana, dilakukan melalui:

a. Standardisasi Industri
Pengembangan standarisasi industri ditujukan untuk meningkatkan daya saing industri
nasional, menjamin keamanan, kesehatan dan keselamatan atas penggunaan produk
industri, pelestarian fungsi lingkungan hidup, pengembangan industri hijau, dan
mewujudkan persaingan sehat.
b. Infrastruktur Industri
Dua komponen utama infrastruktur industri yang perlu disediakan dalam rangka
pembangunan industri nasional adalah energi dan lahan industri. Penyediaan energi
dan lahan industri dilakukan bagi industri yang berada di dalam dan/atau di luar
kawasan industri.

2.8.5 Pemberdayaan Industri


Pemberdayaan industri dilakukan melalui:
a. industri hijau
Pengembangan industri hijau ditujukan untuk mewujudkan Industri
yangberkelanjutan dalam rangka efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya
alam secara berkelanjutan.
b. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN)
Program P3DN ditujukan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri,
memberdayakan industri dalam negeri dan memperkuat struktur Industri Nasional
c. Pengembangan Perwilayahan Industri
Pengembangan perwilayahan industri ditujukan untuk menumbuhkan pusat-pusat
industri baru guna penyebaran dan pemerataan pembangunan industri terutama ke luar
pulau jawa melalui pengembangan WPPI, pengembangan KPI, pembangunan
kawasan industri, serta pengembangan dan pembangunan sentra IKM.
d. Kebijakan Afirmatif Industri Kecil dan Industri Menengah (IKM)

26
Pemberdayaan industri kecil dan industri menengah (IKM) dilakukan melalui
kebijakan afirmatif yang ditujukan untuk meningkatkan perkembangan, pertumbuhan
dan produktifitas IKM

2.8.6 Fasilitas Fiskal dan Non Fiskal


Dalam rangka mempercepat pembangunan Industri, pemerintah dapat memberikan fasilitas
industri berupa fasilitas fiskal dan fasilitas nonfiskal. Beberapa penyediaan fasilitas fiskal dan
non fiskal antara lain:
1. Meningkatkannya penanaman modal untuk memperoleh dan meningkatkan nilai
tambah sebesar-besarnya atas pemanfaatan sumber daya nasional dalam rangka
pendalaman struktur Industri dan peningkatan daya saing Industri;
2. Meningkatnya ekspor produk – produk industri; dan
3. Meningkatnya penggunaan produk Industri kecil sebagai komponen dalam proses
produksi.

27
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian Indonesia tahun 2015, nilai kontribusi


sektor industri merupakan nilai terbesar sebagai penyumbang PDB Nasional, terutama pada
sektor non migas mencapai 18,18% di tahun 2015. Industri Industri Makanan dan Minuman
merupakan industri dengan kontribusi terbesar dari sektor non migas terhadap PDB Nasional, diikuti
dengan industri Barang Logam;Komputer,Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik.

Industri di indonesia pada awalnya mengembangkan substansi impor namun seiring


berkembangnya zaman indonesia mengubah sustansi industrialisasinya menjadi substansi
ekspor. Sasaran pembangunan jangka panjang tahap satu adalah, mengubah struktur ekonomi
dari struktur yang lebih berat dari pada pertanian kepada struktur yang seimbang antara
sektor pertanian dan sektor industri.
Permasalahan yang selalu menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun
suatu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin meningkatnya
populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi meningkat juga.
Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan bahan baku yang
tidak dapat diperbarui. Faktor prsarana, teknologi, permodalan dll juga termasuk didalamya.

Kebijakan Industri Nasional tahun 2015-2019 yang telah ditetapkan menargetkan


peningkatkan laju pertumbuhan industri pengolahan tanpa migas hingga mencapai 8,4% pada
tahun 2019 dan meningkatkan peran industri pengolahan tanpa migas dalam perekonomian
menjadi 19,4% pada tahun 2019. Tahapan Capaian Pembangunan Industri 2015-2035
menetapkan bahwa arah rencana pembangunan industri selama periode 2015-2019 adalah
meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Pengembangan Sumber Daya Industri,

28
dilakukan melalui program pembangunan industri dilakukan melalui, 2 (dua) langkah yaitu
Kebijakan yang bersifat lintas sektoral dan program pembangunan industri prioritas

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik, Statistik Keuangan, Tahun 2000

Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Hakim. Industrialisasi di Indonesia Menuju Kemitraan Yang Islami. Kudus

Januarman dkk. 2013. Analisis Perkembangan Industri Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial:
Universitas Padang.

Kemenperin, Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010 – 2014, tahun 2010

Muljana, B.S., 1983. Pembangunan Ekonomi dan Tingkat Kemajuan Ekonomi Indonesia,
Lembaga Penerbit FEUI.

Pasaribu, Rowland. 2013. Perekonomian Indonesia, Bab 12 Industri dan Industrialisasi


https://rowlandpasaribu.wordpress.com/perkuliahan/perekonomian-indonesia/

Tambunan, Tulus, Dr., 1996. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia.

Kemenperin.go.id

29

Anda mungkin juga menyukai