Anda di halaman 1dari 7

DTP

1. Apa tugas dari ketua tim tanggap bencana? Susunan tim tanggap bencana ada apa
saja?
2. Apa yang mungkin terjadi pada anak yang kepalanya terbentur reruntuhan?
3. Bagaimana hal pertama yang harus dilakukan petugas?
4. Mengapa anak tersebut bisa kejang? Bagaimana terapinya?

BS

1. Tahap-tahap penanganan krisis dan masalah kesehatan lain mengikuti pendekatan


tahapan Siklus Penanganan Bencana (Disaster Management Cycle)

Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi:  koordinator Kepala Dinas Kesehatan


1) Tim Reaksi Cepat
 bergerak dalam waktu 0–24 jam setelah ada informasi kejadian bencana
 Pelayanan Medik
o Dokter Umum/BSB : 1 org
o Dokter Sp. Bedah : 1 org
o Dokter Sp. Anestesi : 1 org
o Perawat Mahir(Perawat bedah, gawat darurat) : 2 org
o Tenaga Disaster Victims Identification (DVI) : 1 org
o Apoteker/Ass. Apoteker : 1 org
o Sopir Ambulans : 1 org
 Surveilans Epidemiolog/Sanitarian : 1 org
 Petugas Komunikasi : 1 org
2) Tim Penilaian Cepat (Tim RHA)
 diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau menyusul dalam
waktu kurang dari 24 jam
 Dokter Umum : 1 org
 Epidemiolog : 1 org
 Sanitarian : 1 org
3) Tim Bantuan Kesehatan
 diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah Tim Reaksi Cepat dan Tim
RHA kembali

Pedoman Teknis penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Depkes RI. 2007

2. TRAUMA KEPALA
Kerusakan Primer : Kerusakan otak yang timbul saat cidera
Kontusio Cerebri
 kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya piamater
 berupa gabungan antara daerah perdarahan, nekrosis otak, dan infark
 Lesi di bawah tempat benturan  kontusio ‘coup’
Lesi yang jauh dari tempat benturan  kontusio ‘kontra-coup’
Laserasi
 Jika kerusakan tersebut disertai dengan kerusakan piamater
 Berkaitan dengan Subarachnoid Traumatika
Perdarahan Ekstradural Perdarahan Intradural
 Perdarahan Epidural  Perdarahan Subdural (SDH)
 Perdarahan Subarachnoid Traumatika (PSA
Traumatik)
 Perdarahan Intracerebral (PIS Traumatik )
 Perdarahan Intracerebelar
 Perdarahan Basal Ganglia Traumatika
 Perdarahan Intraventrikel

Perdarahan Epidural
 Adanya penumpukan darah pada duramater dan tabula interna
 Paling sering terjadi pada Frontal dan Temporal
 Sumber perdarahan arteri Meningea Media yang disebabkan oleh fraktur tulang
 Manifestasi klinis :
o Tetap sadar
o Tetap tidak sadar
o Mula-mula sadar  menjadi tidak sadar
o Mula-mula tidak sadar  menjadi sadar
o Mula-mula tidak sadar  menjadi sadar (lucid interval)  menjadi tidak
sadar
 CT scan : lens-shape / cembung
 Volume perdarahan >30 cc tanpa memperhitungkan GCS  operatif Volume
Volume perdarahan < 30 cc/ketebalan hematom <15mm/midline shift < 5 mm/GCS >
8  prosedur non bedah
Perdarahan Subdural
 Penumpukan darah diantara duramater dan Subarachnoid
 Lebih sering ditemukan daripada EDH
 laserasi arteri-vena kortikal, atau pada ‘Bridging vein’
 Dibagi atas :
o Akut (gejala timbul 3 hari pertama setelah cidera)
o Subakut (hari ke 4-20)
o Kronik(timbul gejala > 3 minggu)
 CT scan : bulan sabit / cekung
Perdarahan Subarachnoid Traumatik
 Paling sering ditemukan pada cedera kepala
 Perdarahan terletak diantara ruang subarachnoid dan piamater
Perdarahan Intracerebri Traumatik
 Hematom yang terjadi pada jaringan otak
 Sering terjadi pada lobus frontal dan temporal
 Bollinger’s apoplexy  ICH yang terjadi berminggu bahkan berbulan setelah kejadian
trauma, dan sering dalam keadaan neurologis baik

Kerusakan Sukunder : Kerusakan otak yang terjadi karena kerusakan primer


Diffuse Ischemic Damage (berlangsung mulai dari terjadinya trauma) terdiri dari 3 fase :
 Fase hipoperfusi, terjadi pada hari 0 , aliran darah dapat turun hingga
<18ml/100g/min
 Fase hyperemia terjadi pada hari 1-3
 Fase vasospasme terjadi pada hari 4-15

3. TANDA-TANDA klinis yang dapat membantu mendiagnosa :


 battle’s sign (warna biru atau ekimosis dibelakang telinga diatas
os.Mastoid)
 haemothypanum (perdarahan di daerah membran thympani telinga)
 periorbital echimosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
 rhinnorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari hidung)
 ottorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga)

Manifestasi klinis CK terbagi menjadi:


 Cidera kepala ringan (CKR)
o GCS 13-15
o Kehilangan kesadaran <30 menit
o Tidak ada fraktur tengkorak
o Tidak ada contusion serebral
 Cidera kepala sedang (CKS)
o GCS 9-12
o Kehilangan kesadaran >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
o Dapat mengalami fraktur tengkorak
 Cidera kepala berat (CKB)
o GCS 3-8
o Kehilangan kesadaran, terjadi amnesia >24 jam
o Contusio cerebral
American College Surgeon. 2012. Advanced Trauma Life Support Edisi Ke 9. United
States of America

4. KEJANG PASCA TRAUMA KEPALA


Kejang dini pasca trauma:
 7 hari pertama setelah cedera
 30% insiden dari cedera kepala berat dan sekitar 1% pada cedera kepala
ringan dan sedang
 Akibat dari elevasi tekanan intrakranial, perubahan tekanan darah,
perubahan oksigenasi & kelebihan pelepasan neurotransmiter
 Insidensi lebih tinggi pada anak-anak
Kejang lanjut pasca trauma:
 >7 hari pertama setelah cedera
 Diperkirakan insidensinya 10-13% dalam 2 tahun setelah cedera kepala berat
 Insidensi lebih tinggi pada orang dewasa
 Risiko lebih tinggi setelah cedera kepala berulang
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan resiko terjadinya kejang pasca trauma
meningkat, diantaranya :

1. GCS kurang dari 10

2. Fraktur depresi

3. Epidural hematom

4. Intracerebral hematom

5. Adanya lesi yang mendesak durmater

6. Prolong koma

7. Prolong amnesia pasca trauma (> 3 hari)

KLASIFIKASI

Klasifikasi dan definisi kejang paska trauma menurut “Brain Injury Special Interest Group of
the American Academy of Physical Medicine and Rehabilitation” :

1. Seizure / kejang :

Suatu kondisi klinis khas yang menggambarkan gangguan fisiologi otak temporer
ditandai dengan meningkatnya aktifitas neuron kortek yang berlebihan ( Discrete
clinical events that reflect a temporary physiologic dysfunction of the brain
characterized by excessive and hypersynchronous discharge of cortical neurons)

2. Post-Traumatic Seizure /Kejang pasca trauma

Kejang atau kejang berulang yang terjadi tanpa sebab yang jelas setelah terjadinya
trauma kepala.

3. Immediate Post-Traumatic Seizure

Kejang yang disebabkan karena trauma kepala, yang terjadi dalam 24 jam pertama
setelah trauma.

4. Early Post-Traumatic Seizure

Kejang yang disebabkan karena trauma kepala dan terjadi dalam 1 minggu pertama
setelah trauma.
5. Late Post-Traumatic Seizure

Kejang yang disebabkan karena trauma kepala dan terjadi setelah minggu pertama
sejak terjadinya trauma.

6. Post-Traumatic Epilepsy

Suatu kelainan yang ditandai dengan episode kejang berulang tanpa sebab yang jelas
setelah kejadian cedera kepala.

7. Epilepsy

Suatu kondisi yang ditandai dengan adanay kejang berulang yang terjadi tanpa
adanya provokasi.

Pencegahan terjadinya kejang pasca trauma dimulai dari pencegahan trauma kepala.
Berdasarkan guideline dari American Academy of Neurology

 pada pasien dewasa dengan cedera kepala berat, pemberian profilaksis phenytoin
efektif untuk menurunkan resiko kejangt awal (early PTS)

 Akan tetapi obat obat anti epilepsi mungki tidak banyak membantu untuk mencegah
resiko kejang yang terjadi lebih dari 7 hari setelah trauma (late PTS)

 Pemberian obat anti epilepsi jangka panjang diberikan jika diagnosa epilepsi pasca
trauma sudah ditegakkan.

Anda mungkin juga menyukai