Anda di halaman 1dari 24

Ilmu Dasar Keperawatan

Infeksi Oportunestik
Dosen : Ns. Febby Aipassa, S.Kep, M.Kep

Progus 2017
Kelompok 1

1. Aisya Sopalatu 15. Feronica Renmaur


2. Alfi Rizky Doan 16. Fitra
3. Anggreny Unbekna 17. Fitriah Kaisupy
4. Azan Isanekon 18. Hamdi Takimpo
5. Canti Tehupelasury 19. Herlina
6. Carolina Souripet 20. Hesriaty Tuara
7. Dewi Mamulati 21. Idzlima U P Permono
8. Dewi Yartati Ungalesy 22. Ika Rahmayanti
9. Dian Silvany Launuru 23. Irda Hargianty Salasa
10. Dina kurniawati 24. Irma Derlauw
11. Eka Saputra 25. Juria Suneth
12. Fany Soehartono 26. Kuswandi Saalu
13. Fatma Tuharea 27. Laila S Wajo
14. Fauzia Tuasalamony

Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan


Maluku Husada
Ambon
2018

| Hazard dan Risiko Pada Rumah Sakit 0


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adakala penyakit dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit lain. Bahkan
penyakit penyerta, sebut saja demikian, acapkali terdiagnosis m lebih dari satu gejala
klinis. Dan tak sedikit dari penyakit penyerta itu sama gawatnya dengan penyakit
utama. Oleh karenanya tak heran bila penatalaksanaanya semakin rumit, baik dari
diagnosa, terapi hingga membengkaknya biaya pengobatan, yang tentu tak sedikit
kocek keluar.

Demikian pula halnya dengan penyakit HIV/AIDS. Sejak ditemukan, pada 1981,
hingga kini HIV/AIDS, prevalensinya terus meroket tak terkendali, meski katanya telah
ada program pencegahan HIV/AIDS. Saat ini, diperkirakan penderita AIDS (Odha) di
dunia mencapai 60 juta jiwa. Dan tak satu pun dari penderita AIDS yang terbebas dari
ancaman Human Immunodeficiency Virus (HIV). Sementara angka kematian karena
HIV ini mencapai 25 juta. "Meninggalnya penderita AIDS disebabkan karena infeksi
oportunistik dan bukan karena HIV itu sendiri," kata Prof. Dr. Herdiman Theodorus
Pohan, SpPD-KPTI, DTM&H, pada orasi pengukuhannya sebagai Guru BesarTetap
dalam Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di Auditorium
FKUI, 21 Januari lalu.

Menurutnya infeksi oportunistik didefinisikan sebagai suatu infeksi yang timbul


akibat penurunan kekebalan tubuh. Infeksi ini dicetuskan oleh mikroba maupun karena
reaktivasi infeksi laten, yang dalam keadaan normal terkendali oleh sistem kekebalan
tubuh.
Kehadiran HIV di dalam tubuh pada awalnya tidak menunjukan gejala apapun.
Namun, lambat laun virus ini menggerogoti sistem imun sampai akhirnya bermanifestasi
klinis. Gambaran klinis penderita AIDS sangat bervariasi, dari gambaran klinis ringan
hingga berat yang berpotensi menyebabkan kematian.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 1


Penderita AIDS dapat mengalami infeksi oportunistik ataupun mengalami
keganasan/neoplasma seperti sarkoma kaposi atau limfoma yang berujung kematian.
"Infeksi oportunistik menyebabkan kematian pada lebih dari 90 persen Odha."

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari IO ?
2. Bagaimana dasar dari IO ?
3. Apa saja jenis – jenis IO ?
4. Bagaimana cara mencegah IO ?
5. Bagaimana Pengobatan IO ?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa mengerti pengertian dari IO
2. Agar mahasiswa mengerti dasar dari IO
3. Agar mahasiswa mengetahui jenis – jenis IO
4. Agar mahasiswa mengetahui cara mencegah IO
5. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana Pengobatan IO

D. Metode Penulisan

Penulisan Makalah ini dengan menggunakan metode studi kepustakaan yaitu


dengan cara mencari dan membaca literature yang ada di perpustakaan, jurnal dan
media internet.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Infeksi Oportunistik ( IO )


Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan (‘opportunity’) yang
disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh untuk menimbulkan penyakit.
Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh ini adalah salah satu akibat dari infeksi HIV,
dan menjadi cukup berat sehingga IO timbul rata-rata 7-10 tahun setelah kita terinfeksi
HIV.
Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh kita dapat dihindari dengan penggunaan
terapi antiretroviral (ART) sebelum kita mengalami IO. Namun, karena kebanyakan
orang yang terinfeksi HIV di Indonesia tidak tahu dirinya terinfeksi, timbulnya IO sering
kali adalah tanda pertama bahwa ada HIV di tubuh kita. Jadi, walaupun ART tersedia
gratis di Indonesia, masalah IO tetap ada, sehingga adalah penting kita mengerti apa itu
IO dan bagaimana IO dapat diobati dan dicegah.
Dalam tubuh anda terdapat banyak kuman – bakteri, protozoa, jamur dan virus. Saat
sistim kekebalan anda bekerja dengan baik, sistim tersebut mampu mengendalikan
kuman-kuman ini. Tetapi bila sistim kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau oleh
beberapa jenis obat, kuman ini mungkin tidak terkuasai lagi dan dapat menyebabkan
masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil manfaat dari lemahnya pertahanan
kekebalan tubuh disebut "oportunistik". Kata "infeksi oportunistik" sering kali disingkat
menjadi "IO".

B. Dasar IO
Anda dapat terinfeksi IO, dan "dites positif" untuk IO tersebut, walaupun anda tidak
mengalami penyakit tersebut. Misalnya, hampir setiap orang dengan HIV akan
menerima hasil tes positif untuk sitomegalia (Cytomegalovirus atau CMV). Tetapi
penyakit CMV itu sendiri jarang dapat berkembang kecuali bila jumlah CD4 turun di
bawah 50, yang menandakan kerusakan parah terhadap sistem kekebalan.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 3


Untuk menentukan apakah anda terinfeksi IO, darah anda dapat dites untuk antigen
(potongan kuman yang menyebabkan IO) atau untuk antibodi (protein yang dibuat oleh
sistem kekebalan untuk memerangi antigen). Bila antigen ditemukan artinya anda
terinfeksi. Ditemukan antibodi berarti anda pernah terpajan infeksi. Anda mungkin
pernah menerima imunisasi atau vaksinasi terhadap infeksi tersebut, atau sistem
kekebalan anda mungkin telah "memberantas" infeksi dari tubuh, atau anda mungkin
terinfeksi. Jika anda terinfeksi kuman yang menyebabkan IO, dan jika jumlah CD4
anda cukup rendah sehingga memungkinkan IO berkembang, dokter anda akan
mencari tanda penyakit aktif. Tanda ini tergantung pada jenis IO.
Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengalami IO jika sistem kekebalannya
rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk mengobati kanker dapat menekan
sistem kekebalan. Beberapa orang yang menjalani pengobatan kanker dapat
mengalami IO. HIV memperlemah sistem kekebalan, sehingga IO dapat berkembang.
Jika anda terinfeksi HIV dan mengalami IO, anda mungkin AIDS. Di Indonesia,
Departemen Kesehatan bertanggung jawab untuk memutuskan siapa yang AIDS.
Depkes mengembangkan pedoman untuk menentukan IO yang apa mendefinisikan
AIDS. Jika anda HIV, dan mengalami satu atau lebih IO "resmi" ini, maka anda AIDS.
Menurut data Ditjen PP&PL hingga September 2005, kandidosis merupakan infeksi
oportunistik terbanyak pada Odha, yakni 31,29 persen. Kemudian secara berurutan,
yaitu: tuberkulosis (6,14%), koksidioidomikosis (4,09%), pneumonia (4.04%), herpes
zoster (1,27 %), herpes simpleks (0,65 %), toksoplasmosis (0,43%), dan CMV (0,17%).
Namun secara umum, jenis dan penyebab infeksi oportunistik dapat berbeda di tiap
daerah dikarenakan adanya perbedaan pola mikroba patogen.
Lebih lanjut, dokter yang kerap menduduki jabatan bendahara di organisasi profesi
ini mengatakan, spektrum infeksi oportunistik sangat terkait dengan jumlah sel CD4.
Infeksi CMV, misalnya, biasa akan timbul pada CD4 lebih kecil dari 100/μL, dan
prevalensinya akan semakin meningkat pada jumlah CD4 lebih kecil dari 50/μL.
sedangkan toksoplasma muncul pada CD4 kurang dari 200/μL dan hampir
semuanyaakibat reaktivasi laten.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 4


C. Jenis – jenis IO
Ada beberapa jenis IO yang paling umum, yaitu :
1) Kandidiasis (Thrush)
Kandidiasis adalah infeksi oportunistik yang sangat umum pada orang
dengan HIV. Infeksi ini disebabkan oleh sejenis jamur yang umum, yang disebut
kandida. Jamur ini, semacam ragi, ditemukan di tubuh kebanyakan orang. Sistim
kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Jamur ini biasa
menyebabkan penyakit pada mulut, tenggorokan dan vagina. Infeksi oportunistik
ini dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum infeksi oportunistik lain
yang lebih berat. Pada mulut, penyakit ini disebut thrush.
Bila infeksi menyebar lebih dalam pada tenggorokan, penyakit yang timbul
disebut esofagitis. Gejalanya adalah gumpalan putih kecil seperti busa, atau
bintik merah. Penyakit ini dapat menyebabkan sakit tenggorokan, sulit menelan,
mual, dan hilang nafsu makan. Kandidiasis berbeda dengan sariawan, walaupun
orang awan sering menyebutnya sebagai sariawan. Kandidiasis pada vagina
disebut vaginitis. Penyakit ini sangat umum ditemukan. Gejala vaginitis termasuk
gatal, rasa bakar dan keluarnya cairan kental putih.
Pengobatan Kandidiasis : Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat
menjaga supaya kandida tetap seimbang. Bakteri yang biasa ada di tubuh juga
dapat membantu mengendalikan kandida. Beberapa antibiotik membunuh
bakteri pengendali ini dan dapat menyebabkan kandidiasis. Mengobati
kandidiasis tidak dapat memberantas raginya. Pengobatan akan mengendalikan
jamur agar tidak berlebihan.
Pengobatan dapat lokal atau sistemik. Pengobatan lokal diberikan pada
tempat infeksi. Pengobatan sistemik mempengaruhi seluruh tubuh. Banyak
dokter lebih senang memakai pengobatan lokal terlebih dahulu. Ini menimbulkan
lebih sedikit efek samping dibanding pengobatan sistemik. Selain itu risiko
kandida menjadi resistan terhadap obat lebih rendah.
Obat-obatan yang dipakai untuk memerangi kandida adalah obat
antijamur. Hampir semua namanya diakhiri dengan '-azol'.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 5


Pengobatan lokal termasuk:
· olesan
· supositoria yang dipakai untuk mengobati vaginitis
· cairan lozenge yang dilarutkan dalam mulut
Pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan
setempat. Pengobatan yang paling murah untuk kandidiasis mulut adalah
gentian violet; obat ini dioleskan di tempat ada lesi (jamur) tiga kali sehari
selama 14 hari. Obat yang sangat murah ini dapat diperoleh dari puskesmas
atau apotek tanpa resep. Pengobatan sistemik diperlukan jika pengobatan lokal
tidak berhasil, atau jika infeksi menyebar pada tenggorokan (esofagitis).
Beberapa obat sistemik tersedia dalam bentuk pil. Efek samping yang paling
umum adalah mual, muntah dan sakit perut. Kurang dari 20 persen orang
mengalami efek samping ini. Kandidiasis dapat kambuhan.
Beberapa dokter meresepkan obat anti-jamur jangka panjang. Ini dapat
menyebabkan resistansi. Ragi dapat bermutasi sehingga obat tersebut tidak lagi
berhasil. Beberapa kasus parah tidak menanggapi obat-obatan lain. Amfoterisin
B mungkin dipakai. Obat ini yang sangat manjur dan beracun, dan diberi secara
intravena (disuntik). Efek samping utama obat ini adalah masalah ginjal dan
anemia (kurang darah merah). Reaksi lain termasuk demam, panas dingin,
mual, muntah dan sakit kepala. Reaksi ini biasa membaik setelah beberapa
dosis pertama.
Terapi Alamiah : Beberapa terapi non-obat tampaknya membantu. Terapi
tersebut belum diteliti dengan hati-hati untuk membuktikan hasilnya.
· Mengurangi penggunaan gula.
· Minum teh Pau d'Arco. Ini dibuat dari kulit pohon Amerika Selatan.
· Mengkonsumsi bawang putih mentah atau suplemen bawang putih. Bawang
putih diketahui mempunyai efek anti-jamur dan antibakteri. Namun bawang
putih dapat mengganggu obat protease inhibitor.
· Kumur dengan minyak pohon teh (tea tree oil) yang dilarutkan dengan air.
· Mengkonsumsi kapsul laktobasilus (asidofilus), atau makan yoghurt dengan
bakteri ini. Mungkin ada manfaatnya setelah mengkonsumsi antibiotik.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 6


· Mengkonsumsi suplemen gamma-linoleic acid (GLA) dan biotin. Dua
suplemen ini tampaknya membantu memperlambat penyebaran kandida.
GLA ditemukan pada beberapa minyak yang dipres dingin. Biotin adalah
jenis vitamin B.

2) Virus Sitomegalia (CMV)


Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi oportunistik. Virus
ini sangat umum. Antara 50 persen sampai 85 persen masyarakat Amerika
Serikat adalah CMV-positif waktu mereka berusia 40 tahun. Statistik untuk
Indonesia belum diketahui. Sistem kekebalan tubuh yang sehat menahan virus
ini agar tidak mengakibatkan penyakit. Waktu pertahanan kekebalan menjadi
lemah, CMV dapat menyerang beberapa bagian tubuh. Kelemahan tersebut
dapat disebabkan oleh bebagai penyakit termasuk HIV. Terapi antiretroviral
(ART) sudah mengurangi angka penyakit CMV pada Odha sampai dengan 75
persen.
Namun, kurang-lebih 5 persen Odha masih mengembangkan CMV.
Penyakit yang paling lazim disebabkan CMV adalah retinitis. Penyakit ini adalah
kematian sel pada retina, bagian belakang mata. Ini secara cepat dapat
menyebabkan kebutaan jika tidak diobati. CMV dapat menyebar ke seluruh
tubuh dan menginfeksikan beberapa organ sekaligus. Risiko CMV tertinggi
waktu jumlah CD4 di bawah 50. CMV jarang terjadi dengan jumlah CD4 di atas
100. Tanda pertama retinitis CMV adalahmasalah penglihatan seperti titik hitam
yang bergerak. Ini disebut 'floater' (katung-katung) dan mungkin menunjukkan
adanya radang pada retina. Anda juga mungkin akan melihat cahaya kilat,
penglihatan yang kurang atau terdistorsi, atau titik buta. Beberapa dokter
mengusulkan pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya retinitis CMV.
Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh ahli mata. Jika jumlah CD4 anda dibawah
200 dan anda mengalami masalah penglihatan apa saja, sebaiknya anda
langsung menghubungi dokter.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 7


Beberapa Odha yang baru saja mulai memakai ART dapat mengalami
radang dalam mata, yang menyebabkan kehilangan penglihatan. Masalah ini
disebabkan oleh sindrom pemulihan kekebalan. Sebuah penelitian baru
beranggapan bahwa orang dengan CMV aktif lebih mudah menularkan HIV-nya
pada orang lain.
Pengobatan CMV : Pengobatan pertama untuk CMV meliputi infus setiap
hari. Karena harus diinfus setiap hari, sebagian besar orang memasang 'keran'
atau buluh obat yang dipasang secara permanen pada dada atau lengan. Dulu
orang dengan penyakit CMV diperkirakan harus tetap memakai obat anti-CMV
seumur hidup. Pengobatan CMV mengalami kemajuan dramatis selama
beberapa tahun terakhir ini. Saat ini ada tujuh jenis pengobatan CMV yang telah
disetujui oleh FDA di AS. ART dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh.
Pasien dapat berhenti memakai obat CMV jika jumlah CD4-nya di atas 100
hingga 150 dan tetap begitu selama tiga bulan. Namun ada dua keadaan yang
khusus:
· Sindrom pemulihan kekebalan dapat menyebabkan radang yang parah pada
mata Odha walaupun mereka tidak mempunyai penyakit CMV sebelumnya.
Dalam hal ini, biasanya pasien diberikan obat anti-CMV bersama dengan
ART-nya.
· Bila jumlah CD4 turun di bawah 50, risiko penyakit CMV meningkat.

3) MAC (Mycobacterium Avium Complex)


Mycobacterium Avium Complex (MAC) adalah penyakit berat yang
disebabkan oleh bakteri umum. MAC juga dikenal sebagai MAI (Mycobacterium
Avium Intracellulare). Infeksi MAC bisa lokal (terbatas pada satu bagian tubuh)
atau tersebar luas pada seluruh tubuh (DMAC). Infeksi MAC sering terjadi pada
paru, usus, sumsum tulang, hati dan limpa. Bakteri yang menyebabkan MAC
sangat lazim.
Kuman ini ditemukan di air, tanah, debu dan makanan. Hampir setiap
orang memiliki bakteri ini dalam tubuhnya. Sistem kekebalan tubuh yang sehat
dapat mengendalikan MAC, tetapi orang dengan sistem kekebalan yang lemah

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 8


dapat mengembangkan penyakit MAC. Hingga 50 persen Odha mengalami
penyakit MAC, terutama jika jumlah CD4 di bawah 50. MAC hampir tidak pernah
menyebabkan penyakit pada orang dengan jumlah CD4 di atas 100.
Tanda dan gejalah MAC : Gejala MAC dapat meliputi demam tinggi,
panas dingin, diare, kehilangan berat badan, sakit perut, kelelahan, dan anemia
(kurang sel darah merah). Jika MAC menyebar dalam tubuh, bakteri ini dapat
menyebabkan infeksi darah, hepatitis, pneumonia, dan masalah berat lain.
Gejala seperti ini juga merupakan gejala banyak infeksi oportunistik lain. Jadi,
dokter kemungkinan akan memeriksa darah, air seni, atau air ludah untuk
mencari bakteri MAC. Contoh cairan tersebut dites untuk mengetahui bakteri
apa yang tumbuh padanya. Proses ini, yang disebut pembiakan, perlu beberapa
minggu. Bahkan jika anda terinfeksi MAC, sulit menemukan bakteri MAC. Jika
jumlah CD4 anda di bawah 50, dokter mungkin mengobati anda seolah-olah
anda MAC, walaupun tidak ada diagnosis yang tepat. Ini karena infeksi MAC
sangat umum terjadi tetapi sulit didiagnosis.
Pengobatan MAC : Bakteri MAC dapat bermutasi dan menjadi resisten
terhadap beberapa obat yang dipakai untuk mengobatinya. Dokter memakai
kombinasi obat antibakteri (antibiotik) untuk mengobati MAC. Sedikitnya dua
obat dipakai: biasanya azitromisin atau klaritromisin ditambah hingga tiga obat
lain. Pengobatan MAC harus diteruskan seumur hidup, agar penyakit tidak
kembali (kambuh). Orang akan bereaksi secara berbeda terhadap obat anti-
MAC. anda dan dokter mungkin harus mencoba berbagai kombinasi sebelum
anda menemukan satu kombinasi yang berhasil untuk anda dan menyebabkan
efek samping sedikit mungkin. Obat MAC yang paling umum dan efek
sampingnya adalah:
· Amikasin: masalah ginjal dan telinga; disuntikkan.
· Azitromisin: Mual, sakit kepala, diare; bentuk kapsul atau diinfus.
· Siprofloksasin: mual, muntah, diare; bentuk tablet atau diinfus;
· Klaritromisin: mual, sakit kepala, muntah, diare; bentuk kapsul atau diinfus.
Catatan: Dosis maksimum 500mg per hari.
· Etambutol: mual, muntah, masalah penglihatan; bentuk tablet.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 9


· Rifabutin: ruam, mual, anemia; bentuk tablet. Banyak interaksi obat.
· Rifampisin: demam, panas dingin, sakit tulang atau otot; dapat menyebab air
seni, keringat dan air ludah menjadi berwarna merah-oranye (dapat mewarnai
lensa kontak); dapat mengganggu pil KB. Banyak interaksi obat.

4) PCP (Pneumonia Pneumocystis)


Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling
umum terjadi pada orang HIV-positif. Tanpa pengobatan, lebih dari 85 persen
orang dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP
menjadi salah satu pembunuh utama Odha. Namun, saat ini hampir semua
penyakit PCP dapat dicegah dan diobati. PCP disebabkan oleh jamur yang ada
dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu jamur tersebut disebut Pneumocystis
carinii, tetapi para ilmuwan kini menggunakan nama Pneumocystis jiroveci,
namun penyakit masih disingkatkan sebagai PCP.
Sistim kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun,
PCP menyebabkan penyakit pada anak dan pada orang dewasa dengan sistim
kekebalan yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu mempengaruhi paru,
menyebabkan bentuk pneumonia (radang paru). Orang dengan jumlah CD4 di
bawah 200 mempunyai risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang
dengan jumlah CD4 di bawah 300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko.
Sebagian besar orang yang mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah,
kehilangan berat badan, dan kemungkinan akan kembali mengalami penyakit
PCP lagi.
Tanda pertama PCP adalah sesak napas, demam, dan batuk tanpa
dahak. Siapa pun dengan gejala ini sebaiknya segera periksa ke dokter. Namun,
semua Odha dengan jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya membahas
pencegahan PCP dengan dokter, sebelum mengalami gejala apa pun.
Pencegahan PCP : Cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan
memakai terapi antiretroviral (ART). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200
dapat mencegah PCP dengan memakai obat yang juga dipakai untuk mengobati
PCP. ART dapat meningkatkan jumlah CD4 anda. Jika jumlah ini melebihi 200

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 10


dan bertahan begitu selama tiga bulan, mungkin anda dapat berhenti memakai
obat pencegah PCP tanpa risiko. Namun, karena pengobatan PCP murah dan
mempunyai efek samping yang ringan, beberapa peneliti mengusulkan
pengobatan sebaiknya diteruskan hingga jumlah CD4 di atas 300. Anda harus
berbicara dengan dokter anda sebelum anda berhenti memakai obat apa pun
yang diresepkan.
Pengobatan PCP : Selama bertahun-tahun, antibiotik dipakai untuk
mencegah PCP pada pasien kanker dengan sistim kekebalan yang lemah.
Tetapi pada 1985 sebuah penelitian kecil menunjukkan bahwa antibiotik juga
dapat mencegah PCP pada Odha. Keberhasilan dalam pencegahan dan
pengobatan PCP sangat dramatis. Persentase Odha yang mengalami PCP
sebagai penyakit yang mendefinisikan AIDS dipotong kurang lebih separoh,
seperti juga PCP sebagai penyebab kematian Odha.
Sayang, PCP masih umum pada orang yang terlambat mencari
pengobatan atau belum mengetahui dirinya terinfeksi. Sebenarnya, 30-40
persen Odha akan mengembangkan PCP bila mereka menunggu sampai jumlah
CD4-nya kurang lebih 50. Obat yang dipakai untuk mengobati PCP mencakup
kotrimoksazol, dapson, pentamidin, dan atovakuon.
· Kotrimoksazol (TMP/SMX) adalah obat anti-PCP yang paling efektif. Ini
adalah kombinasi dua antibiotik: trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol
(SMX).
· Dapson serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan hampir seefektif
kotrimoksazol melawan PCP.
· Pentamidin adalah obat hirup yang berbentuk aerosol untuk mencegah PCP.
Pentamidin juga dipakai secara intravena (IV) untuk mengobati PCP aktif.
· Atovakuon adalah obat yang dipakai orang pada kasus PCP ringan atau
sedang yang tidak dapat memakai kotrimoksazol atau pentamidin.
Kotrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Obat ini juga
murah, dan dipakai dalam bentuk pil, tidak lebih dari satu pil sehari. Namun,
bagian SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir separo orang
yang memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit, kadang-kadang

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 11


demam. Sering kali, bila penggunaan kotrimoksazol dihentikan sampai gejala
alergi hilang, lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi tidak muncul lagi.
Reaksi alergi yang berat dapat diatasi dengan cara desensitisasi. Pasien mulai
dengan dosis obat yang sangat rendah dan kemudian meningkatkan dosisnya
hingga dosis penuh dapat ditahan. Mengurangi dosis dari satu pil sehari menjadi
tiga pil seminggu mengurangi masalah alergi kotrimoksazol, dan tampak sama
berhasilnya. Karena masalah alergi yang disebabkan oleh kotrimoksazol serupa
dengan efek samping dari beberapa obat antiretroviral, sebaiknya penggunaan
kotrimoksazol dimulai seminggu atau lebih sebelum mulai ART. Dengan cara ini,
bila alergi muncul, penyebabnya dapat lebih mudah diketahui.
Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibanding kotrimoksazol,
dan harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil tidak
lebih dari satu pil sehari. Namun dapson kadang kala lebih sulit diperoleh di
Indonesia.
Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik dengan nebulizer,
mesin yang membuat kabut obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup secara
langsung ke dalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang lebih 30-45 menit.
anda dibebani harga obat tersebut ditambah biaya klinik. Pasien yang memakai
pentamidin aerosol akan mengalami PCP lebih sering dibanding orang yang
memakai pil antibiotik.

5) Toksoplasmosis
Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii. Parasit hidup dalam organisme hidup lain (induknya) dan
mengambil semua nutrisi dari induknya. Parasit tokso sangat umum ditemukan
pada tinja kucing, sayuran mentah dan tanah. Kuman ini juga umumnya ditemu
dalam daging mentah, terutama daging babi, kambing dan rusa.
Parasit tersebut dapat masuk ke tubuh waktu anda menghirup debu.
Hingga 50 persen penduduk terinfeksi tokso. Sistim kekebalan tubuh yang sehat
dapat mencegah agar tokso tidak mengakibatkan penyakit ini. Tokso tampaknya
tidak menular dari manusia ke manusia.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 12


Penyakit yang paling umum diakibatkan tokso adalah infeksi pada otak
(ensefalitis). Tokso juga dapat menginfeksikan bagian tubuh lain. Tokso dapat
menyebabkan koma dan kematian. Risiko tokso paling tinggi waktu jumlah CD4
di bawah 100. Gejala pertama tokso termasuk demam, kekacauan, kepala nyeri,
disorientasi, perubahan pada kepribadian, gemetaran dan kejang-kejang. Tokso
biasanya didiagnosis dengan tes antibodi terhadap T. gondii. Perempuan hamil
dengan infeksi tokso juga dapat menularkannya pada bayinya.
Tes antibodi tokso menunjukkan apakah anda terinfeksi tokso. Hasil
positif bukan berarti anda menderita penyakit ensefalitis tokso. Namun, hasil tes
negatif berarti anda tidak terinfeksi tokso. Pengamatan otak (brain scan)
dengan computerized tomography (CT scan) atau magnetic resonance imaging
(MRI scan) juga dipakai untuk mendiagnosis tokso. CT scan untuk tokso dapat
mirip dengan pengamatan untuk infeksi oportunistik yang lain. MRI scan lebih
peka dan mempermudah diagnosis tokso.
Pengobatan Toksoplasmosis : Tokso diobati dengan kombinasi
pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak.
Parasit tokso membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat
pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat pemakaiannya.
Dosis normal obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-5g sulfadiazin per hari.
Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan
anemia. Orang dengan tokso biasanya memakai kalsium folinat (semacam
vitamin B) untuk mencegah anemia.
Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap tokso. Lebih dari 80 persen
orang menunjukkan perbaikan dalam 2-3 minggu. Tokso biasanya kambuh
setelah peristiwa pertama. Orang yang pulih dari tokso seharusnya terus
memakai obat antitokso dengan dosis pemeliharaan yang lebih rendah. Jelas
orang yang mengalami tokso sebaiknya mulai terapi antiretroviral (ART)
secepatnya, dan bila CD4 naik di atas 200 lebih dari enam minggu, terapi tokso
sudah diselesaikan dan bila tidak ada gejala tokso lagi, terapi pemeliharaan
tokso dapat dihentikan.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 13


6) Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri. TB biasanya
mempengaruhi paru-paru, tapi kadang-kadang dapat juga mempengaruhi organ
tubuh lain, terutama pada Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200. TB adalah
penyakit yang sangat parah di seluruh dunia. Hampir sepertiga penduduk dunia
terinfeksi TB, tetapi sistem kekebalan tubuh yang sehat biasanya dapat
mencegah penyakit aktif.
Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel. Tuberkel adalah tonjolan kecil
dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri TB dalam paru. Ada dua jenis TB aktif. TB primer baru
terjadi setelah anda terinfeksi TB untuk pertama kali. Keaktifan kembali TB
terjadi pada orang yang sebelumnya terinfeksi TB. Jika sistem kekebalan
tubuhnya melemah, TB dapat lolos dari tuberkel dan mengakibatkan penyakit
aktif. Kebanyakan kasus TB pada orang dengan HIV diakibatkan keaktifan
kembali infeksi TB sebelumnya.
TB aktif dapat menyebabkan gejala berikut: batuk lebih dari tiga minggu;
hilang berat badan; kelelahan terus menerus; keringat basah kuyup pada malam
hari; dan demam, terutama pada sore hari. Gejala ini mirip dengan gejala yang
disebabkan PCP, tetapi TB dapat terjadi pada jumlah CD4 yang tinggi. TB
ditularkan melalui udara, waktu seseorang dengan TB aktif batuk atau bersin.
Anda dapat mengembangkan TB secara mudah jika anda pada tahap infeksi
HIV lanjut. Anda dapat terinfeksi TB pada jumlah CD4 berapa pun.
TB dan HIV: pasangan yang buruk . Banyak jenis virus dan bakteri hidup
di tubuh anda. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan kuman
ini agar mereka tidak menyebabkan penyakit. Jika HIV melemahkan sistem
kekebalan, kuman ini dapat mengakibatkan infeksi oportunistik (IO). Angka TB
pada Odha sering kali 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang
tidak terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB dapat
merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, dan memperburuk infeksi
HIV. Karena itu, penting bagi orang dengan HIV untuk mencegah dan mengobati
TB.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 14


Bagaimana cara mendiagnosis TB??? Ada tes kulit yang sederhana untuk
TB. Sebuah protein yang ditemukan pada bakteri TB disuntik pada kulit lengan.
Jika kulit anda bereaksi dengan bengkak, itu berarti anda kemungkinan
terinfeksi bakteri TB.
Jika HIV atau penyakit lain sudah merusak sistem kekebalan anda, anda
mungkin tidak menunjukkan reaksi pada tes kulit, walaupun anda terinfeksi TB.
Kondisi ini disebut 'anergi'. Oleh karena masalah ini, dan karena kebanyakan
orang di Indonesia sudah terinfeksi TB, jadi tes kulit sekarang jarang dipakai di
sini. Jika anda anergi, pembiakan bakteri dari dahak (lihat alinea berikut) adalah
cara terbaik untuk diagnosis TB aktif.
Bila anda mempunyai gejala yang mungkin disebabkan oleh TB, dokter
akan minta anda menyediakan tiga contoh dahak untuk diperiksa, termasuk satu
yang anda diminta keluarkan dari paru pada pagi hari. Dokter juga mungkin
melakukan x-ray paru, dan mencoba membiakkan bakteri TB dari contoh dahak
anda. Tes ini mungkin memerlukan waktu empat minggu. Sulit untuk
mendiagnosis TB aktif, terutama pada Odha, karena gejalanya mirip dengan
pneumonia, masalah paru lain, atau infeksi lain.
Pengobatan TB : Jika anda terinfeksi TB, tetapi tidak mengalami penyakit
aktif, kemungkinananda diobati dengan isoniazid (INH) untuk sedikitnya enam
bulan, atau dengan INH plus satu atau dua obat lain untuk tiga bulan. Sebuah
penelitian yang diterbitkan pada 2001 menunjukkan bahwa terapi kombinasi
lebih efektif dibandingkan INH sendiri. INH dapat menyebabkan masalah hati,
terutama pada perempuan.
Jika anda mengalami TB aktif, anda diobati dengan antibiotik. Karena
bakteri TB dapat menjadi kebal (resisten) terhadap obat tunggal, anda akan
diberi kombinasi antibiotik. Juga, TB sulit disembuhkan, dan obat tersebut harus
dipakai untuk sedikitnya enam bulan. Jika anda tidak memakai semua obat, TB
dalam tubuh anda mungkin jadi resistan dan obat tersebut akan menjadi tidak
efektif lagi.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 15


Ada jenis TB yang sudah resistan pada beberapa antibiotik. Ini disebut TB
yang resistan terhadap beberapa obat atau MDR-TB. Hingga saat ini, Prevalensi
MDR-TB di Indonesia belum jelas; surveillans akan segera dilakukan oleh
Depkes. Kendati masalah ini, lebih dari 90 persen kasus TB dapat disembuhkan
dengan antibiotik.
Masalah obat : Beberapa antibiotik yang dipakai untuk mengobati TB
dapat merusak hati atau ginjal. Begitu juga beberapa obat antiretroviral yang
dipakai untuk memerangi HIV. Bisa jadi sulit untuk memakai obat untuk TB dan
HIV sekaligus. INH dapat menyebabkan neuropati perifer, seperti juga beberapa
ARV, jadi dapat terjadi masalah bila obat ini dipakai bersamaan. Juga, banyak
obat anti-HIV berinteraksi dengan obat yang dipakai untuk memerangi TB.
Rifampisin atau rifabutin umumnya dipakai untuk mengobati TB. Obat ini dapat
mengurangi kadar ARV dalam darah anda di bawah tingkat yang diperlukan
untuk mengendalikan HIV.
ARV dapat meningkatkan kadar obat TB ini pada tingkat yang
mengakibatkan efek samping yang berat. Rifampisin tidak boleh dipakai jika
anda memakai protease inhibitor (PI). Rifabutin dapat dipakai dalam beberapa
kasus, tetapi mungkin dosisnya harus diubah. Ada pedoman khusus untuk
dokter jika anda memakai obat untuk memerangi TB dan HIV sekaligus. Juga,
jika jumlah CD4 anda di bawah 100, anda sebaiknya memakai rifabutin
sedikitnya tiga kali seminggu. Ini mengurangi risiko TB-nya menjadi resistan
terhadap rifabutin. Untuk alasan ini, TB biasanya disembuhkan sebelum ART
dimulai. Namun mungkin ini mustahil bila jumlah CD4 sangat rendah.

D. Pencegahan IO
Sebagian besar kuman yang menyebabkan IO sangat umum, dan mungkin anda
telah membawa beberapa dari infeksi ini. Anda dapat mengurangi risiko infeksi baru
dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman yang diketahui
yang menyebabkan IO. Meskipun anda terinfeksi beberapa IO, anda dapat memakai
obat yang akan mencegah pengembangan penyakit aktif. Pencegahan ini disebut
profilaksis.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 16


Cara terbaik untuk mencegah IO adalah untuk memakai ART. Lihat lembaran
informasi masing-masing IO untuk informasi lebih lanjut tentang menghindari infeksi
atau mencegah pengembangan penyakit aktif.

E. Pengobatab IO
Infeksi oportunistik kerap melibatkan banyak patogen dan menyerang secara
bersamaan. Berbagai gejala klinis pun terdiagnosa, menambah runyam pengobatan
pasien HIV/AIDS. Dengan demikian, diperlukan strategi dalam diagnosis dan
pengobatan. Termasuk dengan antimikroba yang seringkali harus diberi secara
kombinasi. "Pemilihan obat antimikroba idealnya disesuaikan dengan diagnosis dan
patogen penyebab infeksi, namun dalam praktik klinik seringkali terapi diberi secara
empirik, oleh karenanya kesulitan dan keterbatasan secara diagnosa," jelas Ketua Tim
Standar Profesi Penyakit Dalam dan Standar Peralatan Penyakit Dalam ini.
Lebih lanjut, Herdiman menjelaskan, pengobatan infeksi oportunistik pada Odha
tidak dapat dipisahkan dengan pemberian ARV. Kedua komponen terapi ini mesti
diberikan secara beriringan dan sinergis, sebab keduanya akan saling mendukung
efektifitas masing-masing. Terapi ARV ditujukan untuk pemulihan daya tahan tubuh
melalui meningkatnya jumlah CD4. dengan begitu, peningkatan imunitas pasien akan
membantu keberhasilan terapi antimikroba, yang pada akhirnya menurunkan risiko
terjadinya infeksi oportunistik. Namun ada kalanya, pengobatan infeksi oportunistik
harus didahulukan, dan kemudian dilanjutkan pemberian ARV.
Efek sinergis terapi oportunistik dan ARV , oleh beberapa ahli telah dibuktikan
efektifitasnya. Kovack, pada 1997, misalnya, telah menunjukan, terjadinya penurunan
insiden infeksi oportunistik sebesar 55 persen pada populasi Odha yang menerima
ARV. Sementara Astro, peneliti lain, pada 2003 melakukan penelitian untuk menilai
efektivitas ARV terhadap perbaikan kualitas hidup penderita AIDS.
Hasilnya, disimpulkan bahwa untuk mengoptimalkan kualitas hidup Odha perlu
segera dilakukan penanggulangan infeksi oportunistik yang dilanjutkan dengan ARV.
"Keberhasilan ini dikaitkan dengan peningkatan imunitas tubuh.Tapi, ARV sendiri tidak
memberikan efek perlindungan yang sama bagi setiap komplikasi oportunistik, oleh

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 17


karenanya perlu upaya lain dengan penggunaan profilaksis, serta pendekatan
diagnostik dan terapetik yang lebih baik," tegas Herdiman.
Dengan begitu pengobatan infeksi bukan berarti pekara mudah.Tak sedikit para
praktisi medis mengalami kegagalan, termasuk akibat keterbatasan non medis seperti
terlambatnya diagnosa dini, kesulitan mendapatkan obat, dan biaya yang tinggi.
Namun demikian, Herdiman menegaskan, HIV/AIDS bukanlah tanggung-jawab dokter
semata, dan bukan sekadar masalah kesehatan. Penyakit "kutukan", pada sebagian
masyarakat, ini merupakan tanggung-jawab semua elemen: apapun profesi, status
sosial, agama, orientasi politik. AIDS adalah masalah kita semua yang tak bisa ditunda
pemecahannya. Segera!! Atau segalanya akan menjadi sangat terlambat.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 18


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan
(‘opportunity’) yang disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh
untuk menimbulkan penyakit. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh ini adalah
salah satu akibat dari infeksi HIV, dan menjadi cukup berat sehingga IO timbul
rata-rata 7-10 tahun setelah kita terinfeksi HIV.
Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh kita dapat dihindari dengan
penggunaan terapi antiretroviral (ART) sebelum kita mengalami IO. Namun,
karena kebanyakan orang yang terinfeksi HIV di Indonesia tidak tahu dirinya
terinfeksi, timbulnya IO sering kali adalah tanda pertama bahwa ada HIV di tubuh
kita. Jadi, walaupun ART tersedia gratis di Indonesia, masalah IO tetap ada,
sehingga adalah penting kita mengerti apa itu IO dan bagaimana IO dapat
diobati dan dicegah.
Pencegahan beberapa IO, yang disebut sebagai ‘profilaksis’, dapat
dilakukan dengan cara yang cukup sederhana, yaitu dengan memakai dua pil
obat kotrimoksazol setiap hari. Pencegahan ini hanya dibutuhkan setelah sistem
kekebalan tubuh kita cukup rusak

B. Saran
Sebagai seorang calon perawat yang nantinya akan bekerja di suatu
institusi Rumah Sakit tentunya kita dapat mengetahui tentang infeksi
Oportunesti. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, karena
manusia tidak ada yang sempurna, agar penulis dapat belajar lagi dalam
penulisan makalah yang lebih baik. Atas kritik dan saran dari pembaca, penulis
ucakan terimakasih.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 19


DAFTAR PUSTAKA

Andreasen JO, Andreasen FM. Textbook and colour atlas of traumatic injuries to the teeth.
Copenhagen: Munksgaard, 1994.
Bishop BG, Donnelly JC. Proposed criteria for classifying potential dental emergencies in
Department of Defence military personnel. Mil Med 1997;162:130-5.
Gilthorpe MS, Wilson RC, Moles DR, Bedi R. Variations in admissions to hospital for head
injury and assault to the head. Part 1: Age and gender. Br J Oral Maxillofac Surg
1999;37:294-300.
Nelson LP, Shusterman S. Emergency management of oral trauma in children. Curr Opin
Pediatr 1997;9:242-5.
Roberts G, Longhurst P. Oral and dental trauma in children and adolescents. Oxford: Oxford
University Press, 1996.

Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 20


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-nya penulis
telah berhasil menyusun makalah tentang standar praktek keperawatan profesional.
Makalah ini di buat untuk menunjang proses pembelajaran keperawatan. Sesuai dengan
kurikulum terbaru program S1 keperawatan, yaitu pembelajaran berbasis kompetensi.
Maka makalah ini sudah mengarahkan mahasiswa untuk belajar dengann kurikulum terbaru
sehingga lebih memudahkan mahasiswa untuk mempelajari makalah ini.
Pada penulisan makalah ini kami menggunakan bahasa sederhana dan mudah
dimengerti sehingga dapat dengan mudah dicerna dan di ambil intisari dari materi
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.
Makalah ini juga di harapkan dapat digunakan oleh mahasiswa S1 keperawatan
karena kami telah berusaha melengkapi materi makalah sesuai dengan kebutuhan materi
pembelajaran yang di sempurnakan.
Demikian kami sangat mengharapkan kritik yang sifatnya membangun demi tercapai
suatu kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan dalam bidang keperawatan profesional.

Penyusun

I
Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 21
Daftar Isi
Kata Pengantar ……………………………………………………………………… i
Daftar Isi ……………………………………………………………………… ii
Bab I Pendahaluan ……………………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang …………………………………………………………………… … 1
B. Tujuan Penulisan ……………………………………………………………………… 2
Bab II Pembahasan ……………………………………………………………………… 3

A. Pengertian IO …..………………………………………………………..……….. 3
B. Dasar IO …………………………..……..………………………………. …. 3
C. Jenis – Jenis IO ………………………...…………………………………….…… 5
D. Pencegahan IO …………………………………………….……………………..…. 16
E. Pengobatan IO ………………………………...…………………………………… 17
Bab III Penutup …………………………………………………………...…………. 19
A. Kesimpulan ………………………………….…………………………………… 19
B. Saran ……….……………………………………………………………… 19
Daftar Pustaka ………….…………………………………………………………… 20

II
Kelompok 1 | Infeksi Oportunestik 22
| Hazard dan Risiko Pada Rumah Sakit 23

Anda mungkin juga menyukai