Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

2.1.1 Morfologi

Secara morfologi, wilayah Kabupaten Buol dapat dibagi menjadi 3 satuan


morfologi, yaitu dataran, perbukitan dan pegunungan. (Ratman, 1976, Bahri dkk,
1993)
Satuan Morfologi Dataran. Satuan morfologi ini secara dominan meliputi
wilayah pesisir Buol Utara - Tengah dari Busak – Buol - Bokat, dataran Buol -
Momunu dan dataran yang relatif sempit di Bunobogu dan Bila. Secara umum
morfologi ini merupakan permukiman yang sudah lama dibuka.
Satuan Morfologi Perbukitan. Satuan morfologi ini, dengan ketinggian
terdapat di bagian utara, yaitu di Momunu bagian utara, Leok barat, Bokat dan
perbukitan yang memanjang dari barat ke timur, yaitu dari Bongo sampai Molanggato
di batas timur.
Satuan Morfologi Pegunungan. Satuan ini merupakan bagian terbesar
morfologi yang terdapat di wilayah Kabupaten Buol. Ketinggian satuan ini berkisar
antara 600 – 2.500 m dpl (G. Malino). Wilayah-wilayah yang termasuk dalam satuan
ini meliputi deret pegunungan Malino, G. Bangkalang dan G. Tetembu serta G.
Tentolomatinan di pegunungan Paleleh.

2.1.2 Pola Aliran dan Karakteristik Sungai

Sungai-sungai di Kabupaten Buol bermuara di laut Sulawesi. Sungai-sungai


terbesar adalah S. Buol, S. Momunu, S. Bodi dan S. Tolinggula. Penampang morfologi
sungai-sungai ini bervariasi “V” dan “U”. Di samping pola aliran sungai dominan
yang berpola dendritik, juga pola-pola aliran sungai paralel, rektangular dan trelis
dapat dianalisis berdasarkan pola morfologi pada rupabumi. (Ratman, 1976, Bahri
dkk, 1993)

Tinjauan Pustaka-6
2.2 Stratigrafi dan Litologi

Secara regional di wilayah Kabupaten Buol terdapat terdapat pada Mandala


Geologi Sulawesi Barat. Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur dari
tua ke muda sebagaii berikut. (Ratman, 1976, Bahri dkk, 1993) :

a. Formasi Tinombo

Litologi penyusun formasi ini berupa lava basal, basal spilitan, lava andesit,
breksi gunung api, batupasir wake, batulanau, patupasir hijau, batugamping merah,
batugamping kelabu dan batuan termetamorfosa lemah.
Di Kabupaten Buol satuan ini terdapat di bagian selatan dengan arah
memanjang relatif timur-barat relatif pada wilayah batas dengan kabupaten lain.
Umur formasi ini diduga Eosen-Oligosen, dengan tebal formasi lebih dari 500 m.

b. Batuan Vulkanik

Batuan gunung api umumnya bersifat andesitik, tersebar di banyak tempat


namun tidak meluas. Ukuran kristal batuannnya umumnya halus. Juga terdapat batuan
lain berupa lava, breksi andesit dan basal. Sebarannya antara lain Momunu bagian
barat dan selatan, sebelah barat Leok dan sebelah selatan Bokat yang merupakan batas
dengan kabupaten/propinsi lain.
Sebaran batuan ini masih meluas ke arah barat (Tolitoli) dan menyebar luas di
selatan (Parigi Moutong). Satuan ini diperkirakan menjemari dengan Formasi
Tinombo. Berumur Eosen – Oligosen.

c. Diorit Bone

Merupakan batuan beku menengah, terdiri dari diorit, diorit kwarsa,


granodiorit dan andesit. Penyebaran batuan ini relatif sempit setempat-setempat.
Penyebaran terluas di Kabupaten Buol kurang dari 600 ha. Umur batuan diperkirakan
Miosen Awal sampai Miosen Tengah.

Tinjauan Pustaka-7
d. Diorit Boliohuto

Terdiri dari diorit dan granodiorit dan tergolong dalam jenis batuan beku dalam
yang bersifat menengah sampai asam. Di Kabupaten Buol batuan ini hanya terdapat di
sekitar G. Tentolomatinan sebelah selatan Lokodako. Umur batuan adalah Miosen
Tengah sampai Miosen Atas.

e. Formasi Dolokapa

Litologi terdiri dari batupasir wake, batulanau, batulumpur, konglomerat, tufa,


tufa lapili, aglomerat, breksi vulkanik dan lava yang bersifat andesit serta basal.
Penyebaran formasi ini relatif luas, relatif memanjang dari sebelah selatan
Momunu dan Mopu ke arah ke arah timur laut sampai mencapai daerah Paleleh. Umur
formasi adalah Miosen Tengah – Miosen Atas.

f. Breksi Wobudu

Merupakan batuan vulkanik, terdiri dari breksi vulkanik, aglomerat, tufa, tufa
lapili dan lava yang bersifat andesit sampai basal. Penyebarannya di bagian selatan
Bunobogu dan wilayah yang luas sepanjang pegunungan Peleleh ke arah timurlaut,
yaitu G. Tentolomatinan dan G. Boondalo. Umur batuan diperkirakan Pliosen.

g. Molase Celebes Sarasin dan Sarasin (~ Formasi Lokodidi)

Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung,


batugamping koral, tufa, serpih hitam dan napal. Sebagian batuan ini mengeras lemah,
terutama batugamping dan batulempung gampingan.
Secara regional, formasi ini tersebar luas di Provinsi Sulawesi Tengah dan di
wilayah Kabupaten Buol formasi ini merupakan penyusun utama wilayah Bokat,
Momunu dan Mopu. Penyebaran setempat-setempat di Bunobogu, Taang, Tunggulo
dan Bungalon di pesisir pantai utara. Umur formasi ini adalah Pliosen – Pleistosen.

Tinjauan Pustaka-8
h. Batuan Vulkanik

Batuan vulkanik ini berkomposisi aglomerat, tufa dan lava yang bersifat
andesit-basal. Penyebarannya di Kabupaten Buol hanya setempat, yaitu di daerah
Busak dengan luasan sekitar 150 ha. Umur batuan Pliosen-Pleistosen.

i. Batugamping Terumbu

Batugamping koral merupakan penyusun utama satuan batuan ini. Penyebaran


terluas terdapat di pesisir utara Buol, yaitu Monolipo, Busak, Mokupo, Leok,
Kasenangan, Lamolan sampai ke bagian utara Momunu. Penyebaran setempat-
setempat dijumpai sepanjang pantai dari Tamilo sampai Paleleh. Umur formasi
Pleistosen-Holosen.

j. Aluvium

Terdiri dari material pasir, lempung, lanau, lumpur, kerikil dan kerakal.
Endapan terluas terdapat di dataran Kota Buol yang melebar ke arah Leok, Lamolan,
Bokat dan Momunu terutama dataran banjir S. Momunu. Tebal satuan beberapa meter
sampai puluhan meter.
Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan
dalam Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Satuan batuan di wilayah Kabupaten Buol (Ratman, 1976, Bahri dkk, 1993)

No. Umur Satuan Litologi

1 Holosen Aluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan


kerakal
2 Pleistosen- Batugamping Batugamping koral
Holosen Terumbu
3 Pliosen- Batuan aglomerat, tufa dan lava yang bersifat
Pleistosen Vulkanik andesit-basal

4 Pliosen- Formasi konglomerat, batupasir, batulanau dan


Pleistosen Molase batulempung, batugamping koral, tufa,
Sulawesi serpih hitam dan napal

Tinjauan Pustaka-9
No. Umur Satuan Litologi
5 Pliosen Breksi breksi vulkanik, aglomerat, tufa, tufa
Wobudu lapili dan lava yang bersifat andesit
sampai basal
6 Miosen Formasi batupasir wake, batulanau, batulumpur,
Tengah- Dolokapa konglomerat, tufa, tufa lapili, aglomerat,
Miosen Atas breksi vulkanik dan lava yang bersifat
andesit serta basal
7 Miosen Diorit diorit dan granodiorit
Tengah- Boliohuto
Miosen Atas
8 Miosen Awal- Diorit Bone diorit, diorit kwarsa, granodiorit dan
Miosen andesit
Tengah
9 Eosen- Batuan Tufa, breksi, lava andesit dan basal
Oligosen Vulkanik
10 Eosen- Formasi lava basal, basal spilitan, lava andesit,
Oligosen Tinombo breksi gunung api, batupasir wake,
batulanau, patupasir hijau, batugamping
merah, batugamping kelabu dan batuan
termetamorfosa lemah

Tinjauan Pustaka-10
Gambar 2.1 Kolom Korelasi Batuan Daerah Kabupaten Buol
(Ratman, 1976, Bahri dkk, 1993)

2.3 Struktur Geologi

Secara regional, wilayah Buol termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi


Barat. Dari sisi kompleksitas struktur geologi, wilayah Buol bagian timur relatif lebih
terpengaruh secara tektonik dibanding bagian baratnya. Di bagian timur, sesar-sesar
vertikal dengan 2 arah utama yaitu tenggara-baratlaut dan timurlaut-baratdaya.
(Ratman, 1976, Bahri dkk, 1993)
Di samping itu juga terdapat sesar geser dextral di Pegunungan Paleleh dan
G.Tentolomatinan. Adapun bagian timur Buol gejala struktur relatif tidak dominan,
hanya terdapat 2 struktur utama yaitu sesar sungkup di barat Momuno dan sesar

Tinjauan Pustaka-11
vertikal di sebelah barat Leok. Struktur geologi lainnya yang dijumpai adalah lipatan
antiklin dan kekar-kekar yang banyak terjadi pada seluruh formasi batuan. (Ratman,
1976, Bahri dkk, 1993)

Gambar 2.2 Simplified geological map of Bulagidun district and


prospect locations (modified after PT Newcrest Nusa
Sulawesi, 1999)

2.4 Metode Induksi Polarisasi

Metode induced polarisasi atau polarisasi terimbas adalah salah satu metode
geofisika yang pada umumnya digunakan untuk eksplorasi base metal dan logam.
Metode induced polarisasi ini termasuk di dalam metode geolistrik. Dimana
prinsipnya hampir sama yaitu dengan menginjeksika aruas melalui dua elektroda arus.
Besar arus yang diinjeksikan dicata dan dua elektroda potensial digunakan untuk
mengukur potensial yang dihubungkan dengan voltmeter. (Geosciences.,2006)
Metode IP pada hakekatnya adalah pengembangan lebih lanjut dari metode
tahanan jenis yang mampu memberikan informasi tambahan ketika tidak ditemukan
kontras tahanan jenis yang memadai. Metode ini memiliki teknis pengukuran
relatif serupa dengan pengukuran tahanan jenis. (Geosciences.,2006)
Tinjauan Pustaka-12
2.5 Timbulnya Polarisasi Pada Batuan

Ada dua penyebab timbulnya polarisasi pada batuan yaitu :


a. Polarisasi Membran
Polarisasi membran terjadi pada pori-pori batuan yang mengandung mineral
lempung yang bermuatan negatif yang mengalami kontak dengan larutan. Karena
muatannya negatif, mineral lempung akan mampu menarik ion-ion positif sehingga
membentuk awan positif disekitar permukaannya dan meluas pada elektrolit.
Penumpukan muatan ini akan menghambat jalannya arus listrik yang melaluinya
sehingga terjadilah hambatan disepanjang pori-pori batuan yang mengandung mineral
lempung. Dengan terbentuknya hambatan-hambatan berupa membran-membran,
maka mobilitas ion akan berkurang sehingga terbentuklah gradien konsentrasi ion-ion
yang menentang arus listrik yang melaluinya. Gejala ini menunjukkan adanya
polarisasi.

Gambar 2.3. (a) Keadaan normal ion pada batupasir porous sebelum ada
arus, (b) Polarisasi membran pada batupasir sesudah dialiri
arus. (Sumber : Telford, et al., 1990)

Tinjauan Pustaka-13
b. Polarisasi Elektrode
Polarisasi elektrode adalah polarisasi yang terjadi jika mineralnya konduktif
dari batuan kontak dengan larutan didalam pori-pori batuan. Mineral batuan yang
mengandung mineral konduktif dipandang sebagai suatu elektrode yang berada di
dalam elektrolit, sehingga mula-mula akan terjadi proses oksidasi dan reduksi (reaksi
redoks) karena timbulnya beda potensial antara mineral konduktif dengan larutan
sampai terjadi keseimbangan. Dalam keadaan setimbang ini akan terjadi proses
penggabungan dan pelepasan muatan antara logam dan larutan dalam jumlah yang
sama, dan sama sekali tidak ada arus yang mengalir.
Apabila ada gangguan luar, misalnya pengaruh arus yang dialirkan, maka
keadaan setimbang akan terganggu sehingga akan timbul polarisasi pada elektrolit
yang dikenal sebagai polarisasi elektrode.

Gambar 2.4 Efek polarisasi pada batuan. Gerak muatan di dalam


elektrolit pada pori-pori (atas). Sumbatan oleh mineral
logam menyebabkan polarisasi elektroda pori (bawah).
(Sumber : Telford, et al., 1990)

Efek IP semula dialami dalam pengukuran Tahanan Jenis, dimana arus yang
diberikan oleh transmitter, maka potensialnya mengikuti bentuk. Gejala transien yang
Tinjauan Pustaka-14
diamati pada potensial menunjukkan adanya efek polarisasi, dimana pada waktu
pengisian mula-mula potensial mencapai suatu ketinggian tertentu, kemudian
kenaikan selanjutnya berjalan perlahan-lahan. Begitu pula pada saat discharge
potensial mula-mula menurun dengan cepat, kemudian secara perlahan-lahan menuju
ke nol. Efek IP ini dapat ditentukan dengan menggunakan Chargeability atau :

V 
M  
V S

Fenomena IP ini juga dapat ditelaah apabila kita menggunakan arus dengan
berbagai periodik. Misalnya dengan amplitudo arus I dan frekuensi f1, maka
potensialnya yang diperoleh amplitudonya V1, bila frekuensi f2 amplitudonya V2,
maka efek IP dengan pengukuran ini dapat dipandang sebagai Frequency Effect atau :

V2  V1
FE =
V1

Pengukuran efek IP melalui pengukuran Chargeability (M) dengan


menggunakan gejala transien disebut pengukuran IP dalam Time Domain sedangkan
pengukuran dengan arus dengan berbagai frekuensi disebut pengukuran IP dalam
Frequency Domain.

Tinjauan Pustaka-15
Gambar 2.5 Chargeability beberapa litologi batuan.
(Sumber : Telford, et al., 1990)

2.6 Emas

Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au
(bahasa Latin: 'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan
univalen) yang lembek, mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas
tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua
regia. Logam ini banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di
deposit alluvial dan salah satu logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas
melebur dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya
berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan
kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya
berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut
umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam.
Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi

Tinjauan Pustaka-16
(Sukandarrumidi, 2004). Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum,
emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang,
antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya
kandungan perak di dalamnya>20%. Emas terbentuk dari proses magmatisme atau
pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses
metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara
mekanis menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi
dua yaitu:

a. Endapan primer.
b. Endapan placer

2.6.1 Proses Pembentukan Endapan Mineral Primer

Pembentukan bijih primer secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi


lima jenis endapan, yaitu :
1. Fase Magmatik Cair
2. Fase Pegmatitil
3. Fase Pneumatolitik
4. Fase Hidrothermal
5. Fase Vulkanik

Dari kelima jenis fase endapan di atas akan menghasilkan sifat-sifat endapan
yang berbeda-beda, yaitu yang berhubungan dengan: (Sumber : Anthony M.Evans
(1997)).

1. Kristalisasi magmanya
Jarak endapan mineral dengan asal magma :
a. intra-magmatic, bila endapan terletak di dalam daerah batuan beku
b. peri-magmatic, bila endapan terletak di luar (dekat batas) batuan beku
c. crypto-magmatic, bila hubungan antara endapan dan batuan beku tidak jelas
d. apo-magmatic, bila letak endapan tidak terlalu jauh terpisah dari batuan beku
e. tele-magmatic, bila disekitar endapan mineral tidak terlihat (terdapat) batuan
beku
Tinjauan Pustaka-17
2. Proses pengendapan
Bagaimana cara pengendapan terjadi antara lain : (Sumber : Anthony
M.Evans (1997)).
a. terbentuk karena kristalisasi magma atau di dalam magma
b. terbentuk pada lubang-lubang yang telah ada
c. metosomatisme (replacement) yaitu :reaksi kimia antara batuan yang telah ada
dengan larutan pembawa bijih
3. Bentuk endapan, masif, stockwork, urat, atau perlapisan
4. Waktu terbentuknya endapan :
a. syngenetic, jika endapan terbentuk bersamaan waktunya dengan pembentukan
batuan
b. epigenetic, jika endapan terbentuk tidak bersamaan waktunya dengan
pembentukan batuan

2.6.2 Proses Pembentukan Endapan Mineral Placer

Mineral disini terbentuk oleh konsentrasi mekanik dari mineral bijih dan
pemecahan dari residu. Proses pemilahan yang mana menyangkut pengendapan
tergantung oleh besar butir dan berat jenis disebut sebagai endapan plaser. Mineral
placer terpenting adalah Pt, Au, kasiterit, magnetit, monasit, ilmenit, zirkon, intan,
garnet, tantalum, rutil, dsb (M. Evans (1993)). Endapan placer, yang terbentuk
sebagai hasil akumulasi proses- proses sedimentasi yang menghasilkan konsentrasi
mineral-mineral berat. Mineral-mineral berat yang terkonsentrasi terpisah dari batuan
induknya karena memiliki density yang tinggi, resisten terhadap pelapukan kimia dan
fisika. (Warren, J.K. (2006))

2.6.3 Faktor pengontrol endapan placer

Adapun yang menjadi factor pengontrol dari endapan placer yakni : (sumber
: Warren, J.K. (2006))
a. Resisten terhadap pelapukan secara kimia (tidak mengalami penguraian
(dekomposisi) komposisi kimia).
Tinjauan Pustaka-18
b. Ketahanan terhadap pelapukan secara mekanis (Fisik) : tidak mengalami
kerusakan secara fisik)
c. Konsentrasi gravitasi secara alamiah (perbedaan berat jenis): memungkinkan
pengendapan kembali untuk mencapai konsentrasi yang ekonomis.
d. Media transportasi (padat, air, gas/udara) sebagai media utama.
e. Perangkap atau lingkungan pengendapannya.

2.6.4 Klasifikasi Endapan Placer

Berdasarkan tempat dimana diendapkan, plaser atau mineral letakan dapat


dibagi menjadi : (Sumber :Robb (2005))

1. Residual placers

Endapan ini terbentuk/terakumulasi tepat di atas batuan asal, mis: Urat-


urat/vein emas atau cassiterite. Terbentuk akibat penguraian dan penghancuran secara
kimiawi. Fragmen batuan yang lebih ringan dan mudah larut akan tertransportasi.
Dapat dijumpai bergradasi kebawah permukaan sampai pada vein-vein yang
terlapukkan. (Sumber :Robb (2005))
Endapan placer residual ini terbentuk pada morfologi yang relatif datar. Pada
topografi yang miring terjadi perpindahan konsentrasi mineral berat (residual)
sehingga membentuk endapan placer eluvial (collovial). Residual placers yang
terbentuk di atas carbonatites merupakan penghasil apatit, Mis: Jacupiranga, Brasil;
Uganda, dsb.
Endapan ini merupakan sumber (potensial sumber) dari niobium, zircon,
baddeleyite, magnetite dan mineral berat lainnya. Endapan residual placers ini
umumnya terbentuk pada carbonatites yang juga bersifat subekonomik.

2. Eluvial placers

Endapan ini merupakan akumulasi mineral-mineral yang


terbentuk/terakumulasi di lereng-lereng bukit yang dekat dengan batuan
asal/sumber. Mineral-mineral berat akan terakumulasi, sedangkan mineral- mineral
ringan (tidak resisten) akan melarut dan tersapu menuruni lereng oleh air hujan ataupun
Tinjauan Pustaka-19
tertiup angin. Untuk dapat terendapkan/terakumulasi endapan yang ekonomis
dibutuhkan batuan sumber/asal yang kaya.
Pada beberapa wilayah, endapan eluvial placers ekonomis dijumpai
terakumulsi pada kantong-kantong (pockets) yang terdapat pada permukaan bedrock,
mis: cassiterite yang dijumpai pada sinkholes dan potholes pada marmer di Malaysia.

Gambar 2.6 Model Endapan Residual dan Endapan Placer


(Notosiswoyo,dkk, 2007)

3. Stream atau alluvial placers

Endapan placer aluvial merupakan endapan yang sangat penting untuk emas
dan intan. Fraksi ukuran butir pada mineral-mineral berat relatif lebih halus daripada
minera-mineral ringan. Mineral-mineral berat akan terkonsentrasi pada lokasi dimana
terjadi suatu gangguan pada aliran (irregular flow) atau pengurangan energi seperti
pada natural riffle, lubang pada dasar air terjun, pada tubrukan arus sungai, meander
sungai, dsb. Produksi timah terbesar didunia utamanya berasal dari tipe endapan ini.
Penghasil timah yang berasal dari stream/alluvial placers antara lain Brasil, Indonesia
dan Malaysia.

Tinjauan Pustaka-20
Gambar 2.7 Natural riffle (Notosiswoyo,dkk, 2007)

Gambar 2.8 Pada Pertemuan Arus Sungai (Notosiswoyo,dkk, 2007)

Tinjauan Pustaka-21
Gambar 2.9 Pada Meander Sungai (Notosiswoyo,dkk, 2007)

Gambar 2.10 Lubang (perangkap)/potholes di dasar sungai/air terjun


(Notosiswoyo,dkk, 2007)

Tinjauan Pustaka-22
4. Beach placers

Endapan pantai, endapan yang ekonomis akan terkonsentrasi di sepanjang


garis pantai atau pada muara sungai, atau reworking pada endapan yang lebih tua.
Pergerakan muka air laut dan ombak memegang peranan penting. Sedangkan endapan
lepas pantai merupakan kemenerusan dari endapan-endapan pantai, dimana keberdaan
arus bawah menjadi penentu utama. Mineral-mineral penting yang banyak dijumpai
sebagai endapan beach placers: cassiterite, diamond, gold, ilmenite, magnetite,
monazite (pembawa REE), rutile, xenotime dan zircon.

5. Offshore placers

Endapan ini terdapat pada paparan kontinen (continental shelf), umumnya


berjarak beberapa kilometer dari pantai.
Endapan ini utamanya terbentuk dari submergence endapan alluvial dan/atau
beach placers (drowned placers). Contoh: Endapan timah di Indonesia.

Gambar 2.11 Sketsa endapan pantai dan lepas pantai


(Notosiswoyo,dkk, 2007)

Tinjauan Pustaka-23
6. Aeolian placer

Endapan ini terbentuk oleh reworking endapan beach placers oleh angin.
Contoh: Endapan titanomegnetite iron sand pada North Island, New Zealand. Bukit-
bukit pasir di pantai (coastal dunes) yang terbentuk oleh angin mempunyai volume
yang besar dan homogenitas, sehingga pada bukit-bukit tsb yang mengandung mineral
berat dapat bersifat ekonomis walaupun pada kadar rendah.

Tabel 2.2 Klasifikasi endapan placer (Notosiswoyo,dkk, 2007)

Asal (Sumber) Kelas/Golongan


Terakumulasi insitu sepanjang proses Residual placers
pelapukan
Konsentrasi akibat pergerakan pada Eluvial placers
media padatan
Konsentrasi akibat pergerakan pada Stream atau alluvial placers
media air
Beach placers
Offshore placers

Tinjauan Pustaka-24

Anda mungkin juga menyukai