Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

PUTU DEWI DIAH PERTIWI


1902621048

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA ABDOMEN

A. Konsep Penyakit

1. Definisi
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2011).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara
diafragma atas dan panggul bawah. Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan
terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh
luka tumpul atau yang menusuk (Guilon, 2011). Trauma Abdomen adalah terjadinya
atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi
sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa trauma abdomen adalah
suatu kerusakan pada daerah abdomen yang dapat disebabkan oleh benda tumpul atau
benda yang menusuk yang dapat menyebabkan cidera baik psikologis ataupun
emosional.
2. Etiologi
Menurut (Sjamsuhidayat, 2017) penyebab trauma abdomen adalah :
a. Penyebab trauma penetrasi (luka tembus)
1) Luka akibat terkena tembakan
2) Luka akibat tikaman benda tajam
3) Luka akibat tusukan
b. Penyebab trauma non-penetrasi (luka tumpul)
1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
2) Sebagian besar disebabkan karena kecelakaan lalu lintas
3) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
4) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
3. Klasifikasi
Trauma abdomen ada dua macam, yaitu: penetrasi dan non penetrasi.
1. Trauma tumpul (non penetrasi)
Trauma tumpul abdomen adalah suatu trauma pada abdomen oleh karena benda
tumpul yang didasarkan hasil autoanamnesa atau alloanamnesa baik adanya jejas
maupun tanpa jejas, tetapi didapatkan adanya tanda tanda klinis berupa rasa
ketidak nyamanan sampai rasa nyeri dibagian abdomen oleh karena perlukaan
atau kerusakan organ bagian dalam.
2. Trauma tembus (penetrasi)
Trauma tembus abdomen (luka tembak, luka tusuk) bersifat serius dan biasanya
memerlukan pembedahan. Pada cedera tembus, factor yang paling penting adalah
kecepatan peluru masuk ke dalam tubuh. Peluru kecepatan tinggi membuat
kerusakan jaringan yang sangat luas. Hamper semua luka tembak memerluka
bedah eksplorasi. Luka tusuk mungkin lebih ditangani secara konservatif. Trauma
tembus abdominal menimbulkan insiden yang tinggi dari luka terhadap organ
beruang, terutama usus halus. Hati adalah organ padat yang paling sering cedera
(Brunner & Suddarth, 2013).
Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi :
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio
dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi
eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus dieksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah
dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma abdomen
pada isi abdomen, menurut Brunner & Suddarth, (2013) terdiri dari :
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera
pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli
bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma,
atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
3. Manifestasi Klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi: nyeri tekan diatas
daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,
peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
a. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
1. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
2. Terjadi perdarahan intra abdominal.
3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak
normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan
BAB hitam (melena).
4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
5. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
b. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
1. Terdapat luka robekan pada abdomen.
2. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
3. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen.
4. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan dan dapat
memperburuk keadaan
A. Manifestasi Klinis secara umum menurut Bruner & Sudarth (2001) :
 Nyeri (khususnya karena gerakan)  Anoreksia
 Nyeri tekan dan lepas (mungkin  Mual dan muntah
menandakan iritasi peritoneum Cairan  Takikardi
gastrointestinal atau darah  Peningkatan suhu tubuh
 Distensi abdomen

B. Manifestasi Klinis secara umum menurut (Scheets, 2002), yaitu :


1. Laserasi, memar,ekimosis 12. Tanda Cullen adalah ekimosis
2. Hipotensi periumbulikal pada perdarahan
3. Tidak adanya bising usus peritoneal
4. Hemoperitoneum 13. Tanda Grey-Turner adalah
5. Mual dan muntah ekimosis pada sisi tubuh (
6. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pinggang ) pada perdarahan
pd auskultasi pembuluh darah, biasanya retroperitoneal
pd arteri karotis), 14. Tanda coopernail adalah
7. Nyeri ekimosis pada
8. Pendarahan perineum,skrotum atau labia
9. Penurunan kesadaran pada fraktur pelvis
10. Sesak 15. Tanda balance adalah daerah
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah suara tumpul yang menetap
kiri yang disebabkan oleh perdarahan pada kuadran kiri atas saat
limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam perkusi pada hematoma limfe
posisi recumbent.

C. Berdasarkan tipe trauma :


1. Pada organ padat  yang paling sering engalami kerusakan adalah hati dan limpa
yang akan menyebabkan perdarahan bervariasi dari ringan – sangat berat bahkan
kematian.
a. Gejala perdarah secara umum :
1. Penderita tampak anemis
2. Perdarahan berat  syok hemoragik
b. Gejala adanya darah intraperitoneal :
1. Nyeri abdomen bervariasi ringan – berat
2. Bising usus menurun / hilang
3. Nyeri tekan – lepas dan kekauan otot dinding perut
4. Pembesaran – distensi abdomen
5. Suara pekak pada posisi abdomen yang meninggi
2. Pada organ berongga
a. Infeksi rongga peritoneum
b. Rasa nyeri di seluruh area abdomen
c. Terkadang ditemukan penonjolan organ abdomen  omentum, usus halus
atau kolon
d. Bising usus menurun dan kekauan otot dinding perut
4. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas,
penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma
merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan
jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis
(yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan
menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan
tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan
tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan.
Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma
yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan
jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi
tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra
abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari
luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.
5. Pathway
Perdarahan pada
Luka tusuk / luka tembak rongga peritonium Ledakan, benturan,
pukulan

Trauma tembus Hipovolemia


Trauma tumpul

Luka terbuka Resiko


perdarahan Kerusakan pada organ
cidera
Kerusakan
Hipermetabolik
intergritas kulit
Distensi abdomen

Gangguan sistem Tindakan Penurunan masukan


imun laparatomi seluler oleh gangguan Peningkatan tekanan
integritas saluran diafragmatik
gastrointestinal
Respon Luka post
metabolik laparatomi Ketidakefektifan pola
terhadap trauma Resiko nafas
ketidakseimbangan
Bedrest nutrisi
Tidak adekuatnya total Kerusakan sel / jejas
pertahanan jaringan
primer dan Defisit Aspirasi isi lambung
sekunder akibat perawatan
gangguan Pengeluaran media kimia
diri
gastrointestinal oleh sel mast
Masuknya isi lambung
kedalam esofagus
Resiko infeksi Stimulasi serabut saraf

Merangsang hormon
Motalitas usus Penumpukan cairan atau
BPH (Bradikinin,
sekret
Prostaglandin dan
Histamin)
Disfungsi usus
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Refluks usus cairan Proses transduksi,
berlebih transmisi dan persepsi

Resiko kekurangan Nyeri akut


volume cairan
6. Komplikasi

a. Segera : hemoragik, syok, dan cedera.


b. Lambat : infeksi
c. Trombosis Vena
d. Emboli Pulmonar
e. Stress Ulserasi dan perdarahan
f. Pneumonia
g. Tekanan ulserasi
h. Atelektasis
i. Sepsis
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Musliha, 2010), pemeriksaan diagnostik untuk trauma abdomen, yaitu:
a. Foto thoraks: Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
b. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang
melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup
banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan
kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
c. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat
duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
d. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang
jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
e. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
f. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan,
kerjakan laparatomi (gold standard). Indikasi untuk melakukan DPL sebagai berikut:
1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dari dada
3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
6) Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Hamil
2) Pernah operasi abdominal
3) Operator tidak berpengalaman
4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
g. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan
adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
Menurut Musliha (2010), pemeriksaan khusus untuk trauma abdomen, yaitu:
a. Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam
larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml
larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk
laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
c. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
d. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
e. Pemberian antibiotic
Untuk mencegah terjadinya infeksi.
f. Laparotomi

B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip–prinsip
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A(Airway), B
(Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap
sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
a) Anamnesa
1) Biodata
Kaji nama pasien, jenis kelamin, umur dan alamat
2) Keluhan Utama
Biasanya mengeluh nyeri hebat.
3) Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
 Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
 Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya
saat jatuh.
 Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
 Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada
Kuadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
4) Pengkajian Primer
a. A : Airway
Kaji adanya obstruksi jalan nafas
b. B : Breathing (pernapasan)
1. Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada
dada serta jalan napasnya.
2. Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan
tertinggal.
3. Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
4. Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
c. C : Circulation (sirkulasi)
Kaji adanya Hipotensi, perdarahan , adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal

pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis), tanda Cullen,

tanda Grey-Turner, tanda Coopernail, tanda balance.,takikardi,diaforesis

d. D : Disability (ketidakmampuan )
 Kaji adanya Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr, Pada inspeksi
adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
 Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
 Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS)
e. E: Exposure
Kaji adanya jejas (trauma tumpul atau trauma tajam) pada daerah abdomen
tergantung dari tempat trauma.
5) Data sekunder
a) F : Five intervension / vital sign
Tanda vital : hipotensi, takikardi, pasang monitor jantung, pulse
oksimetri, catat hasil lab abnormal
Hasil lab :
 Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan
pada darah itu sendiri
 Penurunan hematokrit/hemoglobin
 Peningkatan Enzim hati: Alkaline
fosfat,SGPT,SGOT,
 Koagulasi : PT,PTT
 MRI
 Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena
hepatik
 CT Scan
 Radiograf dada mengindikasikan peningkatan
diafragma,kemungkinan pneumothorax atau
fraktur tulang rusuk VIII-X.
 Scan limfa
 Ultrasonogram
 Peningkatan serum atau amylase urine
 Peningkatan glucose serum
 Peningkatan lipase serum
 DPL (+) untuk amylase
 Penigkatan WBC
 Peningkatan amylase serum
 Elektrolit serum
 AGD
b) G : Give comfort (PQRST) :
a. Nyeri di RUQ ,hipokondria atau region epigastrik( cedera pada
hati),
b. Nyeri pada kuadran kiri atas (LUQ ) ,Tanda Kehr (nyeri pada
kuadran kiri atas yang menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa
c. Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin
asimptomatik kecuali terdapat peritonitis,tanda mungkin tidak
ditemukan sampai 12 jam setelah cedera pada cedera pancreas
d. Nyeri pada abdomen
e. Nyeri yang dirasakan sifatnya akut dan terjadi secara mendadak
bisa diakibatkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam.
g. H : Head to toe
1. Inspeksi :
 Adanya ekimosis
 Adanya hematom
2. Auskultasi :
 Menurun/tidak adanya suara bising usus
3. Palpasi :
 Pembengkakan pada abdomen
 Adanya spasme pada abdomen
 Adanya masa pada abdomen
 Nyeri tekan
4. Perkusi :
 Suara dullness
h. I : Inspeksi posterior surface
Dikaji jika ada yang mengalami cedera pada bagian punggung
(spinal)
3. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a) Nyeri
b) Resiko infeksi
c) Resiko kekeurangan volume cairan
d) Ketidakefektifan pola nafas
e) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
f) Kerusakan integritas kulit
g) Resiko ketidakseimbangan nutrisi
h) Resiko perdarahan
i) Defisit perawatan diri
4. Nurse Care Planning

Rencana keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Kerusakan integritas kulit NOC : Tissue integrity : Skin & NIC : Incission Site Care NIC : Incission Site Care
Definition : Mucous Membranes
1. Kaji luka akibat tusukan 1. Kaji keadaan luka
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor luka insisi untuk menemukan 2. Memastikan tidak ada tanda-tanda
keperawatan selama 60 menit, tanda dan gejala infeksi infeksi
pasien menunjukkan perbaikan 3. Lakukan perawatan luka steril 3. Mencegah terjadinya infeksi
integritas kulit dengan kriteria hasil 4. Gunakan antiseptik sesuai indikasi 4. Mencegah paparan bakteri untuk
: 5. Anjurkan klien cara untuk mencegah risiko infeksi
1. Perfusi jaringan normal meminimalisasi stress / tekanan dari 5. Membantu klien dalam proses
2. Tidak terdapat tanda infeksi luka insisi penyembuhan luka
6. Ajarkan klien / keluarga cara merawat 6. Agar pasien dan keluarga mengetahui
luka post operasi cara perawatan yang dilakukan dirumah
7. Jelaskan kepada klien / keluaraga tanda 7. Mengajarkan kepada klien dan keluarga
dan gejala infeksi terkait cara mengurangi risiko infeksi
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam 8. Membantu klien dalam proses
pemberian terapi farmakologi penyembuhan luka dengan terapi
farmakologi

2. Nyeri akut NOC : Pain Level NIC : Pain Management NIC : Pain Management

Setelah dilakukan tindakan 1. Mengkaji lokasi, karakteristik, durasi, 1. Mengetahui kejadian nyeri yang
keperawatan 30 menit, klien frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor dirasakan pasien secara komprehensif
menunjukkan perbaikan level nyeri pencetus nyeri secara komfrehensif 2. Meminimalkan faktor penyebab nyeri
dengan kriteria hasil : 2. Kontrol lingkungan yang dapat 3. Membantu klien dalam pengontrolan
1. Pasien mengatakan skala nyeri mempengaruhi nyeri nyeri secara mandiri dengan teknik
berkurang 3. Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam non-farmakologi yang dapat dilakukan
2. Pasien tidak terlihat gelisah 4. Monitor Tanda-Tanda Vital Klien pada skala nyeri ringan (1-4).
3. Wajah pasien tidak meringis 5. Gunakan cara mengontrol nyeri 4. Membantu mengetahui keadaan klien
4. Pasien mengetahui cara sebelum nyeri menjadi berat secara umum
mengontrol nyeri dengan 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam 5. Membantu klien mengurangi nyeri
teknik non-farmakologi pemberian obat golongan analgetik 6. Membantu klien dalam mengurangi
nyeri dengan terapi farmakologi
3. Resiko Infeksi NOC : Risk Control : Infectious NIC : Infection Control NIC : Infection Control
Process 1. Monitor kejadian atau adanya tanda- 1. Mengetahui dengan segera adanya
tanda infeksi tanda-tanda infeksi
Setelah dilakukan tindakan 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Mencegah penularan risiko infeksi
keperawatan selama 30 menit 3. Instruksikan klien untuk hand hygiene 3. Agar pasien terhindar dari risiko infeksi
diharapkan pasien menunjukkan 4. Instruksikan pengunjung untuk hand 4. Hand hygiene dapat meminimalkan
terbebas dari infeksi, dengan hygiene sebelum dan sesudah memasuki risiko infeksi
kriteria hasil : ruangan klien 5. Mencegah penularan infeksi dari
1. Mempertahankan 5. Cuci tangan sebelum dan sesudah pengunjung ke pasien
lingkungan yang bersih melakukan tindakan 6. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
2. Mengetahui cara 6. Anjurkan istirahat pasien agar pasien dapat merasa lebih
mencegah risiko infeksi 7. dorong untuk memenuhi intake cairan nyaman
8. pertahankan lingkungan aseptik 7. Mencegah terjadinya dehidrasi pada
9. kolaborasi dengan tim medis dalam pasien
pemberian antibiotic 8. Mencegah terjadinya infeksi
9. Pemberian antibiotik dapat membantu
mengurangi infeksi

4. Ketidakefektifan bersihan NOC : Respiratory Status : NIC : Airway Suction NIC : Airway Suction
jalan nafas Ventilation
1. Monitor status oksigen pasien 1. Mengetahui adanya gangguan dalam
Setelah dilakukan tindakan 2. buka jalan nafas dengan tekhnik chinlift proses pernafasan
keperawatan 10 menit, klien / jaw trust 2. Membantu dalam membuka jalan nafas
menunjukan perbaikan bersihan 3. keluarkan cairan / secret dengan batuk pasien dengan segera
jalan nafas dengan kriteria hasil: efektif / suction 3. Membersihkan jalan nafas pasien
1. Suara nafas klien normal 4. pastikan kebutuhan oral/tracheal 4. Membantu dalam mencegah adanya
(suara nafas vesikuler) suctioning hambatan jalan nafas pasien
2. Irama pernafasan normal 5. auskultasi suara nafas sebelum dan 5. Mengetahui adanya suara nafas
3. (12-20x/menit) sesudah suctioning abnormal sehingga mengetahui indikasi
4. Tidak terdapat sumbatan 6. informasikan kepada keluarga dan klien terjadinya hambatan jalan nafas
jalan nafas tentang suction 6. Agar keluarga tidak merasa cemas dan
7. minta klien nafas dalam sebelum dan mengetahaui tindakan yang akan
sesudah suction dilakukan
8. gunakan alat steril untul setiap tindakan 7. Mengetahui kemampuan klien dalam
9. monitor respirasi dan status oksigenasi melakukan inspirasi dan mengetahui
adanya hambatan jalan nafas
8. Mencegah terjadinya risiko infeksi
9. Mengetahui adanya perubahan status
pernafasan klien dengan segera

5. Risiko kekurangan volume NOC : Hydration NIC : Fluid Management NIC : Fluid Management
cairan
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status hidrasi 1. Mengetahui adanya tanda-tanda
keperawatan selama 30 menit 2. Monitor vital sign dehidrasi pada klien
defisit volume cairan teratasi 3. Monitor intake output 2. Mengetahui adanya perubahan tanda
dengan kriteria hasil: 4. Monitor status nutrisi vital pasien
5. Anjurkan keluarga untuk memberikan 3. Mengetahui masukan dan keluaran
1. Tekanan darah dalam
masukan nutrien dan cairan cairan pasien untuk mengetahui
rentang normal
6. Monitor berat badan kebutuhan cairan pasien
Sistolik : (90-120mmHg)
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam 4. Mengetahui asupan nutrisi klien
Diastolik: (60-80 mmHg)
pemberian cairan intravena 5. Mencegah terjadinya kekurangan cairan
2. Nadi dalam rentang
8. Monitor status cairan, respon pasien pada pasien
normal (60-100x/menit)
terhadap cairan. 6. Mengetahui adanya perubahan atau
3. Suhu tubuh dalam rentang
penurunan berat badan akibat dehidrasi
normal (36,5 – 37,5)
7. Membantu memenuhi status hidrasi
4. RR dalam rentang normal
pasien
12-20x/menit
8. Mengetahui respon pasien terhadap
5. Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas cairan (adanya muntah saat setelah
turgor kulit baik, diberikan minum)
membran Mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
6. Intake oral dan intravena
adekuat

6. Ketidakefektifan pola nafas NOC : Respiratory Status : NIC : NIC :


Airway Patency Respiratory Monitoring Respiratory Monitoring
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman 1. Mengetahui jika ada perubahan pada
keperawatan selama 5 menit dan usaha untuk inspirasi irama nafas
diharapkan pasien menunjukkan 2. Monitor pola bernafas, bradypnea, 2. Mengetahui adanya perubahan pada
irama nafas klien normal, dengan tachypnea, dyspnea pola nafs
kriteria hasil : 3. Kolaborasi pemberian terapi Oksigen 3. Membantu klien untuk mencegah
1. Irama nafa klien dalam sesuai dengan indikasi hiperventilasi
rentang normal (12- 4. Atur pola tidur untuk meminimalkan 4. Meminimalkan hiperventilasi
20x/menit) ventilasi (Posisi semi fowler) 5. Agar keluarga dan pasien mengetahui
2. Pasien tidak terlihat 5. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai tindakan yang akan dilakukan
cemas maupun gelisah mengenai posisi semi fowler dan 6. Terapi farmakologi membantu klien
3. Menunjukkan kedalaman pemberian terapi oksigen dalam meminimalkan terjadinya
inspirasi yang normal 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam hiperventilasi
pemberian terapi farmakologi
7. Ketidakseimbangan nutrisi NOC : Nutritional status NIC : Nutrition Management NIC : Nutrition Management
kurang dari kebeutuhan
tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi makanan 1. Mengetahui adanya alergi makanan
keperawatan selama 60 menit, 2. Monitor adanya penurunan BB agar dapat diberikan nutrisi yang tepat
pasien menunjukkan intake nutrisi 3. Monitor Hb dan kadar Ht 2. Mengetahui adanya penurunan BB
yang adekuat, dengan kriteria 4. Monitor mual dan muntah pasien
hasil: 5. Kolaborasi dengan ahli gizi 3. Mengetahui adanya anemia
 Pemberian diet 4. Mengetahui adanya kekurangan status
 Pemberian suplemen makanan nutrisi pasien
6. Dorong asupan oral 5. Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
1. Pasien mampu menelan 7. Anjurkan makan sedikit tapi sering 6. Membantu klien dalam memenuhi
makanan 8. Monitor intake nutrisi kebutuhan nutrisi
2. Intake nutrisi pasien 9. Kolaborasi dengan tim medis dalam 7. Mencegah terjadinya mual dan muntah
adekuat pemberian terapi cairan IV line pada pasien
8. Mengetahui asupan nutrisi klien
9. Mencegah terjadinya kekurangan
cairan

8. Resiko Perdarahan NOC : Blood Koagulation ( NIC : Bleeding Percoution ( pencegahan NIC : Bleeding Percoution ( pencegahan
kougulasi darah ) perdarahan) perdarahan)

Setelah dilakukan tindakan 1. monitor tanda-tanda perdarahan 1. Mengetahui adanya tanda-tanda


keperawatan selama 30 menit, 2. catat nilai hemoglobin perdarahan pada pasien
diharapkan pasien menunjukkan 3. catat nilai hematokrit 2. Mengetahui adanya perubahan pada Hb
perbaikan status koagulasi darah, 4. monitor nilai laboratorium (koagulasi) klien
Dengan kriteria hasil : trombosit 3. Mengetahui adanya perubahan pada
1. Hematokrit dalam rentang 5. lindungi klien dari trauma yang dapat nilai hematokrit pasien
normal menyebabkan perdarahan 4. Mengetahui adanya tanda-tanda
2. Hemoglobin dalam 6. anjurkan klien untuk meningkatkan perdarahan
rentang normal intake makanan yang banyak 5. Mencegah terjadinya perdarahan yang
3. Tidak terjadinya mengandung vitamin K berulang
perdarahan 7. Anjurkan pasien untuk istirahat selama 6. Dapat membantu proses pembekuan
perdarahan aktif darah
7. Meminimalkan terjadinya risiko
perdarahan

9. Defisit perawatan diri NOC : Activity Intolerance NIC : Self Care Assistance NIC : Self Care Assistance

Setelah dilakukan tindakan 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman 1. Memberikan klien rasa nyaman
keperawatan 60 menit, klien selama waktu makan 2. Membantu klien dalam melatih
menunjukkan status perbaikan 2. Ajarkan ROM pasif maupun aktif pada kekuatan otot
perawatan diri secara mandiri, pasien 3. Mengetahui adanya perubahan dalam
dengan kriteria hasil : 3. Pantau tingkat kekuatan dan toleransi melakukan aktivitas
aktivitas 4. Untuk mempertahankan privasi klien
4. Pertahankan posisi dan privasi pasien 5. Membantu klien dalam pemenuhan
1. Pasien dapat melakukan saat berpakaian kebutuhan ADL secara mandiri
ADL dengan alat bantu 5. Ajarkan klien untuk pemenuhan
maupun secara mandiri kebutuhan ADL
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. (2011). Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta: EGC

Guilon, F. (2011). Epidemiology of Abdominal Trauma. In CT of The Acute Abdomen.


London: Spinger

Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika

Sjamsuhidayat. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke- 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai