Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN PNEUMONIA

OLEH:
PUTU DEWI DIAH PERTIWI
1902621048

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFSI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KONSEP DASAR PENYAKIT PNEUMONIA

1. Definisi/Pengertian

Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan


oleh agen infeksisus (Brunner & Suddart, 2010). Pneumonia adalah peradangan
paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun jamur.

Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan kematian.


Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-
kantong udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan
sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen
membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Karena inilah, selain penyebaran infeksi
ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal.

2. Epidemiologi/Insiden Kasus

Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus tipe 8


menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada
anak ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia
kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia
lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus dan ditemukan pada orang
dewasa dan anak besar, sedangkan bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada
anak kecil dan bayi.

Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi


penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat
penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000,
kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela. Di Indonesia, pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC.
Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Kasus
pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan
WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat
pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai
penyebab kematian anak balita tertinggi, melebihi penyakit penyakit lain seperti
campak, malaria, serta AIDS.

3. Etiologi

Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan
pneumonia dan penyakit ini baru akan timbul apabila ada faktor- faktor
prsesipitasi, namun pneumonia juga sebagai komplikasi dari penyakit yang lain
ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini :
a) Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Diplococus
pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus Hemoliticus aureus,
Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia),
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri gram positif yang menyebabkan
pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia, streptococcus aureus
dan streptococcus pyogenis
b) Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum disebabkan
oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus merupakan penyebab utama pneumonia virus. Virus lain
yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Respiratory syntical virus dan
virus stinomegalik.
c) Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan
pada kotoran burung. Jamur yang dapat menyebabkan pneumonia adalah :
Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,
Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma
Pneumonia.
d) Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada
penderita AIDS.
e) Faktor lain yang mempengaruhi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan
tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP),
penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia


• Umur dibawah 2 bulan
• Tingkat sosio ekonomi rendah
• Gizi kurang
• Berat badan lahir rendah
• Tingkat pendidikan rendah
• Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah
• Kepadatan tempat tinggal
• Imunisasi yang tidak memadai
• Menderita penyakit kronis

4. Patofisiologi

Pneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh bakteri


yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan paru. Bakteri
pneumokok ini dapat masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokkan,
menembus jaringan mukosa lalu masuk ke pembuluh darah mengikuti aliran darah
sampai ke paru-paru dan selaput otak. Akibatnya timbul peradangan pada paru
dan daerah selaput otak. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran
kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan
penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa
menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai
pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga pleura. Emfisema
(tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari
pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas,
hipoksemia, asidosis respiratorik, sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal napas. Pathway terlampir.
5. Klasifikasi

Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2012
menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia, yaitu:
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b) Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita immunocompromised.

Berdasarkan bakteri penyebab:


a) Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan
pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari
bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang
terkebelakangan mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit
pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh
rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan
tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.

Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua
di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan
cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus
adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang
ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus
pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus
(cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam
paru-paru. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang
peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada
penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma,
legionella, dan chalamydia.

b) Pneumonia Akibat virus.


Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri
hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa
menyebabkan pneumonia juga). Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama
seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan
kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah,
dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe
pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu
yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi
bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
c) Pneumonia jamur,
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan
daya tahan lemah (immunocompromised).

Berdasarkan predileksi infeksi:


a) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan
besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b) Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah
dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap
udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu.
Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala
konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain
(super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah
sulit penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah
beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.
6. Manisfestasi Klinis
Secara umum gambaran klinis pneumonia diklasifikasi menjadi 2 kelompok.
Pertama, gejala umum seperti demam, sakit kepala, maleise, nafsu makan kurang,
gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare. Kedua, gejala respiratorik,
seperti batuk, napas cepat (tachypnoe/ fast breathing), napas sesak (retraksi
dada/chest indrawing), napas cuping hidung, air hunger dan sianosis. Hipoksia
merupakan tanda klinis pneumonia berat. Anak pneumonia dengan hipoksemia 5
kali lebih sering meninggal dibandingkan dengan pneumonia tanpa hipoksemia.

Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran
bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada
anak usia 2 bulan sampai anak usia kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini
dikenal juga pneumonia sangat berat dengan gejala batuk, kesukaran bernapas
disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak di
bawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak
60 kali per menit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada
sebelah bawah.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Wajah terlihat pucat, meringis, lemas, banyak keringat, sesak, adanya PCH,
Adanya takipnea sangat jelas (25-45 kali/menit), pernafasan cuping hidung,
penggunaan otot-otot aksesori pernafasan, dyspnea, sianosis sirkumoral,
distensi abdomen, sputum purulen, berbusa, bersemu darah, batuk : Non
produktif – produktif, demam menggigil, faringitis.
b. Palpasi
Denyut nadi meningkat dan bersambungan (bounding), nadi biasanya
meningkat sekitar 10 kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat celcius,
turgor kulit menurun, peningkatan taktil fremitus di sisi yang sakit, hati
mungkin membesar.
c. Perkusi
Perkusi pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
d. Auslkutasi
Terdengar stridor, bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni
(bunyi mengembik yang terauskultasi), bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan
yang terauskultasi melalui dinding dada), ronchii pada lapang paru.
Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik melalui
jaringan padat atau tebal (konsolidasi) daripada melalui jaringan normal.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (misal: Lobar, bronchial); dapat
juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi
menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat
nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikroplasma, sinar x dada
mungkin bersih.
b. GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada

c. Pemeriksaan darah.
Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya
jumlah netrofil) (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m dengan
pergeseran LED meninggi.
d. LED meningkat.
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat
dan komplain menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin rendah, bilirubin
meningkat, aspirasi biopsi jaringan paru

e. Rontegen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada. Foto thorax bronkopeumonia terdapat bercak-
bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris
terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
f. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi
fiberoptik, atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab, seperti bakteri dan virus. Pengambilan sekret secara broncoscopy
dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat
menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan
karena sulit.
g. Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan
nafas mungkin meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi
perembesan (hipokemia)
h. Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.
i. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV),
karakteristik sel raksasa (rubella).

9. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dada dengan menggunakan
stetoskop, akan terdengar suara ronchi. Selain itu juga didukung oleh
pemeriksaan penunjang seperti: rontgen dada, pembiakan dahak, hitung
jenis darah, gas darah arteri.

10. Penatalaksanaan
a. Pemberian antibiotik per-oral/melalui infus.
b. Pemberian oksigen tambahan
c. Pemberian cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
d. Antibiotik sesuai dengan program
e. Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
f. Cairan, kalori dan elektrolit glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1
ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml cairan infuse.
g. Obat-obatan :
- Antibiotika berdasarkan etiologi.
- Kortikosteroid bila banyak lender.
h. Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan
Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3-4 hari mg sehari.
Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama
pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin
Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti
polinosimle, poliudikocid pengobatan simptomatik seperti :
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di
rumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan di tekan dengan antitusif
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris,
diberikan broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus
berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai
dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.

11. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi.
Komplikasi dari pneumonia / bronchopneumonia adalah :
a. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara,
kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
b. Efusi pleura
c. Abses otak
d. Endokarditis
e. Osteomielitis
f. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk
hilang.
g. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
h. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang.
i. Infeksi sitemik.
j. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
k. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1. Kaji adanya sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
2. Bunyi napas ronchi
b. Breathing
1. Kaji adanya distress pernapasan : pernapasan cuping hidung
2. Menggunakan otot-otot bantu pernapasan, pernafasan cuping hidung
3. Kesulitan bernapas: diaporesis, dan sianosis
4. Pernafasan cepat dan dangkal
5. Kaji irama nafas
c. Circulation
1. Kaji CRT pasien dan nadi.
2. Akral dingin
3. Adanya sianosis perifer
d. Dissability
1. Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran
2. Kaji tingkat kesadaran yang dialami dengan GCS (Glasgow Coma
Scale)
e. Exposure
Kaji adanya jejas
2. Pengkajian Sekunder
a. F: Five intervention
Tanda vital : hipotensi, takikardi, pasang monitor jantung, pulse
oksimetri dan catat hasil lab normal
b. G: Give Comfort (OPQRSTUV)
a. O: Onset nyeri (Waktu)
b. P: Problem atau predisposisi penyebab nyeri
c. Q: Kualitas nyeri yang dirasakan
d. R: Region nyeri
e. S: Severity (Skala nyeri)
f. T: Treatment (Pengobatan)
g. U: Understand (mengetahui penyebab nyeri)
h. V: Value (harapan dari nyeri yang dirasakan)
c. H (1) : SAMPLE
H (1): SAMPLE
S : Sign and Symptom (Tanda dan gejala yang dialami pasien)
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung,
dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian.
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
a. H (2): Head to Toe
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping
hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Gejala
lain adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara
nafas menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah
yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat
dada menurun waktu inspirasi
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan
dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil
sebagai berikut :
1) Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya takipnea, dispnea, sianosis
sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk
semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada saat
menarik napas.
2) Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi
mungkin mengalami peningkatan (tachichardia)
3) Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
4) Auskultasi: Dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang,
ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa
resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang
terdengar bising gesek pleura.
b. Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi
tambahan, misalnya efusi pleura. Foto thoraks tidak dapat membedakan
antara pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis
yang klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar
atau segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan
infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia intersitisial
biasanya karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa corakan
bronchovaskular bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila
berat terjadi pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran
pneumonia karena S aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan
gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang bertambah,
dan tampak infiltrat halus sampai ke perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan
pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma
akan memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular
yang terlokalisir di satu lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari
gambaran foto thoraks masih dipertanyakan namun para ahli sepakat
adanya infiltrat alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien
perlu diberi antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl dengan
dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula
karena penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif
protein juga menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa
didapatkan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema (Kittredge,
2000). Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan darah jarang positif
pada 3 – 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H. Influienzae
kemungkinan positif 25 –95%. Rapid test untuk deteksi antigen bakteri
mempunyai spesifitas dan sensitifitas rendah.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat
pada alveoli akibat infeksi ditandai dengan adanya produksi sputum
meningkat
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi dalam
alveoli ditandai dengan pola nafas yang abnormal (kecepatan, ritme) dan
inspirasi dan eksipasi yang tidak adekuat
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-capiler ditandai dengan nilai AGD tidak normal.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
ekspresi meringis
5. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
intake nutrisi tidak adekuat d.d anoreksia, mual muntah.
Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Bersihan jalan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Respiratory monitoring Respiratory monitoring
nafas tidak efektif keperawatan selama ... x ... 1. Pantau rate, irama, kedalaman, 1. Mengetahui tingkat gangguan yang
berhubungan jam, diharapkan bersihan jalan dan usaha respirasi terjadi dan membantu dalam
dengan adanya nafas klien kembali efektif 2. Perhatikan gerakan dada, amati menetukan intervensi yang akan
eksudat pada dengan kriteria hasil: simetris, penggunaan otot diberikan.
alveoli akibat NOC Label: Respiratory aksesori, retraksi otot 2. Menunjukkan keparahan dari
infeksi ditandai status: airway patency (status supraclavicular dan interkostal gangguan respirasi yang terjadi dan
dengan adanya pernapasan: kepatenan jalan 3. Monitor suara napas tambahan menetukan intervensi yang akan
produksi sputum napas) 4. Monitor pola napas : bradypnea, diberikan.
meningkat a. Frekuensi pernapasan tachypnea, hyperventilasi, napas 3. Suara napas tambahan dapat
dalam batas normal (16- kussmaul, napas cheyne-stokes, menjadi indikator gangguan
20x/mnt) apnea, napas biot’s dan pola kepatenan jalan napas yang
b. Irama pernapasn normal ataxic tentunya akan berpengaruh
c. Kedalaman pernapasan 5. Ajarkan klien untuk batuk efektif terhadap kecukupan pertukaran
normal 6. Kolaborasi pemberian terapi udara.
d. Klien mampu farmakologis 4. Mengetahui permasalahan jalan
mengeluarkan sputum 7. Edukasi mengenai manfaat batuk napas yang dialami dan keefektifan
secara efektif efektif pola napas klien untuk memenuhi
e. Tidak ada akumulasi NIC Label: Airway suctioning kebutuhan oksigen tubuh.
sputum 1. Putuskan kapan dibutuhkan oral 5. Membantu klien untuk
dan/atau trakea suction mengeluarkan dahak
2. Auskultasi sura nafas sebelum 6. Terapi farmaklogis membantu
dan sesudah suction untuk mengencerkan dahak
3. Informasikan kepada keluarga 7. Agar keluarga dan pasien
mengenai tindakan suction mengetahui manfaat terapi
4. Gunakan universal precaution, Airway suctioning
sarung tangan, goggle, masker 1. Waktu tindakan suction yang tepat
sesuai kebutuhan membantu melapangan jalan nafas
5. Gunakan alat disposible steril pasien
setiap melakukan tindakan 2. Mengetahui adanya suara nafas
suction trakea tambahan dan kefektifan jalan
6. Pilihlah selang suction dengan nafas untuk memenuhi O2 pasien
ukuran setengah dari diameter 3. Memberikan pemahaman kepada
endotrakeal, trakheostomy, atau keluarga mengenai indikasi kenapa
saluran nafas pasien dilakukan tindakan suction
7. Gunakan aliran rendah untuk 4. Untuk melindungai tenaga
menghilangkan sekret kesehatan dan pasien dari
8. Monitor status oksigen pasien penyebaran infeksi dan
(SaO2 dan SvO2) dan status memberikan pasien safety
hemodinamik (MAP dan irama 5. Jalan nafas merupakn area steril
jantung) sebelum, saat, sehingga alat digunkan juga steril
dan setelah suction untuk mencegah penularan infeksi
6. Penggunaan dimater yang lebih
kecil agar tidak menyumbat jalan
nafas dan memberikan ruang agar
pasien mampu melakukan respirasi
7. Aliran tinggi bisa mencederai jalan
nafas
8. Mengetahui adanya perubahan
nilai SaO2 dan satus hemodinamik,
jika terjadi perburukan suction bisa
dihentikan
2 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Monitoring respirasi Monitoring respirasi
pola nafas keperawatan selama ... x ... 1. Pantau RR, irama dan kedalaman 1. Ketidakefektifan pola napas dapat
berhubungan jam, diharapkan pola nafas pernapasan klien. dilihat dari peningkatan atau
dengan proses klien kembali efektif dengan 2. Pantau adanya penggunaan otot penurunan RR, serta perubahan
inflamasi dalam kriteria hasil: bantu pernapasan dan retraksi dalam irama dan kedalaman
alveoli ditandai NOC Label : Status dinding dada pada klien. pernapasan
dengan pola nafas pernapasan: ventilasi 3. Pantau status pernapasan dan 2. Penggunaan otot bantu pernapasan
yang abnormal 1. Kedalaman pernapasan oksigen klien. dan retraksi dinding dada
(kecepatan, ritme) normal 4. Berikan posisi semi fowler menunjukkan terjadi gangguan
dan inspirasi dan 2. Tidak tampak penggunaan 5. Kolaborasi pemberian terapi ekspansi paru
eksipasi yang tidak otot bantu pernapasan oksigen sesuai indikasi 3. Mengetahui adanya perubahan pada
adekuat 3. Tidak tampak retraksi 6. Edukasi kepada klien mengenai irama nafas klien
dinding dada pemberian terapi oksigen 4. Posisi semi fowler dapat membantu
4. Tidak terdapat takipneu meningkatkan toleransi tubuh untuk
NOC Label: Tanda-tanda insipirasi dan ekspirasi.
vital 5. Pemberian oksigen sesuai indikasi
1. Frekuensi pernapasan dalam diperlukan untuk mempertahankan
batas normal (16-20x/mnt) masukan O2 saat klien mengalami
perubahan status respirasi.
6. Agar klien dan keluarga
mengetahui manfaat terapi oksigen
3 Gangguan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Airway Management Airway Management
pertukaran gas keperawatan selama ... x ...jam 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik 1. Untuk memperlancar jalan napas
berhubungan diharapkan gangguan chin lift atau jaw thrust bila perlu. klien.
dengan perubahan pertukaran gas dapat diatasi 2. Posisikan pasien untuk 2. Memaksimalkan posisi untuk
membran alveolar- dengan kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi. meningkatkan ventilasi klien.
capiler ditandai 1. Mendemonstrasikan 3. Keluarkan sekret dengan batuk 3. Menghilangkan obstruksi jalan
dengan nilai AGD peningkatan ventilasi dan atau suction. napas klien.
tidak normal. oksigenasi yang adekuat 4. Auskultasi suara nafas, catat 4. Mengetahui adanya suara nafas
2. Tidak ada sianosis dan adanya suara tambahan. tambahan
dyspneu (mampu bernafas 5. Kolaborasi pemberian terapi 5. Terapi farmakologi dapat
dengan mudah) farmakologi membantu klien dalam pengobatan
3. RR= 16-20 x/menit 6. Edukasi klien mengenai terapi 6. Agar klien dan keluarga tidak
4. AGD klien dalam batas yang diberikan merasa cemas
normal (Ph = 7,35-7,45 ; NIC Label: Respiratory
PCO2 = 35-45 ; HCO3 = Monitoring Respiratory Monitoring
22-26 ; BE = -2 - +2 ; PO2 1. Monitor rata-rata, kedalaman, 1. Mengetahui karakteristik napas
= 80-100 ; SaO2 = 95- irama dan usaha respirasi. klien.
100%) 2. Catat pergerakan dada, amati 2. Penggunaan otot bantu pernapasan
kesimetrisan, penggunaan otot menandakan perburukan kondisi
tambahan, retraksi otot klien.
supraclavicular dan intercostal 3. Pemantauan AGD dapat
3. Lakukan pemeriksaan AGD pada menunjukkan status respirasi dan
klien. adanya kerusakan ventilasi klien.

4 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan NIC Label: Pain Management Pain Management
berhubungan keperawatan selama ... x ... jam 1. Kaji intervensi nyeri secara 1. Mengetahui karakteristik unutk
dengan agen cedera diharapkan nyeri terkontrol komprehensif meliputi lokasi, menentukan intervensi yang sesuai.
biologis ditandai dengan kriteria hasil : karakteristik, onset, frekuensi, 2. Mengetahui nyeri yang tidak
dengan ekspresi NOC Label: Pain Control kualitas dan intensitas nyeri dikeluhkan dan menentukan
meringis 1. Klien melaporkan nyeri 2. Observasi ketidaknyamanan intervensi yang sesuai.
terkontrol secara non verbal 3. Membantu dalam mengurangi
2. Klien mampu mengenali 3. Diskusikan dengan klien faktor- nyeri klien.
onset nyeri faktor yang dapat mengurangi 4. Untuk mengurangi nyeri yang
3. Dapat mengggunakan nyeri klien. dirasakan klien
teknik non farmakologis 4. Ajarkan teknik relaksasi 5. Analgetik dapat membantu untuk
untuk mengurangi nyeri progresif atau nafas dalam mengurangi nyeri
4. Kolaborasi pemberian 5. Kolaboratif pemberian analgetik 6. Agar klien mengetahui cara
analgesik jika dirasa perlu 6. Edukasi klien mengenai cara penanganan nyeri secara mandiri
penanganan nyeri
5 Hipertermia Setelah diberikan asuhan NIC Label: Temperature 1. Suhu 38,90 – 41,10 menunjukkan
berhubungan keperawatan selama ... x ... Regulation proses penyakit infeksius akut.
dengan jam, klien diharapkan panas 1. Pantau suhu pasien (derajat dan Pola demam dapat membantu
peningkatan badan klien berkurang dengan pola); perhatikan menggigil/ dalam diagnosis, misalnya kurva
metabolik ditandai kriteria hasil: diaphoresis demam lanjut berakhir lebih dari
dengan NOC Label : 2. Pantau suhu lingkungan, batasi/ 24 jam menunjukkan pneumonia
peningkatan suhu Termoregulation tambahkan linen tempat tidur pneumotokal, demam scarlet atau
tubuh 1. Suhu badan pasien normal sesuai indikasi tifoid; demam remiten
2. Pasien tidak mengalami 3. Berikan kompres mandi hangat, menunjukkan infeksi paru; kurva
komplikasi yang hindari penggunaan alcohol intermiten atau demam yang
berhubungan. 4. Kolaborasi pemberian antipiretik, kembali normal sekali dalam
3. Tidak terjadi hipertermi misalnya ASA (aspirin), periode 24 jam menunjukkan
asetaminofen (Tylenol). episode septic, endokarditis septic,
5. Edukasi klien mengenai cara atau TB. Menggigil sering
kompres hangat dan terapi mendahului puncak suhu.
farmakologi 2. Suhu ruangan/ jumlah selimut
harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati
normal.
3. Dapat membantu mengurangi
demam.
4. Digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya
pada hipotelamus, meskipun
demam mungkin dapat berguna
dalam membatasi pertumbuhan
organism dan meningkatkan
autodestruksi dari sel-sel yang
terinfeksi.
5. Agar keluarga dan pasien
mengetahui terapi untuk hipertermi
dirumah
6 Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Nutrition Management 1. Kolaborasi dengan ahli gisi
nutrisi kurang dari keperawatan selama .... x ... 1. Kolaborasi dengan ahli gisi membantu menentukan kebutuhan
kebutuhan tubuh jam diharapkan kebutuhan mengenai jumlah kalori, jenis nutrisi pasien dengan tepat
berhubungan intake nutrisi klien terpenuhi dengan nutrisi yang dibutuhkan untuk 2. Asupan kalori memberikan energi
nutrisi tidak kriteria hasil : memenuhi kebutuhan nutrisi kepada pasien dan membantu
adekuat d.d NOC Label: pasien memperbaiki sel-sel yang rusak
anoreksia, mual Nutritional Status 2. Berikan asupan kalori sesuai 3. Asupan nutri dan kalori yang
muntah. 1. Asupan makanan anjuran atau kebutuhan tubuh adekuat mempercepat proses
meningkat melalui NGT jika diperlukan kesembuhan pasien
2. Berat badan 3. Monitor dan catat asupan nutrisi 4. Agar klien mendapatkan asupan
meningkat dan kalori nutrisi yang tepat
4. Kolaborasi dengan ahli gizi 5. Mengetahui adanya perubahan
mengenai kebutuhan nutrisi klien berat badan pada klien
5. Timbang pasien dengan tepat 6. Agar asupan nutrisi terpenuhi
secar teratur dengan baik
6. Edukasi klien dan keluarga
mengenai diet yang tepat pada
klien
DAFTAR PUSTAKA

Bilotta, Kimberly A. J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Implikasi


Keperawatan.Jakarta: EGC.
Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Marjanis, Said. 2012. Pneumonia Balita. Vol. 3 2012, ISSN: 2087-1546
Mukhtar, Rubina., et al. 2015. Prevalence of Cervical Cancer in Developing
Country: Pakistan. US: Global Journal.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
MediAction Publishing.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Media.
Price, Sylvia Anderson. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai