Anda di halaman 1dari 11

Laporan Kasus

Herpes Zoster

Pembimbing :
Dr. Chadijah Rifai, Sp.KK

Disusun Oleh :
Lucky Sendikamas H / 2014730050

STASE KULIT DAN KELAMIN RS ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN & KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2019
Daftar Isi

Bab I. Status Pasien ................................................................................................................. 3


I. IDENTITAS PASIEN ......................................................................................................... 3
II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA) ............................................................................... 3
A. Keluhan Utama ............................................................................................................ 3
B. Riwayat Penyakit Sekarang ......................................................................................... 3
III. PEMERIKSAAN FISIK .................................................................................................. 3
A. Status Generalis ........................................................................................................... 3
IV. RESUME ......................................................................................................................... 4
V. DIAGNOSIS BANDING .................................................................................................. 4
VI. DIAGNOSIS KERJA ....................................................................................................... 4
VII. USULAN PEMERIKSAAN ........................................................................................... 4
VIII. PENGOBATAN ............................................................................................................ 4
Bab II. Tinjauan Pustaka ........................................................................................................ 6
Herpes Zoster........................................................................................................................ 6
a. Etiolopatogenesis ........................................................................................................ 6
b. Gejala Klinis ................................................................................................................ 7
c. Diagnosis Banding ...................................................................................................... 9
d. Diagnosis ..................................................................................................................... 9
e. Pengobatan .................................................................................................................. 9
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 11
Bab I. Status Pasien

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. S
 Usia : 85 Tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Pekerjaan : IRT
 Alamat : Kec. Cipinang, Cempedak
 Tanggal Masuk : 25/8/2019
II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)
A. Keluhan Utama
Luka di mata kanan disertai rasa nyeri sejak 6 hari SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
± 9 hari SMRS pasien mengeluh pusing disertai demam dan lemas. Sejak 6
hari SMRS Awalnya berupa bengkak kemerahan disekitar kelopak mata kanan
disertai nyeri. Kemudian timbul gelembung bewarna putih dan berisi cairan.
Gelembung pertama kali muncul di kelopak mata kanan, terus menyebar hingga dahi
dan pipi pasien. Gelembung yang muncul menimbulkan rasa panas disertai dengan
rasa nyeri. Keluhan nyeri bersifat muncul terus menerus. Selain itu pasien merasa
gatal sehingga pasien sering menggaruk-garuk kemudian pecah mengeluarkan cairan
dan timbul seperti koreng dengan dasar bewarna merah yang kemudian mengering. 4
hari SMRS luka pasien timbul gelembung-gelembung dan terlihat cairan, dan ada
yang berisi nanah.
Keluhan pada mata kanan timbul 4 hari SMRS. Mata merah muncul yang
lama kelamaan semakin merah dengan timbul kotoran pada mata. Kotoran bersifat
lengket, berwarna putih dan muncul tidak mengenal waktu serta dirasa semakin lama
semakin berat. Sebelum timbul kotoran, terdapat keluhan berair. Pasien mengeluh
pandangan menurun. Selain itu pasien sulit mendengar pada telinga kanan. Pasien
pernah menderita cacar air ketika SMP.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah Cacar ketika SMP
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang memiliki keluhan yang sama
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital : - Nadi : 80x/menit
- Respirasi : 20x/menit
- Suhu : 36.6ºC
- Tekanan Darah : 120/80
Kepala :
- Mata : Palpebra dextra tampak luka dan sulit dibuka
- THT : Pendengaran telinga kanan menurun
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax : Paru : Vesikuler dikedua lapang paru, tidak ada suara tambahan
Jantung : DBN
Abdomen : Timpani di seluruh abdomen
Extemitas : Akral hangat

B. Status Dermatologis

Regio orbita dextra tampak erosi hingga ekskoriasi , Krusta kecoklatan, dan terdapat
pus. Regio frontalis dextra tampak ekskoriasi, krusta kecoklatan, dan terdapat pus.
IV. RESUME
Pasien perempuan usia 85 tahun datang ke IGD RSIJ dengan keluhan adanya vesikel
di regio orbita dan frontalis 6 hari SMRS, berubah menjadi pustul dan pejah menjadi
krusta disertai rasa nyeri dan gatal. Selain itu terdapat keluhan pusing dan panas .
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi di regio orbita dextra berupa erosi hingga
ekskoriasi, krusta kuning, dan pus, di regio frontalis dextra berupa erosi dan krusta
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis venenata
VI. DIAGNOSIS KERJA
Herpes Zoster Ofthalmika
VII. USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
VIII. PENGOBATAN
a. Umum
- Istirahat
- Tidak menggaruk-garuk bila gatal
b. Medikamentosa
- Metilprednisolon 8 mg 3x1
- Vamsiklofir 500 mg 3x1
- Gabapentin 300 mg 2x1
- Kompres NaCl
Bab II. Tinjauan Pustaka

Herpes Zoster
Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi
vesicular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radicular unilateral yang
umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi
laten endogen virus varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion
saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan
segmen yang sama.
a. Epidemiologi
Penyakit herpes zoster terjadi sporadic sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Usia
merupakan factor resiko terjadinya herpes zoster. Insidensnya -3 kasus per-1000 orang/tahun.
Insiden dan keparahannya meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari setengah jumlah
keseluruhan kasus terjadi pada usia diatas 60 tahun dan komplikasi terjadi 50% di usia tua.
Jarang dijumpai pada usia dini. Insiden herpes zoster di Indonesia populasi masyarakat sekitar 2
hingga 5 ± per 1000 orang-tahun.

b. Etiologi
Reaktivasi virus varicella zoster
c. Patogenesis
Imunitas terhadap varisela zoster virus berperan dalam pathogenesis herpes
zoster terutama imunitas selularnya. Virus varisella masuk melewati saluran pernapasan
dan orofaring. Selama infeksi primer, partikel-partikel virus dipercaya menyebar kulit
yang terinfeksi sepanjang sensorik ujung saraf, akhirnya mencapai ganglia dan dapat
tetap tinggal di dalam ganglion sensoris saraf spinalis, kranialis atau otonom selama
tahunan.
Pada saat respons imunitas selular dan titer antibodi spesifik terhadap virus varisela
zoster menurun sampai tidak lagi efektif mencegah virus, maka partikel virus varisela
zoster yang laten tersebut mengalami reaktivasi dan menimbulkan ruam kulit yang
terlokalisata di dalam satu dermatom. Faktor lain seperti radiasi, trauma fisis, obat-
obatan tertentu, infeksi lain, atau stress dapat dianggap sebagai pencetus walaupun
belum pasti.
Pada zoster oftalmica, di wilayah divisi ophthalmic dari saraf kranial kelima
termasuk kelopak mata, alis, kulit dahi, dan kulit ujung hidung. Divisi oftalmik
menimbulkan 3 cabang terminal: cabang lacrimal, frontal, dan nasociliary. Cabang
nasociliary menginervasi kulit ujung hidung dan membelah lebih jauh ke dalam saraf
ciliary panjang, yang memberikan persarafan sensorik ke bola mata, termasuk kornea
dan uvea. Untuk alasan ini, keterlibatan ujung hidung, atau tanda Hutchinson, sangat
berkorelasi dengan keterlibatan oftalmik. Sindrom Ramsay Hunt (kelumpuhan wajah)
, telinga luar, saluran telinga, atau membran timpani, dengan atau tanpa tinitus, vertigo,
dan ketulian dengan herpes zoster) hasil dari keterlibatan saraf wajah dan pendengaran.
Telinga dan saluran pendengaran eksternal dipersarafi oleh saraf kranial ke-5, ke-7, ke-
9, dan ke-10. Jadi, ketika herpes zoster melibatkan ganglia dari salah satu saraf ini dapat
menyebabkan kelumpuhan wajah dan lesi kulit pada atau di sekitar telinga.
Ketika virus bereplikasi, partikel virus bermigrasi secara periferal di sepanjang
saraf sensorik, memicu respons imun inflamasi lokal. Pada tahap awal replikasi dan
inflamasi, nyeri ini sering bersifat neuropatik ringan dengan sensasi terbakar dan
kesemutan; Namun, karena virus terus bereplikasi, peradangan menjadi parah,
menyebabkan rasa sakit yang hebat pada dermatom yang terkena. Setelah virus
mencapai kulit, ia menembus epidermis, menghasilkan lesi pustular. Keterlibatan
oftalmik mengikuti paradigma yang sama, karena replikasi virus sepanjang saraf silia
yang panjang menghasilkan peradangan yang dapat melibatkan kornea, sklera,
konjungtiva, iris, retina, dan saraf optik. Ketika virus bermigrasi di sepanjang saraf ini,
sekuele inflamasi dapat menyebabkan neuritis optik, nekrosis retina, dan uveitis, serta
stroma kornea dan sekuele epitel.
Masa tunas 7-12 hari, lesi baru tetap timbul selama 1-4 hari dan kadang-kadang
selama ±1 minggu. Gejala prodromal berupa nyeri dan parestesi di dermatom yang
terkait biasanya mendahului erupsi kulit dan bervariasi mulai dari rasa gatal, parestesi,
panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi, hingga rasa ditusuk-tusuk. Dapat pula disertai
dengan gejala konstitusi seperti malaise, sefalgia, dan flu like symptoms yang akan
menghilang setelah erupsi kulit muncul.
Kelainan diawali dengan lesi makulopapular eritematosa yang dalam 12-48 jam
menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema. Vesikel berisi
cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta dalam 7-10
hari. Krusta biasanya bertahan hingga 2-3 minggu.1-3. Lokasi unilateral dan bersifat
dermatomal sesuai tempat persarafan.1-3.

d. Gejala Klinis
Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal berupa sensasi
abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parastesia sepanjang dermatom, gatal,
rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark
jantung, nyeri duodenum,,kolesistitis, kolik ginjal atau empedu, apendisitis. Dapat juga
dijumpai gejala konstitusi berupa nyeri kepala, malaise, demam. Gejala prodromal dapat
berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari).
Setelah awitan gejala prodromal, timbulah erupsi kulit biasanya gatal atau nyeri
terlokalisata(terbatas di satu dermatom) berupa macula kemerahan. Kemudian
berkembang menjadi papul, vesikel jernih berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi
vesikel menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-10
hari). Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar kasus herpes
zoster, erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa.
Pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa kelainan mata (10-
20%) bila menyerang di daerah mata, infeksi sekunder, dan neuropatik motorik. Kadang
dapat terjadi meningitis, ensefalitis atau myelitis.
Komplikasi yang sering terjadi adalah neuralgia pasca herpes (NPH), yaitu nyeri
yang masih menetap di area yang terkena walapun kelainan kulitnya sudah mengalami
resolusi.
Perjalanan penyakit herpes zoster pada imunokompromais sering rekuren,
cenderung kronik persisten, lesi kulitnya lebih berat (terjadi hemoragik, nekrotik dan
sangat nyeri), tersebar diseminata, dan dapat disertai dengan keterlibatan organ dalam.
Proses penyembuhannya juga berlangsung lama.
Dikenal beberapa variasi klinis herpes zoster antara lain zoster sine herpete bila
terjasi nyeri segmental yang tidak diikuti dengan erupsi kulit. Herpes zoster absortif bila
erupasi hanya berupa eritema dengan atau tanpa vesikel yang langsung mengalami
resolusi sehingga perjalanan penyakitnya berlangsung singkat. Disebut Herpes zoster
aberans bila erupsi kulitnya melalui garis tengah.
Bila virusnya menyerang nervus fasialis fan nervus auditorius terjadi sindrom
Ramsay_Hunt yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau membrane timpani
disertai paresis fasialis, gangguan lakrimasi. Gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah;
tinnitus, vertigo dan tuli.
Terjadi herpes zoster oftalmikus bila virus menyerang cabang pertama nervus
trigeminus. Bila mengenai anak cabang nasosiliaris kemumgkinan besar terjadi kelainan
mata. Walaupun jarang dapat terjadi keterlibatan organ dalam. Herpes zoster oftalmika
biasanya dimulai dengan rasa nyeri atau kesemutan pada kulit kepala, dahi dan wajah di
satu sisi. Pada tahap awal biasanya tidak ada ruam, sehingga sulit untuk didiagnosis.
Umumnya, ruam muncul dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah sensasi rasa
sakit atau kesemutan dimulai. Pada saat tidak adanya ruam komplikasi ke mata jarang
terjadi. Ruam herpes zoster oftalmika dimulai saat adanya kemerahan pada kulit diikuti
oleh munculnya vesikel berisi cairan yang cepat pecah dan berakhir dengan krusta. Lesi
pada kulit ini butuh waktu berhari-hari sampai berminggu-minggu untuk sembuh dan
bisa menyebabkan jaringan parut yang signifikan. Manifestasi okular pada Herpes zoster
oftalmika sangat banyak bisa dari invasi virus langsung, maupun secara sekunder terjadi
peradangan dan vaskulitis, kerusakan saraf dan atau jaringan parut. Komplikasi yang
dilaporkan dari Herpes zoster oftalmika termasuk vesikel pada kelopak mata dan jaringan
parut, beberapa bentuk konjungtivitis, keratitis, episkleritis, skleritis, uveitis, glaucoma
sekunder, kelainan papiler, nekrosis retina akut, neuritis optik, palsi saraf kranial (N III,
IV dan VI), sindrom apeks orbital, arteritis lokal dan post herpetik neuralgia.
e. Diagnosis
Diagnosis penyakit herpes zoster sangat tidak jelas, karena gambaran klinisnya
memiliki karakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak jelas, deteksi antigen
atau nucleic acid varicella zoster virus, isolasi virus dari sediaan hapus lesi atau
pemeriksaan antibosi IgM spesifik diperlukan. Pemeriksaan dengan Teknik Polymerase
Chain Reaction (PCR) merupakan tes diagnostik yang paling sensitif dan spesifik
(dapat mendeteksi DNA varisela zoster dari cairan vesikel).
Pemeriksaan kultur virus mempunyai sensitivitas yang rendah karena virus herpes
labil dan sulit recover dari cairan vesikel. Pemeriksaan direct immunofluorecent
antigen-staining lebih cepat serta mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi daripada
kultur dan dipakai sebagai tes diagnostic alternative bila pemriksaaan PCR tidak
tersedia.
f. Diagnosis Banding
Herpes zoster awal dapat didiagnosis banding dengan dermatitis venenata atau
dermatitis kontak. Herpes zoster yang timbul di daerah genitalia mirip dengan herpes
simpleks, sedangkan herpes zoster diseminata dapat mirip dengan varisela.

g. Komplikasi
 Post Herpetic Neuralgia (PHN)
 Herpes zoster oftalmikus (HZO): timbul kelainan pada mata dan kulit di daerah
persarafan cabang pertama nervus trigeminus
 Sindrom Ramsay-Hunt: timbul gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan
kulit, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga gangguan
pengecapan
 Meningoensefalitis

h. Pengobatan
- Sistemik
1. Obat antivirus
Terbukti menurunkan durasi penyembuhan lesi herpes zoster dan
derajat keparahan nyeri herpes zoster akut. Antivirus diberikan tanpa
melihat waktu timbulnya lesi. Asiklovir 5 x 800 mg dengan bioavabilitas
15-20%, Valasiklovir 3 x 1000 mg (65%), dan famsiklovir 3x 500 mg
(77%) diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari.
Famciclovir atau valacyclovir lebih disukai karena bioavailabilitas
oral yang lebih besar dan lebih dapat diandalkan menghasilkan tingkat
aktivitas antivirus yang lebih tinggi dalam darah, kerentanan VZV yang
lebih rendah (dibandingkan dengan HSV), dan adanya hambatan untuk
masuknya agen antivirus ke dalam jaringan yang merupakan lokasi dari
Replikasi VZV.
2. Analgetik
Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respons baik
terhadap OAINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau
analgetik non opioid.
3. Antidepresan dan antikonvulsan
Kombinasi asiklovir dengan antidepresan trisiklik atau gabapentin
mengurangi prevalensi NPH.

Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.


Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes zoster
selain diberi asiklovir pada fase akut, dapat diberikan:
o Antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis awal 10 mg/hari ditingkatkan 20
mg setiap 7 hari hingga 150 mg. Pemberian hingga 3 bulan, diberikan setiap
malam sebelum tidur.
o Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu.
o Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu.
- Topikal
1. Analgetik topikal
a. Kompres
Kompres terbuka dengan solusio Calamin dapat digunakan pada
lesi akut untuk mengurangi nyeri dan pruritus. Solusio Burowi
(aluminium asetat 5%) dilakukan 4-6 kali/hari selama 30-60 menit.
Dapat mengurangi gejala lokal dan mempercepat pengeringan lesi
vesikular. Salep dan krim atau lotion oklusif yang mengandung
glukokortikoid jangan digunakan. Pengobatan topikal dengan agen
antivirus tidak efektif.
b. OAINS
2. Anestetik lokal
3. Kortikosteroid
Neuralgia pasca herpes
1. Terapi farmakologik:
- Lini pertama:
 Antidepresan trisiklik 10 mg setiap malam (ditingkatkan 20 mg setiap 7
hari menjadi 50 mg, kemudian menjadi 100 mg dan 150 mg tiap malam)
 Gabapentin 3x100 mg (100-300 mg ditingkatkan setiap 5 hari hingga
dosis 1800-3600 mg/hari)
 Pregabalin 2x75 mg (ditingkatkan hingga 2x150 mg/hari dalam 1
minggu)
 Lidokain topikal (lidokain gel 5%, lidokain transdermal 5%)
- Lini kedua:
 Tramadol 1x50 mg (tingkatkan 50 mg setiap 3-4 hari hingga dosis 100-
400 mg/hari dalam dosis terbagi)
Terapi nonfarmakologik: masuk dalam kategori reports of benefit limited
- Neuroaugmentif: counter irritation, transcutaneous electrical nerve stimulation
(TENS) deep brain stimulation, akupuntur low intensity laser therapy
- Neurosurgikal
- Psikososial
Daftar Pustaka

1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-7. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
2. Goldsmith Lowell A, Katz Stephen I, Gilcrest Barbara I, Paller Amy S,
Leffell David J, Wolff Klaus. Fitz Patrick’s Dermatology In General
Medicine. The McGraw-Hill Companies. United State. 2012.
3. Widaty Sandra, Soebono Hardianto, Nilasari Hanni, Listiawan M
Tulianto, Siswati Agnes Sri, et al. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter
Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. PERDOSKI. Jakarta. 2017.
4. Camilla K Janniger. Herpes Zoster. Medscape. 2019.
https://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview
5. Himayani Rani, Haryant Ika A P. Herpes Zoster Oftalmika dengan
Blefarokonjungtivitis Okuli Sinistra. Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. 2017.

Anda mungkin juga menyukai