Anda di halaman 1dari 9

2.

1 Fase Tanah

1. Sistem 2 fase : yang terdiri dari tanah dan udara (derajat kejenuhan, S = 0%)
atau tanah dan air (S = 100%).

2. Sistem 3 fase : yang terdiri dari tanah, air dan udara (0 < S < 100%).
Keadaan tanah dapat dinyatakan sebagai berikut :

1. Kering, jika rongga-rongganya terisi penuh dengan udara.

2. Jenuh, jika rongga-rongganya terisi penuh dengan air.

3. Jenuh sebagian, jika rongga-rongganya terisi oleh air dan udara.

udara
Va air
udara
Ww air Vw Vv
W V BUTIR BUTIR BUTIR
Ws PADAT Vs PADAT PADAT

Elemen asli 3 fase 2 fase 2 fase


(a,w,s) (w,s) (a, s)
Keterangan : a = udara (air) , w = air (water) dan s = tanah (soil)
Gambar 2.1. Diagram Fase tanah
2.1 Hubungan Berat- Volume

Berdasarkan gambar 2.1, maka dapat dibuat persamaan-persamaan hubungan berat- volume
Volume Total , V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va

Dengan , Vs = vol. butiran padat


Vv = volume pori
Vw = volume air
Va = volume udara
V = volume total
Berat total, W = Ws + Ww

Dengan Ws = berat butir padat


Ww = berat air
Indeks “w” = water Indeks “s” = soil (butiran padat)
Indeks “v” = void (pori) Indeks “a” = air (udara)
 Hubungan Volume : angka pori “ e “ (void ratio), porositas “n” dan derajat kejenuhan
“S” (degree of saturation) %.
e = Vv/Vs  perbandingan antara vol. pori dgn vol. butiran
padat

n = Vv/V  perbandingan antara vol. pori dgn volume total

S = Vw/Vv x 100 %  derajat kejenuhan


 Hubungan “e” dengan “n”

Vv
Vv Vv n e
e   V  atau n
Vs V  Vv V  Vv 1  n 1 e
V V
 Kadar air “w” (water content) dan berat volume “”
(= berat isi = unit weight)

w = Ww/Ws x 100%

2
 Ww 
Ws 1 
W Ws  Ww Ws  Ws 1  w
Berat isi basah :     
V V V V

Ws 
Berat isi kering : d  
V 1 w
Kerapatan (density,  )  = m/V  d = ms/V

dengan : m = massa total tanah

ms = massa butiran padat

Indeks “d” = menyatakan kondisi kering (dry)


Sehingga ;  = .g d = d.g sat = sat.g
g = percepatan gravitasi = 9,81 m/detik2 =32,185 ft/detik2
indeks sat menyatakan keadaan jenuh air (saturated).
w = 62,4 lb/ft3 = 9,81 kN/m3
w = 1000 kg/m3

2.3 Hubungan Berat Volume (kepadatan), angka pori, kadar air, Berat
spesifik (berat jenis)

udara Va
W Ww=w.Gs.w air Vw=w.Gs Vv=e V=1+e
BUTIR V
Ws=Gs.w PADAT Vs=1

Gambar 2.2. Hubungan angka pori, kadar air dan berat jenis
Pada gambar 2.2. misalkan volume butiran padat Vs = 1
Maka didapat volume pori Vv = e

Berat jenis “Gs” didefinisikan sebagai perbandingan berat isi


butiran padat dengan berat isi air pada temperatur tertentu.
Jadi : Gs = Ws / w atau Ws=Gs. w karena Vs = 1,
3
maka Ww = w.Ws = w.Gs. w
dengan : Gs = berat jenis butiran padat
w = berat volume air
w = kadar air.
w = 9,81 kN/m3 = 62,4 lb/ft3
Berat isi basah :

W Ws  Ww GS . w  w.GS . w 1  wGS . w
   
V V 1 e 1 e

WS GS . w
Berat isi kering : d  
V 1 e

Ww w.Gs. w
Volume air : Vw    w.Gs
w w

Vw w.Gs
Derajat kejenuhan : S   S.e = w.Gs
Vv e
Untuk tanah jenuh air (saturated) ,S = 100% ;

Berat isi jenuh :

W Ws  Ww GS . w  e. w GS  e . w


 sat    
V V 1 e 1 e

2.4. Hubungan Berat Volume, porositas dan kadar air

n
Karena e
1 n

n 1
atau 1 e  1 
1 n 1 n

4
WS GS . w GS . w
maka : d     GS . w (1  n)
V 1 e 1
1 n

maka 
1  wGS . w  G . (1  n)(1  w)
S w
1 e
dan ;

 n 
 GS  . w
 sat 
GS  e . w   1 n 
 GS (1  n)  n. w
1 e 1
1 n

2.5 Kerapatan Relatif Dr (untuk pasir dan kerikil)


Kerapatan relative (Dr) dinyatakan dengan persamaan :

emaks.  e   d   d .(min)   d (maks) 


Dr    
emaks.  emin  d (maks)   d (min)    d 
 
Nilai Dr bervariasi dari 0 sampai 1 atau 1% sampai 100%
emaks= angka pori tanah dalam keadaan paling gembur
emin = angka pori tanah dalam keadaan paling padat
e = angka pori tanah di lapangan

2.6 Konsistensi Tanah berbutir halus (Lempung dan Lanau)S


Sifat konsistensi untuk kadar air yang bervariasi, digambarkan oleh Atterberg (Swedia) sbb. :

padat semi padat plastis cair


w bertambah

SL PL LL
Gambar 2. 3. Kondisi Konsistensi

5
 w sangat tinggi  sangat lembek seperti cairan
 w cukup tinggi  plastis
 w rendah  semi padat
 w sangat rendah/kering  padat
keadaan peralihan (transisi) dari :
 padat ke semi padat  batas susut SL (shrinkage limit)
 semi padat ke plastis  batas plastis PL (plastic limit)
 plastis ke cair  batas cair LL (liquid limit)
 dinyatakan dalam % kadar air (w), = batas-2 Atterberg
 Batas cair LL : (ditentukan pengujian menggunakan mangkok Casagrande):

8mm
Celah 2mm

Gambar 2.4. Pengujian batas Cair, LL

6
 Tinggi jatuh mangkok = 10 mm.
 Lakukan minimal 4 variasi kadar air w
 Hitung jumlah ketukan untuk membuat celah bersinggungan sepanjang 12,7mm.
 Buat diagram w VS log N (w adalah kadar air, N jumlah ketukan)

40
Kadar air w (%)

LL = wL = 31%
35
Flow line

30
10 20 25 30 40 50
jumlah ketukan N (skala log)
25
Kemiringan garis aliran (flow line) disebut indeks aliran IF

LL = kadar
20 air pada saat 25 ketukan, massa tanah bersinggungan
sepanjang 0,5 in (12,7 mm).

w1  w2
IF 
N 
log 2 
 N1 
Persamaan garis aliran : w = -IF log N + C
tan 
N
Rumus empiris : LL  wN  
 25 
tan β = 0,121
dengan : N = jumlah ketukan yg dibutuhkan untuk menutup celah 0,5 in ( antara
20–30 ).
WN= kadar air yg perlu untuk N ketukan diatas

 Batas plastis PL :
kadar air pada saat tanah dapat digulung sampai mencapai diameter 1/8 in (3,2 mm)
baru retak-retak.

7
Gambar 2.5. Pengujian Batas Plastis , PL

 Indeks plastisitas PI :
PI = LL – PL
 Batas susut SL :
Tanah basah susut bila kadar air berkurang perlahan-2. Batas keseimbangan dimana
tanah tak bisa susut lagi walaupun kadar air terur berkurang, disebut batas susut.
Air raksa

Volume tanah basah =Vi Volume kering =Vf


Massa tanah basah = m1 Massa kering = m2

SL = wi(%) – w(%)

SL   1 

 m  m2 Vi  V f  w 
100%

 m2 m 2 
dengan : w = kerapatan air (gr/cm3)
 Aktivitas “A” (activity ) :

Skempton: PI bertambah linier terhadap pertambahan fraksi ukuran lempung (< 2).
Kemiringan kurva PI vs % clay :

PI
A 
% berat fraksi berukuran lempung

8
Daftar Pustaka

Das, B.M., 1998, “ Principles of Geotechnical Engineering”, Fourth Edition,PWS-Kents


Publishing Co., Boston.
Holtz,R.D. dan Kovacs,W.D., 1981 “An Introduction to Geotechnical Engineering”, Prentice
Hall, New Jersey
Bowles, J.E., 1984, “Physical and Geotechnical Properties of Soils” , Mc.Graw-Hill.
Wesley,L.D., “Mekanika Tanah”, Penerbit Dep. PU.
Lambe, T.W. and Whitman, R.V., 1979, “Soil Mechanics”, John Wiley & Sons, New York.
Hardiyatmo, H.C., 2002, Mekanika Tanah 1, Edisi 3, Gadjah Mada University Press,
Jogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai