Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MAKALAH KELOMPOK

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pegampu : Firdaus S.Pdi, M.Pdi

KELOMPOK 1 :
1. Desi Mastarani 156410757
2. Gytha 176410637
3. Melati Khairunnisya 176410712
4. Syarah Aulia 176410515
5. Syarul Ramadhan 176410641

KELAS : 5A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkankehadiratTuhan Yang MahaEsa yang


senantiasamemberikanrahmatdanhidayah-Nya, sehinggamakalah yang berjudul “Filsafat
Pendidikan Islam” selesai tepat waktu. Kamimengucapkanterimakasih kepada bapak Firdaus
S.Pdi, M.Pdi selaku dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam yang telah memberikan
tugas ini serta kami juga mengucapkan terimakasih atas bantuan bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karenaitu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru , 5 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II Pembahasan .............................................................................................. 3


2.1 Pengertian Filsafat Pendidikan Islam……………………...................... 3
2.2 Ruang Limgkup Pendidikan Islam......................................................... 11
2.3 Tujian Filsafat Pendidikan Islam........................................................... 12

BAB III Penutup .................................................................................................. 21


3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mempelajari Filsafat Pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang


mendasar, sistematis, logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya
dilatarbelakangi oleh ilmu pengetahuan agama Islam, melainkan menuntut kita untuk
mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Melakukan pemikiran filosofis pada hakikatnya adalah
menggerakkan semua potensi psikologis manusia seperti pikiran kecerdasan, kemauan,
perasaan, ingatan serta pengamatan panca indra tentang gejala kehidupan, terutama manusia
dan alam sekitarnya sebagai ciptaan Tuhan.

Seluruh proses pemikiran tersebut didasari pengalaman yang mendalam serta luas
tentang masalah kehidupan, kenyataan dalam alam raya, dan dalam dirinya sendiri. Sebagai
hasil pemikiran bercorak khas Islam, pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang
kependidikan yang bersumber atau berlandaskan ajaran agama Islam, tentang hakikat
kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia
muslim.

Bila dilihat dari fungsinya, maka filsafat pendidikan Islam merupakan pemikiran yang
mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan Islam. Oleh
karena itu, filsafat ini juga memberikan gambaran tentang latar belakang timbulnya filsafat
Pendidikan Islam masih dalam aspek fungsional, filsafat pendidikan Islam juga bertugas
melakukan kritik-kritik tentang metode-metode yang digunakan dalam proses pendidikan
Islam itu sendiri sekaligus memberikan Pengarahan mendasar bagaimana metode tersebut
harus didayagunakan atau diciptakan agar efektif untuk mencapai tujuan.

Didalam filsafat pendidikan, akan kita jumpai berbagai macam hal baru yang tentunya
akan menambah wawasan keilmuan kita. Dan didalam makalah ini akan diterangkan
mengenai pengertian filsafat pendidikan islam, ruang lingkup pendidikan islam , serta tujuan
filsafat pendidikan islam.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengetian dari filsafat pendidikan islam ?


2. Apa ruang lingkup pendidikan islam?
3. Apa tujuan filsafat pendidikan islam?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat pendidikan islam


2. Untuk mengetahui ruang lingkup pendidikan islam
3. Untuk mengetahui tujuan dari filsafat pendidikan islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

filsafat dalam islam itu sendiri mengandung banyak arti dan makna yang
dalam. Dimana setiap aspek kehidupan manusia dipengaruhi oleh filsafat dan juga
agama islam. Semua tindakan yang kita lakukan serta hal yang kita pelajari
merupakan bagian dari filsafat dan juga islam itu sendiri oleh karena itu sebelum
masuk kepada pengertian filsafat pendidikan dalam islam maka kita ketahui dulu
filsafat dalam islam.

Menurut Rohinah (2013: 312) Di tingkat epistemologis dan ontologis, Al-


Quran adalah referensi utama agama Islam. Di dalam al-Qur’an, terdapat dua jenis
wacana.Pertama, isu-isu agama yang dijelaskan secara terperinci, dan alami
masalah ini bersifat konstan (tidak berubah-ubah), seperti kewajiban shalat, zakat,
haji, puasa dan sebagainya.Kedua, Persoalan-persoalan yang selalu berubah sesuai
konteks ruang dan waktu.Seperti isu-isu kehidupan sosial, politik, ekonomi,
pendidikan dan lain-lain.

Jadi, semua masalah kehidupan dalam Islam tidak seharusnya bersifat


konstan.Tetapi, sebagian berubah tergantung pada intelektual Muslim yang
merumuskannya, refleksi pengalaman, sudut pandang intelektual, kemampuan
menciptakan epistemologi teoritis dan praktis, serta pengembangan instrumen
melalui pancaran nilai.Oleh karena itu, peran umat Islam di dunia ini adalah
menerapkan nilai-nilai yang ideal dalam realitas. Tetapi,nilai-nilai ideal ini tidak
terbatas dan mutlak. Nilai-nilai yang tidak terbatas berlawanan dengan realitas
yang terbatas.Dalam konteks inilah, tidak ada bentuk konstan bagi modal maupun
filosofi Pendidikan maupun Filsafat Islam. Filsafat pendidikan selalu bersifat
dinamis,dan karenanya, pendidikan yang idealpun bersifat dinamis.

Menurut Amirudin (2018: 5) filsafat pendidikan merupakan pelaksana


pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan
yang disebut pendidikan. Maka filsafat pendidikan berusaha untuk menjelaskan
dan menerangkan supaya pengalaman bermanusia ini sesuai dengan kehidupan

3
baru. filsafat pendidikan mengandung upaya untuk mencari konsep-konsep yang
menempatkan manusia di tengah gejala-gejala yang bervariasi dalam proses
pendidikan. Kemudian terdapat pula upaya menjelaskan berbagai makna yang
menjadi dasar dari konsep-konsep pendidikan dengan aspek-aspek tumpuan
perhatian manusia.

Menurut Rohinah (2013: 315-317) Dinamisme pemikiran bertolak dari


liberalisasi aktifitas berpikir namun tetap dalam wilayah kontrol nilai-nilai
agama.Inilah perbedaan kebebasan berpikir dalam Islam dibanding kebebasan ala
Barat. Halstead mengklaim bahwa dari perspektif liberal, gagasan kehendak bebas
dalam Islam sedemikian canggihnya, yang hanya melibatkan pilihan untuk
menerima atau menolak satu paket keyakinan, dan kontras sama sekali dengan
gagasan liberalis otonomi pribadi.

Islam menghubungkan pilihan dan kehendak bebas dengan tanggung


jawab, yang berarti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pilihannya.Pada
awalnya, seseorang masih murni. Semenjak nafas pertama dihembuskan dalam
hidupnya, ia pun mulai bergerak selangkah demi selangkah untuk melakukan
pencarian.

Pemikiran logis dalam Islam mendasarkan diri pada harmoni dan integrasi,
tidak ada pemisahan antara agama, politik dan ilmu pengetahuan, atau antara
pikiran dan akal, jiwa dan tubuh. Memang benar bahwa topik-topik ini tidaklah
sama. Setiap topik merupakan unit independen.Tetapi ada integrasi di antara unit-
unit tersebut.Kita dapat menggambarkan hubungan antara unit-unit ini dan
menganggapnya sebagai satu-kesatuan yang saling melengkapi dan
menyempurnakan.

Sebaliknya, pemikiran yang berkembang di dunia Barat bergantung pada


dualisme, pemikiran dialektika, pemisahan antara agama dari politik dan ilmu
pengetahuan. Di Barat, manusia bukan hanya pusat dunia melainkan telah coba
menggantikan peran Tuhan. Sementara pikiran menggantikan agama, satu-satunya
referensi yang digunakan untuk menetapkan mana yang salah dan mana yang
benar, mana yang baik dan mana yang buruk.

4
Kita dapat mengatakan bahwa agama Islam merupakan acuan etika dalam
kehidupan manusia.Manusia dalam Islam adalah khalifah Allah (Khalifatullah) di
bumi.Peran manusia di dunia ini adalah merekonstruksi bumi, sehingga
menggapai kemajuan kehidupan adalah tugas utama manusia.Semuanya di muka
bumi ini ditundukkan kepada manusia dan bekerja untuk manusia.Inilah
yangTanggung jawab manusia dalam membangun kehidupan di muka bumi
berawal dari komitmennya untuk menjalankan amanat Tuhan.Manusia harus
menginvestasikan usahanya untuk tujuan ini. Dari konsep inilah, hidup dan
berpikir menjadi kewajiban setiap muslim guna meningkatkan kehidupan
manusia.

Sebelum menjelaskan definisi pendidikan Islam, di sini akan penulis


sampaikan beberapa definisi pendidikan menurut para pakar pendidikan.
Umumnya, beberapa pakar pendidikan Barat memberikan arti pendidikan sebagai
sebuah proses. Tepatnya, proses menjadikan manusia lebih baik dan tumbuh ke
arah yang lebih optimal.

Mortimer J. Adler mengartikan pendidikan sebagai proses, dimana semua


kemampuan dan bakat manusia dipengaruhi dengan pembiasaan, disempurnakan
dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, melalui sarana yang dibuat secara artistik
dan dipakai untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri dalam rangka
mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik.

Pendidikan sebagai proses bertujuan untuk mengoptimalkan seluruh


kemampuan dan bakat yang dimiliki manusia. Optimalisasi tersebut dapat
ditempuh dengan cara pembiasaan, latihan, dan praktek yang berkesinambungan.
Pendidikan dapatdikatakan pula sebagai pembiasaan itu sendiri. Dalam proses
pembiasaan terdapat sarana-prasarana yang dibutuhkan guna menunjang proses
pendidikan. Tujuan dari serangkaian proses dan alat bantunya tersebut adalah
untuk mencetak insan manusia yang sempurna. Jadi, Mortimer J. Adler ingin
mengatakan bahwa pendidikan adalah proses mencetak kepribadian manusia
menjadi lebih optimal dan lebih baik, dimana seluruh potensi dan bakat alam yang
dimilikinya dikembangkan semaksimal mungkin.

Individu dapat belajar dari lingkungannya namun lingkungannya juga


dapat mengambil pelajaran darinya. Dengan begitu, kehidupan itu sendiri adalah

5
aktifitas pendidikan, dimana manusia tidak dapat melepaskan diri dari proses
penyesuaian dengan sesamanya maupun lingkungannya.

Oleh karena itu, apabila pengertian di atas dijadikan landasan pemikiran


filosofi maka filsafat pendidikan mengakui bahwa manusia harus menemukan
dirinya sendiri sebagai suatu bagian integral dari alam rohani.Alam rohani yang
dimaksud adalah kondisi dimana setiap jiwa dan pribadi dapat dikembangkan
sesuai tingkat pembelajaran yang diperolehnya dari lingkungan dan
sekitarnya.Menemukan jati diri adalah kata kunci dari pengertian pendidikan
Herman H. Horne. Sebab, manusia yang sudah mengenal jati dirinya akan
berusaha mengidentifikasi diri dan menyeleksi hal-hal lain di luar dirinya.
Interaksi antara diri dan hal-hal lain menjadi suatu proses penyesuaian diri atau
pendidikan.

Namun, lebih jauh lagi, pendidikan tidak hanya menumbuhkan melainkan


mengembangkan ke arah tujuan akhir. Pendidikan juga tidak hanya suatu proses
yang sedang berlangsung melainkan suatu proses yang berlangsung ke arah
sasarannya. Dalam pengertian analisis, pendidikan pada hakikatnya
adalahmembentuk kemanusiaan dalam citra Tuhan.Dengan kata lain, proses
penyesuaian diri maupun aktifitas belajar dari lingkungan sekitar memiliki tujuan
akhir yang jelas. Tujuan akhir ini bisa disebut pula sebagai visi dalam pendidikan.

Sementara pengertian pendidikan Islam, menurut Omar Muhammad


alTouny al-Syaebani, adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam
kehidupan pribadi, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya melalui proses
kependidikan.Tentunya, tingkah laku yang perlu diubah adalah tingkah laku yang
tidak segaris dengan ajaran-ajaran islam, kemudian diarahkan ke jalan yang
islami. Usaha mengubah adalah pendidikan itu sendiri, sementara visi keislaman
menjadi tujuan akhir dari pendidikan Islam.

Menurut Mustafa(2009: 82-83) ada lima unsur yang mendasari sebuah


pemikiran filsafat, yaitu:

a. Filsafat itu sebuah ilmu pengetahuan yang mengandalkan penggunaan akal (rasio)
sebagai sumbernya. Akal digunakan sebagai sumber filsafat.
b. Tujuan filsafat adalah mencari kebenaran atau hakekat segala sesuatu yang ada.

6
Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu
yang ada mencakup “ ada yang tampak” dan “ada yang tidak tampak” . ada yang
tampak adalah dunia empiris, dan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika..
Adapun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan
objektif tentang yang ada, untuk dapat diketahui hakekatnya

Dalam pembahasan filsafat pendidikan, persoalan-persoalan tersebut dapat


disederhanakan ke dalam tiga persoalan pokok, yaitu pandangan mengenai realita
yang dipelajari oleh metafisika atau ontologi, pandangan mengenai pengetahuan yang
dipelajari oleh epistimologi, dan pandangan mengenai nilai yang dipelajari oleh
aksiologi, termasuk didalamnya etika dan estetika.

Dengan demikian dapat difahami bahwa filsafat pendidikan termasuk


filsafat terapan atau filsafat praktik pendidikan.Dalam arti luas filsafat pendidikan
dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu, 1) Filsafat praktik pendidikan, dan 2)
Filsafat ilmu pendidikan.Filsafat praktik pendidikan adalah analisis kritis dan
komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan
dilaksanakan dalam kehidupan manusia.Jika dikaitkan antara sistem pemikiran
filsafat dengan pendidikan menurut Muhaimin, maka dalam lapangan metafisika
misalnya, antara lain diperlukan adanya pendirian mengenai pandangan dunia
yang bagaimanakah yang diperlukan dalam pelaksanaan. Dalam lapangan
epistimologi, antara lain diperlukan penyusunan dasardasar kurikulum. Kurikulum
yang biasa dikaitkan dengan sebagai serangkaian kegiatan atau sarana untuk
mencapai tujuan pendidikan, diibaratkan sebagai jalan raya yang perlu dilewati
oleh peserta didik dalam usaha mengenal dan memahami pengetahuan.Agar para
peserta didik berhasil dalam mencapai tujuan itu, maka secara bertahap mereka
berusaha mengenal hakekat pengetahuan.Dalam lapangan aksiologi, yakni yang
mempelajari nilai-nilai, juga sangat dekat dengan pendidikan, karena dunia nilai
(etika dan estetika) juga menjadi dasar pendidikan, yang selalu dipertimbangkan
dalam penentuan tujuan pendidikan.Disamping itu pendidikan sebagai fenomena
kehidupan sosial, kultural dan keagamaan tidak dapat dilepas dari sistem nilai.
Dan dalam lapangan logika, sebagai cabang filsafat

yang meletakkan landasan ajaran berfikir yang benar dan valid, sangat
diperlukan dalam pendidikan kecerdasan. Pelaksanaan pendidikan menghendaki

7
seseorang mampu mengutarakan pendapat dengan benar dan valid sehingga
diperlukan penguasaan logika.Karena itu hubungan antara filsafat dan pendidikan
merupakan keharusan, terutama menjawab persoalan-persoalan pendidikan pokok
dan mendasar yang dihadapi oleh pendidikan. Brubacher sebagaimana dikutip oleh
Ozmon & Craver menyarankan agar persoalan-persoalan yang mendasar tentang
pendidikan dibahas dan dipecahkan menurut teori filsafat. Sebagai implikasinya
diperlukan bangunan filsafat pendidikan yang kokoh dalam pelaksanaan sistem
pendidikan. Jika tidak demikian, dikhawatirkan akan terjadi : (1) pendidikan akan
terapung-apung (tanpa tujuan), (2) tujuan-tujuan pendidikan akan samar-samar
(meragukan), bertentangan, dan tidak menunjang kesetiaan, (3) ukuran-ukuran dasar
pendidikan menjadi sangat longgar, (4) ketidak menentuan peranan pendidikan dalam
suatu masyarakat, (5) sekolah-sekolah akan memberikan banyak kebebasan kepada
siswa dan tidak mampu memupuk apresiasi terhadap otoritas dan kontrol, dan (6)
sekolah akan menjadi sangat sekuler dan mengabaikan agama.

Ibarat sebuah bangunan rumah, maka bangunan filsafat pendidikan Islam itu
mencakup berbagai dimensi, yaitu :Pertama, dimensi bahan-bahan dasar yang
menentukan kuat atau tidaknya suatu fondasi bangunan. Dalam konteks filsafat
pendidikan berarti sumber-sumber atau semangat pemikiran dari para pemikir
pendidikan Islam itu sendiri.Kedua, dimensi fondasi bangunan itu sendiri, yang
berupa prinsip atau dasar dan asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar) berfikir
dalam menjawab persoalan-persoalan pokok pendidikan yang termuat dalam sistem
(komponen-komponen pokok aktivitas) pendidikan Islam.Ketiga, adalah dimensi
tiang-tiang penyangga yang berupa struktur ide-ide dasar serta pemikiran-pemikiran
yang fundanmental yang telah dirumuskan oleh pemikir pendidikan Islam itu sendiri
dalam mengembangkan, mengarahkan dan memperkokoh bangunan sistem
pendidikan Islam.

Sistematika karya (pemikiran) filsafat pendidikan Islam diawali dengan


menampilkan: pertama, sumber-sumber pemikiran pendidikan, yaitu al-Qur’an,
alSunnah dan sebagai sumber pendukungnya yang termasuk di dalamnya metodologi
pengembangannya yang merupakan manivestasi dari semangat pemikirannya; kedua,
kajian tentang dimensi-dimensi substansial prinsip atau dasar pemikiran terhadap
persoalan-persoalan komponen pokok aktivitas pendidikan Islam, yang mencakup

8
tinjauan filosofis tentang hakikat manusia, alam semesta, masyarakat, ilmu
pengetahuan, nilai/akhlak, dan hakikat hidup/kehidupan.

Menurut Ahmad Tafsir (Bakhtiar, 2014: 6) istilah filsafat berasal dari bahasa
yunani yang terdiri atas dua kata: philo dan sophia. Philo berarti cinta dalam arti luas,
yakni keinginan dan Sophia berarti hikmat ( kebijakan) atau kebenaran. Jadi secara
etimologi, filsafat berarti cinta kebijakan atau kebenaran (love of wisdom).

Menurut Gazalba (1985: 121) kata islam ialah kata-jadian Arab. Asalnya dari
kata-jadian juga: aslama. Akar katanya ialah salima,berarti : sejahtera, tidak bercela,
tidak bercacat. Dari kata itu terjadi masdar: salamat (dalam bahasa
Malaysia/Indonesia menjadi selamat), seterusnya Salm dan Silm.Slam atau
Slimberarti: kedamaian, kesejahteraan, kepatuhan penyerahan diri kepada Tuhan.

Pendidikan berasal dari bahasa Arab yaitu tarbiyah dengan kata kerjanya yaitu
rabba yang berarti mendidik.

Menurut John Dewey (Muslich, 2014: 67) pendidikan adalah proses


pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kea rah alam
dan sesama manusia.

Menurut Sadulloh (2015: 57) Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses
unruk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang mencangkup
pengetahuannya, nilai dan sikapnya, serta keterampilannya.

Menurut Zuhairini (2012: 125) sebagaimana diketahui bahwa manusia adalah


sebagai khalifah Allah di alam.Sebagai kahlifah, manusia mendapat kuasa dan
wewenang untuk melaksanakan pendidikan terhadap dirinya sendiri, dan manusia pun
mempunyai potensi untuk melaksanakannya. Dengan demikian pendidikan
merupakan urusan hidup dan kehidupan manusia, dan merupakan tanggung jawab
manusia sendiri

Pendidikan dalam islam sudah ada sejak zaman Nabi dan Rasul. Namun,
pengertian-pengertian tentang pendidikan saat itu belum dijelaskan secara istilah.Pada
zaman tersebut pendidikan diartikan mealui kegiatan yang dilakukan oleh para Nabi
dan Rasul. Hal ini ditemukan dari perkembangan islam dimana Nabi berdakwah,
mendidik dan menyampaikan ajaran islam sehingga masyarakat jahiliyah yang

9
tadinya menyembah berhala, musyrik, kafir, dan sombong berubah menjadi mukmin,
taat kepada Allah, dan hormat kepada orang lain.

Menurut Mappasiara(2017: 271) Selanjutnya kata Filsafat yang banyak


terpakai dalam bahasa Indonesia, menurut Prof.Dr. Harun Nasution bukan berasal dari
kata Arab falsafah dan bukan pula dari kata Barat philosophy.Di sini dipertanyakan
tentang apakah Fil diambil dari kata Barat dan safah diambil dari kata Arab, sehingga
terjadi gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat?

Dari pengertian secara etimologi itu, ia memberikan definisi filsafat sebagai berikut:

- Pengetahuan tentang hikmah


- Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar
- Mencari kebenaran
- Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.

Dengan demikian ia berpendapat bahwa intisari Filsafat ialah berfikir menurut


tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan
dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya.

Mustafa dalam bukunya (2009: 85) Pemikiran (filsafat) pendidikan Islam


tidak bisa juga dilepaskan dari alur pemikiran yang dikembangkan oleh para
pemikirnya. Selama ini pemikiran filsafat pendidikan pada umumnya dikategorikan
ke dalam dua kelompok (aliran), yaitu :pertama, aliran filsafat kritis dalam
pendidikan atau masa pemikiran yang bersifat maju atau progresif dalam pemikiran,
dan yang kedua, aliran atau mazhab pemikiran filsafat pendidikan yang bersifat
tradisional. Ukuran maju atau progresif dan tradisional biasanyadilihat dari sejauh
mana peranan pendidikan dan anak didik keseluruhan upaya pendidikan.Konsep
pendidikan bersifat tradisional bila menekankan peranan pendidik dan hal-hal di luar
anak didik.Dalam alam pendidikan tradisional anak didik seolah-olah dijadikan
obyek pasif yang perlu disesuaikan terhadap hal-hal yang berada di luar dirinya.
Sebaliknya suatu konsep pendidikan bersifat maju atau progresif apabila ia
menempatkan anak didik itu sendiri. Kedua konsep tersebut terus mempertahankan
diri dan berkembang dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing.

Pemikiran pendidikan Islam juga dikelompokkan ke dalam dua alur


pemikiran dalam menjawab persoalan pendidikan, sebagaimana temuan penelitian

10
Abdullah (1982), yaitu : pertama, kelompok yang berusaha mengangkat konsep
pendidikan Islam dari alQur’an dan al-Hadits saja, sehingga konsep filsafatnya hanya
berasal dari kedua sumber ajaran Islam tersebut ; dan kedua, kelompok yang
menghendaki adanya keterbukaan terhadap pandangan hidup non Islami dan
berusaha meminjam serta memasukkan konsep pemikirannya ke dalam filsafat
pendidikan Islam.

Bertolak dari pandangan diatas, teori postmodern menjadi salah satu


landasan filosofis dalam pengembangan ilmu pendidikan Islam, dengan melakukan
modifikasi konsep yang tidak begitu saja mengadopsi pemikiran postmodernis, justru
ia melakukan kontekstualisasi dengan ajaran Islam. Oleh karena itu perkembangan
pemikiran dalam pendidikan dapat dipetakan sehingga menjadi tipologi-tipologi
pemikiran.Di Amerika Serikat berkembang aliran-aliran pemikiran (filsafat)
pendidikan, yang dapat dipetakan kedalam dua kelompok, yaitu tardisional dan
kontemporer.Sedangkan yang termasuk dalam kelompok kontemporer adalah
progresivism, Rekonstructionism, dan Existentialism.

Dalam lapangan pendidikan, masing-masing aliran tersebut terwujud dalam


kemungkinan-kemungkinan sikap dan pendirian para pendidik, seperti (1) sikap
konservatif, yakni mempertahankan nilai-nilai budaya manusia, sebagai perwujudan
dari essensialism; (2) Sikap regresif, yakni kembali kepada jiwa manusia yang
menguasai abad pertengahan, yaitu agama, sebagai perwujudan dari perenialism; (3)
sikap bebas dan modifikatif sebagai perwujudan dari progresivism; (4) sikap radikal
rekonstruktif sebagai perwujudanReconstrucionism; dan(5) sikap yang menekankan
keterlibatan peserta didik dala kehidupan empiris utuk mencari pilihan dan
menemukan jati dirinya, atau menurut Brubacher (1982): ”...in the end the learner’s
identity is fiund in his commitments. What he chooses, that he becomes adalah
perwujudan dari exsistentialism.

Jadi , Filsafat pendidikan dalam islam adalah bagaimana pandangan tujuan


serata pengaruh dari hal yang kita pelajari dan kita terapkan dalam kehidupan sehari
hari dalam perspektif islam, serta bagaimana pandangan islam atas pendidikan yang
ada.

2.2 Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

11
Menurut Mappasiara (2017: 269) ruang lingkup filsafat pendidikan islam
dapat dilihat dari berbagai dimensi. Bukhairi melihatnya dari dua dimensi yaitu
dimensi lingkungan pendidikan dan dimensi jenis permasalahan
pendidikan.Sedangkan Soedomo menambahkannya dengan dimensi waktu, dan
dimensi ruang atau geografis.

Dilihat dari dimensi lingkungan pendidikan, maka wilayah kajiannya meliputi


pendidikan dalam lingkungan keluarga, pendidikan dalam lingkungan sekolah, dan
pendidikan diluar sekolah.Dilihat dari dimensi jenis permasalahan pendidikan, maka
wilayah kajiannya meliputi masalah landasan pendidikan, masalah struktur lembaga
pendidikan, dan masalah operasional pendidikan.

Dilihat dari dimensi waktu terdapat tiga masalah pendidikan yaitu masalah
kontemporer, masalah kesejarahan, dan masalah masa depan. Dilihatt dari dimensi
ruang geografis terdapat dua masalah yaitu masalah pendidikan di Indonesia dan
masalah pendidikan di Negara-negara atau masyarkat di luar Indonesia.

Jika dilihat dari berbagai dimensi tersebut, maka filsafat pendidikan dapat
dikategorikan ke dalam masalah landasan pendidikan yang menjadi salah satu
landasan tegaknya aktivitas pendidikan yang berusaha memberikan kemampuan
memilih yang lebih baik, memberi arah, dan mengontrol suatu sistem pendidikan.

2.3 Tujuan Filsafat Pendidikan Islam

Menurut Rohinah(2013: 320-321) Dari beberapa definisi pendidikan Islam


yang sudah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
pendidikan Islam berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak islami
atau tujuan yang merealisasi idealitas Islami. Adapun yang dimaksud dengan
Idealitas Islami pada hakikatnya mengandung nilai perilaku manusia yang
didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah Swt.

Menurut Hasan Langgulung sebagaimana disebutkan Abuddin Nata bahwa


tujuan pendidikan agama harus mampu mengakomodasikan tiga fungsi utama dari
agama, yaitu fungsi spiritual yang berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi
psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk di dalamnya

12
niali akhlak, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan aturan-aturan yang
menghubungkan manusia dengan manusia lain serta masyarakat dengan
masyarakat yang lain sehingga terjalin hubungan yang harmonis dan seimbang.

Dalam ajaran Islam pun sesungguhnya sudah memberikan tuntunan yang


nyata kepada para pendidik melalui firman Tuhan: “Tidaklah Aku mengutusmu
Muhammad, melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam.”

Dari beberapa penjelasan tentang tujuan pendidikan Islam menurut


pandangan para ahli setidaknya terdapat ciri-ciri sebagai berikut; (1) mengarahkan
manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaik-baiknya,
yakni melaksanakan tugas untuk memakmurkan dan mengolah bumi sesuai
dengan kehendak Tuhan, (2) mengarahkan manusia agar dalam melaksanakan
tugas kekhalifahannya tersebut dalam rangka tujuan ibadah kepada Allah (3)
mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga dalam melaksanakan tugas
kekhalifahannya tidak disalahgunakan, (4) membina dan mengarahkan potensi
akal, jiwa, dan jasmaninya, sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan
yang dapat mendukung keberhasilan dalam mengemban tugas sebagai khalifah,
dan (5) mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.

Dengan demikian, sangat jelas bahwa hakikat dari tujuan pendidikan Islam
tidak lain adalah membentuk manusia yang baik, manusia yang beribadah kepada
Allah serta mampu mengemban amanat dan tugasnya sebagai khalifah di muka
bumi.

Daratjat (2014: 30) membedakan tujuan pendidikan islam menjadi 3 bagian


yaitu tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara, dan tujuan operasional.

1. Tujuan Umum
Tujuan umum merupakan tujuan yang harus dicapai dalam semua kegiatan
pendidikan.Tujuan umum meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap,
tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan. Aspek ini akan
berhubungan dengan sistem nilai dan norma-norma dalam suatu kebudayaan, agama
dan kepercayaan, filsafat, ideologi, dan sebagainya. Hummel (Sadulloh, 2015: 58)

13
mengemukakan bahwa ada beberapa nilai yang harus diperhatikan dalam menentukan
tujuan pendidikan, diantaranya:
a. Autonomi, yaitu memberikan kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan individual
ataupun kelompok sehingga mereka dapat hidup mandiri dan hidup bersama
dalam kehidupan yang lebih baik.
b. Keadilan, yaitu tujuan pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama
kepada seluruh masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya
dan kehidupan ekonomi dengan memberikan pendidikan dasar yang sama.
c. Survival, yaitu dengan adanya pendidikan dapat menjamin pewarisan kebudayaan
dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan pendidikan bertujuan untuk


membentuk manusia yang berkebudayaan.Pendidikan merupakan bentuk bimbingan
yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak untuk mencapai kedewasaan.

Sadulloh (2015: 59) mengemukakan hal-hal yang harus ada pada manusia untuk dapat
dikatakan sebagai manusia dewasa, yaitu manusia yang mandiri, bertanggung jawab,
serta telah mampu memahami dan mampu melaksanakan norma-norma serta moral
dalam kehidupannya.

Tujuan pendidikan nasional dalam UU no 23 tahun yaitu mencerdaskan kehidupan


bangsa dan mengembangkan manusia sutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa tehadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Menurut Abdul Fatah Jalal (Zainal, 2015: 58), tujuan umum pendidikan Islam adalah
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Manusia sebagai hamba Allah berarti
semua amal, pikiran, dan perasaan dihadapkan kepada Allah dengan cara beribadah.

Nata (2015: 289) mengemukakan bahwa hikmah merupakan tujuan, inti, misi, dan
jiwa dari ajaran Islam yang dengannya ajaran Islam akan memiliki daya dorong yang
kuat bagi pembinaan kepribadian hidup manusia agar menjadi orang yang baik,
memiliki semangat dan etos kerja yang tinggi, jujur, amanah, ikhlas, tawakal, sabar,
bersyukur, ridho, dan sebagainya.

14
Berdasarkan pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan
formal, tujuan pendidikan harus selalu dikaitkan dengan pendidikan Islam dalam
mewujudkan manusia dewasa yang berahlak mulia dan berbudi pekerti luhur,
berbudaya, dan memiliki pengetehuan serta keterampilan. Secara khusus, tujuan
umum pendidikan Islam yaitu agar manusia mendapatkan hikmah dalam hidupnya
dengan cara beribadah sebagai bentuk menghambakan dirinya kepada Allah SWT.

2. Tujuan Akhir
Pendidikan Islam akan berlangsung selama hidupnya. Hal ini dikarenakan tujuan
umum yang berbentuk insan kamil sangat dipengaruhi oleh perasaan, lingkungan, dan
pengalaman.Maka dari itu, pendidikan Islam berguna untuk menumbuhkan,
memupuk, mengembangkan, memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan
yang telah dicapai.Karena pendidikan Islam berlangsung selama hidup manusia, maka
tujuan akhir pendidikan Islam berada pada akhir hidupnya.Dalam firman Allah surah
Ali Imran ayat 102, tujuan akhir pendidikan adalah menjadi manusia yang bertakwa.
Perhatikan firman berikut:

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya, dan janganlah kamu sekali-kali mati melainkan dalam keadaan beragama
Islam.

Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah SWT merupakan ujung dari takwa
sebagai akhir dari proses hidup yang merupakan hasil dari akhir pendidikan. Akhir
dari proses pendidikan inilah yang merupakan tujuan akhir pendidikan Islam.

3. Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan pendidikan yang akan dicapai setelah anak
mendapatkan pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum
pendidikan formal. Daratdjat (2014: 32) mengemukakan tujuan pendidikan Islam
seolah-olah merupakan suatu lingkaran yang pada tingkat paling rendah mungkin

15
merupakan suatu lingkaran kecil.Semakin tinggi pendidikannya, lingkaran tersebut
semakin besar.Tetapi sejak dari tujuan pendidikan tingkat permulaan, bentuk
lingkaran ini sudah harus kelihatan.Bentuk lingkaran inilah yang menggambarkan
Insan Kamil itu.
Bentuk Insan Kamil dengan pola takwa itu harus kelihatan semua dalam setiap tingkat
pendidikan.Oleh karena itu, lembaga pendidikan harus dapat merumuskan tujuan
pendidikan Islam sesuai dengan tingkatan pendidikannya. Tetapi, pola pendidikannya
harus tetap sama, yaitu takwa, dan yang berbeda hanya bobot dan mutunya saja.

4. Tujuan Operasional
Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan
pendidikan tertentu. Dalam tujuan operasioal, anak dituntut dapat memiliki
kemampuan dan keterampilan tertentu.Anak mampu mengucapkan, mengerti,
memahami, meyakini, dan menghayati suaru ilmu tertentu.Misalnya anak mampu
mengucapkan dan menghafal bacaan-bacaan shalat serta mampu melaksanakan shalat.

Menurut Rohinah (2013:320-322)Dalam filsafat ilmu filsafat Islam dapat


dikaji dalam tiga aspek, yaitu aspek ontologis keilmuan biasanya mempermasalahkan
apa yang dikaji sebuah ilmu pengetahuan. Aspek epistimologi mencoba menelaah
ilmu pengetahuan dari segi sumber dan metode ilmu yang digunakan dalam rangka
mencapai suatu kebenaran ilmiah. Aspek aksiologis suatu ilmu pengetahuan
mempertanyakan untuk apa suatu ilmu pengetahuan digunakan atau dengan kata lain,
aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan suatu ilmu
pengetahuan.

Filsafat pendidikan Islam adalah konsep berfikir tentang kependidikan yang


bersumber atau berlandaskan pada ajaran Islam tentang kemampuan manusia untuk
dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang
seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam. Kajian filosofis yang digunakan filsafat
pendidikan Islam mengandung arti bahwa filsafat pendidikan Islam itu merupakan
pemikiran yang mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari
kebenaran, inti hakikat pendidikan Islam.

16
Filsafat pendidikan Islam berdasarkan wahyu, tidak semata berpijak
humanistik, tidak mengenal kebenaran terbatas, tapi universal.Berusaha
mengembangkan pandangan yang integral dan mengintergralkan pandangan antara
dunia dan akhirat sekaligus. Filsafat

pendidikan Islam mengembangkan semua aspek kepribadian, mulai akal,


intuisi, akal budi dan inderawi. Ide-ide filsafat pendidikan Islam selain bersifat
teoritik juga realistik yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku, dan mudah
transformasikan dalam kehidupan.

Filsafat pendidikan Islam tentu sangat diperlukan sebagai aplikasi filsafat


dalam pendidikan.Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pendirian lembaga
pendidikan senantiasa berhubungan dengan individu dan masyarakat yang
menyelenggarakan dan mengkonsumsi pendidikan Oleh karena itu, pengelola
pendidikan harus memahami filsafat pendidikan sebagai basis penyelenggaraan
dan pelaksanaan pendidikan, termasuk di dalamnya metode dalam pendidikan.

Metode merupakan langkah atau cara menyelenggarakan pendidikan.


Karenanya, metode merupakan salah satu hal krusial yang perlu
dirumuskan.Herman H. Horne memberikan pembatas arti metode dalam
pendidikan sebagai suatu prosedur dalam mengajar. Suatu metode atau kombinasi
metode yang dipergunakan dapat diidentifikasi, walaupun seorang pengajar tidak
menyadari sama sekali permasalahan metode. Suatu prinsip metode yang sering
diikuti adalah “ajarlah orang lain seperti orang lain pernah mengajarmu.”Dalam
serangkaian aktifitas belajar-mengajar, metode seringkali menjadi satu hal yang
inheren, sehingga pengajar maupun pelajar kerap mengabaikannya. Karenanya,
sekalipun tidak dipikirkan, metode tetap includ di dalam proses kependidikan.

Menurut H.M. Arifin metode dalam pandangan filosofis pendidikan


merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat itu
mempunyai fungsi yang bersifat polipragmatis yakni bilamana metode itu
mengandung kegunaan yang serba ganda di satu sisi memberikan manfaat dan
berdampak positif namun di sisi lain bisa menjadi sesuatu yang membahayakan
danberdampak negatif sebagaimana media yang berbasis IT (informsi teknologi)
dan monopragmatis atau alat yang hanya dapat dipergunakan untuk mencapai satu
macam tujuan saja seperti laboratorium.

17
Dalam sejarah pendidikan Islam, para pendidikan muslim menerapkan
berbagai metode mendidik dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Al-Ghazali
mengatakan, seorang pendidik harus menggunakan pengaruhnya serta cara yang
tepat guna sukses dalam tugas.Penggunaan pengaruh cenderung menjadi suatu
alat kontrol terhadap peserta didik untuk tetap berada dalam naungan pengawasan
dan pengarahan pendidik.Wibawa seorang guru, misalnya, menjadi salah satu alat
kontrol.Wawasan keilmuan yang luas juga dapat menjadi alat kontrol.Di bawah
pengaruh wibawa dan wawasan keilmuan seorang guru maka peserta didik dapat
dikontrol, diarahkan, dan dicetak sesuai visi pendidikan.

Dalam hal mendidik, al-Ghazali mengambil sistem yang berasaskan


keseimbangan antara kemampuan rasional dan kekuasaan Tuhan, antara
kemapuan penalaran dan pengalaman mistik yang memberikan ruang kerja bagi
akal, serta keseimbangan antara berpikir deduktif logis dan pengalaman empiris
manusia. Karenanya, al-Ghazali tidak layak disebut salah satu intelektual muslim
yang mendikotomi ilmu pengetahuan. Sebaliknya, ia ingin mengintegrasikan
seluruh disiplin ilmu pengetahuan dan menanamkannya dalam pribadi anak didik
secara seimbang.

Bagi al-Ghazali, anak didik diharapkan menjadi manusia yang sempurna,


yang mampu mengintegrasikan kemampuan rasional dan kekuasaan Tuhan.
Sehingga ia tumbuh berkembang menjadi manusia yang kritis sekalipun
spiritualis. Penalaran rasional dibutuhkan namun tidak lantas untuk menentang
eksistensi dunia spiritual dan ketuhanan.Selain menjadi manusia yang
berwawasan luas tentang pengembangan kehidupan dunia, anak didik di dalam
pendidikan Islam dicita-citakan pula sebagai manusia yang spritualis dan dekat
dengan Tuhan.

Atas dasar pandangan al-Ghazali yang bercorak empiris, maka tergambarlah


metode pendidikan yang diinginkannya. Di antaranya lebih menekankan pada
perbaikan sikap dan tingkah laku para pendidik dalam mendidik, seperti: guru harus
mencintai muridnya bagai anaknya sendiri, memberi nasihat kepada anak didik agar
menuntut ilmu tidak sekadar untuk kepentingan pribadi malainkan untuk mendapat
ridho Allah, mendorong murid mencari ilmu yang bermanfaat,memberi contoh yang

18
baik, mengajarkan hal-hal sesuai kemampuan akal anak didik, memahami karakter
setiap anak didik, dan mendidik aspek keimanannya.

Seorang guru atau tenaga pendidik bukan semata berkewajiban


mentransformasi keilmuan melainkan juga membimbing perkembangan akhlak
dan spiritualitas anak didik.Metode pendidikan Islam tidak berhenti
membicarakan langkah-langkah yang sebatas menularkan teori-teori pengetahuan
melainkan juga bagaimana anak dapat menerapkannya dalam kehidupan, disertai
dengan perilaku sehari-hari yang sejalan dengan tuntunan agama.Alhasil, metode
pendidikan Islam harus memperhatikan semua aspek kepribadian anak didik.

Jika al-Ghazali lebih fokus pada metode integrasi dan moralitas maka
Ibnu Khaldun memberikan prinsip-prinsip metodologis yang cenderung
psikologis dalam mengajar, seperti: a) hendaknya tidak memberikan pelajaran
tentang hal-hal sulit ekpada anak didik yang baru mulai belajar. Anak didik harus
diberi persiapan secara bertahap yang menuju kesempurnaan, b) anak didik diajar
tentang masalahmasalah yang sederhana dan dilanjutkan ke permasalahan yang
lebih tinggi secara bertahap dengan mempergunakan contoh yang baik, alat
peraga, dan alat bantu lainnya, dan c) jangan memberikan ilmu yang melebihi
kemampuan akal pikiran anak didik. Sebab, ia akan diserang rasa malas.

Ibnu Khaldun melihat sosok anak adalah pribadi yang belum dewasa dan
belum matang sepenuhnya. Anak masih berada pada usia dini, yang lebih banyak
memiliki kelemahan dibanding orang dewasa. Karenanya, pendidikan yang
diberikan kepada anak harus dijenjang dan diberikan secara bertahap, guna
menghindari hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Guru atau tenaga pendidik
harus memperhatikan aspek-aspek kepribadian masing-masing peserta didik,
memetakan tingkat kecerdasan dan kemampuan individual mereka, serta
memberikan ilmu pengetahuan dengan porsi yang tak harus sama.

Tentu saja, metode pendidikan dari al-Ghazali dan Ibnu Khaldun bersifat
saling melengkapi. Dari al-Ghazali, seorang pendidik dapat belajar tentang apa
saja yang harus dikerjakan, dan dari Ibnu Khaldun dapat belajar tentang
bagaimana cara mengerjakan. Semua metode atau cara mendidik yang diajarkan
oleh al-Ghazali dan Ibnu Khaldun dapat bermanfaat bagi peserta didik dalam

19
rangka mencapai tujuan akhir pendidikan, yakni menjadi manusia sempurna
(insan kamil).

Menurut Rohinah (2013:323) Filsafat Islam adalah cerminan berpikir


kritis di bawah naungan etika religius. Kebebasan berpikir manusia ditujukan
untuk membangung kehidupan di muka bumi menjadi lebih baik sesuai dengan
kehendak Tuhan. Karenanya, seluruh potensi manusia yang meliputi: rasionalitas,
empirisitas, dan spiritualitas, harus dikembangkan secara harmoni dengan porsi
yang seimbang.

filsafat Islam yang demikian menjadi landasan pembangunan dunia


pendidikan. Pendidikan harus menjadi dunia produksi yang bekerja untuk
mencetak insan-insan kamil, yang memiliki keseimbangan antara rasio,
pengalaman inderawi, dan spiritual.Berbeda dengan dunia pendidikan Barat yang
cenderung timpang, dan tentunya ketiga potensi tersebut harus dikelola secara
seimbang dalam dunia pendidikan Islam.

Visi pendidikan Islam yang seperti itu harus ditopang oleh perangkat
pendidikan di antaranya tujuan yang kuat sebagai fondasi utama dalam
pelaksanaan pendidikan serta metode-metode yang relevan dengan situasi,
kondisi, dan kebutuhan peserta didik.Para tenaga pengajar tidak harus terlalu
fokus pada transformasi ilmu pengetahuan.Aspek-aspek tingkah laku atau
moralitas anak didik juga harus diperhatikan, sebagaimana mentalitas dan
kebugaran jasmani mereka juga penting.Artinya, metode atau langkah yang harus
ditempuh harus mengarah pada pengembangan tiga aspek secara seimbang, yakni
aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik secara seimbang.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filsafat pendidikan dalam islam adalah bagaimana pandangan tujuan serata
pengaruh dari hal yang kita pelajari dan kita terapkan dalam kehidupan sehari hari
dalam perspektif islam, serta bagaimana pandangan islam atas pendidikan yang ada.
Ruang Lingkup Pendidikan Islam mencangkup kesemua aspek dalam
kehidupan karena dimana ada pendidikan disana pasti ada norma yang didasari oleh
al quran yang merupakan kitab suci islam.
Tujuan dari adanya pendidikan dalam islam tidak jauh berbeda dari apa yang
biasanya menjadi tujuan pendidikan yang hakikatnya menuntun seseorang menjadi
lebih baik, dengan perubahan sikap dan tingkah laku menjadi seseorang yang sholeh.
Mengetahui segala sesuatu yang ada di dunia tidak akan berdiri selain dari pada
karena Allah semata.

21
DAFTAR PUSTAKA

Amirudin, Noor. 2018. Filsafat Pendidikan Islam: Konteks Kajian Kekinian. Gresik:
Caremedia Communication.

Bakhtiar, Amsal. 2014. Filsafat Agama (Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia).
Jakarta: Rajawali Pers.

Daratjat, Zakiah dkk. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Gazalba, Sidi. 1985. Ilmu, filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama. Jakarta: P.T
Bulan Bintang

Muslich, Masnur. 2014. Pendidikan Karakter (Menjawab Tantangan Krisis


Multidimensional). Jakarta: Bumi Aksara

Mappasiara. 2017. Filsafat Pendidikan Islam. Makassar: Filsafat Pendidikan islam, Volume
6, nomor 2:269-284.

Mustafa. 2009. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Epistimologi Ilmu. Jurnal Iqra’ Vol.3,No.1:
82-86.

Nata, Abuddin. 2015. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP.

22
Rohinah. 2013. Filsafat Pendidikan Islam: Studi Filosofis atat Tujuan dan Metode Pendidikan
Islam. Yogyakarta: Jurnal Pendidikan Islam ,Volume II, Nomor 2: 310-324.

Sadulloh, Uyoh. 2015. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: ALFABETA.

Zainal, Veithzal Rival. 2015. Islamic Education Management: Dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Rajawali Pers.

23

Anda mungkin juga menyukai