Anda di halaman 1dari 108

AKIBAT HUKUM PUTUSAN KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000

TERHADAP INTEGRASI VERTIKAL ANTARA PT INDOMARCO


ADI PRIMA DENGAN PT INDOMARCO PRISMATAMA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

HAKIMAH FARHAH
NIM. 16140480000013

KONSENTRASIHUKUMBISNIS
PROGRAM STUDI ILMUHUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H/ 2016 M
ABSTRAK

Hakimah Farhah, NIM 16140480000013, Integrasi Vertikal Pada PT Indomarco


Adi Prima dengan Indomaret (Analisis Putusan KPPU Nomor : 03/KPPU-L-I/2000)
Konsentrasi Hukum Bisnis Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/ 2016 M. Xii + 65
halaman + 33 lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mengapa Integrasi vertikal tidak disebut
sebagai pelanggaran pada kasus integrasi vertikal antara PT Indomarco Adi Prima dengan
Indomaret, dan bagaimana akibat hukum pasca di tetapkannya putusan KPPU Nomor:
03/KPPU-L-I/2000 pada Indomaret selaku terlapor dan pada IMPEK selaku pelapor

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang
mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undnangan dan
keputusan pengadilan serta norma yang berlaku di masyarakat atau kebiasaan yang berlaku di
masyarakat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undnagan dan
pendekatan kasus, sumber data yang di peroleh melalui studi kepustkaan dan wawancara ke
lapangan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa majelis komisi KPPU tidak menemukan cukup
bukti terhadap Indomaret karena belum terpenuhi nya unsur-unsur negatif dari adanya
integrasi vertikal, akan tetapi adanya keresahan para pedagang kecil di sekitarnya terhadap
keberadaan Indomaret sehingga dilakukan penyelidikan lebih lanjut dan untuk mengisi
kekosongan hukum, Indomaret dikenai pasal 2 UU No 5 Tahun 1999 tentang larangan
prkatik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tentang prinsip keseimbangan dengan asas
demokrasi ekonomi. Dampak yang dihasilkan pasca keluarnya putusan KPPU No 03/KPPU-
L-I/2000 terhadap Indomaret yaitu Indomaret diperintahkan untuk menghentikan ekspansinya
yang berdekatan dengan pasar-pasar tradisional, dan dampak pada IMPEK (pelapor) merasa
dirugikan karena putusan bersifat menggantung karena tidak menindak langsung Indomaret
dan tidak bisa mengajukan keberatan karena berdasarkan Perkom No 1 tahun 2010 yang
dapat mengajukan keberatan putusan adalah terlapor.

Kata Kunci : Integrasi Vertikal Pada PT Indomarco Adi Prima dengan Indomaret

(Analisis Putusan KPPU Nomor : 03/KPPU-L-I/2000)

Pembimbing : Dr. Nahrowi SH.M.H dan Dr. Kamarusdiana S.Ag. MH.

Daftar Pustaka : Tahun 1979 sampai dengan 2016

iv
KATA PENGANTAR

Bismilahirrahmaanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa Ta’ala yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta memberikan segala petunjuk dan

kemudahan kepada penulis sehingga atas karunia pertolongan-Nya lah penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi

Agung Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para ummat-Nya.

Dalam penulisan skripsi ini, sedikit banyak hambatan dan kesulitan yang

penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulilah berkat rahmat dan inayah-Nya,

kesungguhan serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun

tidak langsung segala hambatan dapat diatasi sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk motivator terhebat sepanjang

perjalanan hidup penulis, yaitu kedua orang tua penulis Drs, H Sirojuddin SH, dan

ibunda Hj Yuyu Rubiasih beserta adik-adiku terkasih dan tercinta Mutia Wardah,

Zakiyah Fitratunisa, Akbar Fariz Ramzi, dan Habib Baqir Azfa yang tiada lelah dan

bosan memberikan motivasi, bimbingan, kasih sayangnya serta do’a, semoga Allah

SWT senantiasa memberikan rahmat dan kasih sayang kepada mereka semua.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H.Asep Syarifuddin Hidayat, SH. MH dan Drs. Abu Tamrin SH M.hum.

selaku Ketua Program Studi dan Sekertaris Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta.

3. Dr. Nahrowi SH. MH dan Dr Kamarusdiana S.Ag MH selaku dosen

pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk

mengarahkan memotivasi selama membimbing penulis semoga Allah SWT

senantiasa memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada beliau.

4. Segenap Bapak Ibu dosen, pada lingkungan Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

memberikan banyak ilmu selama penulis duduk di bangku kuliah.

5. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas

Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan dan penyediaan buku-

bukunya sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Sahabatku terkasih Farahdhiba Auriyanthie, Miftahul Jannah, Rahma Fauzia

Sina yang senantiasa memberikan semangat, canda, tawanya melewati suka

duka selama di bangku perkuliahan serta kesabaran dan kesetiaannya

menemani dari awal bertemu sampai pada penulis dapat menyelesaikan

skripsi.
7. Ogna Alif Utama Ssy, SH yang selalu menemaniku dalam suka maupun

duka.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan Double Degree Ilmu Hukum Tahun 2014 yang

sudah senantiasa menjadi tempat berbagi canda tawa dan berbagi ilmu nya

semoga kesuksesan selalu menyertai kita.

Tidak ada yang dapat penulis berikan atas balas jasa dan dukungannya,

hanya doa semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan

yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran

yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk skripsi ini.

Bogor, 30 November 2016

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i


PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iv
KATA PEMGANTAR ...................................................................................................... v
DAFTAR ISI.........................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah....................................................................... 1


B. IdentifikasiMasalah............................................................................ 8
C. Pembatasan dan perumusan masalah .................................................. 8
1. Pembatasan masalah ..................................................................... 8
2. Perumusan masalah ....................................................................... 8
D. Tujuan dan manfaat penelitian ............................................................ 9
1. Tujuan penelitian .......................................................................... 9
2. Manfaat Penelitian ........................................................................ 9
E. Tinjauan (review) kajian terdahulu ..................................................... 10
F. Metode penelitian................................................................................ 11
1. Jenis penelitian .............................................................................. 11
2. Pendekatan masalah ...................................................................... 12
3. Bahan hukum ................................................................................ 13
G. Sistematika penulisan.......................................................................... 13

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PERSAINGAN USAHA

A. Pengertian dan perkembangan hukum persaingan usaha ................... 15


1. Pengertian hukum persaingan usaha ............................................. 15
2. Perkembangan hukum persaingan usaha ...................................... 17
B. Regulasi persaingan usaha di indonesia ............................................. 23
1. Perjanjian yang di larang .............................................................. 23
2. Kegiatan yang di larang ................................................................ 25
C. Kedudukan KPPU dalam Hukum Persaingan Usaha ......................... 25
1. Kedudukan KPPPU dalam Sistem Kelembagaan Negara ............ 25
2. Hukum Acara yang Berlaku di KPPU ......................................... 28
3. Tugas dan Wewenang KPPU ........................................................ 28

BAB III INTEGRASI VERTIKAL .................................................................. 37

A. Pengertian Integrasi Vertikal ............................................................. 37


B. Alasan pelaku usaha melakukan integrasi vertikal ............................. 41
C. Dampak negatif dari integrasi vertiukal.............................................. 44

BAB IV ANALISIS PUTUSAN

A. Posisi kasus ........................................................................................ 47


B. Analisis putusan KPPU ....................................................................... 51
C. Akibat hukum putusan KPPU ............................................................. 55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 58
B. Saran……………………………………………………………….. 60
C. Lampiran- lampiran ………………………………………………. 64
BAB 1

LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi pada pembangunan jangka panjang telah

menghasilkan banyak kemajuan antara lain dengan meningkatnya

kesejahteraan rakyat. Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas,

didorong oleh kebijakan pembangunan bidang ekonomi yang tertuang

dalam Garis Garis Besar Haluan Negara dan Rencana Pembangunan Lima

Tahunan serta berbagai kebijakan ekonomi lainnya. 1

Pembangunan yang dilakukan oleh sebagian besar negara dunia

ketiga dengan segala dimensinya telah menciptakan suatu struktur

masyarakat yang timpang, tidak adil dan eskploitatif. Kondisi ini semakin

parah ketika arus globalisasi nenerpa dunia. Pada satu sisi, negara negara

industri maju (Eropa, Jepang dan Amerika Serikat) menikmati kemajuan

dan kesejahteraan ekonomi dengan standar hidup masyarakatnya di atas

rata-rata. Sementara disisi lain negara-negara dunia ketiga masih di lilit

oleh kemiskinan dan keterbelakangan dengan melihat kondisi seperti ini,

maka menjadi masuk akal jika banyak ilmuan sosial mulai

mempertanyakan kontribusi globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan

peragangan yang tengah berlangsung saaat ini bagi kemajuan dan

1
Rico Andriyan Pakpahan, Efektifitas Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) dalam Penanganan kasus Dugaan Kartel Terkait Praktek Monopoli dan Perssaingan
Usaha Tidak Sehat, jurnal program studi magister ilmu hukum program pasca sarjana Universitas
Atma Jaya Yogyakarta (2014) h.2.

1
2

kesejahteraan negara-negara dunia ketiga khsussnya dan masyarakat dunia

umumnya.

Selama lebih dari dua dekade belakangan dunia berubah dengan cepat.

Perubahan perubahan tersebut menyentuh hampir disetiap sendi

kehidupan. Banyak pakar menyebut fenomena ini sebagai globalisasi yang

di tandai integrasi,interdependensi, dan kesalinghubungan antarnegara

bangsa. Globalisasi ini muncul bersamaan dengan kebangkitan kembali

kaum neo liberal atau kelompok kanan baru di amerika serikat dan eropa.

Akibatnya, peng-agungan terhadap mekanisme pasar menjadi tekanan

utama, dan campur tangan negara dalam urusan ekonomi sedapat mungkin

dihilangkan. Ini karena campur tangan negara yang terlalu besar dalam

bidang ekonomi, sebagaimana disarankan oleh paham keynesian, hanya

akan mendistorsi pasar dan membuat ekonomi dunia menjadi tidak efektif.

Oleh karena itu menurut pandangan kaun neo liberal, negara dengan cara

apapun harus dikeluarkan dari pasar.2

Pikiran ini mendominasi lembaga-lembaga dunia seperti IMF,bank

dunia maupun WTO. Inilah yang menjadi latar belakang gencarnya

gerakan globalisasi dan liberalisasi dibidang ekonomi. Dalam

perekembangan lebih lanjut pertumbuhan perusahaan-perusahaan

multinasional telah menjadi kekuatan tersendiri dalam hubungan ekonomi-

2
Budi winarno, Pertarungan Negara vs Pasar,(Yogyakarta: Medpress,2009),h.2-
4
3

politik internasional. Kondisi ini dalam pandangan beberapa ilmuan sosial

telah semakin memarginalkan peran negara dalam proses pembangunan.

Namun, banyak ilmuan sosial mulai mempertanyakan kontribusi

globalisasi tersebut bagi kesejahteraan penduduk dunia terutama bagi

negara ketiga. Seperti yang di katakan Gilpin, bahwa seiring proses

globalisasi situasi dunia juga diikuti oleh semakin meluasnya

ketidakmerataan distribusi pendapatan,tingkat pengangguran yang

semakin luas,degradasi lingkungan, dan akibat akibat merusak dari

globalisasi yakni kehancuran ekonomi banyak negara akibat tidak adanya

regulasi aliran modal global.3

Disisi lain globalisasi juga mendorong masuknya barang/jasa dari

negara lain dan membanjiri pasar domestik. Pelaku usaha domestik kini

harus berhadapan dengan pelaku usaha dari berbagai negara, dalam

susasana persaingan tidak sempurna. Pelaku usaha besar dan transnasional

dapat menguasai kegiatan ekonomi domestik melalui perilaku anti

persaingan,seperti kartel, penyalahgunaan posisi dominan,

merger/takeover, trading terms dan sebagainya.4

Salah satu hasil dari globalisasi adalah merebaknya industri retail,

dalam jangka waktu yang singkat beberapa pelaku usaha ritel modern

dengan kemampuan kapital yang luar biasa melakukan aktifitasnya di

3
Budi winarno, Pertarungan Negara vs Pasar,h.2-4
4
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:Lorem
Ipsum Dolor Sit Amet,2009), h.ix.
4

Indonesia mereka mewujudkannya dalam bentuk minimarket, supermarket

bahkan hypermarket yang kini bertebaran di setiap kota besar Indoneisa.

Kehadiran para pelaku usaha ini, bagi konsumen Indonesia disatu sisi

memang sangat menggembirakan. Konsumen dimanjakan dengan berbagai

hal positif terkait dengan kenyamanan saat berbelanja, keamanan

kemudahan variasi produk yang semakin beragam, kualitas produk yang

terus meningkat dan tentu saja harga produk yang menjadi lebih murah

karena hadirnya persaingan.5

Tetapi, meskipun kontribusi ritel modern terhadap pertumbuhan

industri ritel Indonesia secara keseluruhan sangat besar dan sangat

menguntungkan bagi konsumen, pertumbuhan ritel modern ternyata

mendatangkan persoalan tersendiri berupa tersingkirnya usaha kecil ritel

Indonesia yang menjadi tempat menggantungkan hidup bangsa Indonesia

dalam jumlah yang tidak sedikit kemampuan bersaing mereka yang sangat

rendah karena kemampuan capital yang sangat terbatas, dengan

manajemen yang sederhana serta perlindungan dan upaya pemberdayaan

yang sangat minim telah menjadikan mereka menjadi korban dari proses

liberalisasi ekonomi di sektor ritel. Lebih jauh lagi hal ini dapat

dikelompokan pada 2 kasus persaingan usaha yaitu (1) kasus persaingan

antara peritel modern (besar) dan peritel tradisional (kecil). (2) kasus

5
Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar
Modern dan Usaha Toko Modern, Position Paper, diakses pada tanggal 22 februari 2016, dari
situs ;http:www.kppu.go.id/docs/positioning_paper/ritel.pdf
5

persaingan antara produk nasional (pelaku usaha nasional) dan produk

impor (pelaku usaha asing ).6

Permasalahan yang akan penulis angkat pada skripsi ini mengenai

persoalan yang menjadi kasus di KPPU yang berkaitan dengan kasus

persaingan antara peritel modern dan peritel tradisional yang berkaitan

dengan adanya integrasi vertikal antara PT Indomarco Adi Prima dan

peritel besar Indomaret yang mengakibatkan adanya persaingan usaha

yang tidak sehat antara Indomaret dan peritel kecil/tradisional di

sekitarnya.

Integrasi vertikal adalah perjanjian yang bertujuan untuk

menguasai beberapa unit usaha yang termasuk dalam rangkaian produksi

barang dan atau jasa tertentu. Integrasi vertikal bisa di lakukan dengan

strategi penguasaan unit usaha produksi ke hulu dimana perusahaan

memiliki unit usaha hingga ke penyediaan bahan baku maupun ke hilir

dengan kepemilikan unit usaha hingga ke distribusi barang dan jasa hingga

ke konssumen akhir.7

Integrasi vertikal mampu menurunkan efek negatif dari struktur

pasar monopoli yang ada pada setiap usaha tahap produksi dan distribusi.

Integrasi vertikal dapat membatasi margin ganda sehingga konsumen

dapat di untungkan karena bisa mendapatkan produk dengan harga yang

6
Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika,2013), h.16-18.
7
Draft Pedoman Larangan Integrasi Vertikal, diakses pada tanggal 26 februari 2016,dari
situs: www.kppu.go,id/draft_pedoman_larangan_integrassi_vertikal pdf
6

lebih murah. Perusahaan juga di untungkan dengan strategi ini melalui

pemanfaatan efisiensi teknis dan efisiensi biaya transaksi sehingga laba

total yang di dapatkan akan lebih besar di bandingkan bila mereka harus

membeli bahan baku dari perusahaan lain dan mendistribuikan produknya

lewat perusahaan lain.8

Integrasi vertikal menunjukan adanya kepemilikan (hubungan

terafiliasi) atau kontrol oleh satu pelaku usaha terhadap beberapa jenjang

proses produksi yang berbeda.Ada kemungkinan dengan integrasi vertikal,

pelaku usaha dominan melakukan tindakan berupa pengkondisian

pesaingnya agar tidak berdaya melalui mekanisme peningkatan biaya

produksi pesaingnya tersebut. Misalnya dengan melakukan praktik

diskriminasi, hambatan vertikal atau bahkan menyalahgunakan posisi

dominan. 9

Sampai saat ini PT Indomarco Adi Prima yang secara manajemen

dikuasai oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk tetap sebagai pemasok

Indomaret untuk produk produk Indofood, Indomaret melakukan diskon

super hemat khsususnya produk-produk Indomaret dan harga produk-

produk Indofood lebih murah dibandingkan dengan harga di pengecer lain,

berkaitan dengan itu majelis komisi KPPU menduga adanya kemungkinan

integrasi vertikal yang dilakukan oleh sejumlah pelaku usaha yang dapat

mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

9
Suyud Marrgono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.70.
7

Yang melanggar pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang

larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 “Pelaku


usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk
dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana
setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses
lanjutan. Baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
Yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan
atau merugikan masyarakat”.

Ketidak sesuaian antara fakta yang ditemukan dalam putusan

KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000 bahwa telah terjadi integrasi vertikal

antara PT Indomarco Adi Prima dan Indomaret akan tetapi di dalam

putusan tidak sama sekali disinggung mengenai adanya integrasi vertikal

hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan

judul “Integrasi Vertikal Pada PT Indomarco Adi Prima Dengan

Indomaret (Analisis putusan KPPU Nomor: 03/KPPU-L-I/2000)”

B. Identifikasi Masalah

1. Apa saja kasus yang terjadi pada Indomaret dalam putusan KPPU

Nomor: 03/KPPU-L-I/2000?

2. Kenapa Indomaret diduga melanggar persekongkolan yang

mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat?

3. Kenapa Indomaret diduga melanggar posisi dominan ?

4. Kenapa Indomaret diduga tidak mengindahkan pelaku usaha kecil

disekitarnya ?

5. Kenapa Indomaret diduga melakukan integrasi vertikal ?


8

6. Apa penyebab Indomaret melakukan Integrasi vertikal ?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian skripsi ini, penulis hanya akan membahas mengenai

apa penyebab adanya ketidak sesuaian antara fakta yang ditemukan dalam

putusan KPPU Nomor: 03/KPPU-L-I/2000 bahwa telah terjadi integrasi

vertikal antara PT Indomarco Adi Prima dan Indomaret akan tetapi di

dalam putusan tidak sama sekali disinggung mengenai adanya integrasi

vertikal dan akibat hukum pasca ditetapkannya putusan KPPU NOMOR:

03/KPPU-L-I/2000 terhadap Indomaret dan terhadap pelapor yaitu Ikatan

Masyarakat Pemerhati Ekonomi Kerakyatan (IMPEK).

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Mengapa integrasi vertikal yang dilakukan PT Indomarco Adi Prima

dan Indomaret tidak dianggap sebagai pelanggaran oleh KPPU?

b. Bagaimana akibat hukum pasca ditetapkannya putusan KPPU Nomor:

03/KPPU-L-I/2000 terhadap Indomaret dan pelapornya (IMPEK)?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atass, tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:


9

a. Untuk mengetahui mengapa integrasi vertikal yang di lakukan oleh

direktur utama PT Indomarco Adi Prima tidak dianggap sebagai

pelanggaran oleh KPPU

c. Untuk mengetahui akibat hukum pasca di tetapkannya putusan KPPU

NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000 pada Indomaret dan pelapornya

(IMPEK)

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis untuk menambah pengetahuan baru mengenai akibat

hukum dari jabatan rangkap yang di lakukan PT Indomarco Perdana

dan indomaret yang di duga melanggar pasal melanggar pasal 14

Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU)serta intuk memberikan khazanah ilmu

pengetahuan di lingkungan Universitas Islam Negri Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya pada fakultas syriah dan Hukum.

2. Manfaat Praktis untuk mmemberikan masukan kepada pemerintah

untuk mengambil kebijakan baru akibat adanya kasus PT Indomarco

Perdana ini sehingga terwujudnya keseimbangan kesejahteraan antara

pelaku usaha modern dan pelaku usaha tradisional.


10

E. Tinjauan Review Studi Terdahulu

Penulis Penelitian

Wulanda Roselina (2012) Karya ilmiah ini menganalisis mengenai

tentang” akuisis PT alfa akibat hukum pelaksanaan akusisi PT Alfa

Retalindo.Tbk. oleh PT Retalindo,Tbk. Oleh PT carefour indonesia

carefour indonesia dalam bagi pasar modern di tinjau dari hukum

perspektif hukum persaingan usaha. Perbedaan penelitian

persaingan usaha studi wulanda roselina dengan penulis adalah

putusan KPPU nomor penulis menganalisis mengenai rangkap

9/KPPU-L?2009, jabatan yang di lakukan oleh direktur utama

universitas Jember, PT Indomarco Retalindo yang mengakibatkan

fakultas hukum tahun adanya persaingan usaha yang tidak sehat.

2012

Jurnal hukum, oleh Jurnal ini menjelaskan bagaimana peran

KPPU, “position paper pemerintah terhadap persaingan usaha antara

rancangan peraturan peritel besar dan peritel kecil dan masalah-

presiden tentang masalah yang timbul akibat adanya

penataan dan pembinaan persaingan usaha antar peritel besar dan

usaha pasar moder dan peritel kecil. Perbedaan jurnal tersebut dengan

usaha toko modern” penulis adalah penulis menganalisis mengenai

rangkap jabatan yang di lakukan oleh direktur

utama PT Indomarco Perdana yang

mengakibatkan adanya persaingan usaha yang


11

tidak sehat.

Skripsi oleh Muhammad Skripsi ini meganalisis mengenai syarat syarat

Aryadilah perdagangan (trading terms) yang berakibat

1110048000001tentang adanya pelanggaran terhadap pasal 17 huruf a

“penerapan syarat syarat UU no 5 tahun 1999 tentnag larangan

perdagangan (trading monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

terms) oleh PT carrefour pada PT carrefour indonesia pasca akuisisi PT

indonesia pasca akuisisi Alfa Retalindo. Perbedaan penelitian

PT Alfa Retalindo, UIN Muhammad Aryadilah dengan penulis adalah

Syarif Hidayatuulah penulis menganalisis mengenai rangkap

Jakarta Hukum Bisnis jabatan yang di lakukan oleh direktur utama

2015 PT Indomarco Retalindo yang mengakibatkan

adanya persaingan usaha yang tidak sehat.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analsiis dan kontruksi, yang di lakukan secara metodologis,sistematis, dan

konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu

sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti

tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.10

10
Soerjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI press, cet
III,2008), h.42
12

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

metode peneltiian yuridis normatif, yaitu penelitian yang di lakukan

mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perudang-

undangan dan keputusan pengadilan serta norma norma yang berlaku di

masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di

masyarakat.11

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang akan penulis pakai dalam skripsi ini adalah

pendekatan Perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan

konsep (konceptual approach), dan pendekatan kasus. 12

Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-

aturan terkait bagaimana persaingan usaha yang sehat dalam penguasaan

pasar. Pendekatan konseptual (conceptual approach) diterapkan guna

memahami konsep konsep persaingan usaha tidak sehat dan penguasaan

pasar yang mengakibatkan terjadinya integrasi vertikal akibat adanya

jabatan rangkap pada kasus PT Indomarco Adi Prima. Pendekatan kasus

(case approach) diterapkan dalam menganalisis kasus Integrasi Vertikal

antara PT Indomarco Perdana dan Indomaret.

11
Soerdjono soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan
di Dalam Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat dokumentasi Universitas Indonesia, 1979)
h.18
12
Peter mahmud marzuki. Penelitian Hukum, (Surabaya:Kencana.cet, VI, 2010),
h.96.
13

3. Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer : 1) Putusan KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-

I/2000. 2) Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

b. Bahan Hukum sekunder : semua publikasi tentang hukum yang

bukan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi

buku-buku, teks hukum, kamus hukum, jurnal hukum, dan

komentar komentar atas putusan pengadilan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terbagi menjadi lima

bab, yaitu :

BAB I Pendahuluan

Berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan dan kegunaan,review studi terdahulu ,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II Tinjauan Umum Hukum Persaingan Usaha

Bagian ini akan membahas tentang pengetian hukum

persaingan usaha dan perkembangannya di indonesia

kemudian di bahas juga mengenai regulasi hukum

persaingan usaha
14

BAB III Tinjauan Mengenai Intergrasi Vertikal

Bab ini akan membahas mengenai teori-teori mengenai

Integrasi Vertikal yang ada kaitannya dengan kasus

Integrasi Vertikal antara PT Indomarco Adi Prima dan

Indomaret

BAB IV Analisis putusan KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-

I/2000

Berisi tentang analisis mengenai integrasi vertikal

yang di sebabkan adanya rangkap jabatan pada kasus

PT Indomarco Perdana yang memiliki indomaret, dan

bagaimana akibat hukumnya pasca putusan KPPU

NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000 di jatuhkan.

BAB V Penutup

Berisi kesimpulan dan saran.


BAB II

TINJAUAN UMUM HUKUM PERSAINGAN USAHA

A. Pengertian dan Perkembangan Hukum Persaingan Usaha

1. Pengertian Hukum Persaingan Usaha

Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum persaingan usaha

adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan

persaingan usaha, adapaun istilah-istilah yang digunakan dalam bidang

hukum ini selain istilah hukum persaingan usaha (competition law), dan

hukum antitrust (antitrust law). Namun demikian, istilah hukum

persaingan usaha telah diatur dan sesuai dengan substansi ketentuan UU

No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat yang mencakup pengaturan antimonopoli dan

persaingan usaha dengan segala aspek-aspeknya yang terkait.1

Dalam kamus lengkap ekonomi yang ditulis oleh Crishtoper Pass

dan Bryan Lowes, yang dimaksud dengan Competition Law (hukum

persaingan) adalah bagian dari perundang-undangan yang mengatur

tentang monopoli, penggabungan dan pengambilalihan, perjanjian

perdagangan yang membatasi dan praktik anti persaingan.2

1
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori
Praktek serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012),
h.1.
2
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:
Kencana Cet.II, 2009), h.3.

15
16

Menurut pasal 1 ayat 6 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999


Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
pengertian dari persaingan usaha tidak sehat adalah “Persaingan usaha
tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau mengahmbat
persaingan usaha”.
Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak sehat merupakan kelengkapan hukum yang diperlukan dalam suatu

perekonomian yang menganut mekanisme pasar. Di satu pihak undang-

undang ini diperlukan untuk menjamin agar kebebasan bersaing dalam

perekonomian dapat berlangsung tanpa hambatan, dan dilain pihak

Undang-undang ini juga berfungsi sebagai rambu-rambu untuk memagari

agar agar tidak terjadi praktik-praktik ekonomi yang tidak sehat. 3

Peraturan mengenai larangan monopoli dan persaingan usaha tidak

sehat ini diperlukan untuk menjamin agar kebebasan bersaing dalam

perekonomian dapat berlangsung tanpa hambatan. Karena pada hakikatnya

pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selalu bersaing. Persaingan

yang dilakukan secara tidak sehat akan berakibat pada:

1. Matinya atau berkurangnya persaingan antar pelaku usaha.

2. Timbulnya praktik monopili, dimana pasar dikuasai hanya oleh

pelaku usaha tersebut.

3
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori
Praktek serta Penerapan Hukumnya, h.2.
17

3. Bahkan kecenderungan pelaku usaha untuk mengeksploitasi

konsumen dengan cara menjual barang yang mahal tanpa

kualitas yang memadai.4

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa pada

dasarnya tujuan dari Undang-undnag Persaingan Usaha adalah untuk

menciptakan efisiensi pada ekonomi pasar demi peningkatan kesejahteraan

masyarakat, dengan mencegah monopoli, mengatur persaingan yang sehat

dan bebas, serta memberikan sanksi terhadap para pelanggarnya.

2. Perkembangan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

Perkembangan hukum persaingan usaha di Indonesia mengalami

sebuah fase yang cukup panjang. Fase itu dapat dibagi menjadi 2, yaitu

masa ketika sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,

dan masa setelah keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat.

Pada masa sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat, khususnya ketika masa pemerintahan rezim Orde Baru, maka

pengaturan hukum persaingan usaha tersebar secara parsial dibeberapa

peraturan perundang-undangan dan tidak terkumpul menjadi satu undang-

undang. Keadaan ini membuat terjadinya ketidaksinkronan antar peraturan

4
Hikmahanto Juwana, Sekilas tentang Hukum Persaingan Usaha dan UU No. 5
Tahun 1999, Jurnal Magister Hukum 1 Tahun 1999, h. 32
18

yang ada atau hukum positif yang ada tersebut tidak bekerja atau tidak lagi

efektif terhadap peristiwa-peristiwa konkret perkara persaingan usaha di

dalam masyarakat.5

Hal itu juga diperparah oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang

tampaknya tidak pro persaingan dan cenderung berpihak pada penguasa

bermodal besar sebagai lokomotif pembangunan ekonomi,6 sebelum

keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, csecara garis besar terdapat

tiga bidang hukum yang mana hukum persaingan usaha diatur di

dalamnya.

a. Hukum Perdata

Permasalahan hukum persaingan usaha dalam hukum perdata

diatur dalam pasal 135 Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau

Burglijk Wetboek (BW) pasal 1365 BW berbunyi,

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian


pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian tersebut, mengganti kerugian tersebut”
Keberlakuan pasal ini melihat bahwa perbuatan melanggar

persaingan usaha merupakan perbuatan melawan hukum karena

pelanggaran tersebut membawa kerugian bagi pihak lain sehingga bagi

5
Elyta Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia, cet I, (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2001), h.5.
6
Elyta Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia, cet I, h.10.
19

pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi secara perdata maupun

pidana.7

b. Hukum Ekonomi

Dalam bidang hukum ekonomi, ketika itu permasalah npersaingan

usaha diatur dalam beberapa undang-undnag, diantaranya Undang-

undang No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian. Ketentuan mengenai

persaingan usaha di undang-undang ini secara prinsip juga melarang

industri-industri yang mengakibatkan terjadinya monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat.

c. Hukum Pidana

Dalam hukum pidana, permasalahan hukum persaingan usaha

dapat ditemui dalam buku kedua, Titel XXV Tentang Perbuatan

Curang, Pasal 382 bis kitab Undang-undnag Hukum Pidana (KUHP)

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntugnkan diri sendiri


atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu
atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang
sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun.”

Unsur-unsur dalam pasal 382 bis KUHP lebih menekankan

perbuatan penipuan dalam usaha perdagangan yang bermaksud

menguntungkan diri sendiri dengan cara mengelirukan dan merugikan

orang lain. Oleh karena itu ketentuan dalam 382 bis KUHP kurang

sesuai diterapkan dalam persaingan usaha karena dalam persainga

7
Elyta Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia, cet I, h.6.
20

usaha, perbuatan curang tidak selamanya mengandung unsur penipuan,

tetapi suatu perbuatan atau perjanjian yang tujuan utamanya adalah

untuk meniadakan persaingan antar sesama pelaku usaha untuk

memperoleh keuntungan dari ketiadaan persaingan tersebut.8

Pada masa orde baru, dunia persaingan usaha berkutat dalam

persaingan usaha yang tidak sehat hal ini timbul karena pemerintah

lebih berpihak kepada pelaku usaha bermodal besar. Kebijakan

pemerintah yang seperti itu dikarenakan orientasi pembangunan

ekonomi lebih dititik beratkan pada pertumbuhan sehingga asas-asas

pemertataan pun terlupakan.

Sebenarnya Indonesia telah memiliki rancangan Undang-undang

Antimonopoli yang disusun oleh pelaku usaha dengan para ekonom

Indonesia pada akhir taun 80-an, yang apabila disahkan dapat

digunakan sebagai landasan hukum pengahpusan praktek-praktek

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ssaat itu namun sayangnya

karena ada tekanan dari penguasa rancangan Undang-undang

Antimonopoli tersebut tidak pernah dibahas oleh pemerintah dan

Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjadi undang-undang.9

Prof Sutan Reny Syahdeni mengungkapkan bahwa ada beberapa

alasan yang menyebabkan Undang-undang persaingan usaha sulit

8
Elyta Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia, cet I, h.5-6.
9
Destivano Wibowo, Hukum Acara Persaingan Usaha, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005), h.1-2.
21

untuk lahir pada masa orde baru.10 Pertama adalah pemerintah

berupaya memajukan perusahaan-perusahaan besar yang mana

diharapkan perusahaan-perusahaan besar tersebut dapat menajdi

lokomotif pertumbuhan apabila diberlakukan secara kusus. Kedua

pemberian fasilitas monopoli perlu ditempuh karena perusahaan

tersebut telah bersedia sebagai pembuka dan pemimpin di pasar yang

bersangkutan. Tanpa danya fasilitas monopoli sulit kiranya

memperoleh investor yang bersedia menanamkan modalnya disektor

tersebut. Ketiga untuk menjaga keberlangsungan praktek-praktek

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme demi kepentingan keluarga dan kroni-

kroni mantan presiden Soeharto kala itu. Implikasi dari persaingan

usaha tidak sehat di Indonesia akhirnya terlihat ketika badai krisis

moneter tahun 1997, banyak perusahaan Indonesia yang tidak mampu

mengatasi badai krisis tersebut sehingga mengalami kebangkrutan.

Hak itu disebabkan tidak kompetitifnya daya saing pelaku uaha di

Indonesia karena kondisi persaingan usahanya cenderung

monopolistic.

Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini merupakan salah satu

produk undang-undang yang dilahirkan atas desakan dari International

Monetary Fund (IMF) sebagai salah satu syarat agar pemerintah

Indonesia dapat memperoleh bantuan IMF guna mengatasi krisis

10
Ditha Wiradiputra, Catatan Kuliah Pengantar Hukum Persaingan Usaha,
(Depok:FHUI, 2004) h.8-9
22

ekonomi yang melanda Indonesia. Tujuan adanya undang-undang ini

adalah untuk memangkas praktek monopoli dan persaingan usaha yang

tidak sehat yang terjadi pada zaman orde baru, dimana praktek

monopoli dan persaingan ussaha tidak sehat tersebut banyak terjadi

akibat kebijakan pemerintah yang kerap kali menguntungkan pelaku

usaha tertentu saja.11

Dengan mundurnya presiden Soeharto pada 1998 maka dimulailah

reformasi disegala bidang kehidupan termasuk reformasi dibidang

hukum persaingan usaha. Hal ini membawa 34 anggota DPR dari 4

fraksi dengan menggunakan dan mengajukan rancangan Undang-

Undnag Persaingan Usaha pada tanggal 2 September 1988. Inisiatif

dari DPR ini sangat jarang terjadi ketika itu sehingga apabila DPR

sampai berinisiatif untuk mengajukan draft Rancangan Undang-

undnag Persaingan Usaha, maka dapat dilihat betapa mendesaknya

kebutuhan akan undang-undang tersebut. Setelah sekian lama

perdebatan dan pembahasan alot di DPR maka akhirnya pada tanggal 5

Maret 1999, lahirlah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.12

Namun demikian Undang-Undang Nomor 5Tahun 1999 tentang

monopoli dan Larangan Praktik Persaingan Usaha tidak Sehat ini tidak

otomatis berlaku karena pemerintah ingin menyosialisasikan kepada


11
Destivano Wibowo, Hukum Acara Persaingan Usaha, h.1-2
12
Ditha Wiradiputra, Catatan Kuliah Pengantar Hukum Persaingan Usaha,
(Depok:FHUI, 2004) h.2
23

masyarakat, dan kalangan dunia usaha pada umumnya sebelum

memberlakukannya secara efektif. Pemerintah baru memberlakukan

Undang-undang ini pada tanggal 5 Maret tahun 2000.13

B. Regulasi Persaingan Usaha di Indonesia

1. Perjanjian Yang di Larang.

Perjanjian adalah suatu peristiwa, dimana seseorang berjanji

kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal.14 Selanjutnya pasal 1313 KUH Perdata

menyatakan bahwa suatu persetujuan atau perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih. Selain dari perjanjian dikenal pula

istilah perikatan, namun kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak

merumuskan apa itu suatu perikatan. Oleh karenanya doktrin berusaha

merumuskan apa yang dimaksud dengan perikatan yaitu perhubungan

hukum antara dua orang atau du pihak berdasarkan mana pihak yang satu

berhak menuntut sesuatu hal (prestasi) dari pihak lain yang berkewajiban

memnuhi tuntutan tersebut.15

Menurut pasal 1 ayat (7) Undang-undang No.5 tahun 1999


perjanjian didefinisikan sebagai: “Suatu perbuatan satu atau lebih pelaku
usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain

13
Destivano Wibowo, Hukum Acara Persaingan Usaha, h.1-2
14
R Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1989),h. 1.
15
R Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1989),h. 1.
24

dengan nama apapun baik tertulis, maupun tidak tertulis”. Adapun


perjanjian yang dilarang adalah sebagai berikut16:
1. Oligopoli

2. Penetapan Harga

a. Penetapan Harga (Pasal 5 UU No.5/1999)

b. Diskriminasi Harga (Pasal 6 UU No.5/1999)

c. Jual Rugi (Pasal 7 UU No.5/1999)

d. Pengaturan Harga Jual Kembali ( Pasal 8 UU N0.5/1999)

3. Pembagian wilayah (Pasal 9 UU No.5/1999)

4. Pemboikotan (Pasal 10 UU No.5/1999)

5. Kartel (Pasal 1 UU No.5/1999)

6. Trust (Pasal 12 uu No.5 /1999)

7. Oligopsoni (Pasal 13 UU No.5/1999)

8. Integrassi Vertikal (Pasal 14 UU No.5/1999)

9. Perjanjian Tertutup

a. Exclusive distribution agreement (Pasal 15 ayat (1) UU

No.5/ 1999)

b. Tying agreement (Pasal 15 ayat (2) UU No.5/1999)

c. Vertical agreement on discount (Pasal 15 ayat (3) UU

No.5/1999)

10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri.

16
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
(Jakarta:Lorem Ipsum Dolor Sit Amet,2009), h.86.
25

2. Kegiatan Yang Dilarang

Menurut Undnag-undang Nomor 5 tahun 1999 kegiatan yang dilarang

untuk dilakukan oleh pelaku usaha adalah sebagai berikut:

a. Monopoli (pasal 17)

b. Monopsoni (pasal 18)

c. Penguasaan pasar ( Pasal 19, 20, 21)

d. Persengkokolan (pasal 22, 23, 24)17

Perbedaan antara kegiatan yang dilarang dengan perjanjian yang

dilarang terletak pada jumlah pelaku usaha. Dalam perjanjian yang

dilarang paling tidak harus ada dua pelaku usaha karena suatu perjanjian

menghendaki paling tidak dua subjek hukum. Sementara dalam kegiatan

yang dilarang, tidak tertutup untuk dilakukan oleh satu pelaku.Terhadap

kegiatan yang dilarang diberi pengecualian, yaitu apabila kegiatan tersebut

dilakukan oelh pelaku usaha yang tergolong dalan usaha kecil atau

kegiatan usaha koperasi yang secara khusus untuk melayani anggotanya.18

C. Kedudukan KPPU dalam Hukum Persaingan Usaha

1. Kedudukan KPPU dalam Sistem Kelembagaan Negara

Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang persaingan usaha tidak sehat dibentuklah suatu komisi.

17
Undang-undang No.5 dan KPPU: Prosiding Rangkaian Lokakarya Tebatas
Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004: Jakarta
17-18 Mei 2004/tim editor, Emmy Yuhassarie, Tri Harwono, (Jakarta: Pusat Pengkajian
Hukum, 2004).
18
Hikmawanto Juwana, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, (Jakarta:
Lentera Hati, Cet. 11, 2002), h. 60-62.
26

Pembentukan ini didasarkan pada pasal 34 Undang-undang Nomor 5 tahun

1999 yang menginstruksikan bahwa pembentukan susunan organisasi,

tugas, dan fungsi komisi ditetapkan melalui keputusan presiden. Komisi

ini kemudian dibentuk berdasarkan keppres Nomor 75 Tahun 1999 dan

diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU.

Dengan demikian penegakan hukum antimonopoli dan persaingan

usaha tidak sehat berada dalam kewenangan KPPU, namun demikian tidak

berarti bahwa tidak ada lembaga lain yang berwenang menangani perkara

monopoli dan persaingan usaha. Pengadilan Negeri (PN) dan Mahkamah

Agung (MA) juga diberi wewenang untuk menyelesaikan perkara tersebut.

PN diberi wewenang untuk menangani keberatan terhadap putusan KPPU

dan menangnai pelanggaran hukum persaingan yang menjadi perkara

pidana karena tidak dijalankannya putusan KPPU yang sudah in kracht.

MA diberi kewenangan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran hukum

peraingan apabila terjadi kasasi terhadap keputusan PN tersebut.19

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 sama sekali tidak menyebut

KPPU sebagai lembaga pengadilan. Tugas dan kewenangannya juga tidak

dikaitkan dengan tugas mengadili seperti halnya badan-badan peradilan

yang resmi. Meskipun demikian, KPPU secara teoritis pada hakikatnya

tetap merupakan lembaga semi yudisial atau quasi yudisial.20 KPPU

memiliki kewenangan melaksanakan quasi yudisial meliputi kewenangan


19
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
(Jakarta:Lorem Ipsum Dolor Sit Amet,2009), h.311.
20
Jimly Ashidiqie, KPPU Sebagai Lembaga Quasi Peradilan,
27

yang dimiliki oleh lembaga peradilan yaitu, penyidikan, penuntutan,

memerikasa, mengadili, sampai memutus perkara persaingan usaha pada

tingkat pertama.21 Lembaga quasi yudisial beberapa diantaranya berbentuk

komisi-komisi negara, tetapi ada pula yang menggunakan istilah badan

ataupun dewan. KPPU merupakan lembaga eksekutif yang tidak hanya

melakukan fungsi pengawasan terhadap praktik persaingan usaha yang

tidak sehat tetapi juga bertindak sebagai pengengah dan sekaligus pemutus

perselisihan mengenai persaingan usaha tidak sehat.22

KPPU diberi status sebagai pengawas pelaksana Undang-undang

Nomor 5 tahun 1999. Status hukumnya adalah sebagai lembaga yang

independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah dan

pihak lain. Anggota KPPU diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas

persetujuan DPR artinya, DPR mempunyai hak konfirmasi (the right to

confirm) atas pengangkatan ataupun pemberhentian anggota KPPU dengan

demikian terdapat hubungan “check and balances” antara pemerintah dan

DPR dalam proses pembentukan para anggota KPPU. Anggota KPPU

dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. 23

21
Alum Simbolon, “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Melaksanakan Wewenang penegakan Hukum Persaingan Usaha”, Mimbar Hukum
Volume 24 No.3 (Oktober 2012): h.540.
22
Jimly Ashidiqie, Pengadilan Khusus
23
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, h.311.
28

2. Hukum Acara yang berlaku pada KPPU

Undang-undang antimonopoli tidak mengatur secara jelas hukum

acara bagi KPPU dalam melakukan fungsi penyidikan dan penyelidikan

baik kepada pelaku usaha, saksi ataupun pihak lain. Namun demikian

undang-undang anti monopoli memberikan wewenang berdasarkan

ketentuan pasal 35 ayat (f) Udnang-undang antimonopoli kepada KPPU,

untuk menyusun pedoman ataupun publikasi yang berkaitan dengan

Udnang-undang antimonopoli. Ketentuan pasal 35 ayat (f) ini kemudian

diartikan oleh KPPU termasuk di dalamnya membuat dan menentukan

hukum acaranya sendiri. Atas dasar hal tersebut dan juga hasil rapat

dengan para penegak hukum, pada tanggal 6 September 2000, KPPU

menerbitkan keputusan KPPU No.05/kep/IX/2000 tentang tata cara

penyampaian laporan dan penagnanan dugaan pelanggaran terhadap

Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang monopoli dan persaingan

ussaha tidak sehat keputusan ini merupakan hukum acara dan juga

pedoman bagi KPPU untuk melaksanakan fungsi pengelidikan dan

pemeriksaan sebagaimana diamanatkan pada pasal 36 Undang-undang

Nomor 5 tahun 1999 tentang monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.24

3. Tugas dan Wewenang KPPU

Dalam kedudukannya sebagai pengawas, secara garis besar

kewenangan komisi dapat dibagi dua yaitu wewenang aktif dan wewenang

pasif. Wewenang aktif adalah wewenang yang diberikan kepada komisi

24
Destivano Wibowo, Hukum Acara Persaingan Usaha,h.17.
29

melalui penelitian terhadap pasar, kegiatan dan posisi dominan.

Wewenang pasif menerima laporan dari masyrakat atau dari pelaku usaha

tentang dugaan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak

sehat.25

Pasal 35 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 menentukan bahwa

tugas-tugas KPPU terdiri dari:

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha atau tindakan pelaku

usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat.

3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan

posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan usaha.

4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana

diatur dalam pasal 36

5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah

yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat.

6. Menyusun pedoman atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-

undnag Nomor 5 tahun 1999.

25
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teeori dan Praktiknya di
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012),h.278-278
30

7. Meberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada

presiden dan DPR.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya tersebut, pasal 36 Undang-

undang Nomor 5 tahun 1999 memberi wewenang kepada KPPU untuk:

1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang

dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat.

2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dana atau

tindakan pelaku usaha yang dapat mengajibatkan terjadinya praktik

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang

dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha yang ditemukan

komsii sebagai hasil penelitiannya.

4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemerikaan tentang ada

atau tidaknya adanya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak

sehat.

5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap ketentuan Udnang-undnag Nomor 5 Tahun 1999.

6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang

dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan Undang-undang Nomor 5

tahun 1999.
31

7. Meminta bantuan penyidik untuk mengahdirkan pelaku usaha, saksi,

saksi ahli atau setiap orang yang dimaksud dalam nomor 5 dan 6

tersebut di atas yang tidak tersedia memnuhi panggilan komisi.

8. Meminta keterangan dari instansi pemerinta dalam kaitannya dengan

penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang

melanggar ketentuan Undang-undnag Nomor 5 tahun 1999.

9. Mendapatkan, meneliti, dan atau menlai surat, dokumen atau alat bukti

lain untuk keperluan penyelidikan dan atau pemeriksaan.

10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian dipihak

pelaku usaha lain atau masyarakat.

11. Memberitahukan praktek monopoli dana atau persaingan usaha tidak

sehat.

12. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha

yang melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

4. Penyelesaian Perkara Oleh KPPU

Prosedur penyelesaian perkara di KPPU dilalui dengan beberapa tahap:

1. Pemeriksaan atas Dasar Laporan

Pemeriksaan atass adanya laporan adalah pemeriksaan yang dilakukan

karena adanya laporan dari pelaku usaha yang merasa dirugikan

ataupin dari masyarakat/konsumen.

2. Pemeriksaan atas dasar inisiatif KPPU

Pemeriksaan atas dasar inisiatif KPPU adalah pemeriksaan yang

didasarkan atas adanya dugaan atau indikasi pelanggaran terhadap


32

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Untuk melakukan pemeriksaan

atas dasar inisiatif, KPPU akan membentuk suatu majelis komisi untuk

melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha dan para saksi. Adapun

jenis pemeriksaan oleh KPPU adalah sebagai berikut:

a. Tahap pemeriksaan pendahuluan

Pemeriksaan pendahuluan adalah tindakan komisi untuk

menelti atau memeriksa apakah suatu laporan perlu ditindak lanjuti

atau tidak. Berdasarkan pasal 39 ayat 1 Undang-undang Nomor 5

tahun 1999 menentukan jangka waktu pemeriksaan pendahuluan

selama tiga puluh hari.

b. Tahap Pemeriksaan Lanjutan

Pemeriksaan lanjutan adalah serangkaian pemeriksaan yang

dilakukan majelis komisi sebagai tindak lanjut pemeriksaan

pendahuluan. Pemeriksaan lanjutan dilakukan KPPU jika telah

ditemukan indikasi praktik monopoli atau persaingan usaha tidak

sehat jangka waktu pemeriksaan lanjutan diberikan selama enam

puluh hari sejak berakhirnya pemeriksaan pendahuluan, dan dapat

diperpanjang selama tiga puluh hari.

c. Tahap Eksekusi Putusan Komisi

Apabila putusan komisi menyatakan terbukti adanya

perbuatan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun

199 tentang monopoli dan persaingan usaha tidak sehat selanjutnya

akan berlanjut ke tahap eksekusi putusan. Komisi memiliki


33

kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif diantaranya

dalam bentuk-bentuk pembatalan perjanjian, perintah pengehntian

suatu kegiatan, pengehentian penyalahgunaan suatu posisi

dominan.

3. Upaya Hukum Terhadap Putusan KPPU.

Secara garis besar terhadap putusan KPPU dapat terjadi tiga

kemungkinan yaitu :

1. Pelaku usaha menerima putusan KPPU, dan secara sukarela

melaksanakan sanksi yang dijatuhkan KPPU. Selanjutnya dalam

waktu 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan mengenai putusan

KPPU pelaku usaha wajib melaksanakan isi putusan tersebut dan

menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada komisi dengan

tidak diajukan keberatan terhadap putusan KPPU maka putusan

KPPU akan memilik kekuatan hukum tetap dan terhadap putusan

tersebut dimintakan penetapan eksekusinya oleh Pengadilan

Negeri.26 Namun dalam pasal 67 Peraturan Komisi nomor 1 Tahun

2010 ketentuan diatas diberikan penjelasan bahwa “dalam hal

komisi menilai terlapor tidak melaksanakan putusan komisi paling

sedikit dua perkara, komisi dapat menyerahkan perkara kepada

kepolisian negra RI untuk diprose secara pidana sebagaimana

dimaksud dalam pasal 48 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999.

26
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 46 ayat 1
34

2. Pelaku usaha menolak putusan KPPU, dan kemudian mengajukan

keberatan kepada Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 14 hari

setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.27

3. Pelaku usaha tidak mengajukan keberatan maupun melaksanakan

putusan KPPU. Apabila pelaku usaha tidak mengajukan keberatan

maupun melaksanakan putusan KPPU dalam jangka waktu 30 hari

sebagaimana ditentukan dalam pasa 44 ayat 1 Undang-undnag

Nomor 5 Tahun 1999 maka berdasarkan pasal 44 ayat (4) Undang-

undang Nomor 5 tahun 1999 menyerahkan putusan tersebut kepada

penyidik untuk dilakukan penyidikan lanjutan sesuai undang-

undang yang berlaku dan dalam hal ini putusan KPPU dianggap

sebagai bukti permulaan yang cukup untuk melakukan

penyidikan.28

Tidak semua putusan KPPU menyatakan bahwa pelaku usaha telah

melanggar Undang-undnag Nomor 5 tahun 1999 ada juga putusan KPPU

yang menyatakan bahwa tidak terjadi pelanggaran terhadap Undang-

undnag Nomor 5 tahun 1999 tersebut, ada beberapa kategori dimana

pelaku usaha dapat dinyatakan tidak melanggar Undang-undang Nomor 5

tahun 1999 antara lain:

27
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 44 ayat 5
28
Susanti Adi Nugroho, Pengaturan Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2012), h.83-84
35

a. Tidak terbukti adanya pelanggaran terhadap ketentuan-

ketentuan yang diatur dalam dalm Undang-undang Nomor 5

tahun 1999 seperti yang tertera pada putusan Nomor 5 KPPU-

L/2002 tidak terbukti melanggar pasal 15,17,18,19 Undang-

undnag Nomor 5 tahun 1999 pada PT Camilia Internusa Film.

b. KPPU tidak berwenang untuk memeriksanya karena masalah

yang diperiksa merupakan perbuatan atau perjanjian yang

dikecualikan dari Undang-undang Nomor 5 tahun 1999,

sebagaimana diatura dalam pasal 50 Undang-undang Nomor 5

tahun 1999:

1) Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan

peraturan perundang-undangan

2) Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan

intelektual seperti paten, merek, dagang,hak cipta, desain

produksi, rangkaian sitkuit terpadu serta perjanjian yang

berkaitan dengan waralaba

3) Perjanjian penetapan standar tekhnis produksi barang dan

atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi

persaingan

4) Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak

memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau

jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang

telah di perjanjikan
36

5) Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau

perbaikan standar hidup masyarakat luas.

6) Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh

pemerintah Republik Indonesia

7) Perjanjian atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang

tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar

dakam negri

8) Pelaku usah yang tergolong dalam usaha kecil

9) Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus melayani

anggotanya.

c. KPPU tidak berwenang memeriksaanya karena masalah yang

diperiksa adalah monopoli atau pemusatan kegiatan yang

berkaitan dengan produksi barang dan atau jasa yang

menguasai hajat hidup orang banyak.


BAB III

INTEGRASI VERTIKAL

A. Pengertian Integrasi Vertikal

Dalam melakukan kegiatan usahanya pelaku usaha tentu akan

melakukan hubungan-hubungan dengan pihak lainnya, baik dengan para

kompetitornya maupun dengan pihak lainnya. Namun ketika suatu pelaku

usaha ingin pangsa pasar yang dimilikinya menjadi lebih besar, biasanya

perusahaan akan melakukan suatu penggabungan ataupun kerjasama

dengan pelaku-pelaku usaha lain yang secara vertikal berada berada pada

level yang berbeda pada proses produksi, maka kerjasama ini disebut

integrasi vertikal. Intergasi vertikal terjadi ketika satu perusahaan

melakukan kerjasama dengan perusahaan lain yang berada pada level yang

berbeda dalam suatu proses produksi, sehingga membuat seolah-olah

mereka merupakan suatu perusahaan yang melakukan dua aktifitas yang

berbeda tingkatannya pasa suatu proses produksi.1

Integrasi vertikal adalah perjanjian yang bertujuan untuk

menguasai beberapa unit usaha yang termasuk dalam rangkaian produksi

barang dan atau jasa tertentu. Integrasi vertikal bisa di lakukan dengan

strategi penguasaan unit usaha produksi ke hulu dimana perusahaan

memiliki unit usaha hingga ke penyediaan bahan baku maupun ke hilir

1
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, h.113.

37
38

dengan kepemilikan unit usaha hingga ke distribusi barang dan jasa hingga

ke konsumen akhir.2

Integrasi vertikal dapat menghambat persaingan usaha karena

dapat meningkatkan biaya yang harus ditanggung pesaing untuk

mengakses bahan baku atau jalur distribusi yang dibutuhkan untuk

menjual produknya. Selain itu, integrasi vertikal juga dapat mengurangi

ketersediaan bahan baku dan meningkatkan modal yang dibutuhkan untuk

masuk ke pasar. Atau dengan kata lain inttegrasi vertikal dapat

menimbulkan hambatan masuk ke sebuah pasar.3

Integrasi vertikal menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1999


pasal 14 “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk
yang termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa tertentu yang
mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahaan ata proses
lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung,
yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau
merugikan masyarakat”.

Penjabaran unsur-unsur yang ada dalam pasal 14 Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

a. Perjanjian

Perjanjian menurut pasal 1 angka 7 adalah suatu perbuatan satu

atau lebih pelaku usaha untuk mengiukatkan diri terhadap satau

atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis

maupun tidak tertulis.

2
Ningrum Natasya Sirait Dkk, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha, (Jakarta:
The Indonesian Netherlands Legal Reform Program),h. 61.
3
Ningrum Natasya Sirait Dkk, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha,h.61.
39

b. Perjanjian

Perjanjian menurut pasal 1 angka 7 adalah suatu perbuatan atau

lebih pelaku usaha untuk meningkatkan diri terhadap satau atau

lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis

maupun tidak tertulis.

c. Pelaku usaha lain

Pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang berada dalam satu

rangkauan produksi/operasi baik di hulu maupun di hilir.

d. Menguasai produksi

Penguasaan bahan baku, produksi.operasi dan pangsa pasar

yang dilakukan oleh suatu pelaku usaha dalam suatu rangkaian

produksi

e. Barang

Barang menurut pasal 1 angka 16 adalah setiap benda, baik

berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak

bergerak, yang dapat diperdagngkan dipakai, dipergunakan

atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.

f. Jasa

Jasa menurut pasal 1 angka 17 adalah setiap layanan yang

berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagngkan dalam

masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku

usaha.
40

g. Persaingan usaha tidak sehat.

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku

usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau

pemasaran barang atau jasa yang dilakukan tidak jujur atau

melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

h. Merugikan masyarakat.

Merugikan masyarakat adalah suatu kondisi dimana

masyarakat harus menanggung biaya akibat terjadinya

persaingan tidak sehat, seperti harga yang tiodak wajar, kualitas

barang/jasa yang renda, pilihan yang terbatas/kelangkaan dan

turunnya kesejahteraan (welfare lost).4

Integrasi antar pelaku usaha juga dengan sendirinya dapat juga

diakitkan dengan pengurangan resiko dalam bisnis. Dengan terjadinya

integrasi vertikal ke bagian hulu, maka resiko akan kekurangan bahan

baku menurun. Dan dari segi pengelolaan jika sebelumnya dikelola secara

terpisah maka maka setelah terjadinya integrasi antara para pelaku usaha

pengelolaaan menjadi dibawah manajemen tunggal.5 Seperti yang terjadi

antara PT Indofood, PT Indomarco Adi Prima dan Indomaret.

Bila kita perhatikan isi ketentuan pasal 14 Undang-undang Nomor

5 Tahun 1999 jelas bahwa kaidah yang digunakan untuk menganalisis

pasal ini adalah diperlukannya bukti-bukti yang menunjukan telah

4
Ningrum Natasya Sirait Dkk, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha,h.62-63.
5
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, h.
41

terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

Integrasi vertikal memiliki efek precompetitive dan anti-competititve

sehingga hanya integrasi vertikal yang mengakibatkan persaingan usaha

tidak sehat dan merugikan masyarakat yang akan dilarang.6

Strategi integrasi vertikal merupakan strategi yang menghendaki

perusahaan melakukan penguasaaan yang lebih atas distributor, pemasok,

dan atau para pesaing baik melalui merger, akuisisi, atau membuat

perusahaan sendiri. Strategi integrasi dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Integrasi ke depan merupakan strategi untuk memperoleh kepemilikan

atau meningkatkan kendali atas distributor atau pengecer.

b. Integrasi kebelakang merupakan strategi untuk mencari kepemilikan

atau meningkatkan kendali perusahaan pemasok.

c. Integrasi horizontal merupakan strategi untuk mengendalikan para

pesaing.7

B. Alasan Pelaku Usaha Melakukan Integrasi Vertikal

1. Efisiensi

Tujuan pelaku usaha melakukan efisiensi melalui integrasi vertikal

adalah mencapai harga yang bersaing dari produk atau jasa yang

dipasarkan. Efisiensi dari integrasi vertikal dicapai melalui pengurangan

penggunaan suatu proses/peralatan teknis (technical efficiency),

6
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan
Praktek Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012)
h.207.
7
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan
Praktek Serta Penerapan Hukumnya,h.207
42

penghematan biaya transaksi (transaction cost) dan pengurangan marjin

ganda (double marginalization) atau secara keseluruhan meniadakan

biaya-biaya yang tidak perlu yang sebenarnya dapat dihindari. Keunggulan

teknis dapat dicapai melalui perbaikan atau peningkatan teknologi

sehingga proses manufaktur atau proses operasi berjalan lebih efisien.8

Efisisensi lain yang dihasilkan dari integrasi vertikal adalah

berkurangnya biaya transaksi yang muncul akibat dari aktivitas transaksi

antar tingkatan produksi dan atau distribusi yang berbeda. Dengan

melakukan integrasi vertikal biaya trnasaksi tersebut dapat diinternalkan

sehingga perusahaan dapat melakukan penghemantan biaya. Penghematan

biaya transaksi tersebut antara lain muncul dari penghematan biaya

ekonomi dalam mencari pasokan bahan baku, melakukan negosiasi,

kontrak, dan pengawasan terhadap atau distributor. Efisiensi yang

dihasilkan dari kegiatan integrasi vertikal ini berdampak pada biaya

produksi dan biaya organisasi yang lebih rendah, sehingga pelaku usaha

dapat memproduksi barang dan jasa dengan kualitas yang lebih baik dan

biaya pembelian yang ditanggung masyarakat menjadi lebih rendah.

2. Kepastian bahan baku dan peningkatan akses konsumen

Salah satu tujuan pengusaha melakukan integrasi vertikal adalah

upaya untuk mengurangi ketidakpastian pasokan bahan baku yang

dapat muncul. Pelaku usaha memutuskan integrasi vertikal ke arah

8
www.Kppu.go.id, Draft Pedoman larangan Integrasi Vertikal, Diakses pada 26
Februari 2016 dari situs http://www.kppu.go.id.
43

hulu dengan maksud mengontrol kepastian pasokan bahan baku.

Misalkan sebuah perusahaan pembuat keju memerlukan pasokan susu

segar sebagai bahan utama pembuatan keju. Apabila pasokan susu

tersendat karena berbagai faktor (Seperti manajemen peternakan yang

salah) maka produksi keju juga akan terhambat. Dengan integrasi

vertikal ketidakpastian akibat kesalahan manajemen peternakan

tersebut dapat diminimalkan karena pasokan susu dapat dikontrol,

karena pada integrasi vertikal sistem manajemen berada di bawah

manajemen tunggal.9

3. Pelaku usaha dapat melakukan transfer pricing

Transfer pricing adalah saat pelaku usaha memberikan harga yang

lebih rendah kepada perusahaan yang terintegrasi di bawahnya dengan

tujuan membuat biaya produksi lebih rendah sehingga akan

mengakibatkan harga jual yang lebih rendah dibandingkan dengan

pesaingnya. Karena biaya produksi yang relatif lebih rendah.

Tujuannya adalah menekan biaya yang terjadi di level terbawah (dari

unit ritel ke tangan konsumen)10

4. Mengurangi atau menghilangkan pesaing di pasar.

Dalam perspektif persaingan perusahaan yang melakukan integrasi

vertikal akan lebih mudah mendapatkan kekuatan pasar (market

9
www.Kppu.go.id, Draft Pedoman larangan Integrasi Vertikal, Diakses pada 26
Februari 2016 dari situs http://www.kppu.go.id.
10
www.Kppu.go.id, Draft Pedoman larangan Integrasi Vertikal, Diakses pada 26
Februari 2016 dari situs http://www.kppu.go.id.
44

power) karena lebih efisien serta dapat menjadikan harga barang/jasa

lebih murah dan adanya jaminan distribusi. Oleh sebab itu perusahaan

yang terintegrasi secara vertikal akan mempunyai kekuatan yang lebih

besar untuk menciptakan hambatan bagi pesaingnya untuk masuk

pasar. 11

5. Dampak Negatif yang Ditimbulkan dari Adanya Integrasi Vertikal

Meskipun integrasi vertikal menguntungkan bagi perusahaan

karena dapat mempersempit kerugian dan saling menutupi kelemahan

antara perusahaan yang berintegrasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa

terkadang integrasi vertikal juga dapat menumbulkan efek-efek negatif

bagi persaingan di antara pelaku usaha seperti:

1. Integrasi vertikal ke arah hulu (upstream) dapat mengurangi

kompetensi diantara penjual ditingkat hulu (upstream level),

contohnya: seandainya pelaku usaha/perusahaan perakitan kendaraan

dihadapkan pada suatu keadaan dimana pelaku usaha tersebut harus

membeli bahan baku dari pelaku usaha pemasok bahan baku

(perusahaan pembuat besi baja) dengan harga oligopoli (umumnya

pada industri pembuatan besi baja hanya terdapat beberapa perusahaan

besar saja), dalam keadaan seperti ini perusahaan perakitan kendaraan

akan lebih menguntungkan jika melakukan integrasi vertikal dengan

perusahaan pembuat besi baja, sehingga perusahaan perakitan

11
www.Kppu.go.id, Draft Pedoman larangan Integrasi Vertikal, Diakses pada 26
Februari 2016 dari situs http://www.kppu.go.id.
45

kendaraan memiliki perusahaan pembuat besi baja sendiri, yang

kemudian perusahaan perakitan mobil tidak lagi menjadi korban dari

perilaku oligopoli (yang biasanya menerapkan harga di atas

kewajaran). Dari perusahaan pembuat besi baja, tetapi kemungkinan

nantinya perusahaan pembuat besi baja yang melakukan itegrasi

vertikal dengan perusahaan perakitan kendaraan tidak bisa lagi

menjual produknya ke perusahaan perakitan kendaraan lain. Akibatnya

harga besi baja untuk perusahaan perakitan dapat menjadi lebih mahal

lagi, karena semakin berkurangnya pemasok besi baja bagi

perusahaan-perusahan perakitan kendaraan. Dan ini juga dapat menajdi

insentif bagi perusahaan perusahaan perakitan kendaraan untuk

melakukan integrasi vertikal dengan perusahaan pembuat besi baja,

yang pada akhirnya semakin berkuranglah persaingan di antara

perusahaan pembuat besi baja yang memasok untuk industri perakitan

kendaraan.

2. Memfasilitasi kolusi diantara pelaku usaha di tingkat hulu (upstream

level), dimana dengan semakin meluasnya integrasi vertikal dapat

memfasiliitasi kolusi diantara perusahaan manufaktur karena

pemotongan harga terlalu mudah dideteksi (alasan yang digunakan

untuk kasus ini sama dengan yang digunakan untuk menolak resale

price maintenance).

3. Integrasi vertikal ke arah hilir (downstream integration) dapat

memfasilitasi diskriminasi harga, dimana integrasi sampai di tingkat


46

retailer dapat memungkinkan perusahaan mempraktekan diskriminasi

harga tanpa harus mengkhawatirkan terhadap tindakan dari perusahaan

retail lainnya. Contohnya seperti yang terjadi antara PT Indomarco Adi

Prima yang memasok produk-produk Indofood lebih murah Kepada

Indomaret dibandingkan kepada perteail lainnya. Sehingga membuat

Indomaret melakukan program diskon khusus produk Indofood.

4. Meningkatnya hambatan masuk (entry barriers) dimana pelaku usaha

yang harus melalui dua tahap jika ingin masuk ke pasar, dengan

semakin meluasnya praktek integrasi vertikal, kemudian membuat

perusahaan manufaktur yang ingin masuk ke dalam suatu industri,

harus memiliki perusahaan pemasok sendiri yang menjamin

pasokannya karena perusahaan pemasok yang ada sudah terintegrasi

dengan perusahaan manifaktur yang lain, atau perusahaan manufaktur

untuk memasarkan produksinya terpaksa harus memiliki perusahaan

ritel tersendiri karena perusahaan ritel yang ada sudah terintegrasi

dengan perusahaan manufaktur yang lain.12

12
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, h.114-
115
BAB IV

ANALISIS PUTUSAN

A. Kasus posisi

Bermula dari adanya laporan dari sebuah lembaga swadaya

masyarakat terkait dugaan adanya praktik persaingan usaha tidak sehat

yang yang dilakukan oleh PT Indomarco Prismatama yang memegang hak

merek dagang Indomaret. Laporan ini dilakukan berdasarkan keresahan

dari 129 pengusaha kecil yang diwawancarai terlapor terhadap keberadaan

Indomaret yang ternyata merugikan bagi mereka.

Menimbang bahwa laporan saksi pelapor telah diteliti oleh

sekertariat komisi, dan dinyatakan laporan belum lengkap, selanjutnya

direktur eksekutif dengan suratnya nomor 53/KPPU set/X/2000 tanggal 20

September 2000 memberitahukan kepada saksi pelapor untuk melengkapi

subtansi laporannya sesuai dengan ketentuan dalam keputusan nomor

05/KPPU/kep/IX/2000 tentang tata cara peyampaian laporan dan

penanganan terhadap Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999. Lalu saksi

terlapor tidak dapat melengkapi subtansi laporannya maka komisi

memutuskan untuk mencatat dan memasukan laporan terlapor ke dalam

daftar monitoring.

Setelah subtansi laporan terlapor lengkap maka komisi menetapkan

untuk membuka kembali kasus ini pada tanggal 9 November 2000 dan

kasus ini menjadi kasus inisiatif komisi, lalu dilakukanlah pemerikasaan

pendahuluan, dalam pemeriksaan pendahuluan tersebut tim pemeriksa

47
48

tidak menemukan bukti-bukti yang cukup atas dugaan pelanggaran yang

dilakukan oleh terlapor atas pasal 15, pasal 22 dan pasal 25 Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1999, akan tetapi terlapor diindikasikan tidak

mengindahkan asas dan tujuan dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

sebagaimana disebutkan dalam pasal 2. Tim pemeriksa menemukan hal-

hal yang berkaitan dengan perizinan usaha, lokasi usaha, pelayanan dan

tata ruang yang kurang sejalan dengan kepentingan umum.

Berdasarkan rekomendasi tim pemeriksa tersebut komisi

menetapkan untuk menerima dan melanjutkan pemeriksaan lanjutan,

pemeriksaan lanjutan dimulai sejak tanggal 2 Januari 2001 sampai dengan

tanggal 28 Maret 2001.

Menurut pelapor Indomaret telah melanggar pasal 1 angka 4, dan

angka 8, pasal 15, pasal 22, dan pasal 25 Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999. Tetapi ketiga pasal tersebut dinyatakan tidak terbukti karena tidak

ditemukan adanya fakta pelanggaran pasal-pasal tersebut oleh majelis

komisi KPPU.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap baik melalui keterangan

para pihak dan pemeriksaan dokumen, majelis komisi menyimpulkan

bahwa keberadaan toko swalayan Indomaret yang didirikan diwilayah

Jabodetabek menimbulkan gangguan terhadap pengecer disekitarnya.hal

ini terjadi karena (1) pendirian toko-toko swalayan Indomaret kurang

memperhatikan keberadaan warung-warung kecil disekitarnya. (2) kurang

memperhatikan lokasi dan peruntukan penggunaan bangunan, sehingga


49

menimbulkan keresahan pada pemilik warung disekitarnya.(3)

menerapkan strategi pemasaran modern yang tidak dapat diikuti oleh oleh

pengecer disekitarnya. Oleh karena itu Indomaret dinilai tidak

mengindahkan asas demokrasi ekonomi dan tidak mengindahkan

keseimbangan kepentingan Indomaret dengan masyarakat disekitarnya,

sehingga kegiatan Indomaret tidak sesuai dengan pasal 2 dan pasal 3

mengenai asas dan tujuan Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopili dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Berdasarkan fakta yang ditemukan majelis komisi, pada tahun

1988 sampai tanggal 1 April 2000 PT Indomarco Prismatama pemegang

hak merek dagang Indomaret memiliki keterkaitan sejarah dengan PT

Indomarco Adi Prima dengan adanya jabatan rangkap antara PT

Indomarco Prismatama dan Indomarco Adi Prima, 80% saham Indomarco

Adi Prima dimiliki oleh PT Indofood, hal ini dibuktikan dengan

keterangan saksi yang menyebutkan bahwa harga-harga produk Indofood

di Indomaret lebih murah dibandingkan dengan pengecer disekitarnya ,

dan pihak Indomaret memiliki program diskon setiap 2 mingguan yang

dikemas dalam paket super hemat, berdasarkan penyelidikan yang

dilakukan majleis komisi di lapangan menyatakan bahwa 66% masyarakat

merasa diuntungkan membeli produk Indofood karena harganya yang

lebih murah dibandingkan dengan pengecer lain dan sering ada diskon.

Dengan adanya jabatan rangkap dan kepemilikan saham seperti itu

maka sangat dimungkinkan terjadinya kontrol manajemen secara vertikal


50

yang berakibat pada persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dapat diduga

melanggar pasal 14 Undang-udnang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat.

Selain itu fakta yang juga ditemukan oleh Majelis Komisi adalah

adanya perjanjian tertulis antara PT Indomarco Adi Prima dengan PT Goro

Batara Sakti yang berisi bahwa penerima pasokan tidak diperkenankan

menjual dan memasok kembali kepada pihak tertentu. Atas hal itu majelis

komisi menduga terjadinya pelanggaran terhadap pasal 15 Undang-undang

Nomor 5 tahun 199 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat.1

Pada putusannya majelis komisi KPPU memerintahkan Indomaret

untuk menghentikan ekspansinya ke pasar tradisional yang berhadapan

langsung dengan pengecer kecil, memerintahkan Indomaret untuk

melibatkan masyarakat setempat dengan memperbesar porsi kegiatan

waralaba, dan merekomendasikan pemerintah untuk mengadakan

pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil menengah atau pengecer agar

memiliki daya saing yang lebih tinggi dengan perusahaan besar,

menyatakan untuk melakukan monitoring dan penyelidikan lebih lanjut

mengenai dugaan adanya praktek Integrasi vertikal, diskriminasi harga,

dan perjanjian tertutup.2

1
www.hukumonline.com, Indomaret diperintahkan Hentikan Eskpansi Usaha,
diakses pada 26 September 2016 dari situs http://www.hukumonline.com.
2
Putusan KPPU perkara No 03/KPPU-L-1/2000 tentang Integrasi Vertikal antara PT
Indomarco Adi Prima dengan Indomaret .
51

B. Analisis Putiusan KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000

Permasalahan yang terjadi pada PT Indomarco Prismatama sebagai

pemegang hak merek dagang Indomaret terjadi karena adanya rasa

kekecewaan dan kerugian yang dialami dari pengecer kecil dengan adanya

Indomaret karena harga produk di Indomaret lebih murah dibandingkan

dengan harga produk di pengecer lain khususnya produk Indofood, hal ni

terbukti dari hasil investigasi tim majelis komisi KPPU yang menyebutkan

bahwa 100% konsumen yang berada di wilayah Jabodetabek setuju bahwa

harga-harga barang di Indomaret lebih murah dibandingkan dengan

pengecer lainnya, dan 66% menyatakan bahwa mereka merasa

diuntungkan dengan membeli produk Indofood di Indomaret.harga-harga

yang lebih murah tersebut mengakibatkan pada menurunnya omset

penjualan dari peritel kecil di sekitar Indomaret sekitar 50-60%.3

Apabila dilihat menurut perspektif hukum Islam hal ini tentu

dilarang, mematikan usaha kecil atau memusatan pendapatan hanya pada

satu golonngan saja bertentangan dengan sistem ekonomi Islam karena

sitem ekonomi Islam berdasarkan sitem distribusi sehingga ekonomi tidak

dimiliki oleh segelintiran pelaku usaha saja.4 Allah SWT Berfirman dalam

Al-qur,an Surat Al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi :

3
Putusan KPPU perkara No 03/KPPU-L-1/2000 tentang Integrasi Vertikal antara PT
Indomarco Adi Prima dengan Indomaret .

4
Mustafa kamal zrokan, Bisnis Ala Nabi: Teladan Rasulullah SAW, dalam
Berbisnis (jakarta: Benteng Pustaka, 2013), h. 43
52

Apa saja harta rampasan (Faa’i) yang diberikan Allah kepada


rasul-Nya dari harta benda yang berasal dari penduduk kota-kota maka
adalah untuk Allah untuk raul, kaum kerabat, anak-anak yatim orang-
orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar diantara orang-orang yang kaya saja diantara kamu. Apa
yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarang
bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya
Allah amat keras hukumannya, (Qs. Al-Hasyr :7)

Akan tetapi putusan yang dikeluarkan KPPU mengenai kasus ini

tidak bersifat menindak langsung bahkan terkesan mengambang,5 hal ini

terbukti dalam putusan yang menyebutkan bahwa Indomaret diperintahkan

untuk memberhentikan ekspansi barang dagangannya ke lokasi yang

berdekatan dengan pasar, dan merekomendasikan kepada pemerintah

untuk mengadakan pelatihan untuk pengusaha kecil agar dapat bersaing

dengan pelaku usaha tingkat menengah-besar.

Putusan ini dirasa sangat unik karena majelis hakim KPPU

memutuskan bahwa akan dilakukan kajian,monitoring dan penyelidikan

lebih lanjut terhadap adanya dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat

khususnya integrasi vertikal yang dilakukan oleh Indomaret dan PT

Indomarco Adi Prima padahal pada fakta persidangan menunjukan adanya

5
www.hukumonline.com, Indomaret diperintahkan Hentikan Eskpansi Usaha,
diakses pada 26 September 2016 dari situs http://www.hukumonline.com.
53

kaitan Integrasi vertikal antara PT Indomarco Adi Prima sebagai pemasok

barang dagangan khususnya produk Indofood kepada PT Indomarco

Prismatama sebagai pemegang hak merek dagang Indomaret yang jika di

lihat pada fakta persidangan PT Indomarco Adi Prima memiliki

keterkaitan sejarah, keterkaitan tersebut ditunjukan oleh adanya jabatan

rangkap pada PT Indomarco Prismatama dan direktur utama PT

Indomarco Adi Prima antara tahun 1998 sampai dengan tahun 1 April

tahun 2000.

Fakta lainnya adalah bahwa ternyata 80% saham PT Indomarco

Adi Prima dimiliki oleh PT Indofood Sukses Makmur. Dengan adanya

jabatan rangkap dan kepemilikan saham yang demikian memungkinkan

dibukanuya peluang untuk melakukan kontrol manajemen secara vertikal

yang bisa berakibat pada terganggunya persaingan usaha yang sehat.

Putusan ini sangat unik karena disisi lain KPPU belum menemukan

adanya bukti bahwa Indomaret telah melakukan pelanggaran integrasi

vertikal tapi, disisi lain adanya fakta keresahan yang dialami para pengecer

kecil disekitar Indomaret yang merasakan omsetnya menurun karena

kehadiran Indomaret, akhirnya untuk mengisi kekosongan hukum pada

putusan Indomaret majelis komisi menjerat Indomaret dengan pasal 2

Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli

dan persaingan usaha tidak sehat.yang menyatakan bahwa Indomaret

dalam pengembangan usahanya kurang memperhatikan prinsip

keseimbangan sesuai asas demokrasi ekonomi dalam menumbuhkan


54

persaingan sehat antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan

umum.6

Hukum acara persaingan usaha di Indonesia sangat berbeda dengan

Hukum Acara yang berlaku di Amerika Serikat, jika di Amerika terbukti

adanya pelanggaran struktur rangkap jabatan antara perusahaan maka

perusahaan tersebut akan ditindak dan diperintahkan untuk mencopot

direktur utama nya yang memiliki jabatan rangkap tersebut, berbeda

dengan di Indonesia meskipun terbukti adanya indikasi integrasi vertikal

hal ini tidak langsung disebut sebagai pelanggaran kerena harus diteliti

terlebih dahulu adakah dampak anti persaingan yang timbul akibat adanya

integrasi vertikal tersebut, karena pada hakikatnya integrasi itu memiliki

dampak positif bagi perusahan salah satunya adalah efisiensi biaya

operasional dari pembuatan barang.7

Kesulitan majelis komisi dalam menemukan bukti-bukti yang

menunjukan Indomaret melakukan integrasi vertikal karena metode yang

dipakai dalam pendekatan kasus integrasi vertikal adalah rule of reason

artinya penerapan hukum nya tergantung pada akibat yang

ditimbulkannya, apakah perbuatan itu telah menimbulkan praktik

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.8

6
Wawancara Pribadi dengan Dendy R Sutrisno, kepala humas dan Biro Hukum
KPPU Jakarta, Jakarta, 6 Oktober 2016.
7
Wawancara Pribadi dengan Dendy R Sutrisno, kepala humas dan Biro Hukum
KPPU Jakarta, Jakarta, 6 Oktober 2016.
8
Susanti Adi Nugroho, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,
(Jakarta:Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung, 2002,) h.28-29
55

Hambatan rule of reason adalah beban pembuktian yang berat dan

biaya yang mahal yang harus ditanggung oleh pihak penggugat, sehingga

suatu perjanjian yang berakibat anti persaingan biasanya masih dianggap

sah berdasarkan rule of reason. Bagi peradilan disyaratkan pengetahuan

teori ekonomi dan sejumlah data ekonomi yang kompleks, serta

mengharuskan mereka memiliki pengalaman khusus misalnya kekuatan

pasar.9

Meskipun perbuatan yang dituduhkan kepada Indomaret mengenai

integrasi vertikal kenyataannya terbukti telah dilakukan, berdasarkan

pendekatan rule of reason pelaksanaan dari suatu tindakan yang dilarang

perlu dibuktikan terlebih dahulu sampai seberapa jauh tindakan yang

merupakan anti-persaingan tersebut akan berakibat kepada pengekangan

persaingan pasar.10

C. Akibat Hukum Pasca Putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L-1/2000

1. Dampak Terhadap Indomaret.

Pasca putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L-1/2000 pihak terlapor

dalam hal ini Indomaret dinyatakan bahwa perkembangan usahanya

kurang memperhatikan prinsip keseimbangan sesuai asas demokrasi

ekonomi dalam menumbuhkan persaingan sehat antara kepentingan pelaku

usaha dengan kepentingan umum.

9
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan
Praktek Serta Penerapan Hukumnya,h.713
10
Munir Fuadi, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat,
(Bandung:Citra Raya Bakti, 2002) h. 12.
56

Disisi lain Indomaret berkewajiban untuk melaksanakan perintah

yang tertera pada diktum putusan Nomor 03/KPPU-L-1/2000 yaitu

menghentikan ekspansinya di pasar-pasar tradisional yang berhadapan

langsung dengan pengecer kecil dalam rangka mewujudlan keseimbangan

antara pelaku usaha kecil, menengah dan besar.

Pihak Indomaret juga jadi berada di bawah pengawasan atau

monitoring komsisoner KPPU karena pada dasarnya KPPU belum

menemukan adanya bukti dampak yang dihasilkan dari adanya intergrasi

vertikal yang dilakukan antara PT Indomarco Adi Prima dengan

Indomaret, ssehingga untuk mengisi kekosongan hukum maka dinyatakan

Indomaret melanggar pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,

mengenai prinsip keseimbangan yang sesuai dengan asas demokrasi

ekonomi, maka apabila dikemudian hari ditemukan bukti-bukti baru

mengenai kasus ini akan dilakukan perubahan putusan.

2. Dampak Terhadap Pelapor

Pasca putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L-1/2000 seorang pelapor

yang berasal dari Ikatan Masyarakat Pemerhati Ekonomi Kerakyatan

(IMPEK) merasa keberatan dengan putusan majelis hakim yang

menurutnya tidak seimbang dan mengambang. Menurut pelapor bahwa

tuntutan yang diajukan oleh pelapor dan para pedagang adalah agar toko-
57

toko Indomaret ditutup. Sehingga putusan tersebut dirasa tidak adil bagi

pedagang kecil.11

Atas hal tersebut wakil ketua KPPU yang juga anggota Komisi

Majelis mengatakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU

terhadap Indomaret telah beralih statusnya tidak lagi pemeriksaan atas

permintaan pelapor, tetapi telah menjadi pemeriksaan atas inisiatif KPPU.

Selain itu apabila dikemudian hari ditemukan bukti-bukti baru lainya bisa

saja keputusan tersebut berubah.12

Pasca putusan ini pihak KPPU tidak berhenti untuk melakukan

penyelidikan lebih lanjut dan monitoring terhadap Indomaret, karena pasar

itu ibarat kuda apabila tidak dijaga oleh penjaganya maka ia akan melesat

cepat dan merusak apa yang didepannya, begitupun dengan pasar apabila

tidak diawasi oleh lembaga yang berewenang maka akan timbul

kehancuran dan penghapusan persaingan usaha, pasca putusan ini tentunya

KPPU akan tetap melakukan pengawasan dan monitoring terhadap

Indomaret baik secara horizontal maupun vertikal agar Indomaret tidak

melakukan monopoli persaingan usaha dan tidak merugikan pengecer

kecil disampingnya. Selain itu pihak pelapor yang berasal dari Ikatan

Masyarakat Pemerhati Ekonomi Kerakyatan (IMPEK) juga tidak dapat

mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri karena berdasarkan

11
www.hukumonline.com, Indomaret diperintahkan Hentikan Eskpansi Usaha,
diakses pada 26 September 2016 dari situs http://www.hukumonline.com.
12
www.hukumonline.com, Indomaret diperintahkan Hentikan Eskpansi Usaha,
diakses pada 26 September 2016 dari situs http://www.hukumonline.com.
58

Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 yang bisa mengajukan keberatan

putusan ke Pengadilan Negeri adalah pihak terlapor dalam kasus ini adalah

pihak Indomaret.13

13
Wawancara Pribadi dengan Dendy R Sutrisno, kepala humas dan Biro Hukum
KPPU Jakarta, Jakarta, 6 Oktober 2016.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasakan uraian yang telah penulis paparkan pada bab-bab

sebelumnya maka sebagai akhir dari bagian penelitian ini penulis akan

menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Adanya ketidaksesuain antara fakta-fakta persidangan yang menyatakan

bahwa PT Indomarco Adi Prima memiliki hubungan Integrasi Vertikal

dengan Indomaret akan tetapi pada diktum putusan tidak disebutkan

adanya pelanggaran mengenai Integrasi Vertikal yang dilakukan PT

Indomarco Adi Prima dengan Indomaret disebabkan karena pihak majelis

komisi KPPU yang menangani kasus ini kurang dalam menemukan bukti

bukti yang bersifat negatif dari adanya integrasi vertikal yang dilakukan

PT Indomarco Adi Prima dengan Indomaret yaitu diantaranya

berkurangnya kompetitor di tingkat hulu, terfasilitasi kolusi diantara

pelaku usaha di tingkat hulu, adanya diskriminasi harga, meningkatnya

hambatan masuk sehingga majelis komisi KPPU memutuskan untuk

melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan Integrasi Vertikal

antara PT Indomarco Adi Prima dan Indomaret.

Akan tetapi disisi lain adanya keresahan dari pedagang kecil yang

disekitranya disebabkan merosotnya omset penjualan yang diterima peritel

kecil disekitar Indomaret karena harga-harga di Indomaret lebih murah

dibandingkan dengan peritel kecil disekitarnya khususnya produk

58
59

Indofood, untuk mengisi kekosongan hukum ini majelis hakim

menetapkan bahwa Indomaret melangggar pasal 2 Undang-undang Nomor

5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat mengenai prinsip keseimbangan yang sesuai dengan asas

demokrasi ekonomi.

2. Akibat hukum pasca putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L-1-2000 terhadap

pelapor yaitu yang berasal dari Ikatan Masyarakat Pemerhati Ekonomi

Kerakyatan (IMPEK) merasa keberatan karena putusan dirasa

menggantung dan tidak langsung menindak terhadap Indomaret, lalu

menurut majelis hakim yang menangani kasus ini yaitu R Pande Silalahi

menyatakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU terhadap

Indomaret telah beralih statusnya tidak lagi pemeriksaan atas permintaan

pelapor, tetapi telah menjadi pemeriksaan atas inisiatif KPPU. Selain itu

apabila dikemudian hari ditemukan bukti-bukti baru lainya bisa saja

keputusan tersebut berubah. Lalu pihak pelapor pun tidak bisa mengajukan

keberatan putusan kepada Pengadilan Negeri karena yang berhak

mengajukan keberatan menurut Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010

yang dapat mengajukan keberatan adalah pihak terlapor dalam hal ini

adalah Indomaret dan sampai saat ini Indomaret tidak mengajukan

keberatan putusan ke Pengadilan Negeri.

Adapun akibat hukum pasca putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L-1-

2000 terhadap Indomaret adalah pihak Indomaret wajib melakukan

menghentikan ekspansinya di pasar-pasar tradisional yang berhadapan


60

langsung dengan pengecer kecil dalam rangka mewujudkan keseimbangan

antara pelaku usaha kecil, menengah dan besar.

B. Saran-saran

Sebagai catatan akhir maka penulis akan memberikan saran:

1. Perlu ditingkatkannya law enforcement Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat sehingga kondisi persaingan di Indonesia berjalan dengan

sehat dan tidak terjadi kecurangan yang dampaknya merugikan para

pengusaha khususnya para pengusaha kecil. Seperti dalam hal

kelengkapan laporan yang dilaporkan pelapor agar memudahkan

majelis komisi dalam memeriksa kasus.

2. Pemerintah seharusnya lebih menggiatkan pelatihan-pelatihan dan

mengadakan pembinaan dan pemberdayaan ushaa kecil mennegah atau

pengecer agar memiliki daya saing yang lebih tinggi dengan

perusahaan besar. Serta merekomendasikan kepada KPPU agar lebih

mengawasi perusahaan yang melakukan Integrasi vertikal agar tidak

menimbulkan kerugian kepada pedagang disekitarnya dan

menimbulkan iklim anti persaingan dan monopoli perdagangan.

3. Perlu di tingkatkannya law enforcment terhadap Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan

Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern ,

dan Peraturan menteri Perdagangan Nomor 53/M-Dag/Per/12/2008

Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar


61

Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern agar tercipta

keseimbaangan ekonomi antara peritel kecil dan peritel besar.

4. Pemerintah seharusnya membuat peraturan perundang-undangan

mengenai perlindungan hukum bagi pengusaha kecil atau peritel kecil

agar eksistenssinya tetap ada di Indonesia demi terciptanya ekonomi

yang adil berdasarkan pada demokrasi ekonomi yang sesuai dengan

pasal 33 UUD 1945.


62

DAFTAR PUSTAKA

Fuadi , Munir, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat,


Bandung:Citra Raya Bakti, 2002

Ginting, Elyta Ras , Hukum Anti Monopoli Indonesia, cet I, Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2001

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,Jakarta:


Kencana Cet.II, 2009

Juwana ,Hikmawanto, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, Jakarta:


Lentera Hati, Cet. 11, 2002

Lubis, Andi Fahmi , Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
Jakarta:Lorem Ipsum Dolor Sit Amet,2009

Margono, Suyud, Hukum Anti Monopoli, Jakarta: Sinar Grafika, 2009

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Surabaya:Kencana.cet, VI, 2010

Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teeori dan Praktiknya di


Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012

Nugroho , Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan
Praktek Serta Penerapan Hukumnya, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2012

Nugroho , Susanti Adi, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,


Jakarta:Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung, 2002,

Nugroho , Susanti Adi, Pengaturan Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta:


Kencana, 2012

Nugroho, Susanti Adi , Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori


Praktek serta Penerapan Hukumnya, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2012

Sirait , Ningrum Natasya Dkk, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha, Jakarta:


The Indonesian Netherlands Legal Reform Program

Soekantro, Soerdjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:UI press, cet III,2008

Sri Mahmudhi, Soerdjono soekanto , Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di


Dalam Penelitian Hukum, Jakarta: Pusat dokumentasi Universitas
Indonesia, 1979
63

Subekti, R, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1989

Usman, Rahmadi, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Sinar


Grafika,2013

Wibowo, Destivano, Hukum Acara Persaingan Usaha, Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 2005

Winarno, Budi, Pertarungan Negara vs Pasar,Yogyakarta: Medpress,2009

Wiradiputra ,Ditha, Catatan Kuliah Pengantar Hukum Persaingan Usaha,


Depok:FHUI, 2004

Sumber Perundang-Undangan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Jurnal

Draft Pedoman Larangan Integrasi Vertikal, diakses pada tanggal 26 februari


2016,dari situs:
www.kppu.go,id/draft_pedoman_larangan_integrassi_vertikal pdf

Jimly Ashidiqie, KPPU Sebagai Lembaga Quasi Peradilan,

Juwana, Hikmahanto , Sekilas tentang Hukum Persaingan Usaha dan UU No. 5


Tahun 1999, Jurnal Magister Hukum 1 Tahun 1999

Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar


Modern dan Usaha Toko Modern, Position Paper, diakses pada tanggal 22
februari 2016, dari situs ;http:www.kppu.go.id/docs/positioning-
_paper/ritel.pdf

Rico Andriyan, Efektifitas Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)


dalam Penanganan kasus Dugaan Kartel Terkait Praktek Monopoli dan
Perssaingan Usaha Tidak Sehat, jurnal program studi magister ilmu hukum
program pasca sarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta (2014)

Simbolon, Alum , “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha


Melaksanakan Wewenang penegakan Hukum Persaingan Usaha”, Mimbar
Hukum Volume 24 No.3 (Oktober 2012)

Undang-undang No.5 dan KPPU: Prosiding Rangkaian Lokakarya Tebatas


Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun
64

2004: Jakarta 17-18 Mei 2004/tim editor, Emmy Yuhassarie, Tri Harwono,
(Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004).

Sumber Internet
www.Kppu.go.id, Draft Pedoman larangan Integrasi Vertikal, Diakses pada 26
Februari 2016 dari situs http://www.kppu.go.id.

www.hukumonline.com, Indomaret diperintahkan Hentikan Eskpansi Usaha,


diakses pada 26 September 2016 dari situs http://www.hukumonline.com.

Hasil Penelitian
Wawancara Pribadi dengan Dendy R Sutrisno, kepala humas dan Biro Hukum
KPPU Jakarta, Jakarta, 6 Oktober 2016.
65

HASIL WAWANCARA

NAMA : Dendy R Sutrisno

JABATAN : Kepala Biro Humas dan Hukum KPPU.

1. Apa perbedaan putusan KPPU dan pengadilan ?

Jawab: perbedannya terletak pada irah irah demi keadilan

berdasarkan ketuhanan yang maha esa, sebelum tahun 2000 putusan

KPPU masih menggunakan irah irah demi keadilan berdasarkan

ketuhanan yang maha esa, tetapi setelah tahun 2000 pada putusan KPPU

tidak lagi terdapat irah irah demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang

maha esa kerena, lembaga KPPU berkedudukan sebagai quasi peradilan

yang artinya menyerupai pengadilan atau bisa disebut juga pengadilan

semu.

2. Apa saja jenis atau macam-macam putusan yang dikeluarkan oleh KPPU?

Jawab: sebelum dan setelah tahun 2002 putusan KPPU berbeda

format, pada putusan sebelum tahun 2002 diawal kalimat tidak tertulis

pasal yang di langgar, dan pada putusan Indomaret khususnya tidak

ditetapkan hukuman tetapi setelah tahun 2002 format putusan KPPU

sudah lebih baik dikarenakan adanya proses pembaharuan format putusan

dari tahun ketahun, setelah tahun 2002 putusan KPPU di awal kalimat

dituliskan pasal yang dilanggar. Dan pada putusan KPPU tertulis bahwa

pelaku usaha terbukti melanggar pasal mengenai pesaingan usaha, tidak

terbukti melanggar pasal persaingan usaha, memerintahakn kepada


66

pelaku usaha untuk memberhentikan tindakan pelaku usaha yang

berakibat pada persaingan usaha tidak sehat, dan merekomendasikan

kepada pemerintah untuk melakukan pelatihan/ merekomendasikan untuk

membuat peraturan terhadap kasus yang baru tersebut.

3. Mengapa pada putusan KPPU NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000 integrasi


vertikal tidak disebutkan sebagai pelanggaran dan akan dilakukan
penyelidikan ulang ?
Jawab: pada penjelasan tentang hukum pihak KPPU menyebutkan

bahwa telah diduga adanya pelanggaran integrasi vertikal yaitu pasal 14

Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat, pada PT Indomarco Adi Prima dengan PT Indomarco

Prismatama sebagai pemegang hak merek dagang Indomaret. Namum

kasus ini menarik dan sangat unik karena sebenarnya pihak KPPU belum

menemukan bukti terhadap adanya pelanggaran mengenai integrasi

vertikal akan tetapi pada faktanya adanya keresahan dari pengecer

pesaing Indomaret terhadap adanya harga-harga yang lebih murah

dibandingkan dengan pengecer lain khususnya terhadap produk

Indofood.maka dari itu pihak KPPU dalam putusan pada kasus Indomaret

memutuskan akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap adanya

dugaan Integrasi Vertikal yang dilakukan oleh pihak Indomaret dan PT

Indomarco Adi Prima.

4. Mengapa Integrasi Vertikal tidak disebutkan sebagai pelanggaran yang

dilakukan oleh Indomaret padahal dipembuktian adanya rangkap jabatan


67

pada direktur utama pada PT Indomarco Adi Prima dan Indomaret yang

menyebabkan adanya integrasi vertikal?.

Jawab: peraturan mengenai hukum persaingan usaha di Indonesia

sangat berbeda dibandingkan dengan peraturan hukum persaingan usaha

di Amerika, di Amerika apabila dilihat dari strukturnya saja ada rangkap

jabatan pada direktur utama antara perusahan satu dengan yang lainnya

maka perusahaan itu akan ditindak dan diperintahkan untuk mencopot

direktur yang memiliki rangkap jabatan tersebut yang mengakibatkan

integrasi vertikal, berbeda dengan Indonesia suatu perusahaan

dinyatakan melanggar pasal integrasi vertikal dilihat dari dampaknya

dengan pendekatan rule of reason suatu perusahan dikatakan melanggar

pasal integrasi vertikal apabila ada dampak buruk terhadap pelaku usaha

lain terhadap adanya integrasi vertikal yang dilakukan dua perusahaan

atau lebih.

5. Menurut saya putusan KPPU ini bersifat mengambang hanya sampai


monitoring saja tidak sampai kepada penindakan terhadap pelaku usaha
yang melakukan pelanggaaran, lalu alasan apa sehingga KPPU khusunya
majelis komisi memutuskan seperti ini ?
Jawab: kasus ini unik, karena sebenarnya pihak KPPU belum
medapatkan bukti adanya pelanggaran terhadap pasal integrasi vertikal
yang dilakukan PT Indomarco Adi Prima dengan Indomaret tetapi majelis
menemukan adanya keresahan yang dialami oleh pelaku usaha lain/
pengecer lain terhadap adanya harga-harga yang lebih murah khususnya
produk Indofood di Indomaret, untuk menangani kekosongan hukum maka
pihak KPPU pada putusannya memutusakan bahwa puhak Indomaret
melanggar pasal 2 Udang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan
68

praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat mengenai prinsip


keseimbangan yang sesuai dengan asas demokrasi ekonomi dan
merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera melakukan
pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil menengah agar memiliki daya
saing yang tinggi sehingga dapat bersaing dengan pelaku usaha
menengah-besar.
6. Setau saya pihak yang melaporkan Indomaret ini merasa keberatan dengan
putusan yang dikeluarkan KPPU putusannya yang kurang memuaskan,
bisakah pihak yang melaporkan ini melakukan pembatalan putusan ke
Pengadilan Negeri? Atau adakah kelanjutan kasus dari putusan KPPU
Nomr 03/KPPU-L-1/2000 ini?
Jawab : berdasarkan perkom Nomor 1 tahun 2010 yang bisa
mengajukan keberatan putusan ke Pengadilan Negeri adalah pihak
terlapor dalam kasus ini yang berkedudukan sebagai terlapor adalah
pihak Indomaret, dan sampai saat ini belum ada kelanjutan kasus dari
putusan ini karena menurut saya putusannya ini tidak terlalu
memberatkan pihak Indomaret.
7. Apa akibat hukum yang diterima oleh KPPU pasca putusan KPPU Nomr
03/KPPU-L-1/2000?
Jawab: pasar itu ibarat kuda yang berlari bila tidak dikontrol ia
akan tetap berlari kencang tanpa memikirkan apa yang ada di depannya,
kuda butuh seseorang pengendali yang bisa menggerakan kemana kuda
itu akan bergerak dan mengontrol setiap langkahnya, sama dengan pasar,
pasar pun bertumbuh pesat dari waktu ke waktu bila tidak ada yang
mengontrol maka akan timbul kehancuran dan penghapusan persaingan
usaha, pasca putusan ini tentunya KPPU akan tetap melakukan
pengawasan dan monitoring terhadap Indomaret baik secara horizontal
maupun vertikal agar Indomaret tidak melakukan monopoli persaingan
usaha dan tidak merugikan pengecer kecil disampingnya, apabila sewaktu
waktu ditemukan fakta-fakta yang lain maka keputusan tersebut pasti akan
dirubah.
69
SALINAN

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

PUTUSAN
NOMOR: 03/KPPU-L-I/2000

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia selanjutnya disebut Komisi


yang memeriksa dugaan pelanggaran terhadap Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang dilakukan oleh :

PT. Indomarco Prismatama, yang beralamat di Jl. Ancol I No.9 10, Ancol Barat
Jakarta 14430, sebagai pemilik dan pemegang hak merek dagang "Indomaret"
untuk usaha ecerannya dalam bentuk baik toko swalayan milik sendiri maupun toko
swalayan dengan sistem waralaba, selanjutnya disebut sebagai TERLAPOR;

Telah mengambil putusan sebagai berikut :

MAJELIS KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, yang selanjutnya disebut


Majelis Komisi.

Setelah membaca Surat Laporan dan dokumen dalam perkara ini;


Setelah mempelajari hasil monitoring;
Setelah mendengar keterangan para pihak;
Setelah menyelidiki kegiatan Terlapor;
Setelah membaca Berita Acara Pemeriksaan dan hasil penyelidikan.

TENTANG DUDUK PERKARA:

1 Menimbang bahwa sebuah lembaga swadaya masyarakat yang selanjutnya disebut


sebagai Saksi Pelapor, dalam laporan tertulisnya tertanggal 12 April 2000 yang
diterima oleh Komisi pada tanggal 9 Agustus 2000, menyatakan sebagai berikut:

1
SALINAN

a. Bahwa Tim Survei Saksi Pelapor telah mengadakan wawancara langsung


kepada 429 orang pengusaha kecil/pemilik warung yang dianggap mewakili
seluruh pemilik warung di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi
(Jabotabek);

b. Bahwa sebagian besar dari 129 pengusaha kecil yang diwawancarai tersebut
menyatakan berdirinya Swalayan Indomaret mempunyai dampak negatif
terhadap usaha mereka, yaitu berupa:

1) Penghasilan atau omset penjualan menjadi turun drastis;


2) Banyak usaha kecil yang tutup atau tidak berjualan lagi karena kalah
bersaing dalam harga dan pelayanan dengan Toko Swalayan Indomaret;
3) Biaya kehidupan rumah tangga mereka terancam, karena sebelumnya
warung tersebut merupakan mata pencarian untuk biaya kehidupan sehari
hari.

c. Bahwa Terlapor mengajak bergabung para pihak yang memiliki gedung dan
dana investasi .+ 300 juta rupiah dengan membagikan brosur untuk
mendirikan Toko Swalayan dalam jaringan eceran Toko Swalayan Indomaret
yang menjual produk-produk kebutuhan pokok sehari hari masyarakat. Maka
bagi pihak yang berminat dapat mengisi formulir, dan apabila kedua belah
pihak sepakat, dapat didirikan Toko Swalayan Indomaret dengan sistem
waralaba. Toko Swalayan Indomaret tersebut akan mendapat dukungan
pasokan produk-produk yang diproduksi oleh PT. Indomarco (Salim Group
menurut Saksi Pelapor) yang telah menguasai 600 supplier dengan + 3.000
item produk berkualitas;

d. Bahwa sejak berdirinya Toko Swalayan Indomaret tanggal 17 Agustus 1998


sampai dengan saat ini di wilayah Jabotabek telah berdiri 290 Toko Swalayan
Indomaret dan direncanakan akan berdiri 2000 Toko Swalayan Indomaret
yang berlokasi di tingkat kecamatan sampai kelurahan di seluruh Jabotabek;

e. Bahwa Saksi Pelapor berkesimpulan:

1) Keberadaan Indomaret tersebut mempunyai dampak merugikan


pengusaha kecil yang ada disekitarnya, di setiap satu Toko Swalayan
Indomaret. Padahal di sekitarnya diperkirakan ada 10 usaha kecil,
maka apabila ada 290 Toko Swalayan Indomaret akibatnya 2900 usaha
kecil terancam mati, karena kalah bersaing dengan harga dan
kenyamanan yang disediakan oleh Indomaret. Apabila dibiarkan
rencana berdirinya sampai 2000 Toko Swalayan Indomaret, maka

2
SALINAN

diperkirakan 20.000 usaha kecil yang berada di Jabotabek akan mati


atau minimal 80.000 orang masyarakat miskin tambah melarat,
resah kehilangan mata pencaharian;

2) Sistem yang diterapkan oleh PT. Indomarco adalah pemegang hak


merek Swalayan Indomaret dan jaminan pemasokan barang dagangan
dengan harga distributor. Sedangkan pewaralaba berkewajiban
menyiapkan gedung dan investasi + 300 juta (termasuk untuk
Franchise Fee Rp.82,5 juta yang diberikan kepada PT. Indomarco);

3) Swalayan Indomaret tersebut telah atau diduga oleh Saksi Pelapor


melanggar Undang-Undang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat pada Pasal 1 Ayat 4. Maksud dari posisi dominan yaitu:
menguasai pangsa pasar karena kemampuan keuangan, kemampuan
akses pada pasokan. Pasal 1 Ayat 8 persekongkolan menguasai pasar
untuk kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol, sehingga dilarang
sesuai Pasal 22 tentang persekongkolan dan pasal 25 tentang posisi
dominan, kemudian Pasal 15 tentang larangan membuat persyaratan
pemasokan dari pelaku usaha tertentu;

f. Bahwa berdasarkan uraian di atas, Saksi Pelapor mengharap kepada Komisi


Pengawas Persaingan Usaha untuk melakukan penelitian dan atau
pemeriksaan lebih lanjut atas kasus yang dilaporkannya.

2 Menimbang bahwa Laporan Saksi Pelapor telah diteliti oleh Sekretariat Komisi,
dan dinyatakan bahwa Laporan belum lengkap, selanjutnya Direktur Eksekutif
dengan Suratnya Nomor: 53/KPPU Set/lX/2000 tanggal 25 September 2000
memberitahukan kepada Saksi Pelapor untuk melengkapi substansi laporannya
sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Komisi Nomor 05/KPPU/Kep/IX/2000
tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Terhadap Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1999;

3 Menimbang bahwa setelah batas waktu yang telah ditentukan Saksi Pelapor tidak
menyampaikan Laporannya, Komisi memutuskan untuk mencatat dan memasukkan
Laporan Saksi Pelapor ke dalam Daftar Monitoring;

4 Menimbang bahwa setelah melakukan monitoring, komisi menemukan adanya


keresahan sosial yang disebabkan oleh praktek usaha Terlapor disamping dugaan
pelanggaran sebagaimana yang dilaporkan atas Pasal 15, Pasal 22, dan Pasal 25

3
SALINAN

Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat. Keresahan sosial yang dimaksud adalah persaingan
yang terjadi antara pelaku usaha besar dengan pelaku usaha kecil yang
menimbulkan gangguan keseimbangan yang berpotensi menurunkan kesejahteraan
pelaku usaha kecil. Disamping itu juga disebabkan oleh hal-hal berkaitan dengan
perizinan usaha, lokasi usaha, jam pelayanan, dan tata ruang yang berasaskan
kepentingan secara terpadu guna mewujudkan keseimbangan kepentingan;

5 Menimbang bahwa Laporan Saksi Pelapor menjadi lengkap setelah dilakukan


monitoring, maka pada tanggal 9 November 2000, Komisi memutuskan membuka
kembali Kasus Laporan tersebut menjadi Kasus Inisiatif Komisi, selanjutnya
Komisi melakukan Pemeriksaan Pendahuluan;

6 Menimbang bahwa untuk melakukan Pemeriksaan Pendahuluan, Komisi


membentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari Dr. Sutrisno Iwantono, MA sebagai
Ketua Tim Pemeriksa, Prof. Dr. Didik J. Rachbini, dan Erwin Syahril, SH masing-
masing sebagai Anggota Tim;

7 Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Pendahuluan dari tanggal 10


November 2000 , sampai dengan tanggal 22 Desember 2000, Tim Pemeriksa tidak
menemukan bukti-bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan
oleh Terlapor atas Pasal 15, Pasal 22, dan. Pasal 25, Undang-undang No.5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, akan
tetapi Terlapor diindikasikan tidak mengindahkan asas dan tujuan Undang-Undang
No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2, tetapi Tim Pemeriksa menemukan
hal-hal yang berkaitan dengan keresahan sosial, perizinan usaha, lokasi usaha, jam
pelayanan, dan tata ruang yang kurang sejalan dengan asas kepentingan umum
secara terpadu guna mewujudkan keseimbangan kepentingan, yang perlu
dikembangkan lebih lanjut, oleh karena itu Tim Pemeriksa merekomendasikan agar
Komisi melakukan Pemeriksaan Lanjutan;

8 Menimbang bahwa terhadap rekomendasi Tim Pemeriksa tersebut, Komisi


menetapkan untuk menerima dan melakukan Pemeriksaan Lanjutan dan untuk itu
Komisi membentuk Majelis Komisi yang terdiri dari Dr.lr. Sutrisno Irvantono,
MA Sebagai Ketua Majelis Komisi, ProJ.Dr. Didik J Rachbini, Erwin Syahril,
SH, dan Dr. Pande Radja Silalahi, masing-masing sebagai Anggota Majelis
Komisi;

4
SALINAN

9 Menimbang bahwa Majelis Komisi telah melakukan Pemeriksaan Lanjutan;


dimulai sejak tanggal 2 Januari 2001 sampai dengan tanggal 28 Maret 2001 dan
diperpanjang sampai dengan tanggal 17 Mei 2001;

10 Menimbang bahwa dalam Pemeriksaan Lanjutan, Majelis Komisi telah meneliti


sebanyak 100 (seratus) dokumen, yang terdiri dari 7 (tujuh) dokumen Saksi
Pelapor, 29 (dua puluh sembilan) dokumen Terlapor, 55 (lima puluh lima)
dokumen Saksi-Saksi, 9 (sembilan) dokumen Saksi-Saksi Pemerintah, sebagaimana
terlampir dalam Lampiran Putusan ini;

11 Menimbang bahwa disamping Terlapor, Majelis Komisi telah mendengar


keterangan dari 63 (enam puluh tiga) orang Saksi yang identitas lengkapnya ada
pada Majelis Komisi, yang terdiri dari 7 (tujuh) Pelaku Usaha Minimarket, 45
(empat puluh lima) Pemilik Warung Kecil di sekitar Toko Swalayan Indomaret, 3
(tiga) Pejabat Pemerintah, 2 (dua) Distributor Utama, 4 (empat) Pelaku Usaha
Eceran Menengah dan Besar, 1 (satu) Pelaku Usaha Koperasi, dan 1 (satu) Pelaku
Usaha sebagai Produsen;

12 Menimbang bahwa selanjutnya identitas lengkap Saksi dan para pihak yang
diperiksa serta keterangan lengkap para pihak tersebut dicatat dalam Berita Acara
Pemeriksaan;

13 Menimbang bahwa, Majelis Komisi juga telah meneliti dokumen hasil


Penyelidikan Tim Penyelidik tentang Pendapat Konsumen Toko Swalayan
Indomaret, sebagaimana terlampir dalam Lampiran Putusan ini;

14 Menimbang bahwa, Majelis Komisi juga telah meneliti dokumen hasil penyelidikan
Tim Penyelidik terhadap sejumlah warung-warung dan minimarket di sekitar Toko
Swalayan Indomaret di wilayah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang, sebagaimana
terlampir dalam Lampiran Putusan ini;

15 Menimbang bahwa pada akhirnya Majelis Komisi telah mempunyai data yang
cukup untuk mengambil Putusan.

5
SALINAN

TENTANG HUKUM

1 Menimbang bahwa menurut Saksi Pelapor dalam laporan tertulisnya dan


keterangan yang disampaikan dalam pemeriksaan di hadapan Majelis Komisi, serta
dokumen yang disampaikannya, menyatakan bahwa pendirian Toko Swalayan
Indomaret pada tahun 1998 di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi di
tingkat kecamatan sampai dengan tingkat kelurahan, telah menimbulkan keresahan
terhadap warung-warung kecil disekitarnya, karena:

a. Bahwa harga di Toko Swalayan Indomaret sangat murah dibandingkan dengan


harga di warung-warung kecil disekitarnya;

b. Bahwa Terlapor selalu melakukan program diskon berupa Super Hemat yang
dilakukan setiap dua mingguan dalam setiap bulan;

c. Bahwa Terlapor mempunyai posisi dominan yaitu kemampuan dalam


menguasai pangsa pasar, kemampuan keuangan, dan kemampuan mendapatkan
pasokan langsung dari PT. Indomarco Adi Prima khusus untuk produk-produk
Indofood;

d. Bahwa Terlapor mempunyai jalur distribusi yang berbeda dengan warung-


warung kecil di sekitarnya untuk mendapatkan produk-produk khusus Indofood;

e. Bahwa warung-warung kecil tidak mampu melakukan program diskon dan


menjual dengan harga yang lebih murah seperti yang dilakukan Terlapor,
sehingga tidak dapat bersaing;

f. Bahwa omset penjualan warung mereka berkurang dan bahkan menghentikan


kegiatannya atau mati kegiatan warungnya.

2 Menimbang bahwa, Saksi Pelapor tetap berkeyakinan:

a. Bahwa Terlapor telah melanggar Pasal 1 Angka 4 dan Angka 8, Pasal 15, Pasal
22, dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

6
SALINAN

b. Bahwa Terlapor dalam mengembangkan usahanya melalui sistem


kewaralabaan telah menyalahi peraturan perundang-undangan tentang
kewaralabaan karena ada beberapa Toko Swalayan Indomaret berlokasi dekat
dengan pasar tradisional;

c. Bahwa pemilik warung berpendapat, sebenarnya mereka tidak menyarankan


Toko Swalayan Indomaret ditutup, akan tetapi mereka meminta agar harga jual
produk-produk di Toko Swalayan Indomaret paling tidak sama dengan harga
jual produk-produk di warung mereka, serta jam buka Toko Swalayan
Indomaret tidak terlalu lama;

3 Menimbang bahwa Pasal 25 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan


Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dinyatakan:

• Ayat (1): "Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk: a) menetapkan syarat-syarat
perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi
konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi
harga maupun kualitas; atau b) membatasi pasar dan pengembangan
teknologi; atau c) menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi
pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan";

• Ayat (2): "Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud


Ayat 1 apabila: a) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
atau b) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu".

Majelis Komisi mempertimbangkan bahwa berdasarkan hasil monitoring, dan


pemeriksaan disimpulkan:

a. Bahwa tidak ditemukan bukti-bukti Terlapor mempunyai posisi


dominan karena tidak menguasai pangsa pasar 50% (lima puluh persen)
atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;

b. Bahwa tidak ditemukan bukti-bukti Terlapor melakukan secara


bersama-sama dengan satu atau dua pelaku usaha lain yang menguasai
75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;

7
SALINAN

4 Menimbang bahwa Pasal 1 Angka 4 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999


tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
mengandung unsur-unsur posisi dominan, dan posisi dominan yang dimaksud
dalam Pasal 1 Angka 4, adalah: "Keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang
dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses
pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu";
Majelis Komisi mempertimbangkan bahwa berdasarkan hasil monitoring, dan
pemeriksaan disimpulkan:

a. Bahwa Terlapor merupakan sebagian dari pelaku usaha dalam bidang kegiatan
usaha eceran yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi,
baik ditinjau dari segi jumlah usaha dan volume penjualannya mempunyai
posisi lebih tinggi dari pengecer lainnya;

b Bahwa Terlapor bukan satu satunya perusahaan pengecer yang mempunyai


kemampuan keuangan lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan pengecer
kecil yang lain, akan tetapi masih terdapat beberapa perusahaan pengecer
lainnya yang juga mempunyai kemampuan keuangan lebih tinggi dibanding
pengecer kecil;

c. Bahwa ditinjau dari segi akses pada pasokan atau penjualan serta kemampuan
untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu,
kemampuan Terlapor lebih baik dari pengecer kecil, tetapi Terlapor bukan
satu-satunya perusahaan yang memiliki akses seperti itu yang bersaing dengan
perusahaan pengecer besar lainnya;

d. Bahwa meskipun pangsa pasar Terlapor di sebagian pasar tertentu adalah


dominan, namun di pasar bersangkutan tertentu lainnya tidak dominan;

Atas dasar fakta ini Terlapor tidak dapat dinyatakan dan dikategorikan mempunyai
posisi dominan secara mutlak. Karena itu tuduhan pelanggaran yang dilakukan
Terlapor terhadap Pasal 1 adalah tidak relevan.

5 Menimbang bahwa dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 tentang Larangan


Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, menyatakan:

8
SALINAN

• Ayat (1): "Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa pihak lain yang menerima barang dan
atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau
jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu."

• Ayat (2): "Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan memuat persyaratan bahwa pihak yang
menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan
atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok";

• Ayat (3): " Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau
potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan
bahwa pelaku usaha yang menerima barang dana atau jasa dari pelaku usaha
pemasok: (a) harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku
usaha pemasok; atau (b) tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama
atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha
pemasok";

Setelah Majelis Komisi melakukan monitoring, pemeriksaan, dan pertimbangan,


disimpulkan:

a. Bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya Terlapor tidak melakukan


pasokan kepada pihak lain kecuali hanya sebagai pengecer, karena itu tuduhan
pada Terlapor atas pelanggaran Pasal 15 tidak relevan;

b. Bahwa dalam menjalankan usahanya belum diketemukan bukti Terlapor


membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa
pihak lain yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak
memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau
pada tempat tertentu." Namun Majelis Komisi menemukan fakta adanya
perjanjian tertulis antara PT. Indomarco Adi Prima dengan PT. Goro Bhatara
Sakti; (Lampiran III Dokumen No.1).

Atas dasar fakta ini Majelis tidak menemukan bukti atas pelanggaran yang
dilakukan oleh Terlapor melanggar Pasal 15 Undang-Undang Nomor. 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

6 Menimbang bahwa berdasarkan Pemeriksaan Lanjutan serta pertimbangan Majelis


Komisi, ada dugaan Terlapor melanggar Pasal 22 yang isinya "Pelaku usaha

9
SALINAN

dilarang bersekongkol dengan Pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat, maka Majelis Komisi menyimpulkan:

a. Bahwa tidak ditemukan fakta atau bukti konkrit yang memberi petunjuk bahwa
Terlapor melakukan persekongkolan dengan pihak lain;

b. Bahwa kegiatan usaha Terlapor adalah perdagangan eceran yang langsung


melayani konsumen akhir, dan tidak melakukan penjualan dengan cara lelang
atau tender. Dengan demikian Terlapor tidak melakukan kegiatan
persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Atas dasar fakta ini Terlapor tidak dapat dinyatakan tidak dapat dikatakan
melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

7 Menimbang bahwa menurut keterangan Terlapor di hadapan Majelis Komisi pada


tanggal 27 Februari 2001 dan tanggal 7 Maret 2001, Terlapor menyatakan sebagai
berikut:

a. Bahwa Terlapor adalah suatu Badan Hukum Indonesia bernama PT. Indomarco
Prismatama, pemilik dan pemegang hak alas merek Toko Swalayan Indomaret,
didirikan pada tanggal 21 November 1988 dihadapan Notaris dengan Akte
Nomor 207 yang telah beberapa kali berubah, terakhir dengan Akte Notaris
No.47 tanggal 27 April 2001; (Lampiran XII, Dokumen No.28);

b. Bahwa saham Terlapor sejumlah 49% dimiliki oleh PT. Indomarco Perdana dan
sejumlah 51% dimiliki oleh PT. Bhakti Asset Management; (Lampiran XII,
Dokumen No.28);

c. Bahwa Terlapor melakukan usaha ecerannya dengan mengembangkan toko


swalayan bermerek dagang Indomaret baik sebagai outlet milik sendiri maupun
toko swalayan dengan sistem waralaba;

d. Bahwa Terlapor memperoleh harga grosir (Wholeseller Buying Price) dari


distributor PT. Indomarco Adi Prima karena jumlah pembeliannya dalam partai

10
SALINAN

besar dan karena mempunyai distribution center yang berkewajiban


mendistribusikan barang-barang ke seluruh Toko Swalayan Indomaret.

e. Bahwa Terlapor berhasil dalam usaha ecerannya karena menerapkan strategi


marketing mixed yang konsisten melalui strategi 4P: Product, Price, Place, and
Promotion dengan tujuan untuk membangun loyalitas dan image pelanggan
sebagai toko yang murah;

f. Bahwa penerapan strategi harga diwujudkan dalam 4 (empat) program yaitu:


(1) Super Hemat dua mingguan yang dilaksanakan sepanjang tahun dengan 40
item produk pilihan, (2) program paket produk berhadiah dilaksanakan dua kali
setahun, (3) program marketing prinsipal yang dilaksanakan pada bulan-bulan
tertentu, dan (4) program promosi mendadak;

g. Bahwa masyarakat berkeinginan membeli barang di Toko Swalayan Indomaret


secara hemat, dengan harga yang pasti, mudah mendapatkan seluruh kebutuhan,
pelayanan yang baik, toko yang nyaman dan dekat dengan rumah tinggal;

h. Bahwa Toko Swalayan Indomaret mempunyai segmen pasar yang berbeda


dengan warung-warung kecil dan pengecer menengah karena masyarakat
mempunyai kecenderungan ingin menjadi lebih modern, dan menerima
kehadiran toko swalayan sebagai kebutuhan masyarakat saat ini;

i. Bahwa Terlapor telah mengajukan izin prinsip untuk semua Toko Swalayan
Indomaret sesuai dengan SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta
No.50 Tahun 1999 tentang Permohonan Izin Prinsip untuk Mini Market
Indomaret, dan sampai dengan sekarang belum keluar izin prinsip tersebut;
(Lampiran XII, Dokumen No.22);

j. Bahwa perizinan yang berkaitan dengan peruntukan bangunan di beberapa


tempat masih bermasalah, karena pada awalnya merupakan perumahan tempat
tinggal yang akhirnya berkembang menjadi pertokoan (Ruko) yang
dikembangkan oleh Pengembang, maka untuk sementara perizinannya belum
berubah;

11
SALINAN

k. Bahwa berdirinya Toko Swalayan Indomaret di beberapa tempat dirasakan dan


disadari sepenuhnya oleh Terlapor telah banyak menimbulkan masalah sosial
terutama terhadap pedagang-pedagang kecil;

l. Bahwa Terlapor dengan kesungguhannya telah memperhatikan hal tersebut


dengan cara mengikutsertakan kepemilikan Toko Swalayan Indomaret oleh
masyarakat melalui sistem kewaralabaan, akan tetapi disadari oleh Terlapor
bahwa ternyata hal tersebut tidak cukup efektif karena kurangnya sosialisasi
terhadap masyarakat;

m. Bahwa warung-warung kecil memang tidak mampu bersaing dengan Toko


Swalayan Indomaret dari segi harga dan pelayanan;

n. Bahwa tidak seluruh usaha Toko Swalayan Indomaret dapat mengalahkan


pengecer-pengecer tertentu, kecuali pengecer-pengecer tidak efisien;

o. Bahwa pertemuan-pertemuan bilateral antara Terlapor dengan PT. Indomarco


Adi Prima sebagai pemasok, merupakan pertemuan rutin untuk membicarakan
pasokan barang dan tidak dimaksudkan untuk persekongkolan;

p. Bahwa Terlapor menyatakan tidak pernah diperkenankan untuk mengikuti


pertemuan antara PT. Indomarco Adi Prima dengan pelaku usaha lain, kecuali
yang bertujuan mempromosikan produk-produk baru.

8 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 8


Maret 2001, Saksi Ir. Anwar Muhammad, Msi, Pemilik Toko Swalayan,
menyatakan sebagai berikut:

a. Bahwa Terlapor tidak memberikan keterangan secara jelas kepada masyarakat


setempat ketika meminta izin .mendirikan Toko Swalayan Indomaret yang
lokasinya berdampingan dengan rumah tempat tinggal;

b. Bahwa keberadaan Toko Swalayan Indomaret berpengaruh terhadap warung-


warung kecil di sekitarnya karena menjual produk-produk Indofood dengan
harga lebih murah dibandingkan dengan harga di warung-warung kecil
disekitarnya;

12
SALINAN

c. Bahwa kemampuan rata-rata kebutuhan pasokan Saksi atas produk Indoor dapat
mencapai sampai dengan 35% dari seluruh penjualan, akan tetapi pasokan
produk: Indofood diperoleh melalui Sales Service Departement PT. Indomarco
Adi Prima dan bukan diperoleh langsung dari PT. Indomarco Adi Prima;

d. Bahwa Saksi dapat melakukan pembayaran dengan giro yang digabungkan


melalui giro PT. Indomarco Adi Prima, dan dapat dilakukan pembayarannya
melalui satu giro meskipun bukan untuk pembelian produk-produk Indofood;

e. Bahwa sejak berdirinya Toko Swalayan Indomaret, omset penjualan Saksi


menurun sekitar 30% hingga 40% dari omset penjualan sebesar 5 (lima) juta
rupiah;

9 Menimbang bahwa dalam keterangan di depan Majelis Komisi, Saksi Suharto


bertindak untuk dan atas nama diri sendiri sebagai Pemilik Toko PD. Pasar Jaya
Jelambar, menyatakan sebagai berikut:

a Bahwa keberadaan Indomaret sangat mempengaruhi omset penjualan toko


miliknya hingga omset turun sekitar 50% sampai dengan 60%;

b. Bahwa keberadaan tiga Toko Swalayan Indomaret yang berada di sekitar pasar
sangat berpengaruh besar karena tempatnya lebih nyaman dengan harganya
lebih murah.

10 Menimbang bahwa dalam keterangan di depan Majelis Komisi, Saksi Aziz Mulyadi
bertindak untuk dan atas nama diri sendiri sebagai pemilik toko di PD. Pasar Jaya
Jelambar, menyatakan sebagai berikut:

a. Bahwa keberadaan Toko Swalayan Indomaret sangat berdampak terhadap


menurunnya jumlah konsumen yang datang ke pasar, sehingga omset
penjualannya juga menurun;

b. Bahwa meskipun usaha toko milik Saksi tidak sejenis dengan jenis usaha Toko
Swalayan Indomaret, namun karena konsumen lebih senang berbelanja ke Toko
Swalayan Indomaret, maka jumlah konsumen yang berbelanja ke PD.Pasar Jaya
padaumumnya dan warung miliknya pada khususnya, menjadi berkurang
sehingga

13
SALINAN

menyebabkan minat untuk membeli kebutuhan lainnya juga menjadi berkurang


dan omset penjualan warungnya berkurang.

11 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi, Saksi Bambang


bertindak untuk dan atas nama diri sendiri sebagai pemilik toko PD. Pasar Jaya
Jelambar, menyatakan sebagai berikut:

Bahwa harga jual Toko Swalayan Indomaret lebih murah dibandingkan dengan
harga pembelian di toko Saksi, dan toko milik Saksi yang berjarak 50 meter
mempengaruhi omset penjualan yang menurun sampai sekitar 50%;

12 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi, Saksi Akan


bertindak untuk dan atas nama diri sendiri sebagai Pemilik Toko di PD Pasar Jaya
Jelambar, menyatakan sebagai berikut:

a. Bahwa toko milik Saksi berdiri lebih dahulu dari Toko Swalayan Indomaret,
pada saat itu jumlah omset penjualannya cukup baik;

b. Bahwa berdirinya Toko Swalayan Indomaret di dekat toko milik Saksi


dengan harga jual produk lebih murah, menyebabkan omset penjualannya
menurun sekitar 50%.

13 Menimbang bahwa setelah Tim Penyelidik melakukan penelitian terhadap sejumlah


warung-warung kecil yang berjarak sampai dengan 300 meter dari Toko Swalayan
Indomaret, di sekitar 20 Toko Swalayan Indomaret di daerah Jakarta, Bekasi, dan
Tangerang, Majelis Komisi menemukan hal-hal sebagai berikut: (Lampiran II
Dokumen No.2).

a. Bahwa sebagian besar warung menyatakan terpengaruh dengan berdirinya


Toko Swalayan Indomaret yaitu telah menurunnya omset penjualan mereka;

b. Bahwa harga barang-barang di warung jauh lebih mahal dibandingkan


dengan harga barang di Toko Swalayan Indomaret, dan mereka merasa tidak
mampu bersaing dengan Toko Swalayan Indomaret dalam hal harga, tempat
dan ketersediaan barang;

c. Bahwa warung-warung kecil tidak memiliki pembukuan yang akurat


sehingga sulit untuk membuktikan adanya penurunan omset penjualannya.

14
SALINAN

14 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 2


Mei 2001, Saksi Ny. Lilik Sunarsih yang bertindak untuk dan atas nama sendiri
selaku pemilik toko swalayan yang berlokasi dekat Toko Swalayan Indomaret,
menyatakan sebagai berikut:

a. Bahwa dengan luas toko dan volume barang yang setara dengan Toko
Swalayan Indomaret, Saksi tidak mampu bersaing dengan Toko Swalayan
Indomaret karena . sebagian harga barang-barang di Toko Swalayan
Indomaret lebih rendah khususnya produk-produk Indofood. Disamping itu
Toko Swalayan Indomaret memiliki program diskon setiap 2 mingguan yang
dikemas dalam paket Super Hemat;

b. Bahwa Saksi mempunyai toko di tempat lain masih bertahan hidup karena
mempunyai luas toko yang lebih besar dan menjual jenis barang yang
berbeda dengan volume barang yang lebih besar dibanding dengan Toko
Swalayan Indomaret.

15 Menimbang bahwa dalam keterangannya di hadapan Majelis Komisi pada tanggal


15 Mei 2001, Saksi Hasan Maulana yang bertindak untuk dan atas nama diri sendiri
selaku pemilik toko swalayan yang berada di sekitar Toko Swalayan Indomaret,
Saksi menyatakan sebagai berikut:

a. Bahwa produk-produk khusus Indofood di Toko Swalayan Indomaret lebih


murah dibandingkan dengan harga produk yang sama di toko milik Saksi
karena Saksi tidak mendapatkan pasokan langsung dari grosir atau
distributornya Toko Swalayan Indomaret;

b. Bahwa Toko Swalayan Indomaret yang berada di lokasi perumahan yang


berdekatan dengan toko milik saksi sangat berpengaruh besar terhadap
kelangsungan warung-warung kecil di sekitarnya.

16 Menimbang bahwa Majelis Komisi dengan Tim Penyelidik telah melakukan


penelitian di lapangan terhadap sejumlah 6 (enam) Minimarket yang berjarak
sampai dengan 300 meter di sekitar Toko Swalayan Indomaret di daerah Jakarta,
Bekasi, dan Tangerang, menemukan hal-hal sebagai berikut:

Bahwa seluruh Minimarket yang berdekatan dengan Toko Swalayan Indomaret


tersebut, sangat terpengaruh dengan program Diskon Super Hemat untuk produk-
produk tertentu yang dilakukan setiap dua mingguan sepanjang tahun, karena harga

15
SALINAN

jualnya lebih murah dibandingkan dengan harga beli di Minimarket, sedangkan


Minimarket tidak bisa melakukan program Super Hemat semacam itu;

17 Menimbang bahwa Majelis Komisi dengan Tim Penyelidik dalam melakukan


penelitian di lapangan terhadap 150 konsumen di Toko Swalayan Indomaret di
Jakarta, Bekasi, dan Tangerang, menemukan hal-hal sebagai berikut: (Lampiran II,
Dokumen No.1):

a. 97 % menyatakan senang adanya Toko Swalayan Indomaret;


b. 60 % menyatakan mudah memperoleh kebutuhannya;
c. 8% menyatakan harga produk-produk di Toko Swalayan Indomaret lebih murah;
d. 3 % menyatakan mendapatkan pelayanan yang baik;
e. 93 % menyatakan tempatnya menyenangkan dan nyaman;
f. 32 % menyatakan setuju dengan perkembangan Toko Swalayan Indomaret;
g. 93 % menyatakan setuju bahwa Toko Swalayan Indomaret adalah toko masa
depan;
h. 66 % menyatakan merasa diuntungkan membeli produk Indofood di Toko
Swalayan Indomaret;
i. 51 % menyatakan bahwa khusus produk Indofood harganya lebih murah;
j. 100 % menyatakan alasan setuju harga lebih murah karena sering ada diskon;
k. secara total pendapat konsumen yang menyatakan setuju terhadap keberadaan
Toko Swalayan Indomaret sebesar 69,4 %, tidak setuju sebesar 16,1 % dan
menyatakan tidak tahu sebesar 14,5%.

18 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 1


Mei 2001, Saksi dari pihak Pemerintah bernama Teddy Setyadi yang bertindak
untuk dan atas nama sendiri selaku Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri,
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, menyatakan sebagai berikut:

a. Bahwa pendaftaran Izin Usaha Terlapor sudah sesuai dengan prosedur dan
persyaratan sebagaimana telah ditetapkan dalam SK. Menteri Perindustrian
dan Perdagangan No.591/MPP/Kep/10/1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);

b. Bahwa Terlapor termasuk pelaku usaha besar dengan SIUP Besar dan berlaku
untuk seluruh outlet sendiri sebagai SIUP induk yang masing-masing
dilegalisir oleh Kandep Depperindag setempat, sedangkan untuk Toko
Swalayan Indomaret dengan sistem waralaba masing-masing mempunyai
SIUP sendiri dengan SIUP Kecil;

16
SALINAN

c. Bahwa Terlapor telah mendaftarkan Hak Kewaralabaan kepada Menteri


Perindustrian dan perdagangan sesuai dengan prosedur dan persyaratan
sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No.259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba;

d. Bahwa Terlapor adalah pemegang sah hak Kewaralabaan dan sebagai


Pemberi Waralaba (Franchisor) serta memberikan hak kewaralabaannya
kepada beberapa Penerima Waralaba (Franchisee) untuk mendirikan Toko
Swalayan Indomaret.

19 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 9


Mei 2001, Saksi bernama Retno Kumorowati yang bertindak untuk dan atas nama
Kepala Biro Pembinaan Perekonomian Daerah, Pemerintah Daerah DKI Jakarta,
menyatakan sebagai berikut:

a. Bahwa menurut Peraturan Daerah DKI Jakarta No.8 tahun 1992 tentang
Pengusahaan Perpasaran Swasta di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
dan SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.50 tahun 1999
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengusahaan Perpasaran Swasta di Wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, proses perizinan pasar swalayan yang
mempunyai luas bangunan kurang dari 200 m2, harus mendapatkan
persetujuan prinsip dari Sekretaris Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

b. Bahwa selama ini Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta belum pernah
mengeluarkan izin prinsip tersebut khusus untuk usaha perpasaran swasta
dengan luas bangunan kurang dari 200 m2 milik siapapun, termasuk untuk
Toko Swalayan Indomaret. Hal ini disebabkan Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta belum melaksanakan SK Gubernur Kepala Daerah Khusus
Ibukota Jakarta No.50 tahun 1999 dimaksud;

c. Bahwa Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sedang mengkaji dan


mengevaluasi keberadaan usaha perpasaran swasta dengan luas bangunan
kurang dari 200 m2.

20 Menimbang bahwa dalam keterangannya di hadapan Majelis Komisi pada tanggal


17Mei 2001, Saksi Pemerintah bernama Syafrul Mustafa selaku Kepala Sub Dinas

17
SALINAN

Pengawas Pembangunan Kota (Dinas P2K) yang bertindak untuk dan atas nama
Kepala Dinas Pengawas Pembangunan Kota DKI Jakarta, menyatakan sebagai
berikut, bahwa Dinas Pengawasan Pembangunan Kota telah memberikan
peringatan tertulis terhadap 44 Toko Swalayan Indomaret di wilayah DKI Jakarta
yang telah melakukan penyimpangan perizinan penggunaan bangunan dari IMB
perumahan menjadi pertokoan;

21 Menimbang bahwa dalam keterangan di depan Majelis Komisi pada tanggal 8 Mei
2001, Saksi bernama Hendro Gunarto yang bertindak untuk dan atas nama sendiri
dan sebagai seorang Direktur Utama PT. Indomarco Adi Prima, Saksi menyatakan
sebagai berikut:

a. Bahwa pada tahun 1997 saham PT. Indomarco Adi Prima sejumlah 80%
dimiliki oleh PT. Indofood Sukses Makmur dan 20% lainnya dimiliki PT.
Holdico Perkasa;

b. Bahwa dalam mendistribusikan produk-produk Indofood, harga beli secara


absolut telah ditetapkan oleh prinsipalnya baik mulai dari di tingkat
distributor, grosir maupun, sampai ke tingkat pengecer;

c. Bahwa PT. Indomarco Adi Prima merupakan distributor tunggal khusus


produk Supermi untuk seluruh wilayah Indonesia;

d. Bahwa PT. Indomarco Adi Prima tidak pernah membuat perjanjian secara
tertulis tentang penetapan harga dan syarat-syarat lainnya dalam memasok ke
grosir maupun pengecer;

e. Bahwa program diskon dalam bentuk Super Hemat, merupakan program yang
dilakukan sendiri oleh Terlapor dan toko-toko lainnya, dan tidak ada
kaitannya dengan program maupun harga yang ditentukan oleh PT.
Indomarco Adi Prima;

f. Bahwa meskipun posisi Terlapor sebagai pengecer, namun oleh PT.


Indomarco Adi Prima, Terlapor diperlakukan sebagai wholeseller, karena
jumlah pembelian atau kuantumnya telah mencapai jumlah tertentu.

22 Menimbang bahwa dalam keterangannya di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 8


Mei 2001, Saksi bernama Sinarman Jonatan yang bertindak untuk dan atas nama
diri sendiri selaku Direktur Utama PT. Indomarco Perdana, menyatakan sebagai
berikut:

18
SALINAN

a. Bahwa PT. Indomarco Perdana memegang saham Terlapor sebesar 49% dan
sisanya sebesar S 1 % dikuasai oleh PT. Bhakti Asset Manajemen;

b. Bahwa PT. Indomarco Perdana merupakan Holding Company, yang bergerak


di bidang usaha sebagai pemasok produk gula sebesar 1,2 milyar rupiah
perbulan untuk Toko Swalayan Indomaret, 1,9 milyar rupiah untuk Indo
Grosir, dan 342 juta rupiah untuk Supermarket (Superido), dan memasok apel
untuk supermarket sejumlah 167 juta rupiah perbulan. Disamping itu juga
memberikan jasa konsultasi kepada internal grup dalam bidang manajemen,
HRD, MIS, keuangan dan operation merchandiser;

c. Bahwa Saksi yang saat ini saksi memegang jabatan sebagai Direktur Utama
di PT. Indomarco Perdana juga pada perusahaan Terlapor.

23 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 10


Mei 2001, Saksi bernama Laode Budi Utama, yang bertindak untuk dan atas nama
Koperasi Jembatan Kesejahteraan, menyatakan sebagai berikut:

a. Bahwa Saksi menginginkan suatu aturan yang jelas dan transparan dari PT.
Indomarco Adi Prima berkenaan dengan perolehan harga, pasokan, dan
perlakuan lain yang diterimanya sebagai penerima pasokan khususnya
produk-produk Indofood;

b. Bahwa Saksi menginginkan kejelasan penentuan status dari PT. Indomarco


Adi Prima apakah sebagai grosir, star outlet, atau pengecer, kejelasan status
ini untuk memperoleh kepastian harga;

c. Bahwa Saksi pernah mengajukan untuk melakukan pembelian langsung


kepada Indofood, akan tetapi oleh Indofood dimasukkan dalam program
kemitraan yang kemudian ditugaskan Star Outlet Serta untuk melayani Saksi;

d. Bahwa Saksi berpendapat bahwa keberadaan Toko Swalayan Indomaret dapat


bersaing dengan baik karena faktor-faktor knowledge base yang lebih baik,
ketersediaan barang yang cukup, kekuatan manajemen, kenyamanan dan
preferensi masyarakat yang lebih tinggi.

19
SALINAN

24 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 16


Mei 2001, Saksi bernama Khairuddin yang bertindak untuk dan atas nama diri
sendiri selaku Direktur Utama PT. Goro Batara Sakti, menyatakan sebagai berikut:

a. Bahwa Saksi tidak diperkenankan menjual atau memasok kembali kepada


pelaku-pelaku usaha lain selain koperasi sebagaimana yang telah ditetapkan
dalam perjanjian kerja sama antara PT. Goro Batara Sakti dengan PT.
Indomarco Adi Prima; (Lampiran III, Dokumen No.1)

b. Bahwa meskipun untuk produk-produk tertentu khususnya yang berasal dari


Indofood yang di Toko Swalayan Indomaret harganya lebih murah, Go's Mart
minimarket yang didirikan tidak jauh dari Toko Swalayan Indomaret sebagai
binaan PT. Goro Yudhistira masih mampu bersaing.

25 Menimbang bahwa dalam keterangan di hadapan Majelis Komisi pada tanggal 9


Mei 2001 dan tanggal 17 Mei 2001, Saksi Eva Riyanti Hutapea yang bertindak
untuk dan atas nama sendiri selaku Direktur Utama PT. Indofood Sukses Makmur,
menyatakan sebagai berikut:

a. Bahwa PT. Indofood Sukses Makmur dalam melakukan usahanya selalu


berupaya meningkatkan efisiensi dan sedang melakukan evaluasi,
mempelajari, dan mengembangkan sistem distribusi dengan memperpendek
jalur distribusi langsung yang akan diterapkan dalam beberapa waktu
mendatang;

b. Bahwa PT. Indofood Sukses Makmur mempunyai program promosi (trade


promo) yang merupakan program inisiatifnya sendiri melalui distributor
berupa pemberian diskon harga antara 1,5% hingga 5% yang diharapkan
untuk diteruskan ke pelanggan pelanggannya. Sedangkan promosi-promosi
dalam bentuk Super Hemat yang dilakukan Terlapor, bukanlah program
Indofood. Namun demikian program-program promosi berupa diskon dapat
juga merupakan inisiatif pengecer yang diajukan melalui distributornya dan
akan disampaikan kepada prinsipal untuk mendapatkan dukungan;

c. Bahwa PT. Indofood Sukses Makmur dalam melakukan proses take over
perusahaan-perusahaan lain yang digabung ke dalam satu kesatuan sistem
distribusinya, dimaksudkan untuk tujuan efisiensi dalam kesatuan manajemen
agar dalam mendistribusikan produk-produk Indofood tidak selalu
berorientasi kepada keuntungan semata sebagaimana selama ini dilakukan
oleh perusahaan bersangkutan. Akan tetapi harus selalu berpikir pada
ketersediaan dan pelayanan yang efisien kepada konsumen;

20
SALINAN

d. Bahwa Terlapor tidak mempunyai hubungan kepemilikan saham dan bukan


afiliasi PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.;

e. Bahwa hubungan yang terjalin antara saksi dengan Terlapor hanya


merupakan hubungan dagang pemasokan produk-produk Indofood melalui
distributor utamanya yaitu PT. Indomarco Adi Prima.

26 Menimbang bahwa dari keterangan-keterangan yang terungkap dalam Pemeriksaan


baik dari Saksi Pelapor, Terlapor, dan para Saksi maupun dokumen-dokumen,
Majelis Komisi menemukan fakta-fakta sebagai berikut:

a. Bahwa Terlapor adalah Badan Hukum Indonesia yang didirikan pada tanggal
21 November 1988 di hadapan Notaris Benny Kristianto S.H. dengan Akte
Notaris Nomor 207 yang beberapa kali telah diubah terakhir dengan Akte
Notaris Nomor 47 pada tanggal 27 April 2001;

b. Bahwa Toko Swalayan Indomaret milik Terlapor banyak yang berlokasi di


daerah pemukiman, dan di lokasi-lokasi dimana telah terdapat banyak
pengecer-pengecer kecil yang melakukan kegiatan usaha yang sama atau
hampir sama dengan yang dilakukan oleh Terlapor. Hal tersebut dirasakan,
baik langsung maupun tidak langsung, mengganggu kegiatan usaha yang
dilakukan oleh pengecer kecil. Perkembangan semacam ini menimbulkan
keresahan sosial terutama bagi pengecer kecil yang berada di sekitar lokasi
Toko Swalayan Indomaret;

c. Bahwa Terlapor dalam menjalankan usahanya menjual produk-produk


tertentu dengan harga yang lebih murah dibanding harga jual para pengecer
kecil, yang dilakukan dengan memberikan diskon secara berkala setiap dua
minggu, setiap bulan melalui Promosi Super Hemat, yang menurut pengecer
kecil disekitarnya berakibat turunnya omset penjualan mereka;

d. Bahwa Terlapor memiliki keterkaitan sejarah dengan PT. Indomarco Adi


Prima yang ditunjukkan oleh jabatan rangkap sebagai Direktur Utama oleh
Terlapor yaitu antara tahun 1988 sampai tanggal 1 April tahun 2000. Terlapor

21
SALINAN

pada masa tersebut selain menduduki jabatan sebagai Direktur Utama PT.
Indomarco Adi Prima juga sebagai Direktur Utama perusahaan Terlapor.
Disamping itu Majelis menemukan fakta bahwa 80% saham PT. Indomarco
Adi Prima dimiliki oleh PT. Indofood Sukses Makmur. Dengan adanya
jabatan rangkap dan kepemilikan saham seperti tersebut di atas
memungkinkan dapat dilakukannya kontrol manajemen secara vertikal yang
bisa berakibat terganggunya persaingan usaha tidak sehat;

e. Bahwa saham Terlapor sebesar 49% adalah dimiliki oleh PT. Indomarco
Perdana. Disamping itu PT. Indomarco Perdana juga bertindak sebagai
pemasok. Terlapor memegang jabatan rangkap selain sebagai Direktur Utama
di perusahaan Terlapor juga sebagai Direktur Utama PT. Indomarco Perdana.
Dengan demikian antara Terlapor dengan PT. Indomarco Perdana
dimungkinkan terjadi hubungan manajemen yang dapat berakibat persaingan
tidak sehat;

f. Bahwa terjadi perjanjian tertulis antara PT. Indomarco Adi Prima dengan PT.
Goro Batara Sakti yang berisi bahwa PT. Goro Batara Sakti tidak:
diperkenankan menjual atau memasok kembali kepada pelaku usaha lain
selain kepada koperasi. Perjanjian semacam ini dapat mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat;

g. Bahwa Majelis Komisi menemukan fakta sejumlah warung kecil di sekitar


Toko Swalayan Indomaret di wilayah Jakarta, Bekasi dan Tangerang, sebagai
berikut:

1) seluruh warung menyatakan merasakan terpengaruh dengan berdirinya


Toko Swalayan Indomaret yaitu terjadi penurunan omset penjualan;

2) terdapat harga-harga yang lebih murah untuk produk tertentu khususnya


yang berasal dari PT. Indomarco Adi Prima yang dijual di Toko
Swalayan Indomaret;

3) sebagian besar warung kecil yang berada di sekitar Toko Swalayan


Indomaret, memiliki kemampuan bersaing yang rendah karena
keterbatasan manajemen, permodalan, dan keterbatasan akses terhadap
pasokan barang.
h. Majelis Komisi menemukan fakta bahwa PT Indomarco Prismatama
menerapkan strategi pemasaran modern dengan konsep 4P (Produk, Price,
Place and Promotion). Strategi ini tidak dapat diikuti pengecer kecil yang
sampai saat ini masih dikelola secara tradisional. Kehadiran Toko Swalayan
Indomaret menimbulkan keresahan sosial bagi keberadaan pengecer atau

22
SALINAN

warung-warung kecil karena ketidakseimbangan kemampuan manajemen,


permodalan, dan daya saingnya;

i. Bahwa Terlapor merupakan perusahaan yang bergerak dalam usaha eceran.


Terlapor mendapatkan pasokan barang barangnya dari berbagai distributor
melalui pembelian secara langsung kepada distributor dalam jumlah besar
sehingga posisinya disetarakan dengan grosir (wholeseller) dalam kebijakan
harga;

j. Bahwa Terlapor merupakan perusahaan yang bergerak dalam usaha eceran.


Terlapor menjual barang barangnya langsung kepada konsumen, baik melalui
outlet milik sendiri maupun melalui Toko Waralaba Swalayan Indomaret
yang bekerja sama dengan Terlapor maupun melalui outlet milik Terlapor.
Terlapor bukan merupakan Pemasok kepada pengusaha lain atas barang-
barang yang dibelinya dari distributor.

27 Menimbang bahwa dari keterangan-keterangan yang terungkap dalam Pemeriksaan


baik dari Saksi Pelapor, Terlapor, dan para Saksi maupun dokumen-dokumen,
Majelis Komisi menemukan fakta-fakta sebagai berikut:

a. Bahwa Terlapor menurut Peraturan. Daerah DKI Jakarta No.8 tahun 1992 dan
Petunjuk Pelaksanaan berupa Surat Keputusan Gubernur No.50 tahun 1999
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengusahaan Perpasaran Swasta di Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta, pasar swalayan yang mempunyai luas kurang dari
200 m2 harus mendapatkan izin prinsip dari Sekretaris Wilayah Daerah.
Faktanya Terlapor belum mendapatkan izin dari Sekretaris Wilayah Daerah,
hal ini disebabkan karena:

1) Indomaret telah berdiri sebelum dikeluarkannya Keputusan Gubernur


Nomor 50 tahun 1999 tersebut;

2) Selama ini Pemerintah Daerah belum mengeluarkan perizinan untuk


toko swalayan yang luasnya kurang dari 200 m2 termasuk Toko
Swalayan Indomaret.

b. Bahwa menurut penjelasan Saksi Pemerintah DKI melalui Kepala Dinas


Pengawasan pembangunan Kota (P2K) telah memberikan teguran terhadap
44 Toko Swalayan Indomaret yang telah menyalahi perizinan peruntukan
perumahan dijadikan pertokoan;

23
SALINAN

c. Bahwa di dalam SK Gubernur DKI Nomor 50 Tahun 1999 tentang Petunjuk


Pelaksanaan Perpasaran Swasta di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dalam
Pasal 11 huruf g disebutkan: "pasar swalayan (luasnya lebih dari 200 m2)
harus mempunyai jarak minimal tertentu terhadap pasar tradisional, yaitu: a)
500 m terhadap pasar lingkungan berkembang, atau b) 1 Km terhadap pasar
lingkungan tumbuh".

28 Menimbang bahwa dalam fakta-fakta yang telah terungkap di dalam pemeriksaan,


baik dari keterangan para pihak maupun dokumen-dokumen yang disampaikan
kepada Majelis Komisi dan berdasarkan uraian di atas, Majelis Komisi
menyimpulkan bahwa keberadaan Toko Swalayan Indomaret yang didirikan di
daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi menimbulkan gangguan terhadap
pengecer kecil di sekitarnya. Hal ini terjadi karena: (1) pendirian Toko-Toko
Swalayan Indomaret kurang memperhatikan keberadaan warung-warung kecil di
sekitarnya: (2) kurang memperhatikan lokasi dan peruntukan penggunaan
bangunan, sehingga menimbulkan keresahan para pemilik warung kecil di
sekitarnya; (3) menerapkan strategi manajemen modern yang tidak dapat diikuti
oleh toko-toko kecil sebagai pengecer di sekitarnya. Oleh karena itu Terlapor
dianggap kurang memperhatikan keberadaan dan perkembangan usaha warung-
warung kecil di sekitarnya. Untuk itu Majelis Komisi berpendapat bahwa Terlapor
dalam mengembangkan kegiatan usahanya tidak mengindahkan asas demokrasi
ekonomi dan tidak memperhatikan keseimbangan antara kepentingan Terlapor dan
kepentingan masyarakat sekitarnya;

29 Menimbang bahwa Terlapor dalam menjalankan usaha ecerannya melalui Toko


Swalayan Indomaret, melakukan praktek pemasaran produk-produk tertentu dengan
harga diskon Super Hemat untuk 40 item produk setiap bulan dalam jangka waktu
dua mingguan, membuka waktu pelayanan yang lebih awal, perizinan-perizinan
tempat usaha dan peruntukan lokasi yang kurang tepat. Mengingat Pasal 2
mengandung pengertian bahwa setiap pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatannya perlu memperhatikan keseimbangan umum dengan memberi
kesempatan kepada pelaku usaha lain dalam menjalankan usahanya sebagai pesaing
atau yang berpotensi sebagai pesaing agar dapat berkembang secara wajar.
Sedangkan dalam Pasal 3 juga dinyatakan tentang perlunya untuk menjaga
kepentingan umum dan menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha bagi
pelaku usaha besar, menengah dan kecil. Majelis berkesimpulan bahwa Terlapor
tidak sungguh-sungguh melaksanakan apa yang telah diamanatkan dalam Pasal 2
dan Pasal 3 tersebut karena selama ini telah menimbulkan keresahan dan
mengganggu keberadaan warung kecil di sekitarnya, sehingga kegiatan Terlapor
tidak sejalan dengan Pasal 2 dan Pasal 3, asas dan tujuan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.

24
SALINAN

30 Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap didalam pemeriksaan,


penyelidikan, maupun keterangan para pihak, Majelis Komisi menyimpulkan
bahwa sebagian besar toko-toko kecil sebagai pengecer kalah bersaing dengan
Terlapor, karena toko-toko pengecer tersebut menghadapi kendala manajemen,
skala ekonomi yang kecil, keterbatasan akses terhadap jalur distribusi dan kendala
sumber daya permodalan maupun sumber daya manusia. Sebagian besar dari
pengecer kecil pada umumnya masih sangat lemah dalam berbagai aspek dan dalam
menjalankan usahanya masih menerapkan manajemen sangat tradisional, yang
tidak dapat membedakan keuangan keluarga dan keuangan usaha. Kemampuan dan
keterampilannya dalam penataan layout barang-barang masih tidak memadai
sehingga kurang menciptakan daya tarik bagi pelanggan untuk berbelanja di toko
pengecer kecil. Skala ekonominya juga sangat kecil (mikro) sehingga tidak dapat
mengambil manfaat dari efisiensi, yang bersumber dari skala ekonomi maupun
skop ekonomi. Jumlah pembelian juga relatif kecil sehingga pengecer kecil tersebut
tidak dapat mengakses langsung dari sumber pasokan barang dalam jalur distribusi
yang lebih menguntungkan, baik ditinjau dari harga , diskon-diskon maupun
manfaat lain seperti dukungan promosi. Kualitas sumber daya pengecer kecil
umumnya masih rendah, baik ditinjau dari pendidikan maupun keterampilan
manajemen yang dikuasainya. Berdasarkan fakta-fakta ini Majelis berkesimpulan
bahwa untuk menciptakan persaingan yang seimbang di antara pelaku usaha dalam
bisnis eceran diperlukan upaya-upaya khusus untuk meningkatkan daya saing para
pengecer kecil. Untuk itu Majelis Komisi berpendapat perlunya upaya-upaya
pemberdayaan toko-toko pengecer kecil, yang antara lain meliputi pembinaan
manajemen, akses pada sumber permodalan, peningkatan skala ekonomi dan akses
pada sumber barang/jalur distribusi dan pengembangan sumberdaya manusia.
Dengan demikian pengecer kecil memiliki daya saing yang lebih tinggi sehingga
dapat tumbuh keseimbangan persaingan usaha yang lebih sehat. Persaingan secara
langsung dalam jarak yang dekat antara pengecer kecil yang lemah dengan toko
eceran modern yang kuat harus dihindari untuk mengurangi dampak kerugian sosial
ekonomi yang lebih jauh.

31 Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta sebagaimana dipertimbangkan di atas,


Majelis Komisi berpendapat sebagai berikut:

a. Bahwa saham Terlapor sebesar 49% adalah dimiliki oleh PT. Indomarco
Perdana. Disamping itu PT. Indomarco Perdana juga bertindak sebagai
pemasok. Terlapor memegang jabatan rangkap selaku Direktur Utama di
Terlapor juga sebagai Direktur Utama PT. Indomarco Perdana. Dengan
demikian antara Terlapor dengan PT. Indomarco Perdana dimungkinkan
terjadi hubungan manajemen yang dapat berakibat persaingan tidak sehat.
Disamping itu Terlapor mempunyai hubungan sejarah, bahwa Terlapor
pernah menduduki jabatan Direktur Utama di PT. Indomarco Adi Prima
sebagai pemasoknya sejak tahun 1988 hingga tanggal 1 April tahun 2000
sebelum PT. Indomarco Adi Prima diambil alih oleh PT. Indofood Sukses
Makmur, Tbk. sebagai pabrikan. Sedangkan sampai saat ini PT. Indomarco

25
SALINAN

yang secara manajemen dikuasai oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
tetap sebagai pemasok Terlapor untuk produk-produk Indofood. Berkaitan
dengan itu Majelis Komisi menduga adanya kemungkinan integrasi vertikal
yang dilakukan oleh sejumlah pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, hal ini dapat diduga
melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan'Persaingan Usaha Tidak Sehat;

b. Bahwa telah terjadi adanya suatu perjanjian tertutup antara PT. Indomarco
Adi Prima dengan PT. Goro Batara Sakti yang berisi bahwa penerima
pasokan tidak diperkenankan menjual atau memasok kembali kepada pihak
tertentu. Oleh karena itu Majelis menduga adanya pelanggaran Pasal 15 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

32 Menimbang bahwa Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999


mengandung substansi penting tentang makna demokrasi ekonomi, yakni perlunya
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan
umum, serta substansi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Substansi Pasal 2 dan Pasal 3 ini dapat menjadi landasan
untuk melihat kasus ini dengan alasan sebagai berikut:

a. Bahwa persaingan pelaku usaha besar dengan pelaku usaha kecil (mikro)
dilapangan telah menimbulkan gangguan keseimbangan bagi kepentingan
umum karena pelaku usaha kecil terancam sehingga potensial meningkatkan
pengangguran yang lebih besar;

b. Bahwa telah terjadi keresahan sosial yang cukup meluas diberbagai Wilayah
Jabotabek karena banyak pengecer kecil kalah dalam persaingan yang tidak
seimbang dengan Terlapor;

c. Bahwa persaingan yang tidak seimbang ini lebih potensial menimbulkan


kerugian berupa penurunan kesejahteraan pelaku usaha kecil (mikro) karena
kemunduran usaha dan coati karena kalah bersaing dengan pelaku usaha
besar, yang mempunyai dukungan permodalan, manajemen, dan akses kepada
sumber barang yang lebih baik;

d. Bahwa dari pemeriksaan terbukti Terlapor kurang memperhatikan


keseimbangan antara kepentingan Terlapor (sebagai pelaku usaha besar)
dengan kepentingan dan keberadaan pengecer kecil di sekitarnya;

26
SALINAN

e. Bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimana dipertimbangkan di atas, Majelis


Komisi berpendapat bahwa unsur perilaku kurang memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan Terlapor dengan kepentingan pengecer
kecil, unsur kurang mempertimbangkan kepentingan umum dan kesejahteraan
rakyat secara meyakinkan sudah terpenuhi.

MEMUTUSKAN:

1. Menyatakan bahwa Terlapor dalam pengembangan usahanya kurang


memperhatikan prinsip keseimbangan sesuai asas demokrasi ekonomi dalam
menumbuhkan persaingan sehat antara kepentingan pelaku usaha dengan
kepentingan umum;

2. Memerintahkan kepada Terlapor untuk menghentikan ekspansinya di pasar-pasar


tradisional yang berhadapan langsung dengan pengecer kecil dalam rangka
mewujudkan keseimbangan persaingan antar pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah dan pelaku usaha kecil;

3. Menyatakan bahwa Terlapor dalam mengembangkan usahanya untuk melibatkan


masyarakat setempat diantaranya dengan memperbesar porsi kegiatan waralaba;

4. Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk segera menyempurnakan dan


mengefektifkan pelaksanaan peraturan dan langkah-langkah kebijakan yang
meliputi antara lain dan tidak terbatas pada kebijakan lokasi dan tata ruang,
perizinan, jam buka, dan lingkungan sosial;

5. Merekomendasikan kepada Pemerintah segera melakukan pembinaan dan


pemberdayaan usaha kecil menengah atau pengecer kecil agar memiliki daya saing
lebih tinggi dan dapat berusaha secara berdampingan dengan usaha-usaha
menengah atau besar;

6. Menyatakan untuk melakukan kajian, monitoring, dan penyelidikan lebih lanjut


terhadap dugaan adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
yang dilakukan oleh pelaku-pelaku usaha yang terkait dengan usaha eceran dalam
jalur vertikal termasuk dugaan praktek diskriminasi harga dan perjanjian tertutup.

27
SALINAN

Demikian putusan ini dibuat dan dibacakan di muka Persidangan yang dinyatakan
terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 4 Juli tahun 2001, oleh kami Sutrisno
Iwantono sebagai Ketua Majelis, Didik J: Rachbini sebagai Anggota Majelis, Erwin
Syahril sebagai Anggota Majelis, dan Pande Radja Silalahi sebagai Anggota Majelis,
dengan dihadiri oleh Panitera Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Ketua Majelis,
Ttd.
Sutrisno Iwantono

Anggota Majelis, Anggota Majelis, Anggota Majelis


Ttd. Ttd. Ttd.
Didik J. Rachbini Erwin Syahril Pande R. Silalahi

Panitera Majelis,
Ttd.
Retno Supriandayani

28

Anda mungkin juga menyukai