Anda di halaman 1dari 27

PENGARUH PEMBERIAN Bacillus subtilis TERHADAP DO DAN PH

LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

MAKALAH PROYEK
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Mikrobiologi Industri
Yang Dibimbing oleh Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si., M.Si.

Oleh :
Offering K 2016
Kelompok 6
Atiqoh Zuliyanah (160342606247)
Aulia Qori Latifiana (160342606242)
Sumardi (160342606238)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI BIOLOGI
November 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tahu merupakan jenis makanan yang terbuat dari kedelai. Tahu menjadi
salah satu makanan favorit untuk masyarakat mulai dari kalangan atas hingga
bawah. Tahu terbuat dari kedelai yang diambil sarinnya. Sari kedelai ini nantinya
akan digumpalkan proteinnya dan dibentuk menjadi kotak. Banyaknya peminat
tahu di Indonesia, menyebabkan bertambahnya pabrik atau industri pembuatan
tahu.
Kegiatan dalam produksi, pasti akan menghasilkan limbah. Limbah tahu
merupakan suatu bahan buangan yang dihasilkan dari produksi tahu dan tidak
dimanfaatkan lagi. Limbah tahu ada dua macam yaitu, limbah padat dan cair
(Yudhistira, dkk., 2016). Kebanyakan limbah cair tahu dibuang ke sungai,
sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan
yang disebabkan limbah cair tahu ini berupa munculnya bau busuk di sungai atau
ditempat sekitar pembuangan limbah dan perubahan warna pada air.
Bioremediasi merupakan proses penguraian limbah organik/ anorganik
polutan dengan menggunakan organisme (bakteri, fungi, tanaman atau enzimnya)
dalam mengendalikan pencemaran lingkungan. Tujuan dari bioremediasi adalah
untuk mengontrol atau mereduksi bahan pencemar dari lingkungan (Puspitasari &
Khaeruddin, 2016). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendegradasi
limbah tahu yaitu dengan memanfaatkan bakteri. Bakteri yang berpotensi
merombak polutan menjadi salah satu pilihan tepat untuk membantu dalam proses
degradasi limbah (Ken, dkk., 2019).
Bakteri Bacillus subtilis memiliki kemampuan dapat mengikat beberapa
logam berat seperti Pb, Cd, Cu, Ni, Zn, Al, dan Fe dalam bentuk nitrat. Akan
tetapi, logam berat tersebut dapat dilarutkan kembali setelah bakterinnya
mengalami lisis atau dibuat lisis (Irianto, 2016). Selain itu bakteri Bacillus subtilis
juga mampu menguraikan bahan organik yang ada dalam limbah dengan cara
melepaskan enzim tertentu untuk menghasilkan produk sampingan berupa gas
karbondioksida (CO2), metana (CH4), hydrogen (H2), air (H2O), dan energi yang
menunjang dalam aktivitas organisme (Retnosari & Shovitri, 2013).
Berdasarkan pemaparan diatas, diperlukan adanya pengkajian lebih lanjut
mengenai pengolahan limbah pabrik tahu. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui keefektifan bakteri Bacillus subtilis dalam degradasi limbah
cair industri tahu dengan parameter yang digunakan berupa kadar DO, BOD, dan
nilai pH limbah. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat diketahui hasil
keefektifan bakteri Bacillus subtilis untuk mendegradasi limbah cair pabrik tahu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh konsentrasi bakteri Bacillus subtilis terhadap kadar
DO pada limbah cair industri tahu?
2. Apakah ada pengaruh konsentrasi bakteri Bacillus subtilis terhadap nilai
pH pada limbah cair industri tahu?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi bakteri Bacillus subtilis terhadap
kadar DO pada limbah cair industri tahu.
2. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi bakteri Bacillus subtilis terhadap
nilai pH pada limbah cair industri tahu?
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui, mempelajari, dan menerapkan
bioremediasi pada limbah tahu yang ada di sekitar lingkungan tempat
tinggalnya.
2. Bagi Pelaku Industri
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk pengolahan
limbah cair industri tahu sebelum di buang ke lingkungan.
1.5 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang akan dijelaskan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Penelitian ini menggunakan limbah cair tahu sebagai media untuk bakteri
Bacillus subtilis yang berperan menjadi bioremidiator.
2. Parameter yang digunakan untuk mengetahui keefektifan bakteri Bacillus
subtilis dalam limbah industri tahu yaitu, berupa kadar DO dan nilai pH.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Bioremediasi
1. Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih
untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan
kadar polutan tersebut (Priade, 2012). Bioremediasi terjadi karena enzim yang
diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan
mengubah struktur kimia polutan tersebut, disebut biotransformasi. Pada
banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan
beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya
menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Pendekatan
umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi atau biodegradasi
adalah dengan cara seeding dan feeding (Suryani, 2011). Sehubungan dengan
bioremediasi, Pemerintah Indonesia telah mempunyai payung hukum yang
mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi dalam mengatasi permasalahan
lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk
pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) melalui Kementerian
Lingkungan Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara dan
persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah
terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi) yang juga
mencantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba
lokal (Priade, 2012).

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses Bioremediasi


Faktor – faktor yang mempengaruhi proses bioremediasi adalah:
a. Mikroba
Mikroba memiliki kemampuan untuk mendegradasi,
mentransformasi dan menyerap senyawa pencemar. Mikroba yang
digunakan dapat berasal dari golongan fungi, bakteri, ataupun
mikroalga (Puspitasari dan Khaeruddin, 2016).
b. Nutrisi
Nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk dapat bertahan hidup di alam. Jenis nutrisi yang
dibutuhkan bagi mikroba, diantaranya unsur karbon (C), Nitrogen (N),
Posfor (P) dan lain lain. Unsur karbon, nitrogen, dan fosfor yang
tersedia di lingkuangan digunakan mikroba untuk pertumbuhan.
Nitrogen merupakan unsur yang berperan dalam pertumbuhan,
perbanyakan sel dan pembentukan dinsing sel. Fosfor merupakan
komponen utama asam nukleat dan lemak sel membrane yang berperan
dalam pemindahan energi. Fosfor selain digunakan untuk transport
energi juga penting untuk pertumbuhan mikroba dan pembentukan
asam amino (Sarasputri, 2011). Saat tumpahan minyak yang cukup
besar terjadi di pantai atau lingkungan perairan, suplai karbon
meningkat dan keebradaan nitrogen dan fosfor berada pada batas
minimum untuk degradasi minyak (Zhu, dkk., 2011). Sungai yang
terkontaminasi minyak, biodegradasi minyak berada pada laju tertinggi
selama awal musim semi dimana kandungan nutrisi seperti N dan P
juga meningkat (Zhu, dkk., 2011). Berdasarkan hal tersebut dapat
diketahui bahwa ketika nutrient yang dibutuhkan mikroorganisme
mencukupi, maka laju degradasinya juga meningkat.
c. Lingkungan.
Lingkungan yang berpengaruh antara lain oksigen, suhu, DO, dan pH.
i. Oksigen
Pengaruh injeksi oksigen pada tanah yang terkontaminasi untuk
proses biodegradasi sangat besar. Proses injeksi udara yang diterapkan
menyebabkan bakteri indigenous dalam tanah berkembang dan terjadi
biodegradasi sehingga kadar hidrokarbon mengalami penurunan.
Ketika substrat karbon yang tersedia dimasukkan ke dalam lingkungan
aerobic, maka mikroorganisme akan menggunakan oksigen untuk
mengoksidasi substrat (Putri, dkk., 2013).
ii. Suhu
Aktivitas mikroba dalam melakukan degradasi merupakan reaksi
eksoterm, yaitu reaksi yang menghasilkan suhu panas. Suhu yang
tinggi mengindikasikan aktivitas mikroba pada saat itu sedang tinggi
(Putri, dkk., 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Vidali
(2001), suhu optimum untuk proses degradasi pada tanah oleh Bacillus
subtilis adalah 25-35℃.
iii. pH
pH atau derajat keasaman merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan keberhasilan proses bioremediasi. Nilai pH lingkungan
yang tercemar juga berpengaruh terhadap kemampuan mikroorganisme
baik untuk menjalankan fungsi seluler, transport membrane sel maupun
keseimbangan reaksi yang dilakukan oleh mikroorganisme (Munawar,
2012). Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap kehidupan
mikroorganisme dalam proses biodegradasi hidrokarbon. Sebagian
besar biodegradasi oleh mikroorganisme terjadi pada pH netral
(Holifah, dkk., 2018). Untuk mendukung pertumbuham
mikroorgainisme, pH tanah harus pada kisaran 6-9 dengan nilai 8
adalah yang paling optimum untuk proses bioremidiasi (Putri, dkk.,
2013).

B. Limbah Cair Tahu

Tahu merupakan makanan tradisional sebagian besar masyarakat di Indonesia,


yang digemari hampir seluruh lapisan masyarakat. Selain mengandung gizi yang
baik, pembuatan tahu juga relatif murah dan sederhana. Saat ini, kegiatan industri
tahu di Indonesia didominasi oleh usaha-usaha skala kecil dengan modal yang
terbatas, sehingga sebagian besar industri tahu tidak memiliki unit pengolahan
limbah, dimana limbah cair langsung dibuang ke selokan, sungai atau badan air
tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hal tersebut akan mengakibatkan kadar oksigen
dalam air menurun tajam. Limbah industri cair tahu mengandung zat tersuspensi,
sehingga mengakibatkan air menjadi kotor atau keruh (Subekti, 2011). Kegiatan
industri tahu di Indonesia didominasi oleh usaha-usaha skala kecil dengan modal
yang terbatas, sehingga sebagian besar industri tahu tidak memiliki unit
pengolahan limbah, dimana limbah cair langsung dibuang ke selokan atau badan
air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Limbah cair tahu mengandung zat organik
yang dapat menyebabkan pesatnya pertumbuhan mikroba dalam air. Hal tersebut
akan mengakibatkan kadar oksigen dalam air menurun tajam. Limbah industri cair
tahu mengandung zat tersuspensi, sehingga mengakibatkan air menjadi kotor atau
keruh (Subekti, 2011).

Limbah cair yang dihasilkan jumlahnya cukup banyak dan kebanyakan berasal
dari air proses pencucian, perendaman serta pembuangan cairan dari campuran
padatan tahu dan cairan pada proses produksi. Limbah cair tersebut mengandung
kadar chemical oxygen demand (COD) dan biological oxygen demand (BOD)
yang tinggi. Dampak dari limbah cair yang langsung dibuang dapat menyebabkan
timbulnya bau yang menyengat dan polusi air yang dapat menyebabkan kematian
ikan serta biota lainnya (Nugraha & Hari, 2011). Limbah cair dihasilkan dari
proses pencucian, perebusan, pengepresan dan pencetakan tahu. Limbah cair
tersebut mengandung Total Suspended Solid (TSS), Chemical Oxygen Demand
(COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi. Dengan banyaknya
zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka kadar oksigen akan menurun.
Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan yang ada di dalam perairan yang
membutuhkan oksigen akan terganggu, dan mengurangi perkembangannya serta
air berperan sebagai pembawa penyakit (Setiyono & Yudo, 2008). Air limbah
tahu memiliki kandungan BOD 5643-6870 mg/l, COD 6870-10.500 mg/l, P-Tot
80,5-82,6 mg/l jika dibandingkan dengan PERMEN LH Nomor 15 Tahun 2008
‘Tentang baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan pengolahan kedelai’.
Dengan batas kandungan BOD 100 mg/l, COD 300 mg/l maka perlu adanya
pengolahan limbah cair karena air limbah tahu sudah melampaui baku mutu yang
telah ditetapkan (Alimsyah & Damayanti, 2013).

C. Bacillus subtilis
1. Karakteristik Bacillus subtilis

Bacillus subtilis merupakan bakteri gram positif yang dapat membentuk


endospora yang berbentuk oval di bagian sentral sel. Hasil uji pewarnaan
gram menunjukkan bahwa B. subtilis merupakan bakteri gram positif karena
menghasilkan warna ungu saat ditetesi dengan larutan KOH. Warna ungu
yang muncul pada pewarnaan gram tersebut dikarenakan dinding sel B.
subtilis mampu mempertahankan zat warna kristal violet (Aini, dkk., 2013).
Sel Bacillus sp. berbentuk batang, berukuran 0,3-2,2 x 1,2-7,0 μm dan
mempunyai flagel peritrikus, memproduksi spora bentuk silinder yang tidak
membengkak, bersifat aerob atau anaerob fakultatif serta heterotrof, katalase
positif, sel gerak yang membentuk endospora elips lebih tahan daripada sel
vegetatif terhadap panas, kering dan faktor lingkungan lain yang merusak.
Permukaan sel bakteri ditumbuhi merata flagellum pristikus. B. subtilis
merupakan kelompok fisiologi yang berbeda dari bakteri non-patogen, yang
relatif mudah dimanipulasi secara genetika dan sederhana dibiakkan, yang
memperkuat kesesuaiannya untuk kepentingan industri (Soesanto, 2008).
Bacillus subtilis dapat hidup pada pH lingkungan berkisar antara 5-9, hidup
pada rentangan suhu 20-40℃ karena tergolong bakteri yang bersifat mesofilik
(Imron & Purwanti, 2016).

Tabel 1. Karakteristik Bacillus subtilis

Sumber: Djaenuddin & Muis, 2015

2. Bacillus subtilis sebagai bioremediator

Bacillus subtilis merupakan bakteri saprofit yang mampu bertahan dan


berkembang biak pada sisa-sisa bahan organik. Berdasarkan sifat tersebut
sehingga bakteri ini dapat ditumbuhkan dan diperbanyak pada limbah organik
cair yang tersedia melimpah di masyarakat seperti limbah air kelapa, air tahu
dan molase. Limbah cair organik sangat berpotensi sebagai media
perbanyakan agens hayati karena mengandung komposisi nutrisi yang baik
untuk pertumbuhan mikroba seperti karbohidrat, protein, air, asam amino,
lemak, garam-garam mineral dan nutrisi lainnya (Giyanto, dkk., 2009).
Mikroorganisme merupakan sumber enzim yang paling potensial
dibandingkan tanaman dan hewan. Penggunanan mikroorganisme lebih
menguntungkan karena pertumbuhannya cepat, dapat tumbuh pada substrat
yang murah, lebih mudah ditingkatkan hasilnya melalui pengaturan kondisi
pertumbuhan dan rekayasa genetik. Beberapa genus bakteri yang diketahui
mampu menghasilkan protease adalah Bacillus, Lactococcus, Streptomyces,
dan Pseudomonas (Said dan Likadja, 2012). Bacillus subtilis mempunyai
kemampuan menghasilkan enzim proteolitik ekstraseluler (Efendi, dkk.,
2017).

Limbah industri tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses


pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang
dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Kandungan limbah padat tahu yaitu
protein (23,35%), lemak (5,54%), karbohidrat (26,92%), abu (17,03%), serat
kasar (16,53%), dan air (10,53%) (Bapedal, 1994), sedangkan Komposisi
limbah cair tahu sebagian besar terdiri dari air (99,9%) dan sisanya terdiri dari
partikelpartikel padat terlarut (dissolved solid) dan tidak terlarut (suspended
solid) sebesar 0,1%. Partikel-partikel padat dari zat organik (± 70%) dan zat
anorganik ((± 30%). Zat-zat organik terdiri dari protein (± 65%), karbohidrat
(± 25%), lemak (± 25%) (Udin Djabu, 1991). Berdasarkan kandungan limbah
cair pabrik tahu, dapat diketahui bahwa kandungan protein memiliki
presentase tertinggi diantara kandungan lainnya, sedangkan bakteri Bacillus
subtilis memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim proteolitik yang
berfungsi untuk memecah protein menjadi struktur peptide yang lebih
sederhana sehingga dapat mengurangi tingkat polusi dari limbah tahu (Arifin,
2012).
D. Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh macam volume suspensi bakteri terhadap DO limbah cair


tahu
2. Ada pengaruh macam volume suspense bakteri terhadap pH limbah cair
tahu
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian yang dilakukan ini mengunakan jenis penelitian eksperimental
dengan beberapa perlakuan pada variabel yang diuji. Data yang diperoleh
dianalisis dengan ANAVA apabila terdistribusi normal dan uji spearman apabila
data tidak terdistribusi normal. Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6
perlakuan dan 4 kali ulangan. Data hasil perlakuan dibandingkan antara limbah
cair tahu yang diberi bakteri Bacillus subtilis dan yang tidak diberi bakteri.
Pemberian bakteri Bacillus subtilis pada masing perlakuan diantaranya dengan :
(P1) Limbah cair tahu dan Bacillus subtilis (164 ml : 9 ml) , (P2) Limbah cair tahu
dan Bacillus subtilis (164 ml : 18 ml), (P3) Limbah cair tahu dan Bacillus subtilis
(164 ml : 27 ml), (P4) Limbah cair tahu dan Bacillus subtilis (164 ml : 45 ml),
(P5) Limbah cair tahu dan Bacillus subtilis (164 ml : 63 ml), dan (K) Limbah cair
tahu tanpa Bacillus subtilis (164 ml: 0 ml).
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober- November 2019 yang bertempat
di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.
3.3 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gelas beker 1000 mL,
pengaduk kaca, gelas ukur 100 ml, kompor, Erlenmeyer 1500 mL, tabung
reaksi,otoklaf, botol selai DO meter, kertas indikator pH, LAF, neraca, spatula,
lampu spirtus, mikropipet, tip, jarum inoculum, incubator, McFarlan.
Bahan yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah stok bakteri Bacillus
subtilis dalam medium miring, limbah cair tahu, tisu, kertas coklat, karet, kertas
label, akuades, alkohol 70%, beef, pepton.
3.4 Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Medium Nutrien Cair
a. Menimbang 2,1 g beef dan 3,5 g pepton, kemudian memasukkan bahan
ke dalam gelas beker 1000mL
b. Menambahkan 700mL aquades kemudian diaduk dengan batang
pengaduk
c. Mamasak medium di atas kompor sembari diaduk sampai larut kemudian
ditunggu sampai sedikit mendidih.
d. Memasukkan medium natrium cair ke dalam tabung rekasi dengan
volume masing-masing tabung 12-15 mL menggunakan mikropipet.
e. Menutup tabung reaksi dengan kapas
2. Inokulasi bakteri
a. Melakukan pekerjaan di dalam LAF
b. Memanasi jarum ose sampai terlihat membara kemudian memanasi
mulut tabung yang berisi biakan bakteri Bacillus subtilis
c. Mengambil 1 ose biakan bakteri Bacillus subtilis
d. Memasukkan biakan ke dalam medium nutrient cair
e. Memanasi mulut tabung medium nutria cair tiap kali membuka atau
menutup
f. Menutup tabung rekasi dengan kapas
g. Menginkubasi selama 24 jam di dalam inkubator
3. Pembuatan Perlakuan
a. Memasukkan 164 mL limbah tahu ke dalam masing-masing botol selai
b. Menambahkan suspense bakteri dengan variasi perlakuan sebagai
berikut:
P1: 9 mL
P2: 18 mL
P3: 27 mL
P4: 45 mL
P5: 63 mL
Kontrol: 0 mL
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali
4. Pengukuran
a. Melakukan pengukuran DO menggunakan alat DO meter dan pH
menggunakan kertas indikator pH pada setiap perlakuan.
b. Mengukur DO dan pH selama 6 hari.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan SPSS 16.0 dengan macam pengujian
uji normalitas Kolmogrov-Smirnov, uji homogenitas, dan uji anava tunggal
apabila data terdistribusi normal dan homogeny. Apabila data tidak
terdistribusi normal dan homogen makan uji yang digunakan adalah uji
Kruskall-Wallis.
3.6 Rancangan Tabulasi Data
1. Data Hasil Pengukuran DO
Hari Ke-
Ulangan
Perlakuan 1 2 3 4 5 6
P1 U1
U2
U3
U4
P2 U1
U2
U3
U4
P3 U1
U2
U3
U4
P4 U1
U2
U3
U4
P5 U1
U2
U3
U4
Kontrol
2. Data Hasil Pengukuran pH
Hari Ke-
Perlakuan Ulangan
1 2 3 4 5 6
P1 U1
U2
U3
U4
P2 U1
U2
U3
U4
P3 U1
U2
U3
U4
P4 U1
U2
U3
U4
P5 U1
U2
U3
U4
Kontrol
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


1. Hasil Pengukuran DO
4

3.5

3
P1
2.5
P2
2
P3
1.5 P4

1 P5

0.5

0
U1 U2 U3 U4

Gambar 1. Grafik Hasil Pengukuran Rerata DO


2. Hasil Pengukuran pH
4.6
4.5
4.4
4.3
P1
Axis Title

4.2
P2
4.1
P3
4
P4
3.9
P5
3.8
3.7
U1 U2 U3 U4
Axis Title

Gambar 2. Grafik Hasil Pengukuran Rerata pH


4.2 Analisis Data
1. Hasil Uji Normalitas
Tabel 3. Uji Normalitas Data DO
DO
N 24
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,745

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data pH


DO
N 24
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,000

Berdasarkan uji normalitas Kolmogrov-Smirnov pada data DO


menunjukkan signifikasi 0,745 yang mana lebih besar daripada 0,05 yang
berarti data DO tidak menyimpang dari kurva normal atau data terdistribusi
normal. Pada data pH menunjukkan signifikasi 0,000 yang mana lebih kecil
daripada 0,05 yang berarti data pH menyimpang dari kurva normal atau data
terdistribusi tidak normal.
2. Hasil Uji Homogenitas
Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Data DO
DO
Sig. 0,049

Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Data pH


pH
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,000

Berdasarkan uji homogenitas pada data DO menunjukkan signifikasi


0,049 yang mana lebih kecil daripada 0,05 yang berarti data DO tidak
homogen. Pada data pH menunjukkan signifikasi 0,000 yang mana lebih kecil
daripada 0,05 yang berarti data pH tidak homogen.
3. Hasil Spearman
Berdasarkan analisis dari uji korelasi berjenjang Spearman, hasilnya
sebagai berikut:
a. Uji korelasi Spearman hubungan antara DO dengan perlakuan bakteri
Bacillus subtilis.
Tabel 7. Hasil uji korelasi berjenjang Spearman hubungan antara DO dengan
perlakuan
Perlakuan Ulangan
Spearman's Perlakuan Correlation 1,000 -,208
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,366
N 21 21
Ulangan Correlation -,208 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,366 .
N 21 21
Dari hasil analisis SPSS diketahui nilai hubungan -0,208 yang berarti
tingkat korelasi DO dengan perlakuan Bacillus subtilis sangat rendah dan
berarti sebaliknya karena nilai minus. Jenis hubungan antar variabel bernilai
bersifat berlawanan arah atau jenis perlakuan tidak menyebabkan peningkatan
hasil perlakuan dari tiap ulangan. Nilai signifikansi dari perlakuan sebesar
0,366 lebih besar dari 0,05 yang berarti hubungan antara variabel perlakuan
dengan ulangan tidak signifikan.
b. Uji korelasi Spearman hubungan antara pH dengan perlakuan bakteri
Bacillus subtilis.

Tabel 8. Hasil uji korelasi berjenjang Spearman hubungan antara pH dengan


perlakuan

Perlakuan Ulangan
Spearman's Perlakuan Correlation 1,000 ,138
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,550
N 21 21
Ulangan Correlation ,138 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,550 .

N 21 21

Dari hasil analisis spss diketahui nilai hubungan 0,138 yang


menunjukkan korelasi pH dengan perlakuan Bacillus subtilis rendah. Jenis
hubungan antar variabel bersifat searah yang berarti jenis perlakuan yang
semakin besar dapat meningkatkan nilai hasil dari setiap perlakun di tiap
ulangan. Nilai signifikansi 0,55 lebih besar dari 0,05 yang menunjukkan
hubungan antara variabel perlakuan dengan ulangan tidak signifikan.
4.3 Pembahasan
Kadar Dissolved Oxygen (DO) Bioremediasi Limbah Cair Tahu
Dissolved Oxygen (DO) merupakan bentuk gas oksigen yang ditemukan
terlarut dalam perairan. Oksigen terlarut dapat berikatan dengan bahan organik
lainnya dalam perairan. Kadar suatu oksigen terlarut dalam perairan berasal dari
suplai mekanisme fotosintesis maupun aerasi. Kandungan oksigen terlarut dapat
berkurang akibat tingginya suhu air, proses respirasi organisme perairan, dan
proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba (Susilo dkk, 2014). Oksigen
terlarut dalam air dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk proses metabolisme
atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Selain itu oksigen terlarut juga dibutuhkan dalam proses oksidasi
bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam
suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Kandungan DO yang rendah dalam air limbah industri dapat menyebabkan
keadaan anaerob (tanpa oksigen) sehingga dapat mematikan ikan dan
menimbulkan bau busuk akibat limbah cair tahu yang membawa senyawa protein.
Kandungan DO dalam limbah cair tahu dalam pengukuran memiliki nilai yang
rendah.
Hasil pengukuran kadar oksigen terlarut (DO) limbah cair tahu dari pabrik
tahu di Kecamatan Sukun Kota Malang menunjukkan nilai yang rendah. Hasil
analisis statistik untuk menentukan hubungan antara variabel perlakuan dengan
ulangan tidak signifikan. Pengaruh perlakuan dengan dosis yang berbeda
menunjukkan hasil yang juga berbeda. Wardoyo (1978) menyatakan bahwa nilai
oksigen terlarut (DO) dalam perairan minimun 2 ppm dalam keadaan normal dan
tidak tercemar oleh senyawa beracun. Dalam proses pengkuruan secara berkala
terjadi penurunan beberapa nilai kadar oksigen terlarut (DO) dalam limbah cair
tahu. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh aktivitas Bioremediasi oleh Bacillus
subtilis yang menggunakan oksigen dalam metabolismenya sehingga menurunkan
kadar oksigen terlarut dalam limbah cair. *
Bakteri Bacillus subtilis dapat membentuk endospora protektif yang
mampu mentolerir keadaan lingkungan tempat hidupnya yang ekstrim. Bacillus
subtilis dapat mencemari makanan, namun bakteri tersebut tidak dianggap sebagai
patogen terhadap manusia (Hidayat, dkk., 2014). Bakteri Bacillus subtilis
merupakan salah satu spesies bakteri yang menggunakan oksigen sebagai bahan
baku untuk proses respirasi. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa Bakteri
Bacillus subtilis menurunkan kadar oksigen terlarut pada proses Bioremediasi
limbah cair tahu. Bacillus subtilis merupakan golongan bakteri asam laktat (BAL)
yang memanfaatkan oksigen untuk respirasi (Manin dkk, 2003). Kadar oksigen
akan semakin menurun apabila pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis terus
meningkat. Perlakuan konsentrasi yang berbeda bakteri menunjukkan pengaruh
yang signifikasi dalam penurunan kadar oksigen terlarut dalam limbah cair tahu.

Derajat Keasaman (pH) Bioremediasi Limbah Cair Tahu


Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter yang dapat
digunakan untuk menentukan kualitas pencemaran air. Limbah cair tahu yang
dibuang ke lingkungan biasanya belum diolah terlebih dahulu. Limbah cair tahu
memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dari sisa sari kedelai bahan baku
pembuatan tahu. Limbah tahu yang dibuang ke lingkungan dari pabrik tahu Sukun
memiliki derjat keasaman (pH) berkisar 4 yang berarti dalam kondisi asam.
Kandungan molekul Nitrat yang tinngi penyususn molekul protein yang
menyebabkan pH limbah cair menjadi asam (Ken, 2019)
Hasil analisis statistik hubungan antara variabel perlakuan dengan ulangan
perlakuan Bioremediasi Bacillus subtillis pada limbah cair tahu menunjukkan
hasil yang tidak signifikan. Keberadaan bakteri dalam remediasi diperlukan dalam
proses penguraian senyawa organik yang terkadung dalam limbah cair tahu. Suatu
mekanisme proses dekomposisi bahan organik dari limbh cair tahu oleh bakteri
dapat dinyatakan dalam reaksi sebagi berikut
CxHyOzN2S + Bakteri + O2  CO2 + H2O + NH3 + CxHyO2N
Reaksi yang menghasilkan amonia dengan persamaan tersebut mampu
menghasilkan pH yang bersifat basa yang artinya dapat menjadikan limbah cair
tahu netral. Apabila reaksi menghailkan NH4+ maka sifat limbah cair tahu akan
semakin asam (Effendi, 2003).
Hasil pengukuran pH pada limbah cair tahu menunjukkan bahwa nilai pH
yang dihasilkan adalah 4. Aktivitas metabolisme dari Bacillus subtilis yang
merupakan golongan bakteri asam laktat (BAL) mengakibatkan tidak ada
perubahan pH ke arah basa. Penumpukkan asam laktat dari bakteri menyebabkan
pH semakin asam sehingga dapat dinyatakan bakteri Bacillus subtilis tidak dapat
menetralkan pH dalam proses Bioremediasi limbah cair tahu. Bakteri Bacillus
subtilis dapat meremediasi senyawa organik lainya akan tetapi penggunaan
oksigen dalam proses metabolisme dan asam laktat sebagai hasil metabolisme.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Imron dan Purwanti (2016) dijelaskan bahwa
bakteri Bacillus subtilis dapat hidup pada pH lingkungan antara 5-9 serta mampu
bertahan hidup pada rentang suhu 20-40˚C, karena bakteri yang bersifat mesofilik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Simpulan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Bakteri Bacillus subtilis menurunkan kadar oksigen terlarut (DO) pada
proses Bioremediasi limbah cair tahu.
2. Bakteri Bacillus subtilis tidak dapat menetralkan pH dalam proses
Bioremediasi limbah cair tahu.
DAFTAR RUJUKAN

Aini, F.N., Sukamto, S. D. Wahyuni, R.G S., & Ayyunin, Q. 2013. Penghambatan
pertumbuhan Colletotrichum gloeosporioides oleh Trichoderma harzianum,
Trichoderma koningii, Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens.
Jurnal Pelita Perkebunan 29(1): 44-52.
Alimsyah, A., & Damayanti, A. 2013. Penggunaan Arang Tempurung Kelapa dan
Eceng Gondok untuk Pengolahan Air Limbah Tahu dengan Variasi
Konsentrasi. Jurnal Teknik Pomits, 2 (1), 6-9.
Arifin, F. 2012. Uji kemampuan Chlorella sp sebagai bioremidiator limbah cair
tahu. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas
Islam Negri. Malang.
Djaenuddin, N., & Muis, A. 2015. Karakteristik Bakteri Antagonis Bacillus
subtilis dan Potensinya sebagai Agens Pengendali Hayati Penyakit
Tanaman, Prosiding Seminar Nasional Serealia, 489-494.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan.Cetakan Kelima. Yogyakarta : Kanisius
Giyanto, A., Suhendra, & Rustam. 2009. Kajian pembiakan bakteri kitinolitik
Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. pada limbah organik dan
formulasinya sebagai pestisida hayati (BIOPesticide). Prosiding seminar
hasil penelitian. IPB.
Hidayat, S., Pane, A. Y., & Rahmi. 2014. Bacillus sp. Bandung: Sekolah Tinggi
Analisis Bakti Asih.
Holifah, S., Supartono, & HArjono. 2018. Analisis Penambahan Kotoran
Kambing dan Kuda pada Proses Bioremediasi Oil Sludge di Pertambangan
Desa Wonocolo, Indonesia Journal Chemical, 7(1), 35-42.
Imron, M. F., & Purwanti, I. P. 2016. Uji Kemamapuan BAkteri Azetobacter S8
dan Baciluus subtilis untuk Menyisihkan Trivalent Chromium (Cr3+) pada
Limbah Cair. Jurnal Teknik ITS, 5(1), F4-F11.
Irianto, I. K. 2016. Pemanfaatan Bakteri Untuk Keselamatan Lingkungan.
Denpasar: Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa.
Ken, R. R., Jati, W. N., & Yulianti, L. I. M. 2019. Peranan Bakteri Indigenus
dalam Degradasi Limbah Cair Pabrik Tahu. Biota, 4(1): 8-15.
Machdar, I. 2018. Pengantar Pengendalian Pencemaran. Yogyakarta: CV Budi
Utama.
Manin, F. Ella, Hendadia. Yatno dan I. Putu Kompiang. Potensi Saluran
Pencernaan Itik Lokal Kerinci Sebagai Sumber Probiotik dan Implikasinya
Terhadap Produktivitas Ternak dan Penanggulangan Kasus Salmonellosis.
Laporan Penelitian Hibah Bersaing X Tahun Pertama. Universitas Jambi.
Munawar. 2012. Bioremediasi Tumpahan Minyak dengan Metode Biostimulasi
Nutrien Organik di Lingkungan Pantai Surabaya Timur, Berk Panel Hayati,
13: 91-96.
Nugraha, Happy., Hari, S.2011. Pengukuran Produktivitas dan Waste Reduction
dengan Pendekatan Productivity. Surabaya: Jurusan Teknik Industri Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Priade, B. 2012. Teknik Bioremediasi sebagai Alternatif dalam Upaya
Pengendalian Pencemaran Air, Jurnal Ilmu Lingkungan, 10(1), 38-48.
Priadie, B. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternative Dalam Upaya
Pengendalian Pencemaran Air. Program Studi Ilmu Lingkungan Program
Pasca Sarjana UNDIP, 10(1): 38-48.
Puspitasari J. D., & Khaeruddin. 2016. Kajian Bioremediasi Pada Tanah Tercemar
Pestisida. Jurnal Riset Kimia, 2(3), 98-106.
Puspitasari, D. J. & Khaeruddin. 2016. Kajian Bioremediasi Pada Tanah Tercemar
Pestisida. Kovalen Jurnal Riset Kimia, 2(3): 98-106.
Putri, M. D., Ali, F., & Zulkifliani. 2013. Bioremediasi Tanah yang
Terkontaminasi Minyak BUmi dengan Metode Bioventing terhadap
Penurunan Kadar Total Petroleum Hydrocarbon dan BTEX. Depok:
Universitas Indonesia.
Retnosari, A. A., & Shovitri, M. 2013. Kemampuan Isolat Bacillus sp. dalam
mendegradasi Limbah Tangki Septik. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2(1):
2337-3520.
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara
Karang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator
Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang
(Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S. Hadi Riyono, eds.) P3O - LIPI
hal 42 - 46
Sarasputri, D. A. 2011. Perbandingan Biostimulasi dan Bioaugmentasi dalam
Bioremediasi Pantau Tercemar MInyak. Skiripsi. Depok: Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
Setiyono & Yudo, S. 2008. Dampak Pencemaran Lingkungan Akibat Industri
Pengolahan Ikan di Muncar. JAI, 4 (1), 69-80.
Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman, Suplemen
ke Gulma dan Nematoda. Rajawali Pers
Subekti, S. 2011. Pengolahan Limbah Cair Tahu Menjadi Biogas sebagai Bahan
Bakar Alternatif. Skripsi. Bandung: Program Studi Ilmu Lingkungan,
Universitas Padjajaran.
Suryani, Y. 2011. Bioremediasi Limbah Merkuri dengan Menggunakan Mikroba
pada Lingkungan yang Tercemar, 5(1), 139-148.
Susilo B., Y. Rini, dan W. Arfan. 2014. Studi kultur semi-massal mikroalga
Cholrella sp pada area tambak dengan media air payau (di Desa
Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab. Lamongan). Jurnal Bioproses
Komuditas Trofis, volume 2: 1-7.
Vidali, M. 2001. Bioremediation. An overview, Pure Appl. Chem, 73(7), 163–
1172.
Wardoyo, S.T.H. 1978. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan
Perikanan. Dalam : Prosiding Seminar Pengendalian Pencemaran Air. (eds
Dirjen Pengairan Dep. PU.), hal 293-300.
Yudhistira, B., Adriani, M., & Utami, R. 2016. Karakterisasi: Limbah Cair
Industri Tahu dengan Koagulan Yang Berbeda (Asam Asetat dan Kalsium
Sulfat). Journal of Sustainable Agriculture, 31(2):137-145.
Zhu, X., Albert, D. V., Suidan, M. T., & Kenneth, L. 2001. Guidelines for
Bioremediatin of Marine Shorelines of Marine and Freshwater Wetlands.
Cincinnati: US Enivironmental Protection Agency.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Pengukuran Kadar DO dan pH
DATA MENTAH
PENGUKURAN KADAR DO DAN pH PADA PENELITIAN PENGARUH
PEMBERIAN Bacillus subtilis TERHADAP DO DAN PH LIMBAH CAIR
INDUSTRI TAHU

Lampiran 1.1 Hasil Pengukuran DO


Perlakuan Ulangan Hari Ke- Rerata
1 2 3 4 5 6
P1 U1 2.1 6.4 7.7 1.1 0.7 2.4 3.40
U2 2.8 5.1 7.5 1.6 0.7 1.3 3.17
U3 2.8 5.2 6.6 1.6 0.6 0.5 2.88
U4 3.8 6.7 1.5 1.1 2.5 3.1 3.12
P2 U1 2.4 5 8.7 1.6 0.7 1.2 3.27
U2 3 4.6 7.7 3.6 0.7 1.2 3.47
U3 3 2.6 5.2 1.9 1.6 1.4 2.62
U4 5.4 6.3 1.7 1.4 0.9 0.7 2.73
P3 U1 3.6 3.8 7.6 1.1 1.5 0.8 3.07
U2 2.3 3.3 7.3 0.7 1.1 0.7 2.57
U3 2.6 5.2 5.6 1.3 1 0.9 2.77
U4 3.4 4.5 2.3 0.9 0.8 0.8 2.12
P4 U1 3.7 3.5 2.2 1.1 1 0.5 2.00
U2 3.6 4 1.8 0.6 1 0.5 1.92
U3 5 3.9 2.6 1.1 0.8 0.5 2.32
U4 2.8 3.7 2.2 0.9 0.7 0.8 1.85
P5 U1 3.2 3.3 1.4 0.4 1.8 0.8 1.82
U2 3.3 2.6 3.2 0.6 2.2 0.7 2.10
U3 4.3 3.4 4.7 0.7 1.5 0.7 2.55
U4 2.8 3.8 2.1 2.2 0.7 1.3 2.15
Kontrol 4.4 7.7 1.9 1.9 2.9 1.6 3.40
Lampiran 1.2 Hasil Pengukuran pH
Perlakuan Ulangan Hari Ke- Rerata
1 2 3 4 5 6
P1 U1 4 4 4 4 4 4 4.00

U2 4 4 4 4 6.1 4 4.35

U3 4 4 4 4 4 4 4.00

U4 4 4 4 4 4 4.4 4.07

P2 U1 4 4 4 4 4 4 4.00

U2 4 4 4 4 4.7 4 4.12

U3 4 4 4 4 4 4 4.00

U4 4 4 4 4 4 4 4.00

P3 U1 4 4 4 4 4 4 4.00

U2 4 4 4 4 4 4 4.00

U3 4 4 4 4 4 4 4.00

U4 4 4 4 4 4 4 4.00

P4 U1 4 4 4 4 4 7 4.50

U2 4 4 4 4 4 5 4.17

U3 4 4 4 4 4 6.5 4.42

U4 4 4 4 4 4 4 4.00

P5 U1 4 4 4 4 4 4 4.00

U2 4 4 4 4 4 4 4.00

U3 4 4 4 4 4 4 4.00

U4 4 4 4 4 4 4 4.00

Kontrol 4 4 4 4 4 4 4.00

Anda mungkin juga menyukai