SISTEM LINIER
Disusun Oleh:
Bambang Apriyanto, ST
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
Mata kuliah SISTEM LINIER
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
2007
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan diktat kuliah Sistem Linier. Diktat ini
diharapkan dapat membantu para pembaca khususnya mahasiswa Program Studi Teknik
Elektro Universitas Batam untuk lebih mengenal dan memahami konsep sinyal dan sistem
serta penerapannya. Diktat ini dapat diselesaikan atas bantuan banyak pihak, untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam diktat ini untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan diktat ini. Akhirnya semoga
diktat ini bermanfaat bagi proses belajar mengajar pada Program Studi Teknik Elektro
Universitas Batam
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ----------------------------------------------------------------- i
KATA PENGANTAR ---------------------------------------------------------------- ii
DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------------------- iii
DAFTAR TABEL --------------------------------------------------------------------- v
DAFTAR GAMBAR ------------------------------------------------------------------ vi
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Sistem kontinyu --------------------------------------------------------- 1
Gambar 1.2 Sistem diskrit ---------------------------------------------------------- 1
Gambar 1.3 Sinyal x(t) = u(t) -------------------------------------------------------- 2
Gambar 1.4 Sinyal x(t) = Π (t) -------------------------------------------------------- 2
Gambar 1.5 Sinyal x(t) = Λ (t) ------------------------------------------------------- 3
Gambar 1.6 Sinyal x(n) = δ (n) ------------------------------------------------------ 3
Gambar 1.7 Sinyal x(n) = u(n) -------------------------------------------------------- 3
Gambar 1.8 Sinyal x(t) --------------------------------------------------------------- 4
Gambar 1.9 (a) Sinyal y(t), (b) sinyal y1= u(t-a), (c) sinyal y2=u(t-b) ---------- 5
Gambar 1.10 (a) Sinyal x(2t), (b) Sinyal x(0,5t) ----------------------------------- 7
Gambar 1.11 (a) Sinyal x(t-1), (b) Sinyal x(t+2) ----------------------------------- 8
Gambar 1.12 (a) Sinyal x(-t), (b) Sinyal x(-0,5t) ----------------------------------- 9
Gambar 2.1 Rangkaian RLC untuk contoh 2.1 ------------------------------------ 11
Gambar 2.2 Sinyal x(p), h(p) dan h(t-p) ------------------------------------------- 19
Gambar 2.3 (a) Sinyal x(p) dan h(t-p) pada saat t<1
(b) Sinyal x(p) dan h(t-p) pada saat 1<t<2
(c) Sinyal x(p) dan h(t-p) pada saat 2<t<3
(d) Sinyal x(p) dan h(t-p) pada saat t> ------------------------------- 20
Gambar 2.4 Sinyal r(t) hasil konvolusi x(t) dan h(t) ----------------------------- 21
Gambar 2.5 (a) Sinyal x(k) dan y(k)
(b) Sinyal y(-k) dan y(n-k) pada saat n=1
(c) Sinyal hasil konvolusi r(n) ---------------------------------------- 24
Gambar 4.1 Fungsi alih sistem -------------------------------------------------------- 34
Gambar 4.2 Fungsi alih sistem dengan masukan r keluaran c --------------------- 35
Gambar 4.3 Fungsi alih sistem dengan masukan dan gangguan ----------------- 35
Gambar 5.1 Hubungan masukan dan keluaran dengan keadaan sistem -------- 44
Gambar 5.2 Sistem sederhana dengan masukan x(t) keluaran y(t) --------------- 44
Gambar 5.3 Realisasi umum persamaan keadaan ---------------------------------- 46
Gambar 5.7 Realisasi umum persamaan ruang keadaan dari fungsi alih
dengan masukan tidak mengandung turunan ------------------------ 50
Gambar 5.8 Realisasi umum persamaan ruang keadaan dari fungsi alih
dengan masukan mengandung turunan ------------------------------- 51
Gambar 5.9 Realisasi sistem contoh 5.3 ---------------------------------------------- 53
Gambar 5.10 Sistem contoh 5.4 -------------------------------------------------------- 53
Gambar 5.11 Realisasi sistem contoh 5.4 --------------------------------------------- 55
Gambar 5.12 Bentuk dasar realisasi sistem Gambar 5.10 -------------------------- 55
Gambar 5.13 Dasar pembentukan Gambar 5.11 -------------------------------------- 56
Gambar 5.14 Modifikasi realisasi sistem Gambar 5.11 ------------------------------ 56
Gambar 5.15 Realisasi dalam bentuk lain sistem contoh 5.4 ----------------------- 57
Gambar 5.16 Realisasi sistem dengan kompensator di depan --------------------- 58
Gambar 5.17 Realisasi sistem dengan kompensator di belakang ----------------- 59
BAB 1
OPERASI SINYAL
1.1. Pendahuluan
Konsep sinyal dan sistem dikembangkan sangat luas diberbagai bidang antara lain:
komunikasi, penerbangan, desain rangkaian elektronik, seismologi, biomedical,
pembangkitan dan distribusi energi, kendali proses kimia, pengolahan suara dan
berbagai penerapan lainnya. Pemahaman yang mendalam mengenai sinyal dan sistem
sangat diperlukan untuk kemajuan penerapan konsep sinyal dan sistem.
Bab 1 dan 2 diktat ini membahas output sistem linier tak ubah waktu dengan berbagai
input. Konsep sinyal dan sistem dibahas baik dalam bentuk kontinyu maupun bentuk
diskrit. Bab 3 akan membahas tentang transformasi laplace dan penggunaanya dalam
analisis sinyal dan sistem.
x(t) y(t)
sistem
t t
Gambar diatas menunjukan sistem kontinyu dengan masukan x(t) setelah melalui
proses dalam sistem maka keluaran sistem adalah y(t). Karakteristik y(t) dalam
penerapanya adalah sesuai dengan karakteristik keluaran yang diinginkan perancang
sistem. x(t) dan y(t) mempunyai nilai yang kontinyu sepanjang waktu (t).
Untuk sinyal diskret, nilai dari sinyal ada pada satuan waktu diskret n yang
merupakan bilangan bulat, - ∞ < n < ∞.
x(n) x(n)
x(n) y(n)
sistem
n n
x(t)
Sinyal ini dapat dipakai untuk merepresentasikan permulaan dan akhir suatu
sinyal yang lebih kompleks.
-0,5 0,5 t
Gambar 1.4 Sinyal x(t) = Π (t)
-1 1 t
Gambar 1.5 Sinyal x(t) = Λt)
f (n) = ∑k =−∞ f (k )δ ( n − k )
∞
(1.1)
1 2 3 t
Gambar 1.8 Sinyal x(t)
Penyelesaian:
Sinyal x(t) diatas mempunyai tiga kondisi yaitu: pada saat 0<t<2, pada saat 2<t<3
dan saat t yang lain. Dengan demikian dapat dirumuskan suatu fungsi sebagai
berikut:
x1(t),0<t<2
x(t) = x2(t),2<t<3
x3(t),t lainnya
Dari grafik x(t) dapat dilihat bahwa kondisi selain 0<t<2 dan 2<t<3 tidak ada sinyal
x(t) atau dapat dituliskan x3(t) = 0. Sedangkan pada saat 2<t<3 terlihat bahwa sinyal
x(t) bernilai 1 sehingga dapat dituliskan x2(t) = 1.
Untuk mencari nilai x1(t) dipergunakan rumusan persamaan garis antara dua titik.
Isyarat x1(t) melalu titik (0,0) yang selanjutnya disebut titik 1 dan titik (2,1) yang
selanjutnya disebut titik 2. Dengan dasar tersebut maka isyarat x1(t) dapat dicari
sebagai berikut:
x1 (t ) − x1 t − t1
=
x 2 − x1 t 2 − t1
t
x1 (t ) =
2
Jadi x(t) dapat ditulis menjadi persamaan berikut :
05t, 0<t<2
x(t) = 1, 2<t<3
0, t lainnya
Untuk menuliskan persamaan x(t) dalam satu persamaan dapat digunakan u(t-a) dan
u(-b) sebagai awal dan akhir dari sinyal tersebut. Hal tersebut dapat dipahami dengan
ilustrasi sebagai berikut:
y(t)
a b t
(a)
y1(t) y2(t)
1 1
a b t a b t
(b) (c)
Gambar 1.9 (a) Sinyal y(t), (b) sinyal y1= u(t-a), (c) sinyal y2=u(t-b)
Pada Gambar 1.9(a) adalah suatu sinyal yang bernilai 1 yang dimulai pada t = a dan
diakhiri pada t = b.
Sinyal tersebut dari gambar dapat dilihat merupakan hasil pengurangan sinyal y1(t) =
u(t-a) (sinyal undak satuan yang tergeser ke kanan sejauh a) dengan sinyal y 2(t) =
u(t-b) (sinyal undak satuan yang tergeser ke kanan sejauh a).
y(t) = y1(t) – y2(t)
= u(t-a) –u(t-b)
Untuk menyatakan suatu sinyal x(t) = e-t yang hanya mempunyai nilai pada saat t=1
sampai t = 5 dapat dinyatakan sebagai berikut:
0,5.2t, 0<2t<2
x(2t) = 1, 2<2t<3
0, 2t lainnya
Dengan menyederhanakan 2t maka didapat:
t, 0<t<1
x(2t) = 1, 1<t<1,5
0, t lainnya
Sedangkan untuk x(0.5t) dapat dicari sebagai berikut:
0,5(0,5t), 0<0,5t<2
x(0,5t) = 1, 2<0,5t<3
0, 0,5t lainnya
Dengan penyederhanaan didapat:
0,25t , 0<t<4
x(0,5t) = 1, 4<t<6
0, t lainnya
x(2t) x(0,5t)
1 1
1 2 3 t 1 2 3 4 5 6 t
(a) (b)
Gambar 1.10 (a) Sinyal x(2t), (b) Sinyal x(0,5t)
Pada Gambar 1.10, kalau dibandingkan dengan gambar sinyal x(t) terlihat jelas
operasi penskalaan waktu. Sinyal x(2t) merupakan operasi penyempitan skala waktu
setengah kali dari skala waktu asli. Sinyal x(0,5t) merupakan operasi pelebaran skala
waktu dua kali dari waktu aslinya.
dengan penyederhanaan:
0,5t-0,5, 1<t<3
x(t-1) = 1, 3<t<4
0, t lainnya
Sedangkan x(t+2) dapat dicari sebagai berikut:
0,5(t+2), 0<t+2<2
x(t+2) = 1, 2<t+2<3
0, t+2 lainnya
x(t+2) dapat disederhanakan:
0,5t+1, -2<t<0
x(t+2) = 1, 0<t<1
0, t lainnya
Sinyal x(t-1) dan x(t+2) dapat digambarkan sebagai berikut:
x(t-1)
x(t+2)
1
1
1 2 3 4 5 t -3 -2 -1 1 2 t
(a) (b)
Gambar 1.11 (a) Sinyal x(t-1), (b) Sinyal x(t+2)
Pada Gambar 1.11, terlihat operasi pergeseran sinyal. Sinyal x(t-1) adalah sinyal
x(t) yang tergeser 1 ke kanan. Sinyal x(t+2) adalah sinyal x(t) yang tergeser ke
kiri sejauh 2. Jadi pada isyarat dengan t mempunyai tanda positif maka akan
tergeser ke kanan sebesar suatu bilangan kalau di kurangi suatu bilangan tersebut.
Untuk pergesaran ke kiri (ditambah suatu bilangan) juga demikian.
-0,5t, -2<t<0
x(-t) = 1, -3<t<-2
0, t lainnya
Sedangkan sinyal x(-0,5t) adalah sebagai berikut:
0,5(-0,5)t, 0<-0,5t<2
x(-0,5t) = 1, 2<-0,5t<3
0, -0,5t lainnya
dengan penyederhanaan didapatkan :
-0,25t, -4<t<0
x(-0,5t) = 1, -6<t<-4
0, t lainnya
Sinyal x(-t) dan x(-0,5t) dapat digambarkan sebagai berikut:
x(-t) x(-0,5t)
1 1
-3 -2 -1 1 t -6 -5 -4 -3 -2 -1 t
(a) (b)
Gambar 1.12 (a) Sinyal x(-t), (b) Sinyal x(-0,5t)
Pada Gambar 1.12, dapat dilihat bahwa sinyal x(-t) adalah hasil pencerminan
sinyal x(t). Sinyal x(-0,5t) adalah hasil pencerminan dan penskalaan waktu sinyal
aslinya.
BAB 2
SISTEM LINIER TAK UBAH WAKTU
Bab 2 pada diktat ini akan membahas tentang sistem linier tak ubah waktu kausal.
Pembahasan ini dilakukan dengan mempertimbangkan banyaknya model linier yang
digunakan dalam hampir semua bidang kerekayasaan.
Sistem linier mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a) Sifat kehomogenan
Jika input u memberikan keluaran y maka input au akan menghasilkan keluaran ay.
b) Sifat superposisi
Jika input u1 and u2 menghasilkan output y1 and y2, dan untuk l input (u1+u2)
menghasilkan output (y1+y2).
2.1. Pendahuluan
Sistem dapat diartikan sebagai hubungan antara input dan output. Pada umumnya
input adalah sebab dan output adalah akibat. Beberapa contoh sistem yang umum kita
kenal adalah:
1) Sebuah rangkaian listrik dengan input tegangan dan / atau arus sumber
sedangkan outputnya yaitu tegangan dan / atau arus yang mengalir pada beberapa
titik pada rangkaian tersebut.
2) Sebuah sistem kanal komunikasi dengan input sebanding dengan sinyal
yang ditransmisi pada kanal tersebut sedangkan outputnya adalah sinyal yang
sampai pada ujung kanal.
3) Sebuah sistem biologi seperti mata manusia dengan input sinyal gambar
yang masuk ke retina mata dan outputnya adalah rangsangan syaraf yang
selanjutnya diolah di otak untuk pengambilan keputusan informasi apa yang
masuk.
4) Sebuah manipulator robot dengan input n torsi yang diaplikasikan ke robot
tersebut dan output posisi akhir salah satu lengannya.
5) Proses manufaktur, dengan input bahan mentah yang dimasukkan dan
outputnya berupa jumlah barang yang diproduksinya.
c) Langkah 3.
Dengan menggabungkan langkah 1 dan langkah 2 maka didapatkan tanggapan
lengkap sistem:
y(t) = A1e-t + A2e-2t + 0,083e2t
d). Langkah 4.
Menerapkan keadaan awal y(0) = 1 dan y’(0) = 2 pada tanggapan lengkap sistem.
Dengan menerapkan y(0)=1 didapatkan:
y(0) = A1e-1*0 + A2e-2*0 + 0,083e2*0
1 = A1 + A2 + 0,083
A1 + A2 = 0,917
Dengan menerapkan y’(0) = 2 didapatkan:
d(y(t))/dt = d(A1e-t)/dt + d(A2e-2t)/dt + d(0,083e2t)/dt
dengan memasukan nilai keadaan awal:
2 = - A1 - 2A2 + 0,166
A1 + 2A2 = -1,834
Dengan eliminasi persamaan yang didapatkan dari keadaan 1 dan 2 didapatkan:
A2 = -2,751 dan A1 =3,668
Dengan demikian tanggapan lengkap sistem adalah:
y(t) = 3,668e-t – 2,751e-2t + 0,083e2t
-1
dengan k= Cα
Subsitusi kepersamaan homogen sistem menghasilkan :
C(α )n + 0,2 C(α )n-1 =0
C(α )n-1(α + 0,2) =0
Hanya nilai C=0 dan (α )n-1 = 0 yamg membuat nilai suku kiri nol dari komponen
C(α )n. Nilai-nilai ini tidak diinginkan untuk menyelesaikan persamaan maka
nilai α yang memenuhi persamaan diatas adalah:
α + 0,2 =0
α = - 0,2
Dengan demikian solusi untuk yho(n) adalah:
yho(n) = C(-0,2)n
c) Langkah 3.
Dengan menggabungkan langkah 1 dan langkah 2 maka didapatkan tanggapan
lengkap sistem:
y(n) = 5 + C(-0,2)n
d) Langkah 4.
Menerapkan keadaan awal y(0) = 1 dan y’(0) = 2 pada tanggapan lengkap sistem.
Dengan menerapkan y(-1) = 2 didapatkan:
y(-1) = 5 + C(-0,2)-1
5C = 5 – 2
C=0,6
Dengan demikian tanggapan lengkap sistem adalah:
y(n) = 5 + 0,6(-0,2)n
∞
y (t ) = ∫ x( p ) h(t − p )dp (2.4)
−∞
Kedua rumusan diatas dikenal sebagai integral konvolusi. Untuk dua fungsi
sembarang x(t) dan h(t) maka integral konvolusi r(t) dapat dinyatakan sebagai:
r(t) = x(t) * h(t)
∞
r (t ) = ∫ x( p)h(t − p)dp
−∞
b) Distributif
x(t)*[y(t) ± z(t)] = [x(t)*y(t)] ± [x(t)*z(t)]
rxy(t) = ryx(t) ± rxz(t)
c) Asosiatif
x(t)*[y(t)*z(t)] = [x(t)*y(t)]*z(t)
Untuk memperjelas penggunaan integral konvolusi disajikan contoh sebagai berikut:
Contoh soal 2.5:
Dua buah isyarat mempunyai rumusan sebagai berikut:
x(t) = 1 0<t<1
0, t lainnya
dan,
h(t) = 1 1<t<2
0, t lainnya
Carilah sinyal r(t) yang merupakan hasil konvolusi dua isyarat tersebut.
Penyelesaian:
Untuk mencari nilai konvolusi kedua isyarat kontinyu digunakan:
r(t) = x(t) * h(t)
∞
r (t ) = ∫ x( p)h(t − p)dp
−∞
Pada rumus diatas dapat dilihat bahwa untuk mencari nilai r(t) diperlukan sinyal x(p)
dan sinyal h(t-p).
x(t) = 1 0<t<1
0, t lainnya
maka,
x(p) = 1 0<p<1
0, p lainnya
sedangkan h(t-p) dapat dicari sebagai berikut:
h(t-p) = 1 1<t-p<2
0, t-p lainnya
yang dibutuhkan adalah fungsi h dalam p maka:
h(t-p) = 1 -2+t<p<-1+t
0, p lainnya
Untuk mempermudah diilustrasikan sebagai berikut:
x(p) h(p) h(t-p)
1 1 1
-1 1 p -1 1 2 p t-2 t-1 1 p
Gambar 2.2 Sinyal x(p), h(p) dan h(t-p)
Pada gambar diatas sinyal h(t-p) adalah sinyal h(-p) yang tergeser sejauh t. Dari
rumusan integral konvolusi dapat dilihat bahwa sinyal h(-p) dijalankan dari -∞
sampai +∞. Nilai integral konvolusi dapat dibagi menjadi beberapa kasus penggal
waktu t yaitu:
/ Pada saat t<1
/ Pada saat 1<t<2
/ Pada saat 2<t<3
/ Pada saat t>3
Untuk memperjelas keempat kasus ini x(p) dan h(t-p) digambarkan dalam satu sumbu
y(p).
y(p) y(p)
(a) (b)
y(p) y(p)
(c) (d)
Gambar 2.3 (a) Sinyal x(p) dan h(t-p) pada saat t<1
(b) Sinyal x(p) dan h(t-p) pada saat 1<t<2
(c) Sinyal x(p) dan h(t-p) pada saat 2<t<3
(d) Sinyal x(p) dan h(t-p) pada saat t>3
Hasil konvolusi r(t) pada tiap penggal waktu tersebut adalah sebagai berikut
a) Pada saat t<1
Pada periode ini sinyal h(t-p) belum sampai ke titik awal x(p) maka:
∞
r (t ) = ∫ x( p)h(t − p)dp
−∞
r(t) = 0
t −1
r (t ) = ∫ (1)(1) dp
0
r(t) = t-1
c) Pada saat 2<t<3
Pada saat 2<t<3 batasan bawah integral konvolusi berdasar Gambar 2.2 (c) adalah
t-2 dengan batas atas 1.
1
r (t ) =
t −2
∫ x( p)h(t − p)dp
1
r (t ) = ∫(1)(1)dp
t −2
r(t) = 1-(t-2)
= 3-t
t-1
1 3-t
1 2 3 t
Gambar 2.4 Sinyal r(t) hasil konvolusi x(t) dan h(t)
a) Untuk n= -1
x(k) = δ (k+1) + δ (k) + δ (k-1)
y(-1-k) = 2δ (k+3) + δ (k+2)
r(n) = x(n) * y(n) = ∑x(k)y(n - k)
all k
r(-1) = ∑x(k)y(-1 - k)
all k
b) Untuk n= 0
x(k) = δ (k+1) + δ (k) + δ (k-1)
y(-1-k) = 2δ (k+2) + δ (k+1)
r(n) = x(n) * y(n) = ∑x(k)y(n - k)
all k
r(0) = ∑x(k)y(-1 - k)
all k
c) Untuk n= 1
x(k) = δ (k+1) + δ (k) + δ (k-1)
y(-1-k) = 2δ (k+1) +δ (k)
r(1) = .... + x(-2)y(-2)+x(-1)y(-1)+x(0)y(0)+x(1)y(1)+x(2)y(2)+....
r(1) = ...+(0)(0)+(1)(2)+(1)(1)+(1)(0)+(0)(0)+....
r(1) = 3
d) Untuk n= 2
x(k) = δ (k+1) + δ (k) + δ (k-1)
y(-1-k) = 2δ (k) +δ (k-1)
r(1) = .... + x(-2)y(-2)+x(-1)y(-1)+x(0)y(0)+x(1)y(1)+x(2)y(2)+....
r(1) = ...+(0)(0)+(1)(0)+(1)(2)+(1)(1)+(0)(0)+....
r(1) = 3
f) Untuk n= 4
x(k) = δ (k+1) + δ (k) + δ (k-1)
y(-1-k) = 2δ (k-2) +δ (k-3)
r(1) = .... x(-2)y(-2)+x(-1)y(-1)+x(0)y(0)+x(1)y(1)+x(2)y(2)+ + x(3)y(3)+....
r(1) = ...+(0)(0)+(1)(0)+(1)(0)+(1)(0)+(0)(2)+(0)(1)....
r(1) = 0
Jadi secara keseluruhan hasil konvolusi antara x(n) dan h(n) adalah:
r(n)= δ (n)+3δ (n-1)+ 3δ (n-2)+2δ (n-3)
x(k) y(k)
1 2
1
-3 -2 -1 12 3 k -3 -2 -1 12 3 k
(a)
y(-k) y(n-k)
2 2
1 1
-3 -2 -1 12 3 k -3 -2 -1 12 3 k
(b)
r(n) 3
2
1
-3 -2 -1 12 3 4 5 n
(c)
Gambar 2.5 (a) Sinyal x(k) dan y(k)
(b) Sinyal y(-k) dan y(n-k) pada saat n=1
(c) Sinyal hasil konvolusi r(n)
Program Studi Teknik Elektro UNIBA
24
Mata kuliah SISTEM LINIER
BAB 3
TRANSFORMASI LAPLACE
dengan s adalah bilangan kompleks yaitu s=σ +jω . Penggunaan laplace transform
akan lebih jelas dengan contoh sebagai berikut.
Contoh soal 3.1:
Diketahui suatu fungsi f(t) sebagai berikut:
f (t ) ={0A ; t <
; t >0
0
A −st ∞
= e 0
−s
A −∞ A −0
= e − e
−s −s
A
=
s
Dari penyelesain tersebut dapat dilihat bahwa untuk A=1 berarti f (t) = u (t)
1
maka F (s) = . Jadi untuk fungsi undak dapat diperlihatkan bahwa hasil
s
transformasi laplace adalah nilai dari fungsi tersebut dibagi dengan s. Untuk lebih
memantapkan penggunaan rumusan transformasi laplace disajikan contoh
transformasi laplace dari fungsi lereng.
Tabel 3.1 Tabel Transformasi Laplace
No f(t) F(s)
1 δ( t ) 1
1
2 1
s
1
3 t
s2
t n −1 1
4
( n −1) sn
n!
5 tn
s n +1
1
6 e −at
s +a
1 n −1 −at 1
7 t e
( n −1)! ( s + a) n
1
8 te −at
( s + a) 2
w
9 Sin wt
s + w2
2
s
10 Cos wt
s + w2
2
n!
11 t n e −at
( s + a ) n +1
w
12 e −at sin wt
(s + a) 2 + w 2
s +a
13 e −at cos wt
(s + a) 2 + w 2
14
1
a
(
1 −e −at ) 1
s(s + a)
Carilah F(s).
A
=
s2
dari penyelesaian tersebut dapat dilihat bahwa hasil transformasi laplace untuk fungsi
lereng adalah gradient fungsi lereng dibagi dengan s. Dengan beberapa contoh
tersebut dapat dilihat bahwa transformasi laplace mengubah fungsi-fungsi umum
dalam t seperti fungsi undak, fungsi lereng, fungsi sinus dan fungsi-fungsi lain
menjadi fungsi-fungsi aljabar variabel kompleks s.
Penggunaan integral untuk mencari transformasi laplace dari suatu fungsi sering
menjadi pekerjaan yang kurang menyenangkan. Untuk lebih mempermudah proses
transformasi pada Tabel 3.1, disajikan tabel transformasi laplace.
d 2 1
4) £± 2
f ( t ) = s 2
F ( s ) − sf ( 0 ±) − f ( 0 ±)
dt
dn n ( k −1)
5) £± n
f ( t ) = s n
F ( s ) − ∑ s n −k
f ( 0 ±)
dt k −1
6) £± [∫ f (t ) dt ]= F s( s ) +[∫ f (t )sdt ] t =0 ±
F ( s)
[∫ ∫ ] [∫ ∫ f ( t )( dt ) ]
n
1
f ( t ) dt n = ∑ k
7) £± n
+ n −k +1 t =0 ±
s k =1 s
t F ( s)
8) £ ∫ f ( t ) dt =
0 s
∞ ∞
[ ]
10) £ e −at f ( t ) = F ( s + a )
11) £ [ f ( t − α ) u ( t −α ) ] = e −αs F ( s ) α ≥ 0
[
12) £ t 2 f ( t ) = ] d2
ds 2
F ( s)
[ ]
13) £ t n f ( t ) = ( −1)
n dn
ds n
F ( s)
d
14) £ [t f (t )] =− F (s)
ds
∞
1
15) £ f ( t ) = ∫ F ( s ) d ( s )
t 0
t
16) £ f = a F ( as )
a
f (t)
1
a2
2a
a t
1
a2
Penyelesaian:
Persamaan dari sinyal diatas adalah:
1
f (t ) = 2
( u ( t ) −u ( t − a ) ) − 12 ( u ( t − a ) −u ( t − 2a ) )
a a
1 2 1
= 2 u ( t ) − 2 u ( t − a ) + 2 u ( t − 2a )
a a a
F (s) = £ f (t)
1 2 1
= 2
[u ( t ) ] − 2 [u ( t − a ) ] + 2 [u ( t − 2a ) ]
a a a
1 1 2 1 −as 1 1 −2 as
= 2 − 2 e + 2 e
a s a s a s
1
(
= 2 1 − 2e −as +e −2 as )
a s
Penyelesaian tersebut didapat dengan mengingat karakteristik:
1
£ [u(t)] =
s
£ [ f ( t − α ) u ( t − α ) ] = e −αs F ( s ) ,α ≥0
jadi:
B ( s)
ak = ( s + pk )
A ( s)
s =− pk
ak − pk t
−1 = ak e
s + pk
f ( t ) = −1 [ F ( s ) ] = a1e p1 t + a2 e − p2 t + + an e − pn t ( t ≥0)
Berikut contoh penggunaan tabel tranformasi laplace unntuk mendapatkan kembali
f(t) dari F(s) dengan orde penyebut lebih tinggi.
Contoh soal 3.4:
Diketahui F(s) sebagai berikut:
s +4
F (s) =
( s +1) ( s + 2)
carilah f (t).
Penyelesaian:
s +4 a a
F ( s) = = 1 + 2
( s +1) ( s + 2) s +1 s + 2
dengan rumusan a k didapat:
s +4 s + 4
a1 =( s +1) = =3
( s +1 ) ( s + 2 ) s =−1 s + 2 s =−1
s +4 s + 4
a 2 =( s + 2 ) = =− 2
( s +1 ) ( s + 2 ) s =−2 s +1 s =−2
jadi:
f ( t ) = −1 [ F ( s ) ]
3 −1 − 2
= −1 + s + 2
s +1
−t
=3 e − 2 e −2 t
( t ≥ 0)
( )
= 3 e −t − 2 e −2t u ( t )
Berikut contoh penggunaan tabel tranformasi laplace untuk mendapatkan kembali f(t)
dari F(s) dengan orde pembilang lebih tinggi.
Contoh soal 3.5:
s 3 +5 s 2 +9 s +8
G (s) =
( s +1) ( s +2 )
carilah g (t).
Penyelesaian:
Pembagian pembilang dengan penyebut menghasilkan:
s +4
G ( s ) =s + 2 +
( s +1) ( s + 2)
d
= δ ( t ) +2 δ ( t ) +3 e −t −2 e −2 t ; t ≥0
dt
Untuk fungsi dalam yang melibatkan banyak kutub maka Transformasi Laplace
baliknya dikerjakan dengan ekspansi parsial sebagai berikut:
Contoh soal 3.6:
s 2 +2 s + 3
Tinjau F ( s ) =
( s +1) 3
Penyelesaian:
Ekspansi pecahan parsial menghasilkan
B ( s) b3 b2 b
F ( s) = = + + 1
A ( s ) ( s + 1) 3
( s +1) ( s +1)
2
B ( s)
( s +1) 3 =b3 +b2 ( s +1) +b1 ( s +1)
2
(1)
A ( s)
saat s = -1 maka:
3 B (s)
( s +1) A ( s ) =b3
s =−1
d 3 B (s)
( s +1) =b2 +2b1 ( s +1)
ds A (s)
dengan s = -1,
d
( s +1) 3 B ( s )
=b2
ds
A ( s ) s =−1
d2 3 B (s)
( s +1) A ( s ) = 2 b1
ds 2 s =−1
Secara umum penyelesaian Laplace balik n kutub dapat diringkas sebagai berikut:
d n −k
(s +a) n B ( s )
1
bk = n −k
( n −k ) ! ds A ( s ) s =−a
b3 =( s +1)
3 s
2
(
+2 s +3 )
( s +1) 3
s =−1
[
= s 2 +2 s +3 ] s =−1
=2
b2 =
d
( s +1) (
3 s +2 s +3
2
)
ds ( s +1) 3
s =−1
d
= ( s 2 +2 s +3)
ds s =−1
=[2 s +2 ] s =−1
=0
1 d2 3 (s +2 s +3)
2
b1 = ( s +1)
2
2! ds ( s +1) 3 s =−1
1 d2
= ( s 2 +2 s +3)
2! ds 2 s =−1
1
= .2
2
=1
=t 2 e −t +e −t
(
= t 2 +1 e −t) ( t ≥ 0)
=(t 2
+1) e −t
u (t )
Penyelesaian:
• •
•
x = s2 x ( s) − s x ( o) − x ( 0)
•
x = s
x ( s ) −s x ( o)
•• •
•
x x + 2 x = s
+ x ( s ) − s x ( 0) − x ( 0) + s x ( s) − x ( 0) + 2 x ( s)
2
3
(
= s 2 + 3s + 2 ) x ( s) − a − s3a − b
maka,
( s 2 +3s +2 ) x ( s ) =as +b +3a
as + b + 3a
X ( s) =
s 2 + 3s + 2
as + b + 3a
=
( s +1) ( s + 2 )
2a + b a + b
= −
s +1 s +2
Laplace balik dari X (s) menghasilkan:
X ( t ) = −1 [ X ( s ) ]
2a + b −1 a + b
= −1 − s + 2
s +1
= ( 2a + b ) e − ( a + b ) e
−t −2 t
( t ≥ 0)
BAB 4
TOPOLOGI SISTEM
Keluaran Sistem
Fungsi alih sistem =
Masukan sistem
Y (s) Y (z)
H (s) = H (z) =
X (s) X (z)
X (s) Y (s)
H (s)
Gambar 4.1 Fungsi alih sistem
r e f y c
+- A B C
e = r –x
f = A.e = A ( r-x)
y = B.f = A.B (r-x)
c = C.y = A.B.C (r-x)
dengan x = D.c maka,
c = A.B.C. (r-D.c)
= A.B.C.r – A.B.C.D.c
(1+ABCD)c = ABCr
c ABC
jadi: =
r 1 +ABCD
Untuk sistem dengan beberapa masukan (masukan dan 2 gangguan) fungsi alihnya
dapat dicari sebagai berikut:
z1 z2
r e f - g y + t c
+- A + B + C
D
Gambar 4.3 Fungsi alih sistem dengan masukan dan gangguan
Dari gambar didapatkan
e=r–x
f = Ae = A( r-x)
g = f + z1 = A (r-x) + z1
y = Bg = AB (r – x) + Bz1
t = y + z2 = AB (r-x) + Bz1 + z2
c c BC
=
⇒ z1 (r =0, z2 = 0) z1 1 + ABCD
c c C
=
⇒ z 2 ( r =0, z1 = 0) z 2 1 + ABCD
Untuk mempermudah modifiikasi diagram blok sistem yang berguna untuk mencari
konfigurasi yang lebih baik disajikan aturan aljabar diagram blok sebagai berikut:
A A+C A-B+C
1. A A-B A-B+C ++ +-
+- ++
B C C B
C C
A + A-B+C A A-B + A-B+C
2. +- +- +
B B
A G1 AG1 AG1+AG2
5. ++ A G1+G2 AG1+AG2
AG2
G2
B
1/G B
AG-BG
A A-B G AG-BG A G AG
7. +- +-
B B BG
G
A A
8. G AG G AG
AG
G AG
A G AG A G AG
9.
A A
1/G
A-B B
- A-B
A A-B +
10. +-
A A-B
+-
B
B
G2 AG2 G1 AG2
G2
A B A B
12. G1 1 G2 G3
+- +-
G2
G2
A B
13. +- G1 A G1 B
1+G1G2
G2
H2
C
R G1 - G2 G3
1. +- ++ +
H1
Penyelesaian:
Diagram blok 1 tersebut dengan mengakses titik umpan balik bagian atas ke depan
maka didapatkan diagram blok 2 berikut ini:
H2
G1
C
2. R - G1 G2 G3
+- + ++
H1
H2
G1
4. R - G1G2 G3 C
+- +
1-G1G2H1
R G1G2G3 C
5. +- 1-G1G2H1+G2G3H2
6. R G1G2G3 C
1-G1G2H1+G2G3H2+G1G2G3
4.3. Penerapan Aljabar Diagram Dalam Pemodelan Sistem
Dalam aplikasi sering suatu sistem fisis dimodelkan dalam bentuk matematis untuk
dapat dianalisa dan dirancang dengan lebih mudah. Beirikut akan dibahas sistem
permukaan zat cair
Katup pengontrol
Q + qi
Katup beban
H+h Q + qo
Kapasitas Resistansi
C R
a) Resistansi
b) Kapasitansi
Q=KH
Q=K H
jadi,
2H
Rt =
Q
dh
C = qi – qo (1)
dt
dan,
h
qo = R
(2)
dh
RC + h = Rqi
dt
CR (s +1 ) H(s) = R Qi (s)
N (s) R
=
Qi ( s ) RC s +1
Q0 ( s ) 1
=
Qi ( s ) RC s +1
Q+q
Tangki 1 Tangki 2
R1 R2
H1 + h1 H2 + h2
Q + q2
C2
C1 Q + q1
h1 −h2 H −H 2
=q1 1 =Q1 (1)
Rs ⇒ R1
dh1
C1 = q − q1 sC1 H1 ( s ) = Q ( s ) − Q1 ( s ) (2)
dt ⇒
h2 H 2 ( s)
= q2 = Q2 ( s ) (3)
R2 ⇒ R2
d h2
C2 = q1 − q2 s C2 H 2 ( s ) = Q1 ( s ) − Q2 ( s ) (4)
dt ⇒
H1(s) Q1(s)
1
+-
R1
H2(s)
Q(s) H1(s)
1
+-
C1S
Q1(s)
H2(s) Q2(s)
1
R2
Q1(s) 1 H2(s)
+-
C2S
Q2(s)
jika q adalah masukan dan q2 adalah keluaran, maka didapatkan bagan sebagai
berikut:
H2(s)
Q(s) Q1(s)
1 H1(s) - 1 1 1 Q2(s)
+- + +-
C1 S R1 C2S H2(s) R2
Q1(s)
Q2(s)
dengan penyederhanaan
R2C1S
Q(s) 1 1 Q2 (s)
+
- R1C1s+1 R2C2s+1
R2C1s
Q(s) 1 Q2 (s)
R1C1R2C2s2 + ( R1C1 + R2C2 + R2C1) s+1
jadi,
Q2 ( s ) 1
=
(
Q s ) R1C1 R2 C 2 s +( R1C1 +R2 C 2 +R2 C1 ) s +1
2
BAB 5
PENDEKATAN RUANG KEADAAN
Masukan Keluaran
Keadaan
Pada Gambar 5.1, terlihat ada dua hubungan yang saling terkait, yaitu:
a) Masukan dengan keadaan sistem
b) Keluaran dengan keadaan sistem
Pada representasi dengan pendekatan ruang keadaan, maka keadaan sistem termasuk
kondisi awal akan terpantau yang dijelaskan dengan gambar sebagai berikut.
a
Gambar 5.2 Sistem sederhana dengan masukan x(t) keluaran y(t)
t
y ( t ) =a ∫ y ( t ) d ( t )
0
=aη ( t )
t
0
= a [η ( t ) −η ( 0 ) ] →kondisi awal
Pada hasil y(t) terlihat kondisi awal sistem. Pembuktian juga dilakukan dengan
transformasi laplace sebagai berikut:
s Y(s) – y(0) = a Y(s)
(s-a) Y(s) = y(0)
y ( 0)
Y(s) =
s −a
y(t) = y (0) eat
dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa walaupun masukan X (t) = 0, sistem akan tetap
mempunyai keluaran kalau nilai awal tidak nol (y (0) ≠ 0).
5.2. Representasi Sistem Dalam Persamaan Ruang Keadaan (State Space Equation)
Representasi ini memungkinkan untuk sistem dengan banyak masukan dan banyak
keluaran. Sistem dapat dinyatakan sebagai berikut :
•
X 1 (t) = f1 (X1, X2,……., Xn ; U1, U2,……..,Ur ; t )
•
X 2 (t) = f2 (X1, X2,……., Xn ; U1, U2,……..,Ur ; t )
•
•
•
•
X n (t) = fn (X1, X2,……., Xn ; U1, U2,……..,Ur ; t )
dengan keluaran,
y1 (t) = g1 (X1, X2,……., Xn ; U1, U2,……..,Ur ; t )
y2 (t) = g2 (X1, X2,……., Xn ; U1, U2,……..,Ur ; t )
•
•
•
ym (t) = gm (X1, X2,……., Xn ; U1, U2,……..,Ur ; t )
dengan:
x1 ( t ) y1 ( t ) u1 ( t )
x ( t ) = y ( t ) = u ( t ) =
x n ( t ) y m ( t ) u r ( t )
A (t)
k
u (t)
y (t)
b
maka diperoleh,
•
X 1 = x2
• 1 •
1
−ky − k y + u
X 2= m
m
Dengan demikian di dapatkan persamaan keadaan:
•
X 1 = x2
• k b 1
X 2 = − m x1 −m x 2 + m u
dan persamaan keluaran :
y = x1
dalam bentuk matriks dapat ditulis sebagai berikut:
• 0 1 x1 0
x•1 = k + u
x − m − b m x 2 − 1 m
2
A B
x
y = [1 0] 1 D = [ 0]
x2
C
x2 y
u 1 + x2 x1
m -
b
+
+ m
k
m
Gambar 5.5 Realisasi persamaan keadaan sistem massa pegas
Contoh soal 5.2:
Dapatkan persamaan ruang keadaan dari gambar berikut:
u s+z K y
+
- s+p s (s +a )
Penyelesaian:
s +z
Dilakukan ekspansi parsial terhadap s +p maka:
s +z z −p
s +p
= 1+ s + p
sedangkan,
K K 1
= •
s ( s + a) s s + a
n = x3 + u – x 1
u z-p x3 + n K x2 1 x1 y
+ +
- m s+p s s+a
m = u – x1
•
y ( n ) + a1 y ( n −1) + + a n −1 y a n y =u
•
•
•
xn = y(n-1)
maka turunan variabel keadaan dapat ditulis sebagai berikut:
•
X 1 = x2
•
X 2 = x3
•
•
•
•
X n-1 = xn
•
X n = - anx1 – an-1x2 ……….- a1xn + u dan y = x1
dalam bentuk matriks dapat ditulis:
• 0 1 0 0
x
• 1 0 0 1 0 x1 0
x x 0
2= 2 + u
0
0 0 1
•
x 1
x n − a n − a n −1 − a n −2 − a1 n
B
A
dan persamaan keluarannya adalah:
x1
x
2
y =[1 0 0 0] x 3
x n
realisasi dari persamaan ruang keadaan diatas adalah sebagai berikut:
u xn xn-1 x2 x1
+
- y
a1 a2 an-1 an
+ + +
+ + +
Gambar 5.7 Realisasi umum persamaan ruang keadaan dari fungsi alih
dengan masukan tidak mengandung turunan
Persamaan ruang keadaan dari fungsi alih dengan masukan mengandung turunan:
Y ( s ) b0 s n +b1 s n −1 + +bn −1 s +bn
= n
U ( s) s + a1 s n −1 + + a n −1 + a n
persamaan diferensial dari fungsi diatas adalah:
y ( n ) +a1 y ( n −1) + + a n −1 y +a n y =b0 u ( n ) +b1 u ( n −1) +bn u
•
•
•
• •
xn = y(n-1) - β 0u(n-1) - β 1u(n-2)……..- β n-2 u -β u = x n-1- β
n-1 u
n-1
dengan:
β 0 = b0
β 1 = b1- a1β 0
•
•
•
β n = bn – a1β ……..-an-1β 1- anβ
n-1 0
maka didapatkan,
•
x 1 = x 2 + β 1u
•
x 2 = x 3 + β 2u
•
•
•
•
x n-1 = xn + β u
n-1
•
x n = -anx1 – an-1x2……….-a1xn + β nu
dan,
y = x1 + β 0u
dalam bentuk matriks dapat ditulis sebagai berikut:
•
x•1 0 1 0 0 x1 β 1
x 0 0 1 0 x β
2 2 2
= + u
• 0 0 0
1 x n −1 β n −1
x n•−1
x − a n − a n−1 − a n−2 − a1 x n β n
n
x1
x
y = [1 0 0] 2 + β 0 u
xn
Realisasi sistem:
ßn-1 ß1 ß0
u xn + x2 + x1 + y
ßn + + + +
-
an-1 an
a1
+ +
+ +
Gambar 5.8 Realisasi umum persamaan ruang keadaan dari fungsi alih
dengan masukan mengandung turunan
••• •• • •
y + 1 8y + 1 9 y2+ 6 4 y0= 1 6u0+ 6 4u0
ditentukan,
x1 = y -β 0u
• •
x2 = y −β0 u −β1u = x1 −β1 u
••• •• • •
x3 =
y − β 0 u − β 1 u − β 2 u = x2 − β 2 u
dengan,
β 0 = b0 = 0
β 1 = b 1 – a 1β 0 = 0
β 2 = b2 – a1β 1 – a2β 0 = b2 = 160
β 3 = b3 – a1β 2 – a2β 1 – a3β 0
•
x•1 0 1 0 x1 0
x = 0 0 1 x 2 + 160 u
•2
x3 − 640 − 192 − 18 x3 − 2240
dan
x1
y =[1 0 0]
x 2 +[ 0] u
x 3
realisasi persamaan diatas adalah sebagai berikut:
160
x1
u x3 x3 + x2 x2 x1 y
-2240 + +
-
18 192 640
+ +
+ +
Gambar 5.9 Realisasi sistem contoh 5.3
Contoh soal 5.4:
Carilah representasi dalam persamaan ruang keadaan untuk diagram blok berikut ini:
u s+1 s+1 y
+
-
s+3
Gambar 5.10 Sistem contoh 5.4
Penyelesaian:
Y (s) ( s +1) ( s + 2 )
=
U ( s ) 1 +( s +1) ( s + 2 ) ( s + 3)
s 2 +3s + 2
=
s 3 +6 s 2 +11 s + 7
persamaan diferensialnya:
••• •• • •• •
y + 6 y + 1 y1+ 7 y = u + 3 u + 2u
didapatkan:
a1 = 6 ; a2 = 11 ; a3 = 7
b0 = 0 ; b1 = 1 ; b2 = 3 ; b3 = 2
ditentukan:
x1 = y − β 0 u
• • •
x 2 = y − β 0 u − β 1u = x1 − β 1u
•• •• • •
x3 = y − β 0 u − β 1 u − β 2 u = x 2 − β 2 u
dengan:
β 0 = b0 = 0
β 1 = b 1 – a 1β 0 = 1
β 2 = b2 – a1β 1 – a2β 0 = 3- 6 x 1 – 0 = -3
β 3 = b3 – a1β 2 – a2β 1 – a3β 0
= 2 – (6 x –3) – (11 x 1) = 9
maka diperoleh:
•
x 1 = x 2 + β 1u = x 2 + u
•
x 2 = x3 + β 2u = x3 – 3u
•
x 3 = -7x1 – 11x2 – 6x3 + 9u
dan,
y = x1 + β 0u = x1
-3
u x3 + x2 + x1 y
9 + + +
-
6 11 7
+ +
+ +
Gambar 5.11 Realisasi sistem contoh 5.4
Bentuk lain penyajian persamaan ruang keadaan dari fungsi alih yang mengandung
turunan masukan:
Y (s) 2 s 2 +6 s +5
H (s) = = 3
U ( s ) s +4 s 2 +5s +2
s s
6 2
6sU (s) 2s2U(s)
-4
-5sY (s)
-5
-2Y(s)
-2
as 2Y(s)
s3Y(s) = as 2Y(s) + U(s)
a
(a)
2
s Y(s) asY(s)
s3Y(s) as2Y(s) 1 s2Y(s) 1 sY(s) 1 Y (s)
+
U (s) s s s
asY(s)
s3Y(s) as2Y(s) = U(s)
a
(b)
2
s Y(s) asY(s) sY(s) aY(s) Y (s)
s3Y(s) as2Y(s) 1 1 sY(s) 1
+
U (s) s s s
aY(s)
3 2
s Y(s) as Y(s) = U(s)
a
(c)
Gambar 5.13 Dasar pembentukan gambar 5.11
Umpan balik dalam suatu rangkaian mempunyai hasil yang sama walaupun di
tempatkan dimana saja.
Diagram dapat di gambar sebagai berikut :
-2
t=p+q+r
p = t- q – r = sY(s) – 2U(s) – (- 4Y(s))
Representasi persamaan keadaannya adalah sebagai berikut:
6 2
U(s) 1 1 1 x1 Y(s)
x3 x3 x2 x2 x1
5 + + +
s s s
-2 -5 -4
•
x•1 − 4 1 0 x1 2
x = − 5 0 1 x + 6 u
•2 2
x3 − 2 0 0 x3 5
x1
y = [1 0 0] x 2
x3
5.4. Kompensator
Kompensator dipasang mendapat sistem yang stabil dengan cara mengkompensasi
bagian sistem yang tidak stabil.
Sistem tak stabil:
X(s) 1 Y(s)
s-a
Kompensator:
X s-a 1 Y
s-b s-a
X 1 s-a Y
s-a s-b
U x2 x2 x1 x1 y
-2
+ + V
+
-1 1
• 1 1 x 1
x•1 =
1
+ u
x 0 − 1 x 2 − 2
2
x
y = [1 0] 1 + [ 0] u
x2
bentuk controllable, masukan dari masing-masing sistem dapat di kendalikan.
Kompensator di pasang di belakang.
u 1 s-1 y
s-1 s+1
dengan penguraian didapat:
U x2 x2 -2 x1 x1 y
+ + +
1 -1
•
x 1 = -x1 – 2x2
•
x 2 = x2 + u
dan,
y = x1 + x2
dalam bentuk matriks:
• − 1 − 2 x 0
x•1 =
1
+ u
x 0 1 x2 1
2
dan,
x
y =[1 1] 1
x2
bentuk observable, dari keluaran dapat dilihat penyebab ketidakterkendalian.
• 1 − 0,2 x 1
x•1 =
1
+
x 0,4 0,4 x 2 1
2
x
y = [1 0] 1
x2
Tinjaulah apakah sistem contollable.
Penyelesaian:
1 − 0,2 1 0,8
AB = 1 =0,8
0,4 0,4
1
B =
1
jadi,
0,8 1
[ AB B] =
0,8 1
0,8 1
rank 0,8 1 =1
2). Observability
Syarat suatu sistem observable.
C
CA
rank =n
n −1
CA
Contoh soal 5.6:
• 1 4 x 8
x•1 =
1
+ u
x 0 1 x 2 4
2
x
y = [ 0 1] 1
x2
tinjaulah apakah sistem observable.
Penyelesaian:
n = 2 (sistem orde 2 )
1 4
C =[0 1] CA = [0 1]
0 1
C 0 1
rank = rank
CA 0 1
=1
rank M = ….?
Penyelesaian:
1) Operasi → baris ke 3 - baris ke 2
1 3 1
2 4 0
M =
0 0 0
1 3 1
jadi rank M = 2
0,5 0,6 1
A = B =
0,2 0,4 1
C =[ −1 − 2] D =[0]
DAFTAR PUSTAKA
Hans J. W., (penerjemah), 1996, " Sinyal dan Sistem Linier", Edisi ke-3, Erlangga, Jakarta.
O’Flynn M., Moriarty, E., 1987, “Linier Systems, Time Domain and Transform Analysis”,
John Wiley & Son, New York
Simon H., Barry V. V. , 2004, “Sinyal and Sistem”, John Wiley & Son, New York.