Trauma Oculi
Trauma Oculi
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Trauma Okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola
mata,kelopak mata,saraf mata dan rongga orbita,kerusakan ini akan memberikan penyulit
sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat.Trauma mata merupakan kasus
gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.(6)
2.2 Epidemiologi
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan
sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh
pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular
berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus
bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United
States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan
meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %)
dengan umur rata-rata 31 tahun.(7)
United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi epidemiologi yang
digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR, rata-rata umur orang yang terkena
trauma okuli perforans adalah 29 tahun, dan laki-laki lebih sering terkena disbanding dengan
perempuan. Menurut studi epidemiologi international, kebanyakan orang yang terkana
trauma okuli perforans adalah laki-laki umur 25 sampai 30 tahun, sering mnegkonsumsi
alcohol, trauma terjadi di rumah. Selain itu cedera akibat olah raga dan kekerasan merupakan
keadaan yang paling sering menyebabkan trauma. Pada studi yang lain, di simpulkan
bahwa olahraga dihubungkan dengan trauma pada pemakai kacamata umumnya terjadi pada
usia di bawah 18 tahun dan jatuh dihubungkan dengan trauma pada pemakai kaca mata
umumnya terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Meskipun kacamata dihubungkan dengan
trauma yang terjadi, resep kacamata dan non resep kacamata hitam telah ditemukan untuk
memberikan perlingdungan yang menghasilkan insidens yang rendah pada trauma serius
mata bagi penggunannya.(6,8)
2.3 Patofisiologi
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu coup,
countercoup, equatorial, dan global reposititioning. Cuop adalah kekuatan yang disebabkan
langsung oleh trauma. Countercoup merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh cuop,
dan diteruskan melalui okuler dan struktur orbuta. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari
bola mata cenderung mengambang dan merupah arsitektur dari okuli normal. Pada akhirnya,
bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak selalu seprti yang
diharapkan.(7)
2.4 Klasifikasi
Trauma pada mata dapat digolongkan atas : (2,9,10)
1. Trauma tumpul, yang terdiri atas :
Konkusio, yaitu trauma tumpul pada mata yang masih reversibel, dapat sembuh dan
normal kembali.
Kontusio, yaitu trauma tumpul yang biasanya menyebabkan kelainan vaskuler dan
kelainan jaringan/ robekan.
Berdasarkan letak traumanya dapat menyebabkan :
- Perdarahan palpebra
- Emfisema palpebra
- Luka laserasi palpebra
- Hiperemis konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva
- Edema kornea
- Hifema ( perdarahan dalam bilik mata depan )
- Iridoplegia dan iridodialisa
- Kelainan lensa,berupa : Subluksasi,luksasi maupun katarak traumatik.
- Perdarahan badan kaca.
- Kelainan retina,berupa: Edema retina,ruptur retina,( dapat menyebabkan ablasio
retina traumatik),maupun perdarahan retina.
- Robekan/laserasi sklera
- Glaukoma sekunder
- Kelainan gerakan bola mata
2. Trauma tembus ( luka akibat benda tajam ), dimana strutur okular mengalami kerusakan
akibat benda asing yang menembus lapisan okular, yang terdiri atas :
Non perforasi.
Dengan perforasi, meliputi :
i. Perforasi tanpa benda asing intra okuler
ii. Perforasi dengan benda asing intra okuler,yang menurut sifat benda asingnya
terbagi atas :
a. Berdaraskan sifat fisisnya,terdiri atas :
- Benda logam.
E.g. Emas,perak,platina,timah,seng,tembaga,besi,dll
- Benda non logam
E.g. Kaca,bahan tumbuh-tumbuhan,bahan pakaian,dll
b. Berdasarkan keaktifan ( potensi menyebabkan reaksi inflamasi ) terdiri atas :
- Benda inert,merupakan bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan
mata,kalaupun terjadi hanya reaksi ringan saja dan tidak mengganggu fungsi
mata,seperti : Emas,perak,platina,bath,kaca,porselin,dll.
- Benda reaktif yang merupakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan reaksi
jaringan sehingga mengganggu fungsi mata,seperti : seng,timah
hitam,nikel,alumunium,besi,kuningan,tumbuh-tumbuhan,bulu ulat.
Gbr.2.4.1.3 Ptosis
Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:
Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI
- Pada trauma tumpul dapat juga terlihat gangguan gerak bola mata, karena perdarahan
di rongga orbita atau adanya kerusakan di otot-otot mata luar.
Dapat terjadi oleh karena :
- parese atau paralise dari m. Levator palpebra (N.III)
- Pseudoptosis, oleh karena edema palpebra
e) Hiperemia konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva (9)
Gbr.2.4.1.6 iridodialisis
Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:
Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI
Merupakan robekan pada akar iris, sehingga pupil agak ke pinggir letaknya, pada
pemeriksaan biasa terdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris terdapat
iridodialisa. Pada pemeriksaan oftalmoskopi terdapat warna merah pada pupil dan juga pada
tempat iridodialisa, yang merupakan refleks fundus.
j) Perdarahan badan kaca (9)
Dapat berasal dari badan siliar, koroid dan retina. Karenanya bila terdapat perdarahan
di dalam badan kaca, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, untuk mengetahui
keadaan di bagian posterior mata.
k) Kelainan retina berupa edema dan ruptur retina (9)
Edema retina biasanya di daerah polus anterior dekat makula atau di perifer. Tampak
seolah-olah retina dilapisi susu. Bila terjadi di makula, visus sentral sangat terganggu dengan
skotoma sentralis.
l) Perdarahan retina (9)
Dapat timbul bila trauma menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Bentuk
perdarahan tergantung dari lokalisasinya. Bila terdapat di lapisan serabut saraf tampak
sebagai bulu ayam, bila letak lebih keluar tampak sebagai bercak yang berbatas tegas,
perdarahan di depan retina (preretina) mempunyai permukaan datar di bagian atas dan
cembung di bagian bawah. Darahnya dapat pula masuk ke dalam badan kaca. Penderita
mengeluh terdapat bayangan-bayangan hitam di lapangan penglihatannya, kalau banyak dan
masuk ke dalam badan kaca dapat menutupi jalannya cahaya, sehingga visus terganggu.
m) Robekan sklera (9)
2.5. Diagnosis
Diagnosis trauma okuli dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis, pemerksaan fisis
dan pemeriksaan penunjang jika tersedia. Pada anamnesis informasi yang di peroleh dapat
berupa mekanisme dan onset terjadinya trauma., bahan penyebab truma dan pekrjaan untuk
mengetahui objek penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman
penglihatan sebelum dan segera sesudah cedera. Harus di catat apakah gangguan penglihatan
bersifat prograsif lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing
intraokuler apabila terdapat riwayat me-malu, mengasah atau kedakan. Cedera pada anak
dengan riwayat yang tidak sesuai dengan cedera yang diderita, harus di curigai akan adanya
penganiayaan anak. Riwayat kejadian harus diarah secara khusus pada detail terjadinya
trauma, riwayat pembedahan okuler sebelumnya, riwayat penyakit, pengobatan sebelumnnya
dan elergi.(3)
Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau
saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi
secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya benda asing apabila ada riwayat pemakaian palu,
pahat, ataupun ledakan, dan harus dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan. Pemakaian
palu dan pahat dapat melepaskan serpihan-serpihan logam yang akan menembus bola mata,
dan hanya meninggalkan petunjuk perdarahan subkonjungtiva yang mengindikasikan adanya
penetrasi sklera dan benda asing yang tertingal. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur
merupakan gambaran umum trauma, namun gejala ringan dapat menyamarkan benda asing
(4)
intraokular yang berpotensi membutakan.
Pemeriksaan struktur eksternal mata termasuk didalamnya palpasi, inspeksi dengan
penlight, pemeriksaan kelopak mata, pewarnaan dengan fluoresensi, dan anestesi topikal.
Palpasi rima orbita harus dilakukan bila dicurigai terjadi cedera tumpul atau fraktur. Penlight
digunakan untuk memeriksa mata akan adanya tanda-tanda perforasi, seperti dangkalnya
kamera anterior atau prolaps uvea. Hifema dapat timbul tanpa perforasi dan, pada
kenyataanya, sering ada pada trauma tumpul. Pemeriksaan kelopak mata (retraksi dan eversi
kelopak mata atas dan bawah) akan membantu inspeksi benda asing atau luka bakar kimiawi.
Apabila pasien merasakan adanya benda asing atau bila ada riwayat trauma tumpul dan
trauma tajam, dapat dilakukan pemeriksaan dengan fluoresensi, dengan memberi pewarnaan
pada kornea untuk mengidentifikasi adanya defek epitel kornea.(4)
Bagian anterior mata harus diperiksa dengan memakai lup atau slit lamp yang
bertujuan untuk mengetahui lokasi luka atau celah tembus. Pemeriksaan oftalmoskopi direk
dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri
untuk mengatahui tekanan intraokular, dimana trauma yang menyebabkan rupture bola mata
(10)
dapat menyebabkan tekanan intraokular yang menurun.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara hati-hati dan manipulasi sedapat mungkin
diminimalisir. Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan. Apabila gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi cahaya,
diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil eferan. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit
perorbita dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada
pemeriksaan kornea dan konjungtiva bila luka tidak menyebabkan rupture bola mata, maka
dilakukan eversi kelopak mata untuk mengetahui lokasi benda tersebut sejelas-jelasnya.
Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran bentuk dan reaksi terhadap
cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk memastikan apakah
terdapat defek pupil di mata yang cedera. Bila dalam inspeksi terlihat rupture bola mata atau
adanya kecenderungan rupture bola mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata
dilindungi dengan pelindung tanpa bebat, kemudian dirujuk ke spesialis mata. Dokumentasi
foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua kasus trauma eksternal.(4,8)
Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di segmen
anterior bola mata. Tes fluoresisn dapat digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera
kelihatan dengan jelas. Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mnegetahui tekanan
bola mata. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting untuk
dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda asing yang masuk
cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari
mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anestesi pada mata yang akan di periksa,
kemusian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter
kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada
pengeluaran cairan mata.(4)
CT-Scan merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengetahui benda asing intraokular.
X-Ray dapat dilakukan apabila CT-Scan tidak memungkinkan. MRI tidak direkomendasikan
untuk pemeriksaan benda asing jenis metal, karena medan magnet yang diproduksi saat
pemeriksaan dilakukan dapat menyebabkan benda asing menjadi proyektil berkecepatan
tinggi dan menyebabkan kerusakan okular. Ultrasound biomikroskop juga bermanfaat dalam
menentukan lokasi dari benda asing intraokular. Electroretinography (ERG) berguna untuk
mengetahui ada tidaknya degenarasi pada retina dan sering digunakan pada pasien yang tidak
berkomunikasi dengan pemeriksa.(4,8)
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun
jenis trauma itu sendiri.