Anda di halaman 1dari 10

e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TALKING


STICK BERBANTUAN MEDIA GAMBAR TERHADAP HASIL
BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD GUGUS 4 BATURITI

Ni Putu Lisdayanti1, I Kt. Ardana2, I. B.Gd. Suryaabadi3


1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail : putulisdayanti@yahoo.com1, ketut_ardana55@yahoo.com2,


suryaabadi31@yahoo.co.id3

Abstrak

Tujuan penelitian eksperimen ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan
hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif talking stick
berbantuan media gambar dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional
pada siswa kelas V SD Gugus 4 Baturiti. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen
semu dengan rancangan eksperimen Nonequivalent Control Group Design. Populasi
penelitian adalah siswa kelas V SD Gugus 4 Baturiti yang terdiri dari 6 SD yang
berjumlah 157 siswa. Sampel diambil dengan teknik random sampling. Data yang
dikumpulkan adalah nilai kognitif siswa. Nilai kognitif yang dikumpulkan menggunakan
tes dalam bentuk pilihan ganda biasa. Data dianalisis dengan uji-t. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif talking stick berbantuan media gambar
dengan siswa yang melaksanakan pembelajaran menggunakan pembelajaran
konvensional, untuk taraf signifikansi 5% dengan dk=61, thitung > ttabel yang artinya Ha
diterima (thitung = 3,714 ; ttabel = 2,000), artinya nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa kelas
V yang dibelajarkan dengan model kooperatif talking stick berbantuan media gambar
lebih tinggi dari siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional
(78,16>73,90). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif talking stick berbantuan media gambar berpengaruh positif dan
signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus 4 Baturiti di Kabupaten
Tabanan tahun pelajaran 2013/2014.

Kata kunci: Talking Stick, Hasil belajar IPA

Abstract
The purpose of this experiment research was to know the significant differenceof results
science learning between students that followed learning the talking stick cooperative
model by assist media image with students who took learning conventional at the fifth
grade students of SD Clusser 4 Baturiti. This research is a quasi experimental research
(quasi experimental ) with the experimental design Nonequivalent Control Group Design.
The research population were the fifth grade student of SD Clusser 4 Baturiti consisted of
the 6 primary school amount 157 students. Samples were taken by a random sampling
technique. The data collected were cognitive scores of student. Cognitive scores that
were collected using a multiple choice test in forming of general. Data were analyzed
using t-test. Research results showed that there were the significant differences at
student results of learning science who used learning the talking stick cooperative model
by assist media image with students who carried out learning conventional for
significance level 5% with dk= 61. tvalue > ttable that means Ha accepted ( tvalue = 3.714 ; ttable
= 2.000), meaning that the average scores of student science results of the fifth who
learned with the talking stick cooperative model by assist media images is higher than
students who learned by learning conventional (78.16 > 73.90). Thus, could be
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

concluded that aplications of the talking stick cooperatif model by assist media images
effects significant and positive toward Science learning results of the fifth grade student
of SD Clusser 4 Baturiti Tabanan regency at term year 2013/2014.

Key words: Talking Stick, Science learning results

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang yang ikut berperan dalam pembentukan
sangat penting bagi kehidupan manusia. sumber daya manusia yang berkualitas.
Dengan pendidikan manusia dapat Banyak faktor yang menjadi penyebab
memperoleh berbagai pengetahuan dan rendahnya hasil belajar siswa antara lain
dapat mengembangkan kemampuan yang lemahnya pengetahuan guru tentang
dapat dimilikinya untuk dapat diterapkan di strategi dan model pembelajaran serta
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena pemanfaatan media yang kurang dalam
itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan proses pembelajaran.
perlu ditingkatkan terutama pada tingkat Guru tidak semata – mata sebagai
sekolah dasar, karena pada tingkat sekolah pengajar tetapi juga sebagai pendidik yang
dasar siswa mulai menerima berbagai memberikan pengarahan dan menuntun
pengetahuan yang dapat diterapkan dalam siswa dalam belajar. Belajar adalah suatu
kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan proses psikologis yang menyebabkan
keluarga maupun lingkungan masyarakat. perubahan prilaku peserta didik. Proses
Sekolah dasar merupakan jenjang belajar yang terjadi pada peserta didik
pendidikan yang paling dasar dalam selain dipengaruhi oleh faktor internal juga
pendidikan formal. Di dalam pendidikan dipengaruhi oleh faktor eksternal. Menurut
sekolah dasar, siswa mulai mempelajari wahyudin (2006.3.33) mengatakan bahwa
dan memahami apa saja yang terjadi di “belajar harus memiliki makna bagi peserta
dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan didik”. Itulah sebabnya belajar merupakan
dengan materi yang telah diajarkan di suatu hal yang sangat penting agar peserta
sekolah dasar. Pengelolaan pembelajaran didik bisa lebih kreatif dan bisa melakukan
yang berkualitas sangat menentukan evaluasi serta kritik diri. Agar pembelajaran
keberhasilan proses belajar mengajar. berlangsung efektif maka diperlukan
Maka dari itu setiap kegiatan pendidikan peranan seorang guru dalam proses
diarahkan kepada tercapainya pribadi – pembelajaran. Sehubungan dengan
pribadi yang berkembang secara optimal fungsinya sebagai pengajar, pendidik dan
sesuai dengan potensi masing – masing pembimbing, maka diperlukan berbagai
peserta didik. peran dalam diri guru. Guru dituntut untuk
Sebagai suatu proses psikologis, mampu menyajikan materi pelajaran
pendidikan tidak dapat dipisahkan dari dengan optimal.
kegiatan belajar mengajar. Dengan Guru dengan sadar merencanakan
demikian “pendidikan adalah proses kegiatan pembelajarannya secara
interaksi pendidik dan peserta didik yang sistematis dan berpedoman pada
memiliki tujuan tertentu” (Wahyudin, seperangkat aturan dan rencana tentang
2006:2.39). Salah satu tujuan pendidikan pendidikan yang dikemas dalam bentuk
adalah menyiapkan individu untuk dapat kurikulum. Menurut Undang-undang Sistem
beradaptasi atau menyesuaikan diri untuk Pengajaran Nasional No 20 tahun 2003,
memenuhi tuntutan – tuntutan sesuai “Kurikulum adalah seperangkat rencana
wilayah tertentu yang senantiasa berubah. dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
Meningkatkan kualitas pendidikan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
merupakan tanggung jawab semua pihak sebagai pedoman penyelenggaraan
yang terlibat di dalam pendidikan. Salah kegiatan pembelajaran untuk mencapai
satu pemegang peranan penting dalam tujuan pendidikan tertentu”. Ditegaskan
meningkatkan kualitas pendidikan adalah lebih lanjut bahwa kurikulum pendidikan
guru. Guru adalah salah satu komponen dasar wajib memuat berbagai mata
manusiawi dalam proses pembelajaran, pelajaran salah satunya adalah Ilmu
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu siswa. Adapun Nilai rata-rata ulangan IPA
Pengetahuan Alam ( IPA) merupakan mata Siswa kelas V di SD Gugus 4 Baturiti yaitu
pelajaran yang menanamkan dan SD N 2 Angseri nilai rata-rata 67, SD N 3
mengembangkan pengetahuan, Angseri nilai rata-rata 68, SD N 4 Angseri
keterampilan , sikap dan nilai ilmiah pada nilai rata-rata 65, SD N 1 Apuan nilai rata-
siswa. Pendidikan IPA merupakan cara rata 62,3, SD N 2 Apuan nilai rata-rata 63,4
yang digunakan untuk mengetahui alam dan SD N 3 Apuan nilai rata-rata 60,2.
semesta secara sistematis, sehingga IPA untuk mengatasi persoalan tersebut maka
bukan hanya penguasaan kumpulan dilakukan penelitian sebagai solusi untuk
pengetahuan yang berupa fakta – fakta, memecahkan permasalahan tersebut.
konsep – konsep atau prinsip – prinsip saja Untuk meningkatkan hasil belajar
tetapi juga merupakan proses penemuan siswa perlu diciptakan situasi pembelajaran
(Depdiknas,2006:2). IPA adalah ilmu yang menyenangkan dan merangsang
pengetahuan tentang alam atau yang siswa untuk aktif dalam proses
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi pembelajaran. Selain itu juga perlu
di alam (Bundu, 2006). Pada hakikatnya, dilakukan perubahan strategi pembelajaran
IPA mengandung tiga dimensi utama, yaitu dengan mencoba menerapkan suatu model
dimensi produk, proses, dan sikap ilmiah pembelajaran yang dapat meningkatkan
(Bundu, 2006). hasil belajar siswa. “Hasil belajar tampak
Dimensi produk IPA berupa fakta, dengan terjadinya perubahan tingkah laku
konsep, prinsip, hukum, dan teori IPA. pada diri siswa yang dapat diamati dan di
Dimensi proses sangat penting dalam ukur dalam bentuk perubahan pengetahuan
menunjang proses perkembangan peserta yaitu sikap dan keterampilan”
didik, anak tidak hanya memperoleh (Hamalik,2010:55). Ada banyak model
pengetahuan tetapi juga memperoleh pembelajaran yang dapat memudahkan
kemampuan untuk menggali sendiri guru melaksanakan tugas utama sebagai
pengetahuan itu dari alam bebas. Melalui tenaga pengajar. Salah satu model
dimensi proses IPA akan dapat pembelajaran yang dapat digunakan guru
mengembangkan sikap ilmiah. Oleh sebab dalam proses pembelajaran IPA adalah
itu dalam pembelajaran IPA bukan hanya model pembelajaran kooperatif talking stick.
menyediakan peluang kepada siswa untuk Menurut Suyatno (2011:15) menyatakan
belajar fakta dan teori saja, tetapi bahwa “model pembelajaran kooperatif
diharapkan agar lebih mengembangkan adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
kebiasaan dan sikap ilmiah siswa. Namun berkelompok untuk bekerjasama saling
dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar membantu mengkontruksi konsep,
dianggap membosankan oleh sebagian menyelesaikan persoalan atau inquiri”.
siswa. Dari hasil observasi yang dilakukan Menurut Nur (2005:1) menyatakan
di SD Gugus 4 Baturiti di Kabupaten bahwa model pembelajaran kooperatif
Tabanan kecenderungan guru masih (cooperative learning) merupakan “ teknik-
menggunakan metode ceramah dan teknik kelas praktis yang dapat digunakan
penugasan serta guru kurang guru setiap hari untuk membantu siswa
menggunakan model yang inovatif dalam belajar setiap mata pelajaran, mulai dari
proses pembelajaran IPA. Hal ini dilakukan keterampilan dasar sampai memecahkan
karena guru kurang memahami masalah yang kompleks”. “Pembelajaran
pembelajaran yang inovatif sehingga kooperatif bukanlah sesuatu yang baru.
proses pembelajaran tidak menyenangkan Dalam kelompok – kelompok yang terdiri
dan tidak berlagsung sesuai harapan. Hal dari 4 atau 5 orang untuk bekerja sama
ini dapat dilihat dari nilai rata – rata IPA dalam menguasai materi yang diberikan
siswa yang masih di bawah kriteria guru” (Trianto, 2011:56). Setiap kelompok
ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70. memiliki tanggung jawab yang sama untuk
Persoalannya bukan hanya karena keberhasilan kelompoknya. Pembelajaran
kemampuan siswa yang rendah namun kooperatif bernaung dalam teori
perlu dikaji hal apa yang paling mendasar kontruktivis. Di dalam kelas kooperatif
dalam pengaruh rendahnya hasil belajar siswa belajar bersama dalam kelompok-
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 penelitian ini, dalam proses belajar
orang siswa yang sederajat tetapi mengajar di kelas berorientasi pada
heterogen, kemampuan, jenis kelamin, terciptanya kondisi belajar melalui
suku/ras, dan satu sama lain saling permainan tongkat yang diberikan dari satu
membantu. Tujuan dibentuknya kelompok siswa ke siswa lainnya pada saat guru
tersebut adalah untuk memberikan selesai menjelaskan materi dan selanjutnya
kesempatan kepada semua siswa untuk guru mengajukan pertanyaan, siswa yang
dapat terlibat secara aktif dalam proses memegang tongkat itulah yang memperoleh
berpikir dan kegiatan belajar. Menurut kesempatan untuk menjawab pertanyaan
Trianto (2011:57) menyatakan bahwa “ tersebut. Hal ini dilakukan hingga semua
manfaat penerapan belajar kooperatif siswa berkesempatan menjawab
adalah dapat mengurangi kesenjangan pertanyaan yang diajukan guru.
pendidikan khususnya dalam wujud input Adapun sintaks dari model
pada level individual”. Ada unsur-unsur pembelajaran Talking Stick menurut
dasar pembelajaran kooperatif yang Suyatno (2009:71) yaitu (1) menyajikan
membedakannya dengan pembagian informasi materi secara umum, (2)
kelompok biasa, dimana dalam membentuk kelompok, (3) pemanggilan
pembelajaran kooperatif kelompok tersebut ketua dan diberi tugas membahas materi
bersifat heterogen sehingga interaksi tertentu di kelompok, (4) bekerja kelompok,
kerjasama yang terjadi merupakan (5) tiap kelompok menuliskan pertanyaan
akumulasi dari berbagai karakteristik siswa dan diberikan kepada kelompok lain, (6)
yang berbeda sehingga dapat kelompok lain menjawab secara bergantian,
mengembangkan kemampuan dan melatih (7) menyimpulkan materi yang telah
keterampilan dirinya sendiri dalam suasana dipelajari, dan (8) refleksi serta evaluasi
belajar yang terbuka dan demokratis. yang dilakukan di akhir kegiatan
Pelaksanaan prosedur model pembelajaran pembelajaran. Menurut Ramadan (2010)
kooperatif dengan benar akan menyatakan bahwa terdapat beberapa
memungkinkan guru mengelola kelas lebih kelebihan dan kelemahan model
efektif. Model pembelajaran kooperatif akan pembelajaran Talking Stick. Kelebihan
dapat menumbuhkan pembelajaran efektif model Talking Stick yaitu menguji kesiapan
yaitu pembelajaran yang bercirikan siswa, melatih siswa memahami materi
memudahkan siswa belajar sesuatu yang dengan cepat, agar siswa lebih giat belajar
bermanfaat seperti fakta, keterampilan, (belajar dahulu sebelum pelajaran di mulai),
nilai, konsep, dan pengetahuan (Suprijono, mengajarkan mengeluarkan pendapat
2009:58) sendiri, agar siswa berpikir sendiri apa
Model pembelajaran talking stick jawaban dari pertanyaan tersebut,
merupakan “model pembelajaran yang mengasah pengetahuan dan pengalaman
menggunakan alat bantu tongkat dalam siswa sedangkan kelemahan model
proses pembelajaran untuk mencapai pembelajaran ini adalah membuat siswa
tujuan pembelajaran yang diinginkan” tegang karena takut pertanyaan yang
(Ramadhan, 2010). Model pembelajaran harus dijawab, membuat siswa senam
Talking Stick (tongkat berbicara) jantung, membuat siswa ragu-ragu dan
merupakan suatu metode yang pada gugup, jika siswa tidak memahami siswa
mulanya digunakan oleh penduduk asli tidak akan bisa menjawab pertanyaan, dan
Amerika untuk mengajak semua orang waktu yang digunakan cukup lama.
berbicara atau menyampaikan pendapat Sebagai guru perlu memahami
dalam suatu forum (pertemuan antar suku), tentang strategi dan media pembelajaran
sebagaimana dikemukakan Carol Locust yang efektif yang dapat membantu siswa
(dalam Widyatun, 2012). “model agar dapat belajar secara optimal dan
pembelajaran talking stick adalah model mampu meningkatkan keaktifan siswa
pembelajaran yag digunakan guru dalam dalam proses belajar. Untuk itu diperlukan
mencapai tujuan pembelajaran yang alat bantu berupa media. Sadiman (dalam
diinginkan” (Ode, 2010). Talking stick Tegeh,2008:204) mengemukakan bahwa
sebagaimana dimaksudkan dalam “kata media berasal dari bahasa latin dan
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

merupakan bentuk jamak dari diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah
kata”medium”, yang secara harafiah berarti untuk mengetahui perbedaan yng signifikan
“perantara atau pengantar”. Media adalah hasil belajar IPA antara siswa yang
perantara atau pengantar pesan dari mengikuti model pembelajaran kooperatif
pengirim ke penerima pesan” talking stick berbantuan media gambar
“Media pembelajaran adalah dengan siswa yang mengikuti model
seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai pembelajaran konvensional pada siswa
untuk tujuan pendidikan” Rossi dan Breidle kelas V SD Gugus 4 Baturiti di Kabupaten
(dalam Sanjaya, 2008:204). Lebih lanjut, Tabanan tahun pelajaran 2013/2014.
Ibrahim, dkk (dalam Tegeh,2008:6)
menjelaskan bahwa “ media pembelajaran METODE
adalah segala sesuatu yang dapat Pada dasarnya penelitian ini bertujuan
digunakan untuk menyalurkan pesan untuk mengetahui pengaruh model
(bahan pembelajaran) sehingga dapat pembelajaran kooperatif talking stick
merangsang perhatian, minat, pikiran dan berbantuan media gambar terhadap hasil
perasaan pebelajar (siswa) dalam kegiatan belajar IPA siswa kelas V SD Gugus 4
belajar untuk mencapai tujuan Baturiti di Kabupaten Tabanan tahun
pembelajaran tertentu”. Salah satu media pelajaran 2013/2014, dengan memanipulasi
pembelajaran adalah media gambar. variabel bebas yaitu model pembelajaran
Menurut Sadiman (2006:29) menyatakan kooperatif talking stick berbantuan media
“media gambar adalah bahasa yang umum gambar dan variabel terikat yaitu hasil
yang dapat dimengerti dan dinikmati belajar IPA yang tidak dapat dikontrol
dimana – mana”. Oleh karena itu pepatah secara ketat sehingga jenis penelitian yang
cina mengatakan bahwa sebuah gambar digunakan dalam penelitian ini adalah
berbicara lebih banyak daripada seribuu penelitian eksperimen semu (quasy
kata. Menurut Puspandi (2009) eksperimen). Rancangan penelitian yang
menjelaskan bahwa media gambar adalah digunakan adalah Nonequivalent Control
peniruan dari benda-benda dan Group Design. Variabel penelitan terdiri dari
pemandangan dalam hal bentuk, rupa serta variabel bebas yaitu model pembelajaran
ukurannya yang relative terhadap Kooperatif talking stick berbantuan media
lingkungannya sehinggan dapat dimengerti gambar yang dikenakan pada kelompok
dan dinikmati dimana-maa. eksperimen dan pembelajaran
Media belajar yang tepat akan konvensional yang dikenakan pada
membuat siswa lebih termotivasi dan lebih kelompok kontrol dan variabel terikat yaitu
aktif dalam proses pembelajaran. Menurut hasil belajar IPA. Populasi yang digunakan
Sadiman (2006:29) media gambar memiliki dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelebihan. Adapun kelebihan dari media kelas V SD Gugus 4 Baturiti di Kabupaten
gambar yaitu (1) sifatnya konkret ; Tabanan tahun pelajaran 2013/2014 yang
gambar/foto lebih realitas menunjukkan terdiri dari 6 SD yaitu SD N 2 Angseri, SD N
pokok masalah dibandingkan dengan 3 Angseri, SD N 4 Angseri, SD N 1 Apuan,
media verbal semata. (2) gambar dapat SD N 2 Apuan dan SD N 3 Apuan dan berju
mengatasi batasan ruang dan waktu ; tidak berjumlah 157 orang siswa. Pengambilan
semua benda, objek atau peristiwa dapat sampel pada penelitian ini dilakukan
dibawa ke kelas, dan tidak selalu bisa anak- dengan cara teknik random sampling.
anak dibawa ke objek/peristiwa tersebut, Untuk mendapatkan sampel dilakukan
gambar/foto dapat mengatasi hal tersebut. random pada populasi sehingga diperoleh
(3) gambar dapat mengatasi keterbatasan sampel yaitu kelas V SD N 3 Angseri dan
pengamatan kita. (4) gambar dapat kelas V SD N 2 Angseri. Selanjutnya untuk
memperjelas suatu masalah, dalam bidang menentukan kelompok eksperimen dan
apa saja sehingga dapat mencegah atau kelompok kontrol dilakukan random dengan
membetulkan kesalahpahaman. (5) teknik undian. Berdasarkan teknik random
gambar harganya murah dan gampang sampling yang telah dilakukan, kelas V SD
didapat serta dignakan, tanpa memerlukan N 3 Angseri yang berjumlah 32 orang siswa
peralatan khusus. Berdasarkan uraian sebagai kelompok eksperimen dan kelas V
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

SD N 2 Angseri yang berjumlah 31 orang dengan varian sebesar 19,87 dan standar
siswa sebagai kelompok kontrol deviasi 4,46. Sedangkan rata-rata nilai akhir
Data yang dikumpulkan dalam hasil belajar IPA dalam pembelajaran IPA
penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa. dari hasil nilai post test, untuk kelompok
Pengumpulan data menggunakan tes kontrol melalui pembelajaran konvensional
objektif dengan pilihan ganda biasa. Tes adalah 73,90 dengan varian sebesar 21,90
pilihan ganda meliputi 4 pilihan jawaban (a, dan standar deviasi 4,68. Dari data tersebut
b, c atau d) yang berjumlah 50 butir soal menunjukkan bahwa kelompok eksperimen
sebelum di uji. Setiap item jawaban yang melalui model pembelajaran kooperatif
benar akan diberi nilai atau skor 1, dan bila talking stick berbantuan media gambar
salah diberi skor 0. Skor setiap jawaban memiliki rata-rata yang lebih tinggi dari
kemudian dijumlahkan, dan jumlah tersebut pada kelompok kontrol dengan
merupakan skor variabel. Rentangan skor pembelajaran konvensional. Sebelum
tersebut adalah 0-100. Skor nol (0) dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu
merupakan skor minimal ideal dan skor dilakukan uji prasyarat. Uji prasyarat
seratus (100) merupakan skor maksimal. tersebut diantaranya uji normalitas dan uji
Dari 50 soal pilihan ganda yang diuji homogenitas varians.
cobakan hanya 32 soal yang memenuhi Uji normalitas data dilakukan pada
validitas butir secara empirik. Dari 32 soal dua kelompok, meliputi data kelompok
yang dinyatakan valid maka diperoleh eksperimen melalui model pembelajaran
r11 =0,88 >0,70, artinya bahwa soal tes kooperatif talking stick berbantuan media
pilihan ganda pada penelitian ini tergolong gambar dan data kelompok kontrol dengan
reliabel dengan kriteria derajat reliabilitas pembelajaran konvensional. Uji ini
sangat tinggi. Dari analisis uji daya beda dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat 2 soal dengan kriteria sangat baik, sebaran frekuensi skor pada setiap variabel
terdapat 25 butir soal dengan kriteria baik, 5 berdistribusi normal atau tidak.Uji
butir soal dengan kriteria cukup baik, dan normalitas dianalisis dengan chi-khuadrat.
(  ) pada taraf signifikansi 5% dan derajat
2
tidak terdapat soal dengan kriteria kurang
baik. Dari analisis tingkat kesukaran Sesuai kebebasan (dk)=(k-1). Berdasarkan nilai
klasifikasi di atas dan analisis yang
 tabel
2
pada taraf signifikan 5% (α=0,95) dan
dilakukan terdapat 4 butir soal yang
termasuk dalam kriteria sukar, 16 butir soal derajat kebebasan (db)=5
diperoleh  tabel =  (0,95,5)=11,07,sedangkan
2 2
yang termasuk dalam kriteria sedang, dan
12 butir soal yang termasuk dalam kriteria
mudah.
 hitung
2
dari tabel kerja diperoleh
Data tentang nilai akhir hasil belajar  hitung
2
=7,65, sehingga  tabel
2
>  hitung maka
2

IPA merupakan nilai post test. Uji prasyarat


H0 diterima (gagal ditolak). Ini berarti
data yang digunakan adalah uji normalitas
sebaran data nilai hasil belajar IPA kelas V
sebaran data dengan analisis chi-khuadrat,
SD N 3 Angseri (kelompok eksperimen)
uji homogenitas varian menggunakan uji-F,
berdistribusi normal. Sedangkan
dan uji hipotesis menggunakan uji beda
mean (Uji-t) polled varians. Dalam proses berdasarkan nilai  tabel
2
pada taraf signifikan
analisis data menggunakan bantuan 5% (α=0,95) dan derajat kebebasan (db)=5
program pengolah angka Microsoft Office diperoleh  tabel =  (0,95,5)=11,07, sedangkan
2 2

Excel 2007.
 hitung
2
dari tabel kerja diperoleh
HASIL DAN PEMBAHASAN  hitung
2
=3,79, sehingga  tabel
2
>  hitung maka
2
Hasil setelah perhitungan diperoleh
rata-rata nilai akhir hasil belajar IPA dalam H0 diterima (gagal ditolak). Ini berarti
pembelajaran IPA dari hasil nilai post test, sebaran data nilai hasil belajar IPA kelas V
untuk kelompok eksperimen melalui model SD N 2 Angseri (kelompok kontrol)
pembelajaran kooperatif talking stick berdistribusi normal.
berbantuan media gambar adalah 78,16
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

Uji homogenitas varians dimaksudkan dilakukan pada taraf signifikan 5% dengan


untuk meyakinkan bahwa perbedaan yang derajat kebebasan untuk pembilang n1–1
diperoleh uji-t benar-benar berasal dari (32-1=31) dan derajat kebebasan untuk
perbedaan antar kelompok, bukan penyebut n2–1 (31-1=30). hasil uji
disebabkan oleh perbedaan didalam homogenitas varians menunjukkan hasil
kelompok. ini dilakukan berdasarkan data bahwa Fhitung<Ftabel. Yaitu Fhitung sebesar
hasil belajar IPA dalam pembelajaran IPA 1,10 dan Ftabel sebesar 1,84. Ini berarti
yang terdiri dari data kelompok eksperimen bahwa varians data nilai akhir kelompok
(model pembelajaran kooperatif talking stick eksperimen dan data nilai akhir kelompok
berbantuan media gambar) dan data kontrol adalah homogen.
kelompok kontrol (pembelajaran Uji statistik yang digunakan dalam
konvensional). Jumlah siswa kelompok penelitian ini adalah uji beda mean (uji-t)
eksperimen adalah 32 orang siswa dan polled varians dengan kriteria pengujian
jumlah siswa kelompok kontrol adalah 31 adalah Ho ditolak jika t hitung  t (1 ) ,
orang siswa.uji homogenitas varians
menggunakan uji-F. Kriteria pengujian dimana t (1 ) didapat dari tabel distribusi t
untuk mengetahui data yang mempunyai pada taraf signifikan (  ) 5% dengan
varians yang homogen yaitu, jika derajat kebebasan dk = (n1 + n2 - 2) dan Ha
Fhitung  F ( n1 1, n2 1) maka sampel tidak ditolak jika t hitung  t (1 ) . Hasil Uji
homogen dan jika Fhitung  F ( n1 1, n2 1)
Hipotesis disajikan pada Tabel 1.
maka sampel homogen. Pengujian

Tabel 1. Tabel Uji Hipotesis

Sampel Varians n dk thitung ttabel Simpulan


Kelompok 19,87 32
eksperimen
61 3,714 2,000 Ha=diterima
Kelompok kontrol 21,90 31

Berdasarkan Tabel 1, diperoleh Berdasarkan hasil analisis data telah


thitung sebesar 3,714. Dengan menggunakan terbukti terdapat perbedaan hasil belajar
taraf signifikansi 5% dan dk=61 diperoleh IPA antara siswa yang mengikuti model
batas penolakan hipotesis nol sebesar pembelajaran kooperatif talking stick
2,000. Berarti thitung lebih besar dari pada berbantuan media gambar dengan siswa
ttabel yaitu 3,714>2,000. Dengan hasil yang mengikuti pembelajaran konvensional.
tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho yang Model pembelajaran kooperatif talking stick
menyatakan ”Tidak terdapat perbedaan berbantuan media gambar dan
yang signifikan hasil belajar IPA antara pembelajaran konvensional yang
siswa yang mengikuti model pembelajaran diterapkan dalam penelitian ini
kooperatif talking stick berbantuan media menunjukkan adanya perbedaan rata-rata
gambar dengan siswa yang mengikuti hasil belajar IPA siswa. Untuk kelompok
pembelajaran konvensional pada siswa eksperimen 78,16 dan untuk kelompok
kelas V SD Gugus 4 Baturiti di Kabupaten kontrol 73,90. Berdasarkan uji hipotesis
Tabanan”, ditolak dan Ha yang menyatakan yang ditunjukkan tabel 1 terlihat thitung > ttabel
”Terdapat perbedaan yang signifikan hasil yaitu thitung 3,714 >ttabel 2,000, pada taraf
belajar IPA antara siswa yang mengikuti signifikansi 5% dengan dk = 61, ini berarti
model pembelajaran kooperatif talking stick terdapat perbedaan yang signifikan hasil
berbantuan media gambar dengan siswa belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan
yang mengikuti pembelajaran konvensional model pembelajaran kooperatif talking stick
pada siswa kelas V SD Gugus 4 Baturiti di berbantuan media gambar dengan siswa
Kabupaten Tabanan”, diterima. yang dibelajarkan dengan pembelajaran
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

konvensional pada materi fungsi organ Dimana sebelum siswa mendapat pelajaran
tubuh manusia dan hewan. siswa harus memahami materi apa yang
Dalam pembelajaran IPA pembelajaran akan diajarkan di dalam proses
kooperatif talking stick berbantuan media pembelajaran sehingga siswa akan belajar
gambar secara keseluruhan lebih baik terlebih dahulu sebelum mendapat
dibandingkan pembelajaran konvensional. pembelajaran tersebut.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Hal tersebut didukung oleh beberapa
pembelajaran talking stick merupakan penelitian seperti penelitian Gede Suardita
pembelajaran yang inovatif dan kooperatif (2011) mengenai Penerapan Model
dimana menggunakan sebuah tongkat Pembelajaran Talking Stick untuk
sebagai alat bantu pembelajaran yang bisa Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar IPA
membuat siswa lebih aktif dalam proses Siswa Kelas V Semester 2 SD N Munduk
pembelajaran dimana siswa lebih berani Bestala Kecamatan Seririt Kabupaten
mengungkapkan pendapatnya sendiri. Buleleng Tahun Pelajaran 2010/2011. Hal
Kegiatan pembelajaran talking stick ini terbukti dari peningkatan persentase
yaitu guru menyiapkan sebuah tongkat rata-rata hasil belajar yang mengalami
yang dijadikan sebagai alat untuk peningkatan hasil belajar mencapai 80%.
menentukan giliran siswa yang menjawab Dan penelitian yang dilakukan oleh Sari
pertanyaan, selanjutnya guru menyajikan Riana Kusuma (2012) Meningkatkan Hasil
materi pokok secara singkat agar siswa Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran IPA
mengetahui secara umum materi yang Melalui Model Pembelajaran Talking Stick
dipelajari, guru membentuk siswa menjadi pada Siswa Kelas IV SD Newung I
beberapa kelompok, selanjutnya guru Kecamatan Sukodono Hal ini terbukti dari
memanggil ketua dari masing-masing peningkatan persentase rata-rata hasil
kelompok untuk mengambil materi yang belajar yang mengalami peningkatan hasil
akan dibahas, masing- masing anggota belajar mencapai 80%.
kelompok membahas materi yang telah
diberikan guru. Selanjutnya guru PENUTUP
menugaskan masing-masing anggota Berdasarkan hasil analisis uji-t
kelompok untuk membuat pertanyaan diperoleh thit = 3,714 sedangkan ttab = 2,000
sesuai dengan materi yang dibahas. dan M1 = 78,16 sedangkan M2 = 73,90.
Pertanyaan dari masing-masing kelompok Berarti dalam penelitian ini menunjukkan
dikumpulkan kemudian guru memberikan terdapat perbedaan yang signifikan hasil
tongkat yang dijadikan aalat sebagai belajar IPA antara siswa yang mengikuti
penentu siswa yang mendapat giliran model pembelajaraan kooperatif talking
menjawab pertanyaan. Sambil menyanyi stick berbantuan media gambar dengan
tongkat dijalankan dari satu siswa ke siswa siswa yang mengikuti pembelajaran
lainnya hingga lagu yang dinyanyikan konvensional pada siswa kelas V SD
selesai atau berhenti. Siswa yang Gugus 4 Baturiti di Kabupaten Tabanan.
mendapat giliran memegang tongkat harus Selain itu dilihat dari rata-ratanya bahwa
menjawab pertanyaan sampai semua siswa nilai hasil belajar IPA siswa yang mengikuti
mendapat giliran menjawab, setelah itu pembelajaran kooperatif talking stick
guru bersama siswa menyimpulkan materii berbantuan media gambar lebih baik yaitu
yang telah dipelajari. 78,16 dari pada hasil belajar IPA siswa
Pembelajaran IPA dengan yang mengikuti pembelajaran konvensional
pembelajaran talking stick memiliki yaitu 73,90. Hal ini berarti terdapat
kelebihan yaitu menguji kesiapan siswa, pengaruh penerapan model pembelajaran
melatih membaca pada siswa, melatih kooperatif talking stick berbantuan media
memahami materi dengan cepat, agar lebih gambar dengan siswa yang mengikuti
giat belajar dahulu, mengajarkan siswa pembelajaran konvensional terhadap hasil
dalam mengeluarkan pendapat sendiri, belajar IPA pada siswa kelas V SD Gugus 4
agar siswa berpikir sendiri apa jawaban dari Baturiti di Kabupaten Tabanan tahun
pertanyaan tersebut, dan mengasah pelajaran 2013/2014.
pengetahuan dan pengalaman siswa..
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

Adapun saran yang dapat Ode, Deden M. LA. 2010. Metode Talking
disampaikan setelah melaksanakan dan Stick dan Hasil Belajar IPA kelas IV
memperoleh hasil dari penelitian yaitu. SD. Tersedia pada
Bagi guru, dengan menggunakan
http://dedenbinlaode.blogspot.com/2
model pembelajaran kooperatif talking stick
berbantuan media gambar dalam 012/11metode-talking-stick-dan-
pembelajaran IPA yang dapat melibatkan hasil-belajar.html. (diakses tanggal
siswa secara aktif dalam proses 24 Desember 2012).
pembelajaran.
Bagi siswa, dengan mengikuti model Puspandi, Gede. 2009. Penerapan
pembelajaran kooperatif talking stick Konstruktivisme dengan Media
berbantuan media gambar dengan
Gambar Untuk Meningkatkan
sungguh-sungguh karena memberikan
manfaat yang baik terhadap hasil Keterampilan Berbicara Siswa
belajarnya. Kelas IV Semester 1 Tinga-Tinga.
Bagi sekolah, dengan menerapkan Skripsi (tidak diterbitkan).
pembelajaran yang inovatif salah satunya Singaraja: Universitas Pendidikan
model pembelajaran kooperatif talking stick Ganesha.
berbantuan media gambar akan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Ramadhan, Tarmizi. 2010. Metode Talking
Bagi peneliti, disarankan lebih
Stick. Tersedia pada http:// tarmizi
mengembangkan model pembelajaran
ramadhan.
kooperatif talking stick berbantuan media
wordpress.com/2010/02/15/talking-
gambar dengan materi-materi IPA yang lain
stick/. (diakses tgl 24 Desember
sebagai alternatif dalam memecahkan
2011).
permasalahan yang ditemukan dalam
kegiatan pembelajaran.
Sadiman, Arie. 2006. Media Pendidikan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Grasindo
DAFTAR RUJUKAN
Persada.
Bundu, Patta. 2006. Penilaian Keterampilan
Proses dan Sikap Ilmiah (Dalam
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan
Pembelajaran Sains Sekolah
Desain Sistem Pembelajaran.
Dasar). Jakarta: Depdiknas.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Standar
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative
Kompetensi Mata Pelajaran Sains.
Jakarta: Departemen Pendidikan Learning Teori dan Aplikasi Paikem.
Nasional. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Hamalik, Oemar. 2010. Kurikulum dan Suyatno, 2009. Menjelajah Pembelajaran


Pembelajaran. Jakarta: Inovatif. Sidoharjo: Masmedia
Bumi Aksara. Buana Pustaka.

Nur, Mohamad. 2005. Pembelajaran Suyatno, 2011. Menjelajah Pembelajaran


Kooperatif. Jakarta: Departemen Inovatif. Jakarta: Bumi Aksara.
Pendidikan Nasional Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Tegeh, I Made. 2008. Media Pembelajaran.
Menengah Lembaga Penjamin Mutu Singaraja: Undiksha.
Pendidikan (LPMP) Jawa Timur.
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

Trianto, 2011. Mendesain Model


Pembelajaran Inovatif-Progresif
Konsep, Landasan, dan
Implementasinya Pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Surayaba: Kencana.
Wahyudin, dkk. 2006. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: Universitas
Terbuka.

Widyatun, Diah. 2012. Model pembelajaran


talking stick. Tersedia pada
http://journalbidandiah.blogspot.com/2
012/04/model-pembelajaran-talking-
stick.html
(diakses tgl 12 oktober 2013).

Anda mungkin juga menyukai