Anda di halaman 1dari 7

Indonesia adalah sebuah negara hukum yang berbentuk kesatuan dengan pemerintahan berbentuk

republik dan sistem pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer. Indonesia tidak
menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan. Walaupun mayoritas
penduduknya beragama Islam, Sementara itu perpolitikan di Indonesia, yang Secara sekilas
mungkin kita sudah lelah membahas hal yang sangat sering terjadi dan diperdebatkan di
Indonesia. Namun beberapa hal cukup menarik untuk dikupas dan di diskusikan. Secara
harfiah politik merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan sebuah kepentingan.
Sebuah kepentingan politik yang akan saya kaitkan terhadap pemerintahan.

Dalam tatanan, Indonesia memiliki sebuah pemerintahan yang cukup baik dengan mengambil
teori Montesquieu "Trias Politika" untuk menciptakan adanya Cek and Balance. Agar tidak
terjadi sebuah ketimpangan di masa lampau yang membuat Indonesia menjadi kaku dan tidak
dapat menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya. Pemerintahan yang konstitusionalisme
dengan berlandaskan konstitusi sebagai sebuah hal yang di cita-citakan. Kini Indonesia juga
sangat mengerti dan mengenal akan apa itu demokrasi. Seperti apa yang di katakan oleh
Abraham Lincoln, bahwa demokrasi adalah pemerintahan yang dibangun dari, oleh, dan untuk
rakyat. Namun akan menjadi sebuah simalakama bila pemahaman terhadap demokrasi juga
terlewat batas. Maka dari itu, kepentingan politik itu muncul dalam pemikiran para penguasa.

Kepentingan politik sangat kental dengan beredarnya isu-isu terkini yang menurut saya
tidak perlu di cantumkan. Adanya sebuah kepentingan dan politik. Kepentingan merupakan
sebuah kebutuhan yang bersifat mendesak dalam sebuah kelompok atau perorangan. Sedangkan
politik dalam bahsa arab "Siyasah" yang saya artikan sebagai siasat yang dalam bahasa Inggris
disebut "Politics". Politik yang berati siasat dalam ini adalah diartikan cerdik, tentunya dalam
segala hal. Sehingga saya mengulangi pernyataan diatas sebagai adanya kepentingan dengan
politik.

Dalam hal ini politik muncul didasari oleh sebuah kepentingan yang mendasar, sehingga
munculah sebuah gagasan, ide, pemikiran, kebijakan, dan sebagainya. Namun harus lebih
memperhatikan tentang dari dan untuk siapa subyek dan objek kepentingan politik tersebut.
Dalam sejarah, Plato sendiri pada buku ketiganya yang berjudul "Nomoi" atau undang-undang,
sebagai buku penyempurna dari gagasan terdahulunya mengatakan bahwa penyelenggara
pemerintah yang baik adalah penguasa negara yang dipimpin oleh seoarang filsuf. Hal ini yang
dibenarkan kembali bahwa tidak ada manusia yang benar-benar sempurna tanpa ada kebutuhan
atau kepentingan yang dimilikinya secara pribadi. Sehingga dalam pemikiran selanjutnya
mengatakan, dalam sebuah negara untuk menjalankan pemerintahan yang adil dan bermartabat
harus diatur oleh sebuah hukum.
Penjelasan tentang kepentingan politik tidak hanya terdengar sebagai salah satu yang
tidak baik. Namun segala peraturan, kebijakan pemerintah, dan undang-undang merupakan
sebuah output yang dibuat dari kepentingan politik. Kepentingan politik berbeda dengan politik
kepentingan. Loh kenapa? Cuma dibalik kok beda? Iya memang kata-kata itu dibalik. Secara
sekilas dapat dipahami kepentingan politik merupakan sebuah kebutuhan yang dilakukan karena
memiliki berbagai kebutuhan yang harus segera terealisasikan oleh perorangan, badan, atau
organisasi. Sedangkan politik kepentingan, dalam pemilahan bahasa dapat diakatakan "berpolitik
kepentingan" berbeda dengan "kepentingan berpolitik",yang mengarah (hanya) pada satu
kepentingan yang digerakkan oleh kelompok kepentingan itu sendiri. Sebut saja Partai Politik,
salah satu contoh yang masuk dalam bagian kelompok kepentingan. Sebuah kelompok yang
bergerak dibawah payung konstitusi dan undang-undang. Partai politik dibuat dan dibentuk
sebagai penyalur aspirasi rakyat untuk mewujudkan masa depan yang adil dan bermartabat.
Maka dari itu, eksistensi sebuah partai politik dapat memegang peran sentral dalam perpolitikan
bangsa. Namun ideologi Pancasila yang mengusung "Bhineka Tunggal Ika" ternyat belum dapat
menyatukan ideologi politik bernegara yang baik. Sebuah ideologi yang dibangun untuk
mewujudkan kepentingan masyarakat, mencari simpati masyarakat, atau hanya untuk
kepentingan kelompok mereka sendiri.

Sebuah kepentingan politik yang di suarakan diatas podium, dengan segala bumbu visi
dan misi yang diperjuangkan secara kompetitif. Untuk mencari masa, demi simpati masyarakat
dalam mewujudkan cita-cita dan impian kelompok. Segala upaya diberikan mulai berupa materi
dan materil di obral demi keinginan baik dari berbagai golongan.

Membuat sebuah kontes politik untuk berlomba-lomba dalam membesarkan kelompok dari hasil
simpati masyarakat, demi mendapatkan kekuasaan. Munculah istilah serigala berbulu domba,
dengan mengobral janji tak berarti, memberi harapan yang tidak dibutuhkan, berakhir dengan
Kejahatan Kerah Putih (White Collar Crime).Semoga hal ini tidak terjadi di Indonesia, karena
Indonesia Harga Mati.

Korupsi adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang terjadi dimasyarakat.
Korupsi tersebut dianggap sebagai kejahatan. Karena mereka yang melakukan korupsi tidak
memikirkan di luar sana nasib orang-orang miskin dan mereka hanya mementingkan
kepentingan dan kepuasan tersendiri.
Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi

Faktor penyebab korupsi dibagi menjadi dua. Yaitu diantaranya faktor internal dan faktor
eksternal, yang masing-masing faktor tersebut memiliki beberapa poin-poin .

 faktor internal
Yang menjadi penyebab akibat terjadinya korupsi pada faktor internal adalah :
1) Sifat rakus atau tamak yang dimiliki oleh manusia.
2) Pada sifat rakus tersebut artinya manusia tidak mudah puas dengan apa yang
dimilikinya saat ini. Mereka cenderung merasa kurang dengan apa yang mereka
miliki dan hal tersebut akan mendorong manusia tersebut untuk melakukan
korupsi.
3) Gaya hidup yang konsumtif yaitu dalam segi kehidupan mereka sehari-hari
berlebihan, atau dapat disebut juga dengan gaya hidup yang boros. Gaya hidup
yang semacam ini akan mendorong mereka untuk melakukan korupsi karena
apabila dari penghasilan mereka tidak mencukupi untuk memenuhi gaya hidup
mereka yang boros.
4) Moral yang kurang kuat.
5) Faktor internal yang menyebabkan korupsi salah satunya yaitu akibat moral
manusia yang kurang kuat. Artinya moral yang mereka miliki sangat kurang dan
mereka lebih mementingkan kepentingan mereka sendiri.

 Faktor eksternal
Penyebab korupsi dari faktor eksternal antara lain:
1) Politik
2) Faktor politik mempengaruhi terjadinya korupsi karena pada dasarnya politik
sendiri berhubungan dengan kekuasaan. Artinya siapapun orang tersebut pasti
akan menggunakan berbagai cara, bahkan melakukan korupsi demi mendapatkan
kekuasaan tersebut. Faktor politik terbagi menjadi dua yaitu kekuasaan dan
stabilitas politik.
3) Hukum
4) Pada faktor hukum dapat dilihat dari sistem penegakan hukum yang hanya pro
pada pihak-pihak tertentu saja yang memiliki kepentingan untuk dirinya sendiri.
Faktor hukum juga dibagi menjadi dua yaitu konsistensi penegakan hukum dan
kepastian hukum.
5) Ekonomi
6) Faktor ekonomi juga salah satu faktor yang meyebabkan terjadinya korupsi. Hal
tersebut dapat dilihat dari apabila gaji atau pendapatan seseorang tersebut tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Faktor ekonomi
juga terbagi menjdai dua yaitu gaji atau pendapatan dan sistem ekonomi.
7) Organisasi
 Faktor organisasi memiliki beberapa aspek yang menyebabkan korupsi , diantaranya
yaitu :
1) Kultur atau budaya
2) Pimpinan
3) Akuntabilitas
4) Manajemen atau system

1. Perkembangan Praktik Pemberian Hadiah perkembangan praktik terkini pemberian


hadiah di Indonesia diungkapkan oleh Verhezen (2003), Harkristuti (2006) dan
Lukmantoro (2007). Verhezen dalam studinya mengungkapkan adanya perubahan
mekanisme pemberian hadiah pada masyarakat jawa modern yang menggunakan hal
tersebut sebagai alat untuk mencapai tujuan bagi pegawai-pegawai pemerintah dan elit-
elit ekonomi. Pemberian hadiah (Gratifikasi) dalam hal ini berubah menjadi cenderung ke
arah suap. Dalam konteks budaya Indonesia dimana terdapat praktik umum pemberian
hadiah pada atasan dan adanya penekanan pada pentingnya hubungan yang sifatnya
personal, budaya pemberian hadiah menurut Verhazen lebih mudah mengarah pada suap.
Penulis lain, Harkristuti (2006) terkait pemberian hadiah mengungkapkan adanya
perkembangan pemberian hadiah yang tidak ada kaitannya dengan hubungan atasan-
bawahan, tapi sebagai tanda kasih dan apresiasi kepada seseorang yang dianggap telah
memberikan jasa atau memberi kesenangan pada sang pemberi hadiah. Demikian
berkembangnya pemberian ini, yang kemudian dikembangkan menjadi ‘komisi’ sehingga
para pejabat pemegang otoritas banyak yang menganggap bahwa hal ini merupakan ‘hak
mereka’. Lukmantoro (2007) disisi lain membahas mengenai praktik pengiriman parsel
pada saat perayaan hari besar keagamaan atau di luar itu yang dikirimkan dengan maksud
untuk memuluskan suatu proyek atau kepentingan politik tertentu sebagai bentuk praktik
politik gratifikasi. Catatan-catatan diatas paling tidak memberikan gambaran mengenai
adanya kecenderungan transformasi pemberian hadiah yang diterima oleh pejabat publik.
Jika dilihat dari kebiasaan, tradisi saling memberi-menerima tumbuh subur dalam
kebiasaan masyarakat. Hal ini sebenarnya positif sebagai bentuk solidaritas, gotong
royong dan sebagainya. Namun jika praktik diadopsi oleh sistem birokrasi, praktik positif
tersebut berubah menjadi kendala di dalam upaya membangun tata kelola pemerintahan
yang baik. Pemberian yang diberikan kepada pejabat publik cenderung memiliki pamrih
dan dalam jangka panjang dapat berpotensi mempengaruhi kinerja pejabat publik,
menciptakan ekonomi biaya tinggi dan dapat mempengaruhi kualitas dan keadilan
layanan yang diberikan pada masyarakat.
2. Konflik Kepentingan dalam Gratifikasi Bagaimana hubungan antara gratifikasi dan
pengaruhnya terhadap pejabat publik? Salah satu kajian yang dilakukan oleh Direktorat
Penelitian dan Pengembangan KPK (2009) mengungkapkan bahwa pemberian hadiah
atau gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara adalah salah satu sumber
penyebab timbulnya konflik kepentingan. Konflik ke-pentingan yang tidak ditangani
dengan baik dapat berpotensi mendorong terjadinya tindak pidana korupsi. Definisi
konflik kepentingan adalah situasi dimana seseorang Penyelenggara Negara yang
mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan
memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang
yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.
Situasi yang menyebabkan seseorang penyelenggara negara menerima gratifikasi atau
pemberian/penerimaan hadiah atas suatu keputusan/jabatan merupakan salah satu
kejadian yang sering dihadapi oleh penyelenggara negara yang dapat menimbulkan
konflik kepentingan. Beberapa bentuk konflik kepentingan yang dapat timbul dari
pemberian gratifikasi ini antara lain adalah:

 Penerimaan gratifikasi dapat membawa Kepentingan terseamar (vested interest) dan


kewajiban timbal balik atas sebuah pemberian sehingga independensi penyelenggara
negara dapat terganggu.
 Penerimaan gratifikasi dapat mempengaruhi objektivitas dan penilaian profesional
penyelenggara Negara
 Penerimaan gratifikasi dapat digunakan sedemikian rupa untuk mengaburkan terjadinya
tindak pidana korupsi

Penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri dan keluarganya
dalam suatu acara pribadi, atau menerima pemberian suatu fasilitas tertentu yang tidak
wajar, semakin lama akan menjadi kebiasaan yang cepat atau lambat akan mempengaruhi
penyelenggara negara atau pegawai negeri yang bersangkutan. Banyak yang berpendapat
bahwa pemberian tersebut sekedar tanda terima kasih dan sahsah saja, tetapi pemberian
tersebut patut diwaspadai sebagai pemberian yang berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan karena terkait dengan jabatan yang dipangku oleh penerima serta
kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan dari pemberi, dan pada saatnya pejabat
penerima akan berbuat sesuatu untuk kepentingan pemberi sebagai balas jasa.

Diberikan kepada Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri Penyelenggara negara atau
pegawai negeri yang menerima gratifikasi dari pihak yang memiliki hubungan afiliasi
(misalnya: pemberi kerja-penerima kerja, atasan-bawahan dan kedinasan) dapat
terpengaruh dengan pemberian tersebut, yang semula tidak memiliki kepentingan pribadi
terhadap kewenangan dan jabatan yang dimilikinya menjadi memiliki kepentingan
pribadi dikarenakan adanya gratifikasi. Pemberian tersebut dapat dikatakan berpotensi
untuk menimbulkan konflik kepentingan pada pejabat yang bersangkutan. Untuk
menghindari terjadinya konflik kepentingan yang timbul karena gratifikasi tersebut,
penyelenggara negara atau pegawai Negeri harus membuat suatu declaration of interest
untuk memutus kepentingan pribadi yang timbul dalam hal penerimaan gratifikasi. Oleh
karena itu, penyelenggara negara atau pegawai negeri harus melaporkan gratifikasi yang
diterimanya untuk kemudian ditetapkan status kepemilikan gratifikasi tersebut oleh KPK,
sesuai dengan pasal 12C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UndangUndang
Nomor 20 Tahun 2001. Komisi Pemberantasan Korupsi 14 Konflik Kepentingan yang
Dapat Timbul dari Gratifikasi yang Diberikan kepada Penyelenggara Negara atau
Pegawai Negeri Penyelenggara negara atau pegawai negeri yang menerima gratifikasi
dari pihak yang memiliki hubungan afiliasi (misalnya: pemberi kerjapenerima kerja,
atasan-bawahan dan kedinasan) dapat terpengaruh dengan pemberian tersebut, yang
semula tidak memiliki kepentingan pribadi terhadap kewenangan dan jabatan yang
dimilikinya menjadi memiliki kepentingan pribadi dikarenakan adanya gratifikasi.
Pemberian tersebut dapat dikatakan berpotensi untuk menimbulkan konflik kepentingan
pada pejabat yang bersangkutan. Untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan yang
timbul karena gratifikasi tersebut, penyelenggara negara atau pegawai Negeri harus
membuat suatu declaration of interest untuk memutus kepentingan pribadi yang timbul
dalam hal penerimaan gratifikasi. Oleh karena itu, penyelenggara negara atau pegawai
negeri harus melaporkan gratifikasi yang diterimanya untuk kemudian ditetapkan status
kepemilikan gratifikasi tersebut oleh KPK, sesuai dengan pasal 12C Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 juncto UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001

 Buku Saku Memahami Gratifikasi Bagaimana Mengidentifikasi Gratifikasi yang


Dianggap Suap ?

Untuk memudahkan pembaca memahami apakah gratifikasi yang diterima termasuk


suatu pemberian hadiah yang dianggap suap atau tidak dianggap suap, maka ilustrasi
berikut dapat membantu memperjelas. Jika seorang Ibu penjual makanan di sebuah
warung memberi makanan kepada anaknya yang datang ke warung, maka itu merupakan
pemberian keibuan. Pembayaran dari si anak bukan suatu yang diharapkan oleh si Ibu.
Balasan yang diharapkan lebih berupa cinta kasih anak, dan berbagai macam balasan lain
yang mungkin diberikan. Kemudian datang seorang pelanggan, si Ibu memberi makanan
kepada pelanggan tersebut lalu menerima pembayaran sebagai balasannya. Keduanya
tidak termasuk gratifikasi dianggap suap. Pada saat lain, datang seorang inspektur
kesehatan yang sedang inspeksi kualitas restorannya dan si Ibu memberi makanan kepada
si inspektur serta menolak menerima pembayaran. Tindakan si Ibu menolak menerima
pembayaran dan si Inspektur menerima makanan ini adalah gratifikasi dianggap suap
karena pemberian makanan tersebut memiliki harapan bahwa inspektur itu akan
menggunakan jabatan-nya untuk melindungi kepentingannya. Andaikan inspektur
kesehatan tersebut tidak memiliki kewenang dan jabatan lagi, akankah si ibu penjual
memberikan makanan tersebut secara cuma-cuma? Dengan adanya pemahaman ini, maka
seyogyanya masyarakat tidak perlu tersinggung seandainya pegawai
negeri/penyelenggara negara menolak suatu pemberian, hal ini dilakukan dikarenakan
kesadaran terhadap apa yang mungkin tersembunyi di balik gratifikasi tersebut dan
kepatuhannya terhadap peraturan perundangan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/nurfiatul/57ec78208ffdfdda09288722/faktor-faktor-yang-menjadi-
penyebab-terjadinya-korupsi

http://www.kompasiana.com/satriobudiharto97/59a580faa0b1bbssbc20fb12/awas-kepentingan-
politik

https://kpk.go.id/gratifikasi/BP/Gratifikasi.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/43233-ID-analisis-yuridis-terhadap-gratifikasi-dan-
suap-sebagai-tindak-pidana-korupsi-men.pdf

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl3369/perbedaan-antara-suap-dengan-
gratifikasi

Anda mungkin juga menyukai